• 08123070905
  • mutupendidikan.info@gmail.com

Psikologi Pendidikan

SPMI dan Time Management

SPMI dan Time Management

SPMI dan Time Management

Pendahuluan

Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) Pendidikan Tinggi adalah kegiatan sistemik penjaminan mutu pendidikan tinggi oleh setiap perguruan tinggi secara otonom untuk mengendalikan dan meningkatkan penyelenggaraan pendidikan tinggi secara berencana dan berkelanjutan.

Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) Dikdasmen adalah sistem penjaminan mutu yang berjalan di dalam satuan pendidikan dan dijalankan oleh seluruh komponen dalam satuan pendidikan yang mencakup seluruh aspek penyelenggaraan pendidikan dengan memanfaatkan berbagai sumberdaya untuk mencapai SNP.

SPMI dan Time Management

Time management adalah keterampilan penting yang sangat diperlukan guna keberhasilan SPMI. Pengaturan waktu yang baik dapat membantu untuk memastikan bahwa semua tugas dan aktivitas yang terkait dengan SPMI dapat dilakukan dengan tepat waktu dan dengan mutu kerja yang baik. 

Problem yang sering terjadi adalah kebiasaan menunda-nunda pekerjaan, sehingga target pelaksanaan SPMI tidak bisa dicapai dengan baik. Banyak potensi masalah yang dapat berdampak bagi keberhasilan SPMI, diantaranya gagal menyusun prioritas, tidak mampu mendelegasikan, tidak mampu mengelola waktu dan lain sebagainya.

Proaktif Mengelola Waktu

Kiat Time Management

Berikut adalah beberapa kiat time management yang dapat membantu keberhasilan SPMI:

  1. Menyusun Prioritas: Susunlahlah daftar tugas yang perlu dilakukan dan prioritaskan tugas yang paling penting. Fokuskan waktu dan energi pada tugas/ pekerjaan yang memerlukan perhatian lebih dan pastikan untuk menyelesaikan tugas / pekerjaan tersebut sebelum beralih ke tugas/pekerjaan lain. Misal memprioritaskan pembuatan standar SPMI baru, karena standar lama sudah tidak relevan.
  2. Susun Jadwal: Susun jadwal yang realistis & pastikan waktu yang cukup untuk menyelesaikan setiap tugas / pekerjaan. Perhatikan deadline yang & dan buat jadwal dengan mempertimbangkan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan masing-masing tugas /pekerjaan. Misal: menyusun jadwal Audit Mutu Internal, jadwal tindak lanjut hasil Tinjauan manajemen, menyusun jadwal penyelesaian pelaksanaan standar dll.
  3. Kelola waktu: Cobalah untuk memaksimalkan waktu yang tersedia dengan cara menghindari gangguan / distraksi yang tidak perlu seperti: main games, membuka media sosial (tik tok), percakapan media sosial, dan lainnya. Untuk membantu fokus, dapat menggunakan teknik pomodoro atau teknik lainnya.
  4. Memanfaatkan teknologi: Manfaatkan teknologi seperti aplikasi kalender digital, manajemen waktu, gantt chart, atau pengingat untuk membantu mengatur jadwal & tugas. Fasilitas teknologi membantu mengingatkan deadline dan membantu memprioritaskan tugas/ pekerjaan yang paling penting. Misal: Mengunakan aplikasi kalender digital yang disinkronkan untuk semua tim auditor internal.
  5. Pendelegasian: Lakukan delegasi untuk tugas-tugas yang memang bisa didelegasikan. Serahkan pada orang lain untuk mengerjakannya. Jangan takut untuk meminta bantuan dari rekan kerja atau delegasikan tugas kepada anggota tim yang memiliki keahlian yang sesuai. Misal: Mendelegasikan pada mahasiswa magang untuk mengetik surat /draf dokumen standar SPMI.

Penutup

Dalam menjalankan SPMI, pengelolaan waktu yang baik sangat penting. Dengan menggunakan teknik time management yang efektif, kita dapat membantu memastikan bahwa setiap tugas dan pekerjaan yang terkait dengan SPMI dapat dilakukan dengan tepat waktu dan dengan kualitas yang baik. 

