
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم
Instagram: @mutupendidikan
Kualitas sebuah program studi tidak hanya ditentukan oleh kurikulum atau akreditasi, tetapi juga oleh kemampuan para pengelolanya dalam memahami dan menjalankan sistem mutu secara berkelanjutan.
Di tengah tuntutan akuntabilitas dan daya saing global, sudah waktunya sumber daya manusia (SDM) pengelola—terutama ketua prodi, dekan, dan kepala unit mutu—tidak hanya menjadi pelaksana administratif, tetapi juga menjadi pemimpin mutu yang strategis.
Transformasi mutu program studi menuntut kehadiran figur-figur manajerial yang mampu mengelola perubahan, membaca tren, mengolah data, dan mengambil keputusan berbasis bukti. Ini hanya bisa terjadi jika kapasitas pengelola terus diperkuat melalui pelatihan, sertifikasi, dan pendampingan profesional yang terstruktur. Dalam konteks inilah, pengembangan kompetensi SDM pengelola menjadi kunci utama keberhasilan implementasi Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI).
Baca juga: Bukan Copy-Paste! Begini Cara Bikin Standar Kompetensi Lulusan yang Tajam dan Relevan
Memahami konsep mutu saja tidak lagi cukup. Dalam dinamika tata kelola program studi saat ini, setiap pengelola dituntut untuk memiliki keterampilan nyata dalam menerapkan prinsip-prinsip manajemen mutu di lapangan. Misalnya, bagaimana menyusun indikator capaian mutu yang terukur, bagaimana membaca data evaluasi diri dengan cermat, atau bagaimana menyusun tindak lanjut hasil audit internal yang berdampak nyata. Semua itu adalah keterampilan yang hanya bisa diperoleh melalui pengalaman, pelatihan, dan pembiasaan diri dalam sistem mutu yang hidup dan terukur.
Dalam pendekatan manajemen modern, terutama teori behavioral management, peran pemimpin bukan sekadar sebagai pengarah kebijakan, tetapi juga sebagai pelaku aktif dalam proses mutu. Ketua prodi yang trampil akan mampu memfasilitasi evaluasi pembelajaran, menginisiasi siklus PPEPP di tingkat prodi, dan menjadi jembatan antara kebijakan institusi dan kebutuhan dosen maupun mahasiswa.
Ketika pengelola prodi memiliki keterampilan manajerial yang kuat, maka mutu tidak hanya menjadi agenda institusi, tetapi menjelma dalam praktik sehari-hari di ruang kelas, laboratorium, dan ruang diskusi akademik
Baca juga: SPMI Berkualitas? Mulai dari 10 Pilar TQM Edward Sallis!
Saat ini, berbagai platform pelatihan daring menawarkan program peningkatan kapasitas pengelola prodi dan unit mutu.
Program seperti Pelatihan Auditor Mutu Internal, Workshop Evaluasi Diri Program Studi, hingga Sertifikasi Kompetensi Manajer Pendidikan Tinggi tersedia di berbagai institusi pelatihan, termasuk LLDIKTI, P4TK, dan lembaga pelatihan seperti mutupendidikan.com
Lebih dari sekadar pelatihan formalitas, program-program ini dirancang untuk meningkatkan managerial insight dan quality leadership. Materi yang diberikan meliputi strategi implementasi SPMI, analisis SWOT berbasis data mutu, hingga penerapan PPEPP sebagai pendekatan kaizen dalam organisasi akademik. Dalam jangka panjang, SDM pengelola yang mengikuti pelatihan ini akan lebih mampu mengarahkan prodi menuju mutu yang berkelanjutan dan berbasis bukti.
Baca juga: Merumuskan Mission Differentiation: 5 Langkah Menuju Kampus Otentik
SPMI sering dianggap sebagai beban administratif, padahal jika dipahami dengan benar, ia adalah alat manajemen mutu yang sangat memberdayakan. SPMI memberikan kerangka kerja yang jelas bagi pengelola untuk menetapkan standar, melaksanakan rencana kerja, mengevaluasi capaian, serta mengendalikan dan meningkatkan proses secara sistematis. Ini bukan hanya tentang dokumen dan formulir, tapi tentang self-regulation dan continuous improvement.
Regulasi terbaru dari Kementerian Pendidikan, khususnya Permendikbudristek No. 53 Tahun 2023, menegaskan pentingnya SPMI sebagai tulang punggung mutu internal yang berkesinambungan. Artinya, penguatan peran SDM pengelola juga menjadi bagian integral dari keberhasilan SPMI.
Tidak cukup hanya “ada sistem”, tetapi harus ada orang-orang kompeten yang mampu menjalankannya dengan visi, kegairahan dan ketekunan.
Baca juga: Membumikan Strategi Kampus: Semua Unit Paham dan Bergerak Sesuai Arah
Dalam SPMI, siklus PPEPP bukan hanya prosedur tahunan. Ia adalah tools untuk menciptakan budaya perbaikan terus-menerus di setiap lini pengelolaan program studi.
Ketua prodi dan kepala unit mutu yang memahami PPEPP dengan baik tidak hanya akan melakukan evaluasi karena “waktunya evaluasi”, tetapi karena mereka tahu data hasil evaluasi itulah yang akan menuntun mereka dalam mengambil keputusan yang tepat.
Konsep ini sejalan dengan filosofi kaizen dalam Total Quality Management (TQM)—perbaikan kecil yang dilakukan terus-menerus. Melalui PPEPP, pengelola bisa membangun sistem mutu berbasis refleksi dan pembelajaran. Prodi yang awalnya stagnan bisa berkembang menjadi unit dinamis yang memiliki arah strategis. Tapi ini hanya bisa terjadi jika SDM-nya dibekali kompetensi yang memadai untuk menjalankan peran tersebut.
Baca juga: Statuta Sudah Usang? Inilah Cara Cerdas Memulai Transformasi Perguruan Tinggi dari Akar
Era baru mutu pendidikan tinggi membutuhkan SDM pengelola yang bukan hanya tahu, tapi juga tangguh.
Transformasi mutu tidak akan terjadi tanpa transformasi manusia di dalamnya. Ketua prodi, dekan, dan kepala unit mutu adalah garda depan perubahan—mereka bukan sekadar pengisi jabatan, tapi pemimpin yang menentukan arah masa depan institusi.
Saatnya naik level. Ikuti pelatihan, kejar sertifikasi, dan jadikan pengelolaan mutu sebagai arena kepemimpinan yang sesungguhnya. Dengan menjalankan SPMI dan PPEPP secara utuh dan strategis, mutu bukan lagi sekadar dokumen, tetapi akan terasa dalam setiap proses dan hasil pendidikan. Karena sejatinya, mutu bukan tujuan akhir—melainkan perjalanan yang terus bergerak maju bersama orang-orang yang siap berkembang. Stay Relevant!
Baca juga: Mutu adalah Kepemimpinan, Bukan Sekadar Administrasi
Referensi
Oleh: Bagus Suminar, wakil ketua ICMI Orwil Jatim, dosen UHW Perbanas Surabaya, dan direktur mutupendidikan.com
Instagram: @mutupendidikan
Layanan Informasi