• 08123070905
  • mutupendidikan.info@gmail.com

AMI

Audit Mutu Internal (AMI)

AMI: Mencegah Masalah, Bukan Memperbaiki

Pendahuluan

Audit Mutu Internal (AMI) adalah instrumen penting dalam menjaga dan meningkatkan mutu perguruan tinggi. Dalam sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI), AMI tidak hanya berfungsi untuk memperbaiki kesalahan atau ketidaksesuaian (KTS), tetapi juga bertujuan untuk “mencegah masalah” sebelum terjadi. Peran proaktif ini sangat penting dalam memastikan bahwa standar mutu tetap terpenuhi dan terus ditingkatkan.

AMI yang efektif tidak hanya bersifat reaktif terhadap ketidaksesuaian yang ditemukan selama audit, namun juga berfokus pada identifikasi potensi masalah yang dapat memengaruhi mutu pendidikan. Dengan cara ini, perguruan tinggi dapat mengambil tindakan preventif lebih awal untuk menghindari risiko yang mungkin mengganggu mutu akademik dan operasional.

AMI Tanpa Pencegahan, Apa Gunanya?

Dalam konteks SPMI, Audit Mutu Internal (AMI) berada pada tahap Evaluasi Pemenuhan Standar Pendidikan Tinggi dalam siklus PPEPP (Penetapan, Pelaksanaan, Evaluasi, Pengendalian, dan Peningkatan Standar).

Proses evaluasi ini dilakukan untuk memeriksa apakah pelaksanaan di berbagai unit perguruan tinggi telah sesuai dengan standar mutu yang telah ditetapkan. Dengan AMI, perguruan tinggi dapat menilai kinerja baik di bidang akademik maupun non-akademik secara objektif.

Lebih dari itu, AMI berperan krusial dalam mencegah / mengantisipasi risiko yang mungkin muncul dari kelemahan dalam sistem atau kekurangan dalam pelaksanaan standar.

Dengan mengidentifikasi potensi masalah, perguruan tinggi dapat mengambil langkah preventif lebih awal untuk memastikan mutu tetap terjaga dan meningkat.

Koreksi Saja? Tidak Cukup!

Seringkali, AMI dipersepsikan sebagai alat untuk memperbaiki kesalahan atau memperbaiki ketidaksesuaian yang ditemukan selama audit. Namun, perspektif ini sangat lemah.

Penguatan AMI yang proaktif akan mengarahkan institusi untuk mengidentifikasi akar penyebab masalah yang mungkin belum tampak (tersembunyi) dan menciptakan tindakan pencegahan yang tepat sebelum masalah muncul.

Baca juga: Audit Mutu Internal: Membaca yang Tak Terucap

3K: Koreksi, Korektif, dan Preventif

Untuk mewujudkan peran preventif ini, hasil audit perlu ditindaklanjuti dengan tiga langkah utama: koreksi, tindakan korektif, dan tindakan preventif. Koreksi adalah langkah pertama (cepat) yang diambil untuk memperbaiki kesalahan yang sudah terjadi. Contoh, jika audit menemukan adanya ketidaksesuaian dalam pencatatan data mahasiswa, langkah koreksi dapat berupa memperbaiki kesalahan tersebut dengan segera. Koreksi adalah solusi cepat untuk mengatasi dampak dari ketidaksesuaian yang sudah muncul.

Namun, tindakan koreksi saja tidak cukup untuk memastikan pencapaian mutu jangka panjang. Oleh karena itu, setelah melakukan koreksi, perguruan tinggi perlu melangkah ke tindakan korektif.

Tindakan korektif lebih strategis karena berfokus pada penghilangan akar penyebab masalah agar tidak terulang di masa depan. Contoh ada kesalahan dalam pencatatan data mahasiswa disebabkan oleh ketidakmampuan staf dalam menggunakan sistem informasi akademik, tindakan korektif yang diperlukan adalah memberikan pelatihan kepada staf yang bersangkutan, atau mungkin memperbaiki sistem pencatatan agar lebih mudah digunakan. Tindakan ini tidak hanya memperbaiki masalah yang muncul, tetapi juga mencegah timbulnya kesalahan serupa di kemudian hari.

Tindakan Preventif

Langkah terpenting berikutnya adalah tindakan preventif. Berbeda dengan koreksi dan tindakan korektif yang cenderung reaktif, tindakan preventif bersifat proaktif, dengan tujuan mencegah masalah sebelum masalah tersebut muncul. Tindakan ini memastikan bahwa potensi masalah dapat dicegah lebih awal, sehingga mutu dan efektivitas sistem tetap terjaga.

Contoh, Bila ditemukan bahwa sistem pencatatan manual sering menjadi sumber kesalahan, tindakan preventif yang dapat diambil adalah mengembangkan sistem pencatatan otomatis yang lebih andal. Dengan sistem yang otomatis, risiko kesalahan dapat dicegah secara signifikan.

Baca juga: Mengapa Temuan Audit Sering Tak Ditindaklanjuti?

Optimalkan Siklus PPEPP…

Dalam sistem penjaminan mutu yang ideal, tindakan preventif muncul dari evaluasi berkala yang dilakukan melalui AMI. Dengan audit yang terencana dan komprehensif, perguruan tinggi dapat mengidentifikasi area berisiko yang dapat memengaruhi mutu dan kemudian merancang strategi untuk meminimalkan atau menghilangkan risiko tersebut.

AMI yang efektif memandu perguruan tinggi tidak hanya memperbaiki kesalahan yang ada, tetapi juga mengantisipasi potensi masalah di masa depan. Dengan demikian, institusi dapat menjaga dan meningkatkan mutu secara berkelanjutan, serta lebih siap menghadapi tantangan ke depan.

Penutup

Sebagai Penutup, perlu digarisbawahi peran utama AMI bukan hanya untuk memperbaiki kesalahan, namun untuk mencegah kesalahan sebelum terjadi.

