Audit Mutu Internal (AMI) adalah instrumen penting dalam menjaga dan meningkatkan mutu perguruan tinggi. Dalam sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI), AMI tidak hanya berfungsi untuk memperbaiki kesalahan atau ketidaksesuaian (KTS), tetapi juga bertujuan untuk “mencegah masalah” sebelum terjadi. Peran proaktif ini sangat penting dalam memastikan bahwa standar mutu tetap terpenuhi dan terus ditingkatkan.
AMI yang efektif tidak hanya bersifat reaktif terhadap ketidaksesuaian yang ditemukan selama audit, namun juga berfokus pada identifikasi potensi masalah yang dapat memengaruhi mutu pendidikan. Dengan cara ini, perguruan tinggi dapat mengambil tindakan preventif lebih awal untuk menghindari risiko yang mungkin mengganggu mutu akademik dan operasional.
Dalam konteks SPMI, Audit Mutu Internal (AMI) berada pada tahap Evaluasi Pemenuhan Standar Pendidikan Tinggi dalam siklus PPEPP (Penetapan, Pelaksanaan, Evaluasi, Pengendalian, dan Peningkatan Standar).
Proses evaluasi ini dilakukan untuk memeriksa apakah pelaksanaan di berbagai unit perguruan tinggi telah sesuai dengan standar mutu yang telah ditetapkan. Dengan AMI, perguruan tinggi dapat menilai kinerja baik di bidang akademik maupun non-akademik secara objektif.
Lebih dari itu, AMI berperan krusial dalam mencegah / mengantisipasi risiko yang mungkin muncul dari kelemahan dalam sistem atau kekurangan dalam pelaksanaan standar.
Dengan mengidentifikasi potensi masalah, perguruan tinggi dapat mengambil langkah preventif lebih awal untuk memastikan mutu tetap terjaga dan meningkat.
Seringkali, AMI dipersepsikan sebagai alat untuk memperbaiki kesalahan atau memperbaiki ketidaksesuaian yang ditemukan selama audit. Namun, perspektif ini sangat lemah.
AMI yang efektif harus mampu “mencegah masalah”, bukan hanya memperbaiki yang sudah terjadi.
Penguatan AMI yang proaktif akan mengarahkan institusi untuk mengidentifikasi akar penyebab masalah yang mungkin belum tampak (tersembunyi) dan menciptakan tindakan pencegahan yang tepat sebelum masalah muncul.
Untuk mewujudkan peran preventif ini, hasil audit perlu ditindaklanjuti dengan tiga langkah utama: koreksi, tindakan korektif, dan tindakan preventif. Koreksi adalah langkah pertama (cepat) yang diambil untuk memperbaiki kesalahan yang sudah terjadi. Contoh, jika audit menemukan adanya ketidaksesuaian dalam pencatatan data mahasiswa, langkah koreksi dapat berupa memperbaiki kesalahan tersebut dengan segera. Koreksi adalah solusi cepat untuk mengatasi dampak dari ketidaksesuaian yang sudah muncul.
Namun, tindakan koreksi saja tidak cukup untuk memastikan pencapaian mutu jangka panjang. Oleh karena itu, setelah melakukan koreksi, perguruan tinggi perlu melangkah ke tindakan korektif.
Tindakan korektif lebih strategis karena berfokus pada penghilangan akar penyebab masalah agar tidak terulang di masa depan. Contoh ada kesalahan dalam pencatatan data mahasiswa disebabkan oleh ketidakmampuan staf dalam menggunakan sistem informasi akademik, tindakan korektif yang diperlukan adalah memberikan pelatihan kepada staf yang bersangkutan, atau mungkin memperbaiki sistem pencatatan agar lebih mudah digunakan. Tindakan ini tidak hanya memperbaiki masalah yang muncul, tetapi juga mencegah timbulnya kesalahan serupa di kemudian hari.
Langkah terpenting berikutnya adalah tindakan preventif. Berbeda dengan koreksi dan tindakan korektif yang cenderung reaktif, tindakan preventif bersifat proaktif, dengan tujuan mencegah masalah sebelum masalah tersebut muncul. Tindakan ini memastikan bahwa potensi masalah dapat dicegah lebih awal, sehingga mutu dan efektivitas sistem tetap terjaga.