Ingat, tujuan utama SPMI adalah membangun mutu dan kepuasan stakeholder dalam lembaga pendidikan. Stay Relevant!

Instagram: @mutupendidikan

Info Pelatihan Mutu Pendidikan

Minat Membaca Dokumen SPMI

Minat Membaca Dokumen SPMI

Mengapa Minat Membaca Dokumen SPMI begitu rendah?

Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) Pendidikan Tinggi adalah kegiatan sistemik penjaminan mutu pendidikan tinggi oleh setiap perguruan tinggi secara otonom untuk mengendalikan dan meningkatkan penyelenggaraan pendidikan tinggi secara berencana dan berkelanjutan.

Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) Dikdasmen adalah sistem penjaminan mutu yang berjalan di dalam satuan pendidikan dan dijalankan oleh seluruh komponen dalam satuan pendidikan yang mencakup seluruh aspek penyelenggaraan pendidikan dengan memanfaatkan berbagai sumberdaya untuk mencapai SNP.

Baca juga: SPMI dan Peran Motivasi

Dalam percakapan dan diskusi dengan beberapa dosen, guru dan karyawan, sering dijumpai mereka tidak begitu tertarik membaca dokumen SPMI. Mengapa? Ada beberapa kemungkinan yang dapat menjadi penyebab, diantaranya karena dokumen SPMI disajikan sarat narasi, panjang dengan bahasa formal yang membosankan.

Bila permasalahan ini tidak segera dicarikan solusinya, maka yang menjadi pertanyaan apakah mereka paham dengan instruksi dan panduan yang ada dalam dokumen SPMI? Tentu ini menjadi kekuatiran tersendiri bahwa SPMI hanya sekedar dokumen formalitas saja, tidak dijalankan sebagaimana mestinya.

Mengapa Minat Baca Rendah?

Ada beberapa alasan mengapa sebagian pelaksana SPMI kurang berminat atau tidak tertarik membaca dokumen SPMI, di antaranya:

  1. Bahasa Formal yang Sulit Dipahami: Dokumen SPMI seperti kebijakan, manual atau standar mungkin ditulis dalam bahasa yang formal dan teknis, yang sulit dimengerti oleh dosen, tendik atau pelaksanan SPMI yang kurang berpengalaman atau tidak terbiasa dengan bahasa tersebut. Kondisi ini dapat membuat tim SPMI merasa bosan atau tidak tertarik untuk membaca dokumen tersebut.
  2. Tidak Relevan dengan Pekerjaan: Dokumen SPMI seperti kebijakan atau prosedur mungkin sudah tidak relevan dengan pekerjaan pegawai atau mungkin tidak berkaitan dengan tugas-tugas yang sedang mereka lakukan. Ini dapat menyebabkan pegawai skeptis, merasa bosan atau tidak tertarik untuk membaca dokumen SPMI tersebut.
  3. Dokumen Terlalu Panjang: Dokumen SPMI dengan narasi yang terlalu panjang dan bertele-tele tentu membuat pegawai pelaksana SPMI merasa bosan atau tidak tertarik untuk membacanya. Para pegawai mungkin merasa tidak memiliki waktu atau energi yang cukup untuk membaca dokumen tersebut dengan cermat.
  4. Penampilan yang Tidak Menarik: Dokumen SPMI yang disajikan dengan cara yang kering dan membosankan dapat membuat pegawai (pelaksana SPMI) merasa bosan atau tidak tertarik untuk membacanya. Dokumen yang disajikan dengan model  infografik atau ilustrasi yang menarik, atau dengan bahasa yang lebih mudah dipahami & menarik perhatian, mungkin lebih mungkin untuk dibaca oleh para pegawai.
  5. Lemahnya insentif: Para pegawai (dosen, guru atau tendik) mungkin tidak melihat manfaat atau insentif dalam membaca dokumen-dokumen SPMI. Mereka mungkin merasa bahwa membaca dokumen tersebut tidak berpengaruh yang signifikan pada pekerjaan mereka atau pada karir. Dapat juga disebabkan karena sistem remunerasi yang kurang adil dan layak. Sistem reward & punishment mungkin kurang diterapkan secara efektif dan efisien.