Dengan menggabungkan tindakan koreksi, korektif, dan yang paling penting, tindakan preventif, AMI membantu perguruan tinggi mengatasi masalah yang ada sekaligus mengantisipasi potensi masalah di masa depan.

AMI menjadi instrumen penting dalam menjaga dan meningkatkan mutu pendidikan secara berkelanjutan. AMI memastikan perguruan tinggi siap menghadapi tantangan ke depan.

Dengan fokus pada pencegahan, perguruan tinggi dapat terus beroperasi secara efektif dan mencapai standar mutu yang diinginkan. Stay Relevant!


Oleh: Bagus Suminar, dosen UHW Perbanas Surabaya, direktur mutupendidikan.com

Instagram: @mutupendidikan

Info Pelatihan Mutu Pendidikan

SPMI dan 7S McKinsey

SPMI dan 7S McKinsey Framework

SPMI dan 7S McKinsey Framework

Pendahuluan

Saat ini begitu banyak lembaga pendidikan yang menerapkan Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) namun belum bisa mendapatkan manfaat dari sistem mutu tersebut. Perbaikan mutu yang diinginkan belum dapat terealisir dengan baik.

SPMI telah dikembangkan dengan membuat begitu banyak dokumen seperti kebijakan, standar mutu, manual dan formulir-formulir, namun dalam tataran implementasi, masih banyak lembaga pendidikan yang belum melihat manfaat dan berbaikan yang signifikan.

Mengapa hal ini bisa terjadi? Secara teoritis dapat diduga karena kegiatan pengembangan SPMI “masih fokus” hanya pada perbaikan elemen “System” saja. Masih ada 6 elemen lain yang belum terkelola dengan baik. Penjelasan tentang 6 elemen tersebut dituangkan dalam Model 7S Mc Kinsey.

Model 7S Mc Kinsey

Berikut uraian singkat tentang Model 7S McKinsey. Model ini merupakan tool yang sering dipakai untuk menganalisis aspek internal dalam organisasi, termasuk dalam institusi pendidikan.

Dengan memperhatikan 7 elemen ini, pimpinan lembaga pendidikan akan lebih mudah menganalisis kondisi internal organisasi. Apakah elemen-elemen tersebut telah dirancang dengan baik, telah selaras atau masih bermasalah.

Dengan melakukan tindakan yang tepat untuk masing-masing elemen, Pimpinan lembaga pendidikan (universitas ataupun dikdasmen) akan dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi organisasi dalam pencapaian sasaran-sasaran mutu yang tertuang dalam sandar nasional pendidikan (SNP) atau melampauinya.

7 S McKinsey Framework

7 Elemen Mc Kinsey Framework

7 elemen dalam model 7S McKinsey  terdiri dari 3S hard elements dan 4S Soft element, berikut uraiannya:

3S Hard Elements

Institusi pendidikan yang ingin mencapai sasaran-sasaran mutu dengan baik, perlu meninjau dan memperbaiki 3S Hard Elements, yakni:

  1. Strategy (Strategi). Strategi merupakan rumusan rencana jangka panjang, menengah dan pendek lembaga pendidikan yang digunakan untuk membangun keunggulan kompetitif. Perguruan tinggi perlu melakukan analisis SWOT, menetapkan positioning dan strategi pencapaiannya.
  2. Systems (Sistem). Terdiri dari kebijakan mutu, manual mutu, standar, manual dan prosedur yang berisi proses operasional lembaga sehari-hari. Sistem ini membantu membuat keputusan-keputusan dalam lembaga pendidikan. Dalam implemetasi SPMI, lembaga pendidikan telah penyusunan dokumen ini. Namun keberadaan dokumen ini, tidak cukup untuk menjamin terlaksananya SPMI dengan baik, perlu didukung keberhasilan 6 elemen yang lain.
  3. Structure (Struktur). Struktur organisasi lembaga pendidikan berfungsi mengatur sistem kerja, uraian jabatan, wewenang & tanggung jawab serta proses pendelegasian. Dengan struktur kerja yang tepat, sasaran SPMI akan dapat dicapai dengan lebih efektif dan efisien.

Baca juga:

4S Soft element

Selain 3S hard elements, berikut penjelasan tentang 4S soft elements. 4 Elemen ini relatif lebih sulit dideskripsikan:

  1. Shared Values (Nilai-nilai Lembaga). Nilai-nilai budaya yang tertuang dalam kebijakan SPMI, standar ataupun norma-norma yang menjadi pedoman perilaku bagi seluruh pegawai dan pimpinan lembaga pendidikan. Nilai-nilai ini harus harus terus dibangun untuk menunjang tercapainya budaya mutu. Pola pikir, pola sikap dan pola perilaku harus sesuai dengan standar mutu lembaga pendidikan.
  2. Style (Gaya Kepemimpinan). Elemen ini berkaitan dengan pola atau gaya kepemimpinan dalam organisasi. Kepemimpinan yang tepat membantu organisasi untuk mencapai sasaran-sasarannya. Sudahkah para pemimpin memiliki komitmen yang kuat untuk menjalankan SPMI? Bagaimana gaya kepemimpinan yang cocok untuk diterapkan? Bagaimana Leadership & followership harus dibangun?
  3. Staff (Dosen / Guru dan Tenaga kependidikan). Merupakan para pegawai yang bekerja di lembaga pendidikan. Motivasi dan pola kerja mereka sangat berpengaruh bagi keberhasilan SPMI. Perilaku mereka dipengaruhi bagaimana mereka direkrut, dipilih, dilatih, dimotivasi, diarahkan, dipimpin, dan dikembangkan.
  4. Skills (Keterampilan). Kemampuan dan kompetensi dosen / guru dan tenaga kependidikan yang diperlukan institusi. Tentu saja mereka diharapkan berkinerja tinggi sesuai dengan harapan stakeholder. Mereka harus punya orientasi yang kuat dalam menjalankan budaya mutu pendidikan. Bagaimana cara efektif dan efisien untuk membangun kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan?