Contoh, Bila ditemukan bahwa sistem pencatatan manual sering menjadi sumber kesalahan, tindakan preventif yang dapat diambil adalah mengembangkan sistem pencatatan otomatis yang lebih andal. Dengan sistem yang otomatis, risiko kesalahan dapat dicegah secara signifikan.
Dalam sistem penjaminan mutu yang ideal, tindakan preventif muncul dari evaluasi berkala yang dilakukan melalui AMI. Dengan audit yang terencana dan komprehensif, perguruan tinggi dapat mengidentifikasi area berisiko yang dapat memengaruhi mutu dan kemudian merancang strategi untuk meminimalkan atau menghilangkan risiko tersebut.
AMI yang efektif memandu perguruan tinggi tidak hanya memperbaiki kesalahan yang ada, tetapi juga mengantisipasi potensi masalah di masa depan. Dengan demikian, institusi dapat menjaga dan meningkatkan mutu secara berkelanjutan, serta lebih siap menghadapi tantangan ke depan.
Sebagai Penutup, perlu digarisbawahi peran utama AMI bukan hanya untuk memperbaiki kesalahan, namun untuk mencegah kesalahan sebelum terjadi.
Dengan menggabungkan tindakan koreksi, korektif, dan yang paling penting, tindakan preventif, AMI membantu perguruan tinggi mengatasi masalah yang ada sekaligus mengantisipasi potensi masalah di masa depan.
AMI menjadi instrumen penting dalam menjaga dan meningkatkan mutu pendidikan secara berkelanjutan. AMI memastikan perguruan tinggi siap menghadapi tantangan ke depan.
Dengan fokus pada pencegahan, perguruan tinggi dapat terus beroperasi secara efektif dan mencapai standar mutu yang diinginkan. Stay Relevant!
Oleh: Bagus Suminar, dosen UHW Perbanas Surabaya, direktur mutupendidikan.com
Instagram: @mutupendidikan
SPMI dan 7S McKinsey Framework
Saat ini begitu banyak lembaga pendidikan yang menerapkan Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) namun belum bisa mendapatkan manfaat dari sistem mutu tersebut. Perbaikan mutu yang diinginkan belum dapat terealisir dengan baik.
SPMI telah dikembangkan dengan membuat begitu banyak dokumen seperti kebijakan, standar mutu, manual dan formulir-formulir, namun dalam tataran implementasi, masih banyak lembaga pendidikan yang belum melihat manfaat dan berbaikan yang signifikan.
Mengapa hal ini bisa terjadi? Secara teoritis dapat diduga karena kegiatan pengembangan SPMI “masih fokus” hanya pada perbaikan elemen “System” saja. Masih ada 6 elemen lain yang belum terkelola dengan baik. Penjelasan tentang 6 elemen tersebut dituangkan dalam Model 7S Mc Kinsey.
Berikut uraian singkat tentang Model 7S McKinsey. Model ini merupakan tool yang sering dipakai untuk menganalisis aspek internal dalam organisasi, termasuk dalam institusi pendidikan.
Dengan memperhatikan 7 elemen ini, pimpinan lembaga pendidikan akan lebih mudah menganalisis kondisi internal organisasi. Apakah elemen-elemen tersebut telah dirancang dengan baik, telah selaras atau masih bermasalah.
Dengan melakukan tindakan yang tepat untuk masing-masing elemen, Pimpinan lembaga pendidikan (universitas ataupun dikdasmen) akan dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi organisasi dalam pencapaian sasaran-sasaran mutu yang tertuang dalam sandar nasional pendidikan (SNP) atau melampauinya.
7 elemen dalam model 7S McKinsey terdiri dari 3S hard elements dan 4S Soft element, berikut uraiannya:
Institusi pendidikan yang ingin mencapai sasaran-sasaran mutu dengan baik, perlu meninjau dan memperbaiki 3S Hard Elements, yakni:
Baca juga:
Selain 3S hard elements, berikut penjelasan tentang 4S soft elements. 4 Elemen ini relatif lebih sulit dideskripsikan:
Tom Peters & Robert Waterman, pakar yang pernah bekerja di perusahaan konsultan McKinsey, mengatakan bahwa keselarasan 7 elemen ini merupakan faktor kunci bagi keberhasilan organisasi. Model 7S Mc Kinsey ini, dapat diimplementasikan dalam lembaga pendidikan untuk banyak hal seperti:
Demikian uraiang singkat tentang SPMI & 7S McKinsey Framework, semoga bermanfaat.
