• 08123070905
  • mutupendidikan.info@gmail.com

Mengasah Gergaji SPMI: Inspirasi dari The 7 Habits

Mengasah gergaji SPMI

Mengasah Gergaji SPMI: Inspirasi dari The 7 Habits

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Pendahuluan

Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) adalah pilar penting untuk memastikan perguruan tinggi tetap kompetitif dan memenuhi standar mutu pendidikan. 5 siklus yang terdiri: Penetapan, Pelaksanaan, Evaluasi, Pengendalian, dan Peningkatan Standar (disingkat PPEPP) dalam SPMI dirancang untuk membantu proses keberlanjutan mutu.

Buku best seller, The 7 Habits of Highly Effective People karya Stephen R. Covey menawarkan prinsip-prinsip universal yang dapat digunakan untuk memperkuat pelaksanaan SPMI. Tujuh kebiasaan dari Covey, mulai dari sikap pertama, proaktif hingga membangun sinergi, memberikan kerangka soft skills penting untuk mengelola PPEPP. Prinsip 7 habits ini tidak hanya fokus pada efektivitas individu namun juga memperkuat sinergi dan kerja sama kolektif pada perguruan tinggi.

Dengan melatih 7 kebiasaan Covey, perguruan tinggi diharapkan dapat mengimplementasikan PPEPP sebagai bagian dari budaya mutu yang holistik. 7 Habits mendorong setiap aktor untuk aktif dalam peningkatan mutu berkelanjutan (kaizen), menjadikan SPMI bukan sekadar kewajiban prosedural-administratif, namun sebagai tools strategis untuk mencapai keunggulan perguruan tinggi.

Baca juga: SPMI: “Satu Kali Dayung, Dua Tiga Pulau Terlampaui”

Mulai dengan Tujuan yang Jelas

Tahap pertama dalam PPEPP adalah “Penetapan Standar SPMI”. Tahap ini bertujuan untuk merumuskan tujuan strategis mutu yang selaras dengan pernyataan visi dan misi institusi. Di sinilah peran penting kebiasaan pertama, Be Proactive (Jadilah Proaktif), menjadi relevan.

Perguruan tinggi juga perlu proaktif memantapkan “mission differentiation”. Penting untuk menetapkan ciri khas / keunikan / positioning, sehingga dapat membangun branding yang kuat di mata konsumen. Proaktif menetapkan strategi segmentasi, penetapan target dan pengambilan posisi sangat penting di era persaingan global saat ini.

Habit penting yang nomor dua adalah, Begin with the End in Mind (Mulai dengan Akhir yang Ada di Pikiran). Habit ini membantu institusi dalam menetapkan target dan hasil yang ingin dicapai. Standar SPMI harus dirancang optimis dan SMART (Spesific, Masurable, Attainable, Relevant & Timed), dan harus terintegrasi dengan dengan visi jangka panjang. Penetapan Standar yang baik memiliki arah yang jelas dan strategis, baik dalam aspek pendidikan, penelitian, maupun pengabdian masyarakat (Tridharma Perguruan Tinggi).

Baca juga: Ketika Mutu Tidak Lagi Linier

Fokus pada Prioritas Utama

Tahap “Pelaksanaan Standar” (dalam PPEPP) sering menghadapi tantangan dalam pengelolaan sumber daya yang terbatas, persoalan integrasi dan persoalan motivasi. Habit nomor tiga dari Covey, Put First Things First (Dahulukan yang Utama), menginspirasi pentingnya mengambil prioritas yang berdampak terhadap mutu institusi. Institusi harus fokus pada inisiatif strategis, seperti peningkatan mutu pengajaran atau “penyelarasan” kurikulum dengan kebutuhan dan tantangan dunia kerja.

Misalnya, daripada fokus menghabiskan waktu hanya pada dokumentasi yang bersifat formalitas, institusi dapat memprioritaskan training untuk dosen dalam metode pembelajaran inovatif atau meningkatkan akses teknologi pembelajaran. Kegiatan ini tidak hanya mendukung pencapaian standar SPMI namun juga memberikan dampak langsung kepada mahasiswa, dan stakeholder lainnya.

Baca juga: SPMI: Tanggung Jawab Kolektif?

Membangun Sikap Empati

Tahap “Evaluasi Standar” (dalam PPEPP) adalah tahap penting untuk mengukur pencapaian mutu pendidikan, sekaligus mendeteksi area-area mana saja yang perlu tindakan korektif dan preventif. Habits nomor lima dari Covey adalah, Seek First to Understand, Then to Be Understood (Berusaha Memahami Dahulu, Baru Dipahami). Habits ini mengajarkan pentingnya mendengarkan semua pemangku kepentingan (customer voice) sebelum menetapkan tindakan korektif.

Contoh, dalam proses evaluasi kepuasan mahasiswa, alih-alih hanya menggunakan kuesioner yang rentan terdapat validitas alat, institusi dapat menyelenggarakan diskusi kelompok terfokus (focus group discussion) atau program design thinking. Melalui FGD, mahasiswa dapat menyampaikan kebutuhan mereka secara langsung, seperti harapan untuk materi yang lebih relevan dengan dunia nyata. Pendekatan empatik untuk proses design thinking tidak hanya menghasilkan data yang lebih kaya namun juga membangun “trust” antara institusi dan komunitasnya.