Manfaat Model 7S Mc Kinsey

Tom Peters & Robert Waterman, pakar yang pernah bekerja di perusahaan konsultan McKinsey, mengatakan bahwa keselarasan 7 elemen ini merupakan faktor kunci bagi keberhasilan organisasi. Model 7S Mc Kinsey ini, dapat diimplementasikan dalam lembaga pendidikan untuk banyak hal seperti:

  • Menyusun strategi pengembangan SPMI dan budaya mutu lembaga pendidikan.
  • Menyelaraskan integrasi antar departemen, fakultas dan unit kerja (prodi).
  • Merancang desain baru struktur organisasi (reingenering).
  • Meningkatkan kinerja manajemen, pendidikan dan tenaga kependidikan.
  • Menguji faktor-faktor pendukung dan penghambat untuk perbaikan SPMI.
  • Evaluasi keberhasilan  program SPMI.

SPMI & Penerapan 7S Mckinsey

  1. Identifikasi area internal institusi pendidikan yang belum selaras / efektif. Dalam menerapkan SPMI, identifikasi apakah elemen 7S telah selaras satu dengan lainnya. Apakah ada gap, celah, ketidakkonsistenan, gap, celah dan kelemahan lainnya.
  2. Merancang desain organisasi yang optimal. Rancang desain organisasi yang efektif dan efisien untuk keberhasilan SPMI. Kerjasama yang harmonis antara pimpinan, senat dan yayasan, tentu sangat diperlukan (termasuk stakeholder lainnya).
  3. Tetapkan area perbaikan. Rancang detail tindakan, rinci area-area yang ingin diperbaiki dan diselaraskan. Tetapkan manajemen perubahan yang baik.
  4. Lakukan tindakan perbaikan. Perbaikan yang tepat akan memiliki dampak positif bagi institusi pendidikan. Oleh karena itu, perlu dicari anggota tim yang tepat atau merekrut tenaga konsultan. Peran penting kepemimpinan yang efektif sangat diperlukan.
  5. Monitoring & Evaluasi Pelaksanaan 7S. Monitor, evaluasi dan tinjau ulang secara berkelanjutan. 7S elemen Mc Kinsey bersifat dinamis & berubah secara konstan. Dinamika di satu elemen tentu memiliki efek pada elemen-elemen yang lain. Terapkan model PDCA dan PPEPP yang tepat.

Demikian uraiang singkat tentang SPMI & 7S McKinsey Framework, semoga bermanfaat.

Instagram: @mutupendidikan

Info Pelatihan Mutu Pendidikan

SPMI dan Metode “5 Why” untuk Menggali Akar Masalah

Pendahuluan

Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) telah menjadi fokus utama lembaga pendidikan untuk memastikan standar SPMI yang tinggi dalam proses pembelajaran, penelitian dan pengabdian pada masyarakat.

Salah satu pendekatan yang efektif dalam mendukung upaya ini adalah metode bertanya “5 Why”, yang digunakan untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan akar masalah (root cause analysis) secara sistematis.

Artikel ini akan membahas tentang pentingnya integrasi metode “5 Why” dalam SPMI serta bagaimana metode ini dapat membantu institusi pendidikan mencapai tujuan peningkatan mutu secara berkelanjutan (kaizen).

SPMI dan Peningkatan Mutu

SPMI tidak hanya sekadar merupakan persyaratan formal untuk memenuhi standar yang diperlukan untuk akreditasi, namun SPMI juga sebuah pendekatan strategis untuk meningkatkan mutu Tri Dharma Perguruan Tinggi.

Dengan fokus pada kegiatan evaluasi berkelanjutan, perbaikan proses, dan manajemen mutu, SPMI memberikan kerangka kerja yang komprehensif untuk memastikan bahwa pendidikan yang diberikan, telah sesuai dengan standar yang ditetapkan.

Metode “5 Why”

Metode bertanya “5 Why” merupakan alat analisis sederhana namun cukup efektif bila digunakan untuk menggali lebih dalam tentang akar masalah yang mendasari suatu isu atau tantangan tertentu (misal temuan Audit Mutu Internal).

Ide utamanya adalah dengan bertanya “mengapa?” secara berulang-ulang, biasanya bisa sampai lima kali. Langkah ini bertujuan untuk mengidentifikasi penyebab fundamental dari suatu masalah (root cause analysis).

Dalam konteks SPMI, seringkali temuan (finding) dalam proses monev maupun audit mutu internal (AMI), terjadi muncul berulang-ulang dalam kasus yang sama. Mengapa hal ini terjadi? Salah satu jawabannya adalah kegagalan dalam mencari akar masalah. Langkah bertanya “5 Why” adalah salah satu solusi yang bisa ditawarkan.

Langkah-langkah Metode “5 Why”

  1. Identifikasi Masalah: Mengidentifikasi masalah atau tantangan spesifik yang mempengaruhi mutu pendidikan di institusi. Contoh masalah bisa termasuk penurunan tingkat kehadiran mahasiswa atau mutu proses pembelajaran yang tidak memenuhi harapan.
  2. Pertanyaan “Mengapa?”: Tim SPMI atau Auditee dapat mengumpulkan data dan mulai bertanya “mengapa masalah ini terjadi?” secara berulang. Setiap jawaban mengarah pada pertanyaan berikutnya, membantu untuk mengungkap faktor-faktor yang mendasari menculnya masalah tersebut.
  3. Penggalian Akar Masalah: Dengan melanjutkan proses bertanya “5 Why”, tim SPMI / Auditee/ manajemen dapat menggali lebih dalam untuk menemukan akar masalah yang sebenarnya. Misalnya, penurunan tingkat kehadiran mahasiswa bisa disebabkan oleh transportasi yang tidak memadai atau kurangnya motivasi intrinsik dalam proses belajar mengajar.
  4. Perumusan Tindakan Perbaikan: Setelah akar masalah teridentifikasi, langkah selanjutnya adalah merumuskan tindakan perbaikan yang konkret dan terukur. Misalnya, meningkatkan akses transportasi bagi siswa atau mengimplementasikan strategi motivasi tambahan dalam pengajaran. Tindakan perbaikan harus diupayakan dapat menyelesaikan akar masalah, yang dapat terdiri dari tindakan koreksi, korektif dan preventif.
  5. Evaluasi dan Pelacakan: SPMI memonitor implementasi tindakan perbaikan (koreksi, korektif dan preventif) serta mengukur dampaknya terhadap mutu pendidikan. Evaluasi berkelanjutan diperlukan untuk memastikan bahwa solusi yang diambil telah efektif dalam mengatasi masalah.