Instagram: @mutupendidikan
Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) telah menjadi fokus utama lembaga pendidikan untuk memastikan standar SPMI yang tinggi dalam proses pembelajaran, penelitian dan pengabdian pada masyarakat.
Salah satu pendekatan yang efektif dalam mendukung upaya ini adalah metode bertanya “5 Why”, yang digunakan untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan akar masalah (root cause analysis) secara sistematis.
Artikel ini akan membahas tentang pentingnya integrasi metode “5 Why” dalam SPMI serta bagaimana metode ini dapat membantu institusi pendidikan mencapai tujuan peningkatan mutu secara berkelanjutan (kaizen).
SPMI tidak hanya sekadar merupakan persyaratan formal untuk memenuhi standar yang diperlukan untuk akreditasi, namun SPMI juga sebuah pendekatan strategis untuk meningkatkan mutu Tri Dharma Perguruan Tinggi.
Dengan fokus pada kegiatan evaluasi berkelanjutan, perbaikan proses, dan manajemen mutu, SPMI memberikan kerangka kerja yang komprehensif untuk memastikan bahwa pendidikan yang diberikan, telah sesuai dengan standar yang ditetapkan.
Metode bertanya “5 Why” merupakan alat analisis sederhana namun cukup efektif bila digunakan untuk menggali lebih dalam tentang akar masalah yang mendasari suatu isu atau tantangan tertentu (misal temuan Audit Mutu Internal).
Ide utamanya adalah dengan bertanya “mengapa?” secara berulang-ulang, biasanya bisa sampai lima kali. Langkah ini bertujuan untuk mengidentifikasi penyebab fundamental dari suatu masalah (root cause analysis).
Dalam konteks SPMI, seringkali temuan (finding) dalam proses monev maupun audit mutu internal (AMI), terjadi muncul berulang-ulang dalam kasus yang sama. Mengapa hal ini terjadi? Salah satu jawabannya adalah kegagalan dalam mencari akar masalah. Langkah bertanya “5 Why” adalah salah satu solusi yang bisa ditawarkan.
Penerapan metode beranya “5 Why” dalam SPMI memberikan beberapa manfaat penting, diantaranya:
Masalah: Terjadi penurunan yang signifikan dalam partisipasi mahasiswa dalam kegiatan ekstrakurikuler di Perguruan Tinggi.
Menggunakan teknik bertanya “5 Why”:
Usulan Tindakan Perbaikan: Membuat forum koordinasi yang rutin antara departemen akademik dan departemen ekstrakurikuler (kemahasiswaan) untuk menyinkronkan jadwal kegiatan, sehingga sesuai dengan kebutuhan mahasiswa dan keluarga.
Dengan mengintegrasikan metode bertanya “5 Why” dalam proses evaluasi SPMI, institusi pendidikan dapat lebih efektif dalam mengidentifikasi, memahami, dan menyelesaikan masalah yang mempengaruhi mutu pendidikan.
Pendekatan ini tidak hanya mendukung upaya pemantauan dan evaluasi berkelanjutan, namun juga memperkuat mutu proses pendidikan secara keseluruhan. Dengan demikian, penerapan metode bertanya “5 Why” tidak hanya relevan, namun juga krusial dalam upaya institusi untuk mencapai standar SPMI Perguruan Tinggi. Stay Relevant!
SPMI dan Audit Kepatuhan
Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) Pendidikan Tinggi adalah kegiatan sistemik penjaminan mutu pendidikan tinggi oleh setiap perguruan tinggi secara otonom untuk mengendalikan dan meningkatkan penyelenggaraan pendidikan tinggi secara berencana dan berkelanjutan.
Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) Dikdasmen adalah sistem penjaminan mutu yang berjalan di dalam satuan pendidikan dan dijalankan oleh seluruh komponen dalam satuan pendidikan yang mencakup seluruh aspek penyelenggaraan pendidikan dengan memanfaatkan berbagai sumberdaya untuk mencapai SNP.
Untuk dapat mengimplementasikan SPMI dengan baik, perlu dilakukan kegiatan evaluasi. Salah satu bentuk evaluasi disini adalah kegiatan audit mutu internal (AMI). Ada dua jenis audit dalam AMI yaitu audit sistem (desk evaluation) dan audit lapangan atau audit kepatuhan.
Audit kepatuhan adalah jenis audit yang bertujuan untuk memeriksa & mengevaluasi apakah lembaga pendidikan (pelaksana SPMI) telah mematuhi semua kebijakan, peraturan, hukum, dan standar yang berlaku.
Audit kepatuhan dilaksanakan untuk memastikan bahwa lembaga pendidikan tersebut menjalankan roda organisasi dengan benar dan dalam batas-batas yang ditetapkan oleh ketentuan regulasi yang berlaku.
Secara garis besar, audit kepatuhan melibatkan sejumlah aktivitas para auditor, seperti:
Tujuan dari audit kepatuhan adalah untuk memastikan bahwa lembaga telah menjalankan roda organisasi dengan benar. Lembaga telah menjalankan organisasi sesuai dengan standar, aturan & regulasi yang berlaku.
Audit kepatuhan membantu lembaga untuk mencegah risiko dan sanksi yang mungkin muncul bila mereka melanggar peraturan atau regulasi yang berlaku.
Audit kepatuhan juga membantu lembaga pendidikan untuk meningkatkan kinerja sistem penjaminan mutu internal (SPMI), sehingga dapat memastikan pencapaian target mutu pendidikan yang ingin diraih. Stay Relevant !
Instagram: @mutupendidikan
Tips Menjadi Auditor SPMI
Tentu saja semua auditor bercita-cita ingin menjadi auditor ideal yang baik, yaitu auditor yang benar-benar dapat memberi nilai tambah bagi lembaga pendidikan yang mengelola SPMI (sistem penjaminan mutu internal).
Berikut adalah beberapa tips yang dapat membantu para auditor SPMI untuk menjadi lebih baik:
Demikian uraian singkat tentang Tips Menjadi Auditor SPMI. Dengan mengikuti tips diatas, InsyaAllah seseorang auditor dapat maju dan berkembang. Stay Relevant !
Instagram: @mutupendidikan
Kriteria Auditor SPMI
Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) Pendidikan Tinggi adalah kegiatan sistemik penjaminan mutu pendidikan tinggi oleh setiap perguruan tinggi secara otonom untuk mengendalikan dan meningkatkan penyelenggaraan pendidikan tinggi secara berencana dan berkelanjutan.
Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) Dikdasmen adalah sistem penjaminan mutu yang berjalan di dalam satuan pendidikan dan dijalankan oleh seluruh komponen dalam satuan pendidikan yang mencakup seluruh aspek penyelenggaraan pendidikan dengan memanfaatkan berbagai sumberdaya untuk mencapai SNP.
Auditor Mutu Internal (AMI) adalah seseorang yang bertugas untuk melakukan audit atau pemeriksaan internal secara independen pada sistem manajemen mutu suatu lembaga, hal ini dilakukan dengan maksud untuk mengevaluasi efektivitas sistem tersebut dan memberikan rekomendasi perbaikan bila diperlukan.
Dalam SPMI, salah satu manual penting adalah manual PPEPP (penetapan, pelaksanaan, evaluasi, pengendalian, peningkatan). Manual ini berfungsi menjadi acuan untuk peningkatan standar SPMI. Salah satu manual PPEPP yang ke 3, adalah manual evaluasi standar SPMI, bentuk kegiatan evaluasi salah satunya adalah AMI.
Pelaksana AMI adalah para auditor, tentu saja agar proses AMI dapat berjalan optimal, perlu ada tim auditor yang kompeten. Bagaimana kriteria auditor SPMI yang kompeten?
Seorang auditor SPMI (Sistem Penjaminan Mutu Internal) perlu memenuhi beberapa kriteria diantaranya:
Demikian uraian singkat tentang Kriteria Auditor SPMI, semoga bermanfaat. Stay Relevant !