Baca juga: SPMI Butuh Kecepatan, Bukan “Slow Respon”

Pola Pikir Menang-Menang

Tahap “Pengendalian Standar” (dalam PPEPP) menuntut pendekatan yang tidak hanya memastikan standar SPMI terpenuhi namun juga menciptakan manfaat (value) bagi stakeholder. Habit nomor empat dari Covey adalah, Think Win-Win (Berpikir Menang-Menang). Habit ini menekankan pentingnya menciptakan solusi yang saling win-win (saling menguntungkan). Dalam konteks pengendalian standar SPMI, ini berarti kebijakan dan langkah pengawasan harus mendukung kepentingan institusi sekaligus memberikan dampak positif bagi semua pihak yang terlibat seperti dosen, mahasiswa, dan staf.

Misalnya, pengelola mutu dapat menerapkan sistem pengendalian SPMI berbasis penghargaan. Contohnya dengan memberikan pengakuan (recognisi) atau insentif bagi dosen yang berhasil meningkatkan mutu pengajaran berdasarkan hasil evaluasi. Hasil pengendalian (dalam PPEPP) dapat diterjemahkan menjadi peningkatan mutu fasilitas belajar, seperti ruang diskusi yang lebih nyaman atau laboratorium yang lengkap.

Baca juga: SPMI & Fenomena ‘Knowledge Hoarding’ di Kampus

Sinergi untuk Inovasi

Tahap “Peningkatan Standar” (dalam PPEPP) adalah intisari dari proses proses perbaikan yang dilakukan secara terus menerus (kaizen). Hebit nomor enam dari Covey adalah Synergize (Bersinergi), menekankan pentingnya kerja sama untuk menciptakan solusi yang lebih unggul, inovatif dan berdampak besar. Dengan sinergi, institusi dapat membangun kekuatan melalui penggabungan ide, pengalaman, dan keahlian dari berbagai pihak, baik internal maupun eksternal.

Contoh, perguruan tinggi dapat menginisiasi forum kolaboratif antara fakultas yang berbeda untuk mendesain “kurikulum multidisiplin” yang relevan dengan tuntutan dunia industri. Institusi juga dapat bekerja sama dengan perguruan tinggi lain untuk bertukar informasi dan berbagi praktik baik dalam metode pendidikan dan pengajaran.

Baca juga: Integrasi Konsep McKinsey 7S untuk Penguatan SPMI

Mengasah Gergaji SPMI

Habit nomor tujuh dari Covey adalah Sharpen the Saw (Asah Gergaji). Habit ini menekankan pentingnya pertumbuhan dan pengembangan berkelanjutan untuk menjaga efektivitas individu dan organisasi. Perguruan tinggi harus terus update kemampuan dan sumber dayanya, termasuk pelatihan staf, adopsi teknologi baru, dan penyempurnaan PEPPP (dalam SPMI). Investasi berkelanjutan ini memungkinkan institusi tetap relevan di tengah dinamika era VUCA yang selalu berubah.

Sekedar contoh, institusi dapat mengadakan program pelatihan rutin bagi dosen untuk memperbarui keterampilan mengajar berbasis teknologi LMS (learning management system). Selain itu, pembaruan sistem informasi SPMI yang memungkinkan pelaporan dan analisis data secara real-time dapat meningkatkan efisiensi kegiatan PPEPP. Dengan tetap fokus pada pengembangan berkelanjutan, institusi tidak hanya memenuhi standar SPMI namun juga menciptakan lingkungan untuk bertransformasi dan beradaptasi dengan baik.

Baca juga: Motivasi dan SPMI: Mengapa Keduanya Tak Terpisahkan

Penutup

Dengan fokus pada efektivitas individu dan kolaborasi kolektif, perguruan tinggi dapat menciptakan sistem yang relevan, tidak hanya menjaga mutu namun juga terus berupaya meningkatkannya.

Ketika budaya mutu telah menjadi bagian dari DNA institusi, perguruan tinggi akan semakin siap untuk menghadapi tantangan global sekaligus memberikan kontribusi nyata bagi semua stakeholder. Seperti kutipan yang disampaikan Covey, “The key is in not spending time, but in investing it.” Dengan menginvestasikan waktu dan sumber daya untuk membangun budaya mutu (SPMI), perguruan tinggi dapat mencapai puncak efektivitas dan keunggulan. Stay Relevant!

Baca juga: SPMI Tanpa Visualisasi? Saatnya Perguruan Tinggi Berubah!


Referensi

  1. Covey, S. R. (2020). The 7 habits of highly effective people: 30th anniversary edition. Simon & Schuster.
  2. Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan. (2024). Pedoman Implementasi Sistem Penjaminan Mutu Internal Perguruan Tinggi Akademik. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
  3. OpenAI. (2023). ChatGPT [Large language model]. Diakses melalui https://openai.com/chatgpt
  4. Permendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi.
  5. Robbins, S. P., & Judge, T. A. (2022). Organizational Behavior (18th ed.). Pearson.

Oleh: Bagus Suminar, dosen UHW Perbanas Surabaya, direktur mutupendidikan.com

Instagram: @mutupendidikan

Info Pelatihan Mutu Pendidikan

admin

MOTTO: Senantiasa bergerak dan berempati untuk menebar manfaat bagi Mutu Pendidikan di Indonesia

×

Layanan Informasi

× Hubungi Kami