Manfaat Metode “5 Why”

Penerapan metode beranya “5 Why” dalam SPMI memberikan beberapa manfaat penting, diantaranya:

  • Penemuan Akar Masalah: Memungkinkan institusi untuk tidak hanya menangani gejala masalah (simtoms), tetapi juga menemukan akar penyebabnya (root cause).
  • Pemecahan Masalah yang Berkelanjutan: Mendukung upaya perbaikan berkelanjutan (kaizen) dengan menargetkan masalah yang mendasari secara efektif.
  • Peningkatan Efisiensi dan Efektivitas: Memastikan alokasi sumber daya yang tepat untuk solusi yang relevan dan berdampak tinggi.

Contoh Implementasi 5 Why?

Masalah: Terjadi penurunan yang signifikan dalam partisipasi mahasiswa dalam kegiatan ekstrakurikuler di Perguruan Tinggi.

Menggunakan teknik bertanya “5 Why”:

  1. Mengapa terjadi penurunan dalam partisipasi mahasiswa?
    • Jawaban 1: Mahasiswa melaporkan bahwa jadwal dan waktu kegiatan sering tumpang tindih dengan kegiatan lain.
  2. Mengapa jadwal kegiatan sering tumpang tindih?
    • Jawaban 2: Jadwal kegiatan ekstrakurikuler tidak terintegrasi dengan baik dengan jadwal kuliah di kampus.
  3. Mengapa jadwal kegiatan ekstrakurikuler tidak terintegrasi dengan baik?
    • Jawaban 3: Kurangnya koordinasi antara departemen akademik dan departemen kegiatan ekstrakurikuler / kemahasiswaan.
  4. Mengapa kurangnya koordinasi terjadi?
    • Jawaban 4: Evaluasi menunjukkan bahwa tidak ada forum reguler di mana staf akademik dan staf kemahasiswaan dapat membagikan informasi dan berdiskusi tentang jadwal kegiatan.
  5. Mengapa tidak ada forum koordinasi yang reguler?
    • Jawaban 5: Kebijakan kampus saat ini belum mendorong atau menyediakan waktu bagi staf tekait untuk berdiskusi tentang jadwal kegiatan secara teratur.

Usulan Tindakan Perbaikan: Membuat forum koordinasi yang rutin antara departemen akademik dan departemen ekstrakurikuler (kemahasiswaan) untuk menyinkronkan jadwal kegiatan, sehingga sesuai dengan kebutuhan mahasiswa dan keluarga.

Kesimpulan

Dengan mengintegrasikan metode bertanya “5 Why” dalam proses evaluasi SPMI, institusi pendidikan dapat lebih efektif dalam mengidentifikasi, memahami, dan menyelesaikan masalah yang mempengaruhi mutu pendidikan.

Pendekatan ini tidak hanya mendukung upaya pemantauan dan evaluasi berkelanjutan, namun juga memperkuat mutu proses pendidikan secara keseluruhan. Dengan demikian, penerapan metode bertanya “5 Why” tidak hanya relevan, namun juga krusial dalam upaya institusi untuk mencapai standar SPMI Perguruan Tinggi. Stay Relevant!

SPMI dan Audit Kepatuhan

SPMI dan Audit Kepatuhan

SPMI dan Audit Kepatuhan

Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) Pendidikan Tinggi adalah kegiatan sistemik penjaminan mutu pendidikan tinggi oleh setiap perguruan tinggi secara otonom untuk mengendalikan dan meningkatkan penyelenggaraan pendidikan tinggi secara berencana dan berkelanjutan.

Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) Dikdasmen adalah sistem penjaminan mutu yang berjalan di dalam satuan pendidikan dan dijalankan oleh seluruh komponen dalam satuan pendidikan yang mencakup seluruh aspek penyelenggaraan pendidikan dengan memanfaatkan berbagai sumberdaya untuk mencapai SNP.

Untuk dapat mengimplementasikan SPMI dengan baik, perlu dilakukan kegiatan evaluasi. Salah satu bentuk evaluasi disini adalah kegiatan audit mutu internal (AMI). Ada dua jenis audit dalam AMI yaitu audit sistem (desk evaluation) dan audit lapangan atau audit kepatuhan.

Audit kepatuhan adalah jenis audit yang bertujuan untuk memeriksa  & mengevaluasi apakah lembaga pendidikan (pelaksana SPMI) telah mematuhi semua kebijakan, peraturan, hukum, dan standar yang berlaku. 

Audit kepatuhan dilaksanakan untuk memastikan bahwa lembaga pendidikan tersebut menjalankan roda organisasi dengan benar dan dalam batas-batas yang ditetapkan oleh ketentuan regulasi yang berlaku.