Instagram: @mutupendidikan
Tips Menyusun Rencana Audit
Agar pelaksanaan AMI (audit mutu internal) dapat berjalan optimal, tentu saja perlu perencanaan yang matang pula. Perencanaan didefinisikan sebagai suatu proses menentukan apa yang ingin dicapai pada masa yang akan datang serta menetapkan tahapan-tahapan yang dibutuhkan untuk mencapainya.
Berikut adalah beberapa kiat dan langkah dalam menyusun perencanaan AMI yang baik:
Demikian uraian singkat tentang Tips Menyusun Rencana Audit, semoga bermanfaat. Stay Relevant !
Instagram: @mutupendidikan
Kegagalan Audit Mutu Internal
Dalam melaksanakan SPMI (Sistem Penjaminan Mutu Internal), lembaga pendidikan diminta untuk melakukan AMI (Audit Mutu Internal) secara periodik. Pelaksanaan AMI tentu saja memerlukan persiapan-persiapan yang matang agar dapat efektif dan efisien.
Bila persiapan AMI dilakukan dengan baik, tentu akan mendapatkan hasil yang diinginkan. Proses AMI yang baik akan membantu lembaga pendidikan untuk melakukan perbaikan secara berkesinambungan (Kaizen). Sebaliknya proses AMI yang tidak dilakukan dengan benar, tentu akan sia-sia, tidak memberi manfaat yang berarti bagi lembaga pendidikan.
Kegagalan dalam kegiatan AMI (audit mutu internal) dapat terjadi karena berbagai faktor, seperti:
Untuk mencegah kegagalan dalam proses AMI, berikut adalah beberapa tips yang dapat dipertimbangkan:
Demikian uraian singkat ini, kami sampaikan. Dengan memperbaiki poin-poin di atas, insyaAllah audit mutu internal (AMI) dapat memberikan manfaat yang maksimal dalam upaya peningkatan mutu organisasi. Stay Relevant !
Instagram: @mutupendidikan
Jenis Temuan dalam Audit
Dalam pelaksanaan Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI), Lembaga Pendidikan diwajibkan menjalankan kegiatan Audit Mutu Internal (AMI). Ketika menjalankan tugas audit, seringkali auditor mendapatkan beberapa temuan (finding). Jenis temuan dapat bermacam-macam, diantaranya:
_________________________________
_________________________________
Ketika mendapatkan temuan positif. Auditor harus mencatat segala prestasi, keberhasilan, kesuksesan, kesesuaian yang ditemukan. Jadi jangan hanya temuan negatif (non-conformities) saja yang dicatat, namun juga temuan-temuan positif.
Temuan-temuan positif harus dicatat dan disampaikan dalam laporan audit mutu internal.
Untuk memperkuat perilaku-perilaku positif agar diulang lagi dikemudian hari. sangat dianjurkan, untuk memberi penghargaaan (reward) bagi unit kerja yang berhasil mendapatkan temuan positif. Hal ini sesuai dengan teori motivasi B.F. Skinner (Reinforcement Theory)
Baca juga: Klasifikasi Audit Mutu
Untuk mengenal lebih dalam tentang temuan-temuan audit dan aspek-aspeknya, silahkan diunduh file Slideshare diatas.
Demikian uraian singkat tentang Jenis Temuan dalam Audit Mutu Internal. Semoga bermanfaat.
_________________________________
Instagram: @mutupendidikan
Yang terhormat kawan-kawan SPMI…
Setelah proses audit mutu dilakukan, auditor perlu menuangkan temuan-temuan yang diperoleh ke dalam formulir PTK (Permintaan Tindakan Koreksi). Bagi kawan-kawan PJM yang belum memiliki formulir PTK, berikut kami share contoh formulir PTK untuk menjadi bahan pertimbangan.
Berikut contoh fomulir PTK, silahkan diunduh:
Demikian, semoga bermanfaat.
Hormat kami,
Admin,
mutupendidikan.com
Untuk Informasi Pelatihan/In-House Training/Pendampingan Audit Mutu Internal
Hubungi Customer Service Anda (Klik disini)
Layanan Informasi