
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم
Instagram: @mutupendidikan
Disclaimer:
“Tulisan ini disusun dalam dua semangat berbeda: pertama, sebagai inspirasi teknis bagi rekan-rekan kampus yang harus tetap menjalankan regulasi; lihat blog Inspirasi SPMI, kedua, sebagai masukan kritis apabila ruang revisi kebijakan masih terbuka. Kritik bukan berarti menolak mutu, tapi menuntut sistem yang lebih sehat.”
Dalam diskusi mengenai penjaminan mutu pendidikan tinggi, terdapat satu pertanyaan penting yang perlu dikedepankan: sampai sejauh mana negara percaya kepada kampus? Pertanyaan ini tidak bersifat provokatif, melainkan reflektif—menyentuh pada relasi antara negara sebagai penjamin kepentingan publik dan perguruan tinggi sebagai pemegang mandat otonomi akademik.
Semangat untuk menjaga mutu tentu tidak perlu dipertentangkan, namun cara kita menata hubungan antaraktor justru menentukan bagaimana mutu itu bisa tumbuh secara sehat.
Regulasi terbaru seperti Permendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023 hadir dengan tekad untuk memperkuat sistem mutu. Namun dalam pelaksanaannya, muncul kegelisahan bahwa pengaturan yang sangat teknis bisa berpotensi membatasi ruang kreatif dan reflektif kampus. Ketika perangkat mutu sudah ditentukan format dan siklusnya, maka yang berkembang bukan sistem mutu berbasis nilai dan kebutuhan institusi, melainkan sistem pelaporan administratif yang seragam.
Baca juga: Mutu yang Tumbuh dari Dalam: Pelajaran Global dan Refleksi atas Permendikbudristek 53/2023
Salah satu perdebatan yang muncul dari regulasi ini adalah kewajiban menjalankan Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) melalui model PPEPP—Penetapan, Pelaksanaan, Evaluasi, Pengendalian, dan Peningkatan. Model ini pada dasarnya adalah adaptasi dari pendekatan PDCA (Plan-Do-Check-Act) dalam manajemen mutu.
Namun dalam implementasi, PPEPP sering kali tidak diterjemahkan sebagai siklus hidup yang dinamis, melainkan sebagai dokumen yang harus diisi dalam lima bagian sesuai urutan.
Kondisi ini membuat banyak kampus menjalankan proses mutu sekadar untuk memenuhi kewajiban, bukan sebagai ruang refleksi yang mendorong perbaikan berkelanjutan. Di sinilah muncul dilema: ketika mutu diperlakukan sebagai urusan teknis yang harus dikendalikan dari luar, institusi kehilangan insentif untuk membangun kesadaran internal. Dalam teori administrasi publik modern, Denhardt dan Denhardt (2007) menyebut bahwa fungsi pemerintah seharusnya bukan sekadar steering (mengendalikan arah), melainkan serving (memfasilitasi dan memberdayakan). Prinsip ini penting untuk direnungkan kembali dalam konteks kebijakan mutu kita.
Baca juga: Mengapa Standar Pengelolaan Harus Merata Hingga ke Prodi
Penting untuk melakukan benchmarking digital guna mencari inspirasi menata ulang pendekatan penjaminan mutu.
Universitas kelas dunia seperti Oxford, NUS, atau Harvard memiliki satu kesamaan penting: kebebasan untuk membentuk sistem mutu internal yang selaras dengan karakter organisasinya.
Mereka tetap tunduk pada kerangka akreditasi nasional atau regional, tetapi diberi kewenangan untuk menetapkan instrumen, model siklus, dan mekanisme refleksi yang sesuai dengan kondisi lokal.
Di NUS, misalnya, sistem mutu dikembangkan dalam kerangka Quality Assurance Framework for Universities (QAFU) yang memberi pedoman tetapi tidak mendikte. Sementara Oxford mengembangkan kerangka QA berbasis fakultas yang disesuaikan dengan budaya dan konteks keilmuannya. Hal ini menunjukkan bahwa akuntabilitas bisa tetap terjaga tanpa harus mengorbankan kemandirian institusi. Justru dari kepercayaan itulah, muncul sistem mutu yang lebih kontekstual dan bertanggung jawab.
Baca juga: Kunci Mutu Prodi: Saatnya SDM Pengelola Naik Level!
Dalam semangat tersebut, mungkin sudah saatnya kita membuka ruang dialog untuk meninjau ulang aspek-aspek teknis dari regulasi mutu yang berlaku saat ini. Revisi bukanlah bentuk penolakan, melainkan upaya untuk menyelaraskan semangat kebijakan dengan praktik lapangan.
Misalnya, ketimbang mewajibkan satu siklus seperti PPEPP, regulasi bisa membuka pilihan bagi kampus untuk menggunakan kerangka lain yang setara secara filosofis dan fungsional.
Seperti misalnya: PDCA / Deming Cycle – Plan, Do, Check, Act, PDSA – Plan, Do, Study, Act (versi lain dari PDCA), DMAIC – Define, Measure, Analyze, Improve, Control (Six Sigma), DMAIC – Balanced Scorecard (BSC), POAC – Planning, Organizing, Actuating, Controlling, POLC – Planning, Organizing, Leading, Controlling, Agile Management, dan lain sebagainya. Termasuk kemungkinan untuk mengembangkan model inovasi sendiri atau pemakaian sistem mutu internal berbasis kearifan lokal yang tumbuh subur di daerah setempat.
Demikian pula dengan perangkat dan format pelaporan, alangkah lebih sehat jika disusun sebagai pedoman terbuka yang dapat dimodifikasi. Setiap kampus bisa menunjukkan proses penjaminan mutunya dengan cara yang berbeda, selama prinsip perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan peningkatan tetap dijalankan. Ketika diberikan ruang seperti ini, kampus akan lebih terdorong untuk membangun sistem mutu yang dimiliki bersama, bukan yang sekadar ditaati.
Baca juga: Transformasi Mutu Kampus Melalui Benchmarking Digital: Mungkinkah?
Mutu, otonomi, dan kepercayaan bukanlah konsep yang saling bertentangan. Ketiganya justru saling memperkuat apabila ditempatkan dalam relasi yang sehat. Negara tetap memiliki peran strategis untuk menjaga standar dan menjamin keadilan dalam sistem pendidikan tinggi. Namun dalam menjalankan peran itu, negara juga perlu memberi ruang kepada kampus untuk tumbuh dengan kekhasannya sendiri.
Ketika perguruan tinggi dipercaya, mereka akan menunjukkan tanggung jawab. Ketika diberi ruang, mereka akan tumbuh.
Maka tugas kebijakan publik bukan untuk mengatur setiap langkah, melainkan untuk membuka jalan dan menemani perjalanan itu. Mungkin di sanalah kita bisa mulai menata ulang relasi antara negara dan kampus—dari relasi kendali, menuju relasi kepercayaan. Stay Relevant!
Kategori: Administrasi Publik, Benchmarking, Internasional
Oleh: Bagus Suminar, wakil ketua ICMI Orwil Jatim, dosen UHW Perbanas Surabaya, dan direktur mutupendidikan.com
Instagram: @mutupendidikan
Layanan Informasi