Secara garis besar, audit kepatuhan melibatkan sejumlah aktivitas para auditor, seperti:

  1. Analisis Data: Menganalisis data & informasi yang diperoleh selama proses audit untuk mengevaluasi kepatuhan terhadap peraturan dan regulasi yang berlaku. Data dikumpulkan dari dokumen-dokumen SPMI yang ada.
  2. Pemeriksaan Dokumen: Pemeriksaan dokumen dan catatan lembaga terkait kepatuhan terhadap peraturan dan regulasi yang berlaku. Dokumen yang diperiksa diantaranya kebijakan SPMI, manual PPEPP, standar SPMI dan formulir-formulir. Catatan yang diperiksa dapat berbentuk arsip-arsip / catatan mutu / rekaman / atau record dll.
  3. Wawancara: Wawancara dapat dilakukan untuk menggali data dari auditee. Wawancara dilakukan dengan manajemen (pimpinan lembaga), kepala unit kerja dan pihak terkait lainnya. Wawancara dilakukan untuk memahami implementasi dokumen SPMI dan pemahaman pelaksana terhadap peraturan dan regulasi yang berlaku.
  4. Pengamatan: Pengamatan langsung terhadap aktivitas dan proses yang terkait dengan standar, peraturan dan regulasi yang berlaku. Auditor dapat meminta auditee untuk memperagakan proses-proses dan layanan pendidikan yang menjadi tanggung jawab mereka.
  5. Menyusun Laporan AMI: Setelah dilakukan audit kepatuhan, dan menerbitkan PTK (permintaan tindakan korektif) bila ada penyimpangan maka auditor menyusun laporan AMI. Laporan AMI berisi ringkasan temuan positif (praktek baik), ringkasan temuan negatif (Ketidaksesuaian), rencana perbaikan, rekomendasi dan kesimpulan.

Tujuan dari audit kepatuhan adalah untuk memastikan bahwa lembaga telah menjalankan roda organisasi dengan benar. Lembaga telah menjalankan organisasi sesuai dengan standar, aturan & regulasi yang berlaku. 

Audit kepatuhan membantu lembaga untuk mencegah risiko dan sanksi yang mungkin muncul bila mereka melanggar peraturan atau regulasi yang berlaku. 

Audit kepatuhan juga membantu lembaga pendidikan untuk meningkatkan kinerja sistem penjaminan mutu internal (SPMI), sehingga dapat memastikan pencapaian target mutu pendidikan yang ingin diraih. Stay Relevant !


Instagram: @mutupendidikan

Info Pelatihan Mutu Pendidikan

Tips Menjadi Auditor SPMI

Tips Menjadi Auditor SPMI

Tips Menjadi Auditor SPMI

Tentu saja semua auditor bercita-cita ingin menjadi auditor ideal yang baik, yaitu auditor yang benar-benar dapat memberi nilai tambah bagi lembaga pendidikan yang mengelola SPMI (sistem penjaminan mutu internal).

Berikut adalah beberapa tips yang dapat membantu para auditor SPMI untuk menjadi lebih baik:

  1. Pemahaman Tentang AMI dan SPMI: Seorang auditor harus memiliki pemahaman yang mendalam tentang AMI (audit mutu internal), dan pernah mengikuti pelatihan tentang AMI. Seorang auditor SPMI juga wajib memiliki pemahaman yang komprehensif tentang SPMI dan pernah mengikuti pelatihan SPMI.
  2. Keterampilan Komunikasi: Seorang auditor wajib memiliki keterampilan komunikasi yang baik, termasuk kemampuan untuk mendengarkan dengan teliti (listening skills) dan mengajukan pertanyaan yang relevan. Seorang auditor yang handal juga harus mampu mengkomunikasikan hasil temuan audit dengan jelas dan diplomatis kepada para stakeholder.
  3. Analisis dan Kritis: Seorang auditor SPMI harus mampu melakukan analisis yang mendalam terhadap fakta-fakta dan bukti yang dikumpulkan saat proses audit. Dengan kejelian melihat hubungan sebab akibat, auditor akan dapat mengambil kesimpulan yang tepat dan relevan.
  4. Keterampilan Manajerial: Seorang auditor juga perlu memiliki keterampilan manajerial dan keorganisasian yang baik. Keterampilan membuat perencanaan audit yang efektif, mengatur jadwal dan anggota tim audit, serta mengelola sumber daya (resources) yang tersedia dengan efisien.
  5. Objektif dan Independen: Auditor harus mampu mempertahankan temuan-temuannya secara objektivitas dan independen, tidak dipengaruhi oleh pihak lain dan hanya fokus berkonsentrasi pada fakta dan bukti yang ada.
  6. Berpikir Out-of-The-Box: Seorang auditor harus mampu berpikir out-of-the-box, yakni mampu melihat masalah dari berbagai sudut pandang yang ada. Auditor dapat memberi rekomendasi yang kreatif untuk segala problematik yang dihadapi.
  7. Pengembangan Diri: Seorang auditor perlu terus belajar dan mengikuti program mengembangkan diri (self development). Terus update ilmu-ilmu baru dan mengikuti pelatihan yang relevan.

Demikian uraian singkat tentang Tips Menjadi Auditor SPMI. Dengan mengikuti tips diatas, InsyaAllah seseorang auditor dapat maju dan berkembang. Stay Relevant !


Instagram: @mutupendidikan

Info Pelatihan Mutu Pendidikan

Kriteria Auditor SPMI

Kriteria Auditor SPMI

Kriteria Auditor SPMI

Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) Pendidikan Tinggi adalah kegiatan sistemik penjaminan mutu pendidikan tinggi oleh setiap perguruan tinggi secara otonom untuk mengendalikan dan meningkatkan penyelenggaraan pendidikan tinggi secara berencana dan berkelanjutan.

Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) Dikdasmen adalah sistem penjaminan mutu yang berjalan di dalam satuan pendidikan dan dijalankan oleh seluruh komponen dalam satuan pendidikan yang mencakup seluruh aspek penyelenggaraan pendidikan dengan memanfaatkan berbagai sumberdaya untuk mencapai SNP.

Auditor Mutu Internal (AMI) adalah seseorang yang bertugas untuk melakukan audit atau pemeriksaan internal secara independen pada sistem manajemen mutu suatu lembaga, hal ini dilakukan dengan maksud untuk mengevaluasi efektivitas sistem tersebut dan memberikan rekomendasi perbaikan bila diperlukan.