Demikian uraian singkat tentang problematik rendahnya minat membaca dokumen SPMI, bagaimana solusinya? Silakan diikuti artikel-artikel pada posting berikutnya. Stay Relevant !


Instagram: @mutupendidikan

Info Pelatihan Mutu Pendidikan

Penyebab Kegagalan SPMI

Penyebab Kegagalan SPMI

Penyebab Kegagalan SPMI

Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) Pendidikan Tinggi adalah kegiatan sistemik penjaminan mutu pendidikan tinggi oleh setiap perguruan tinggi secara otonom untuk mengendalikan dan meningkatkan penyelenggaraan pendidikan tinggi secara berencana dan berkelanjutan.

Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) Dikdasmen adalah sistem penjaminan mutu yang berjalan di dalam satuan pendidikan dan dijalankan oleh seluruh komponen dalam satuan pendidikan yang mencakup seluruh aspek penyelenggaraan pendidikan dengan memanfaatkan berbagai sumberdaya untuk mencapai SNP.

Bila diterapkan dengan benar, SPMI tentu memiliki potensi untuk berhasil dan membawa manfaat bagi pengembangan mutu lembaga pendidikan (perguruan tinggi, sekolah dan madrasah), namun faktanya tidak semudah membalik telapak tangan. Masih banyak lembaga pendidikan yang belum merasakan manfaat SPMI, bahkan ada pula yang bersikap pesimis dan apatis.

Berikut contoh-contoh yang menjadi penyebab kegagalan SPMI:

  1. Lemahnya Dukungan Manajemen: SPMI membutuhkan support, dukungan dan komitmen dari segenap manajemen tingkat atas seperti Rektor, Dekan, Kepala sekolah, Kaprodi dll. Bila pimpinan ragu-ragu atau setengah hati mendukung dan mempromosikan SPMI, tentu upaya SPMI dapat dipastikan akan gagal.
  2. Kurangnya Keterlibatan Karyawan: Keterlibatan karyawan (guru, dosen, tendik) adalah faktor kunci bagi keberhasilan SPMI. Bila karyawan tidak terlibat dalam proses identifikasi dan menangani masalah-masalah mutu, maka upaya SPMI akan mengalami kegagalan.
  3. Pelatihan yang Tidak Memadai: Program SPMI harus didukung kegiatan pelatihan dan pendidikan yang memadai untuk berhasil. Bila karyawan belum menerima pelatihan dan pendidikan yang dibutuhkan, mereka mungkin belum memiliki kesadaran mutu dan belum memahami prinsip-prinsip penting SPMI.
  4. Menolak Perubahan: SPMI memerlukan perubahan pada proses dan budaya organisasi, bisa jadi beberapa karyawan akan menolak perubahan ini (resistance to change). Jika karyawan tidak bersedia mengubah budaya organisasi, maka dapat dipastikan program SPMI cenderung akan gagal. Budaya mutu adalah pola pikir, pola sikap dan perilaku yang sesuai dengan standar dan prinsip mutu.
  5. Kegagalan Penerapan Kaizen: SPMI adalah proses perbaikan yang berlangsung terus menerus. Bila organisasi gagal berinovasi dan melakukan perbaikan, maka program SPMI dapat menjadi stagnan dan pada akhirnya menuju kegagalan.
  6. Kurang Fokus pada Pelanggan: SPMI pada dasarnya adalah upaya memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan / stakeholder. Jika organisasi tidak mampu fokus pada pelanggan / stakeholder, maka upaya SPMI dapat gagal.
  7. Visi Misi, Tujuan dan Sasaran yang kurang Jelas: Upaya SPMI harus didukung adanya visi misi tujuan dan sasaran yang jelas. Bila visi misi, tujuan dan sasaran tidak dirumuskan dengan baik, bisa dipastikan upaya SPMI akan mengalami kegagalan.

Sebagai penutup, keberhasilan SPMI sangat tergantung pada berbagai faktor. Ketidakmampuan untuk mengatasi faktor-faktor tersebut dapat menyebabkan kegagalan SPMI. Stay Relevant!