Dalam SPMI, salah satu manual penting adalah manual PPEPP (penetapan, pelaksanaan, evaluasi, pengendalian, peningkatan). Manual ini berfungsi menjadi acuan untuk peningkatan standar SPMI. Salah satu manual PPEPP yang ke 3, adalah manual evaluasi standar SPMI, bentuk kegiatan evaluasi salah satunya adalah AMI. 

Pelaksana AMI adalah para auditor, tentu saja agar proses AMI dapat berjalan optimal, perlu ada tim auditor yang kompeten. Bagaimana kriteria auditor SPMI yang kompeten?

Kriteria Auditor SPMI

Seorang auditor SPMI (Sistem Penjaminan Mutu Internal) perlu memenuhi beberapa kriteria diantaranya:

  1. Memahami SPMI: Seorang auditor SPMI wajib memahami dan menguasai konsep dan prinsip SPMI serta dokumen yang berlaku di bidang tersebut. Dalam perguruan tinggi, dokumen SPMI meliputi: Kebijakan SPMI, manual SPMI, standar SPMI dan formulir SPMI. 
  2. Mengenal Lingkungan Internal dan Eksternal: Seorang auditor SPMI yang baik wajib memahami konsep evaluasi diri (SWOT Analysis). Memahami perubahan lingkungan yang sangat bergejolak. Memahami situasi VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, dan Ambiguity). Memahami strategi bisnis, visi-misi, konteks kompetisi, kegiatan, dan proses yang ada di lembaga pendidikan.
  3. Kompetensi Audit: Seorang auditor bidang SPMI, wajib memiliki keterampilan audit dan mampu menerapkan metode audit yang tepat untuk memeriksa efektivitas SPMI. Memiliki pengetahuan, afeksi dan keterampilan sebagai auditor. Memiliki kecerdasan emosional yang baik untuk berinteraksi dengan orang lain.
  4. Integritas & Etika: Seorang auditor SPMI wajib mematuhi standar etika & standar profesionalisme yang tinggi serta memiliki integritas yang dijunjung tinggi.
  5. Keterampilan Analitis: Seorang auditor SPMI yang baik wajib mampu menganalisis data, informasi dan dokumen terkait dengan SPMI.  Seorang auditor yang baik wajib memiliki keterampilan mengevaluasi kesesuaian pelaksanaan standar SPMI dan efektivitasnya.
  6. Keterampilan Komunikasi: Seorang auditor SPMI yang baik wajib memiliki keterampilan komunikasi & keterampilan sosial yang baik. Hal ini penting untuk dapat mengkomunikasikan temuan audit dan rekomendasi kepada manajemen, auditee dan pihak-pihak terkait lainnya.

Demikian uraian singkat tentang Kriteria Auditor SPMI, semoga bermanfaat. Stay Relevant !


Instagram: @mutupendidikan

Info Pelatihan Mutu Pendidikan

Tips Menyusun Rencana Audit

Tips Menyusun Rencana Audit

Tips Menyusun Rencana Audit

Agar pelaksanaan AMI (audit mutu internal) dapat berjalan optimal, tentu saja perlu perencanaan yang matang pula. Perencanaan didefinisikan sebagai suatu proses menentukan apa yang ingin dicapai pada masa yang akan datang serta menetapkan tahapan-tahapan yang dibutuhkan untuk mencapainya.

Berikut adalah beberapa kiat dan langkah dalam menyusun perencanaan AMI yang baik:

  1. Tetapkan Ruang Lingkup: Tetapkan ruang lingkup audit, yaitu area-area atau departemen atau fakultas mana yang akan diaudit. Rencanakan jenis audit yang akan dilakukan, serta standar atau persyaratan mana saja yang akan digunakan. 
  2. Tetapkan Tujuan & Sasaran Audit: Tujuan dan sasaran audit harus ditetapkan secara jelas, terukur dan spesifik sehingga proses AMI dapat menghasilkan manfaat yang optimal. Tujuan dan sasaran AMI harus mengacu pada hasil evaluasi diri (SWOT), visi misi, rencana strategi (renstra), dan harus relevan dengan ruang lingkup audit.
  3. Tetapkan Anggota Tim Audit: Tetapkan siapa saja tim audit yang akan ditugaskan. Tim audit harus terdiri dari para auditor yang kompeten dan memiliki pengalaman di bidang audit.  Mereka harus memiliki kemampuan untuk melakukan audit secara profesional dan objektif. Mereka juga harus punya minat, waktu dan motivasi untuk melakukan audit.
  4. Tetapkan Jadwal Audit: Susun jadwal audit yang sesuai dengan kebutuhan lembaga. Pelaksanaan AMI harus mencapai tujuan efisiensi dan efektifitas. Pertimbangkan waktu yang tepat untuk melakukan audit, sehingga tidak mengganggu proses belajar mengajar di kampus, sekolah dan madrasah. Frekuensi audit juga tidak harus sama antara satu unit kerja dengan unit kerja lainnya, pergunakan konsep Manajemen Risiko untuk menetapkan jadwal AMI.
  5. Persiapan Awal: Persiapan awal meliputi pengumpulan data dan informasi yang diperlukan untuk kegiatan audit. Data yang diperlukan dapat berbentuk dokumen SPMI seperti Kebijakan SPMI, Manual PPEPP, Standar SPMI dan formulir. Selain itu auditor juga dapat mengumpulkan data-data historis seperti arsip, catatan mutu, record, rekaman dll. Setelah mendapatkan dokumen-dokumen tersebut, auditor melakukan audit sistem atau desk evaluation, outputnya berupa daftar pertanyaan (checklist) dan kuesioner.
  6. Rencana Audit Lapangan (visitasi): Audit visitasi dilakukan dengan mengikuti rencana audit yang telah ditetapkan. Auditor harus mengumpulkan bukti dan data-data yang cukup untuk menentukan apakah sistem manajemen mutu telah berjalan sesuai persyaratan standar SPMI.
  7. Menganalisis Temuan: Auditor perlu mengevaluasi temuan audit yang diperoleh. Temuan dapat berbentuk praktek baik (best practice) bila standar SPMI dapat dicapai atau dilampaui. Selain temuan positif, ada pula temuan negatif, yaitu penyimpangan dari kebijakan, standar-standar  atau prosedur yang telah ditetapkan.
  8. Rencana Tindakan Perbaikan: Setelah proses audit selesai, tim auditor harus menganalisis jenis temuan dan membuat laporan AMI. Lembaga harus memperbaiki temuan-temuan negatif yang diperoleh selama audit dan mengembangkan rencana tindakan perbaikan untuk mengatasi masalah tersebut. Temuan audit ditulis dalam formulir PTK (permintaan tindakan korektif), yang selanjutnya diserahkan kepada auditee untuk segera dilakukan tindakan perbaikan.
  9. Tindakan Perbaikan: Lembaga harus memantau kemajuan tindakan perbaikan dan memastikan bahwa masalah (temuan audit) telah diselesaikan dengan benar. Auditor dapat melakukan pemeriksaan untuk memastikan bahwa tindakan perbaikan telah dilakukan dan efektif.
  10. Laporan Hasil Audit: Setelah proses SMI selesai, auditor harus membuat laporan audit yang berisi hasil audit & rekomendasi untuk perbaikan. Laporan audit harus dibuat dengan jelas dan disampaikan kepada manajemen organisasi. Isi laporan audit, setidaknya berisi:
    • lingkup audit,
    • tujuan audit,
    • jadwal auditor,
    • nama-nama tim auditor,
    • nama-nama auditee,
    • ringkasan temuan positif dan negatif,
    • rencana perbaikan dan rekomendasi.

Demikian uraian singkat tentang Tips Menyusun Rencana Audit, semoga bermanfaat. Stay Relevant !


Instagram: @mutupendidikan

Info Pelatihan Mutu Pendidikan

Kegagalan Audit Mutu Internal

Kegagalan Audit Mutu Internal

Kegagalan Audit Mutu Internal

Dalam melaksanakan SPMI (Sistem Penjaminan Mutu Internal), lembaga pendidikan diminta untuk melakukan AMI (Audit Mutu Internal) secara periodik. Pelaksanaan AMI tentu saja memerlukan persiapan-persiapan yang matang agar dapat efektif dan efisien.

Bila persiapan AMI dilakukan dengan baik, tentu akan mendapatkan hasil yang diinginkan. Proses AMI yang baik akan membantu lembaga pendidikan untuk melakukan perbaikan secara berkesinambungan (Kaizen). Sebaliknya proses AMI yang tidak dilakukan dengan benar, tentu akan sia-sia, tidak memberi manfaat yang berarti bagi lembaga pendidikan.

Kegagalan dalam kegiatan AMI (audit mutu internal) dapat terjadi karena berbagai faktor, seperti:

  1. Kurangnya Pemahaman Terhadap Proses AMI: Kurangnya pemahaman terhadap proses audit mutu internal dapat menyebabkan kegagalan dalam kegiatan AMI. Pelaksana audit mutu internal harus memahami dengan baik semua dokumen yang menjadi acuan AMI. Standar apa saja yang dijadikan acuan, serta metode dan teknik audit mutu internal yang benar. Umumnya pimpinan lembaga telah menetapkan panduan AMI sebagai aturan main yang harus dikuasai oleh para auditor.
  2. Kurangnya Persiapan: Kurangnya persiapan sebelum melakukan proses AMI dapat menyebabkan kegagalan dalam melakukan audit. Pepatah mengatakan “By failing to prepare, you are preparing to fail”. Persiapan meliputi pengumpulan informasi, analisis data, dan pemahaman terhadap proses yang akan diaudit. Menetapkan tujuan audit yang relevan, menetapkan jumlah auditor yang dibutuhkan, perencanaan jadwal audit dll.
  3. Kesalahan Memilih Auditor: Kesalahan dalam pemilihan auditor yang tepat dapat menyebabkan kegagalan dalam melakukan audit. Auditor yang dipilih harus memiliki kompetensi dan pengalaman yang cukup dalam melakukan audit mutu internal. Bila belum memiliki tim auditor internal yang memadai, lembaga perlu menugaskan calon-calon auditor untuk mengikuti pelatihan audit, baik secara offline maupun online.
  4. Lemahnya komunikasi Auditor dengan Auditee: Lemahnya komunikasi antara auditor dengan auditee dapat menyebabkan kegagalan dalam proses audit. Komunikasi yang baik harus dilakukan sebelum, selama, dan setelah audit untuk memastikan bahwa informasi yang diperlukan telah diperoleh. Ada 2 jenis audit, audit sistem (desk evaluation) dan audit lapangan. Kedua jenis audit ini tidak akan berjalan dengan baik tanpa didukung dengan komunikasi yang baik pula.
  5. Tidak Dilakukan Tindakan Perbaikan: Tidak adanya tindakan perbaikan (tindakan korektif) setelah audit dapat menyebabkan kegagalan dalam kegiatan AMI. Audit mutu internal harus dilakukan untuk memperbaiki proses & sistem yang ada. Bila tidak ada tindakan perbaikan setelah audit, maka audit tidak bisa memberikan nilai tambah /manfaat yang diharapkan.

Langkah Perbaikan AMI

Untuk mencegah kegagalan dalam proses AMI, berikut adalah beberapa tips yang dapat dipertimbangkan:

  1. Menetapkan tujuan, target dan ruang lingkup audit yang jelas.
  2. Menunjuk auditor yang memiliki kompetensi & pengalaman yang memadai. Tidak saja mempertimbangkan ketrampilan namun juga melihat sikap dan soft-skills yang dimiliki.
  3. Melakukan perencanaan yang matang sebelum melakukan audit. Perencanaan meliputi 5 W dan 1 H, what, where, why, who, when dan how.
  4. Membangun komunikasi yang baik antara auditor dengan auditee. Yakinkan auditee, bahwa proses AMI ini bukan untuk mencari kesalahan, namun untuk mencari peluang-peluang perbaikan.
  5. Membuat laporan audit yang jelas dan sistematis. Laporan harus dibuat tepat waktu, sehingga tidak menghambat proses penyusunan rencana tindak lanjut dan kegiatan Tinjauan Manajemen.
  6. Melakukan tindakan perbaikan dan perbaikan yang diperlukan setelah audit. Disinilah manfaat audit baru dapat dirasakan. Tindakan koreksi, korektif dan preventif yang tepat akan mampu mendorong organisasi untuk melakukan perbaikan terus menerus.

Demikian uraian singkat ini, kami sampaikan. Dengan memperbaiki poin-poin di atas, insyaAllah audit mutu internal  (AMI) dapat memberikan manfaat yang maksimal dalam upaya peningkatan mutu organisasi. Stay Relevant !


Instagram: @mutupendidikan

Info Pelatihan Mutu Pendidikan

Temuan Audit Mutu Internal dalam SPMI dan ISO 21001

Jenis Temuan dalam Audit

Jenis Temuan dalam Audit

Dalam pelaksanaan Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI), Lembaga Pendidikan diwajibkan menjalankan kegiatan Audit Mutu Internal (AMI). Ketika menjalankan tugas audit, seringkali auditor mendapatkan beberapa temuan (finding). Jenis temuan dapat bermacam-macam, diantaranya:

  1. TemuanPositif
    • Good Practice; Prestasi
    • Conformities; kesesuaian
  2. Temuannegatif
    • Ketidak sesuaian; Non-conformities (NC)
      • Major (berat)
      • Minor (ringan)
  3. Observasi (OB)
    • Peluang untuk perbaikan (Opportunities for Improvement)

_________________________________

_________________________________

Jenis-Jenis Temuan

Temuan Positif (kesesuaian):

Ketika mendapatkan temuan positif. Auditor harus mencatat segala prestasi, keberhasilan, kesuksesan, kesesuaian yang ditemukan. Jadi jangan hanya temuan negatif (non-conformities) saja yang dicatat, namun juga temuan-temuan positif.

Contoh Temuan-temuan positif seperti:
  • Standar di tingkatkan dan di update sesuai tuntutan perubahan.
  • Kesesuaian program dengan standar.
  • Indikator standar dapat dicapai.
  • Target standar berhasil dilampaui.
  • SOP dijalankan dengan benar.
  • Target SOP dilampaui.
  • Manual SPMI (PPEPP) diimplemenasikan dengan baik.
  • Kebijakan SPMI dipatuhi dan disosialisasikan.
  • Formulir digunakan dengan baik.

Temuan-temuan positif harus dicatat dan disampaikan dalam laporan audit mutu internal.

Untuk memperkuat perilaku-perilaku positif agar diulang lagi dikemudian hari. sangat dianjurkan, untuk memberi penghargaaan (reward) bagi unit kerja yang berhasil mendapatkan temuan positif. Hal ini sesuai dengan teori motivasi B.F. Skinner (Reinforcement Theory)

Baca juga: Klasifikasi Audit Mutu

Temuan Ketidak sesuaian (KTS):
Kategori Berat:
  • KTS yang menghambat keberhasilan sertifikasi, akreditasi atau registrasi.
  • KTS yang berpengaruh besar terhadap kualitas produk/pelayanan PT
  • KTS yang menyebabkan risiko kehilangan konsumen/ mahasiswa
  • KTS yang merupakan ancaman/ gangguan terhadap kegiatan atau para pelaksana dalam organisasi.
Kategori Ringan:
  • KTS yang mudah diperbaiki/diralat
  • KTS yang tidak secara langsung mempengaruhi kualitas produk/pelayanan.
  • KTS yang tidak menghambat perolehan sertifikasi/akreditasi/ registrasi dll.
Pertanyaan Diskusi:
  1. Sejauh mana peran Audit Mutu Internal bagi keberhasilan Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) lembaga pendidikan?
  2. Jenis-jenis temuan apa saja yang ditemukan saat kegiatan AMI?
  3. Bagaimana cara mencatat temuan audit  dengan benar ?
  4. Bagaimana cara menulis PTK (Permintaan Tindakan Koreksi)?

Untuk mengenal lebih dalam tentang temuan-temuan audit dan aspek-aspeknya, silahkan diunduh file Slideshare diatas.

Demikian uraian singkat tentang Jenis Temuan dalam Audit Mutu Internal. Semoga bermanfaat.

_________________________________

Instagram: @mutupendidikan

Info Pelatihan

Audit Mutu INternal

Formulir Permintaan Tindakan Koreksi (PTK)

Audit Mutu Internal Pendidkan

Yang terhormat kawan-kawan SPMI…

Setelah proses audit mutu dilakukan, auditor perlu menuangkan temuan-temuan yang diperoleh ke dalam formulir PTK (Permintaan Tindakan Koreksi). Bagi kawan-kawan PJM yang belum memiliki formulir PTK, berikut kami share contoh formulir PTK untuk menjadi bahan pertimbangan.

Berikut contoh fomulir PTK, silahkan diunduh:

  1. Formulir Permintaan Tindakan Koreksi Model 1
  2. Formulir Permintaan Tindakan Koreksi Model 2

Demikian, semoga bermanfaat.

Hormat kami,

Admin,

mutupendidikan.com


Untuk Informasi Pelatihan/In-House Training/Pendampingan Audit Mutu Internal

Hubungi Customer Service Anda (Klik disini)


×

Layanan Informasi

× Hubungi Kami