Info Pelatihan Mutu Pendidikan

Instagram: @mutupendidikan

SPMI yang Rumit dan Birokratis

Membuat SPMI Simpel dan Mudah

Membuat SPMI Simpel dan Mudah

Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) merupakan sistem manajemen yang bertujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan secara berkelanjutan. Proses ini dilakukan dengan beberapa tahapan seperti: Membangun kesadaran mutu, Membangun dokumen SPMI dan upaya-upaya implementasi.

Pimpinan lembaga pendidikan berupaya membangun dokumen SPMI, mensosialisasikan, mengimplementasikan dan mengintegrasikan di semua lini departemen, bidang dan fungsi-fungsi organisasi. Namun seringkali proses ini menjadi rumit dan birokratis.

Kerumitan dalam pengelolaan SPMI, bisa dipastikan akibat mismanagement. Ego sektoral, struktur yang kaku, komunikasi yang buruk adalah jawaban atas permasalahan diatas. Oleh karena itu SPMI perlu dibuat lebih sederhana, mudah dipahami namun berfungsi dengan baik. Pepatah mengatakan Keep it simple & sweet (KISS).

Membuat SPMI Simpel dan Mudah

Berikut beberapa cara untuk membuat SPMI menjadi lebih simpel dan mudah:

  1. Fokus pada Kepuasan Stakeholder: Budaya SPMI harus dibangun untuk fokus pada pemuasan kebutuhan stakeholder. Seluruh pengelola SPMI harus mengupayakan terpenuhinya harapan-harapan mereka. Ingat, jangan terjebak dalam proses administrasi- birokrasi yang berlebihan.  Fokus pada apa yang penting untuk pelanggan dan berupaya memberikan “the best solutions”.
  2. Keterlibatan Tim: Setiap anggota tim dalam lembaga harus dilibatkan dalam penerapan SPMI. Masing-masing anggota tim memiliki tupoksi yang jelas dalam meningkatkan mutu pendidikan. Beri motivasi dan semangat kepada setiap anggota tim untuk aktif berpartisipasi dalam perbaikan yang berkelanjutan (kaizen).  Selanjutnya tidak lupa memberikan reward / penghargaan sebagai pengakuan atas jerih payah mereka.
  3. Membangun Nilai-Nilai SPMI: Penting sekali untuk membangun nilai-nilai (values) organisasi. Khususnya nilai-nilai yang berkaitan dengan azas kualitas, seperti kesetiaan pelanggan, inovasi, tepat waktu, pelayanan prima, efisiensi, kepercayaan, dan integritas. Kurangi dokumen prosedural yang kaku, ganti dengan nilai-nilai pelayanan yang unggul.
  4. Membangun Komunikasi: Komunikasi yang efektif antara fakultas, departemen dan tim sangat penting bagi keberhasilan SPMI. Upayakan menumbuhkan saluran komunikasi yang terbuka dan jelas, sehingga setiap anggota organisasi dapat berkontribusi dengan maksimal. Ciptakan forum-forum informal agar komunikasi menjadi lancar dan tidak terjebak budaya birokratis “red tape”.
  5. Perbaikan Terus-menerus: SPMI pendidikan tinggi dikembangkan melalui siklus PPEPP, SPMI Dikdasmen dikembangkan melalui siklus PDCA, keduanya harus diterapkan untuk mencapai target mutu pendidikan. Terus fokus pada perbaikan berkelanjutan, dorong anggota organisasi untuk berinovasi dan mencari solusi-solusi terbaik.
  6. Pengukuran yang Sederhana: Dalam SPMI sangat penting untuk memiliki alat ukur dan metode analisis yang tepat. Ingat, jangan sampai terjebak dengan alat-alat ukur yang rumit. Gunakan alat yang sederhana dan mudah dipahami oleh pelaksana di lapangan.

Baca juga: Penyebab Kegagalan SPMI

Demikian, uraian singkat tentang bagaimana mengatasi SPMI yang rumit dan birokratis, semoga bermanfaat. Stay Relevant!


Instagram: @mutupendidikan

Info Pelatihan Mutu Pendidikan

SPMI dan Analisis SWOT

SPMI dan Analisis SWOT

SPMI dan Analisis SWOT

Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) Pendidikan Tinggi adalah kegiatan sistemik penjaminan mutu pendidikan tinggi oleh setiap perguruan tinggi secara otonom untuk mengendalikan dan meningkatkan penyelenggaraan pendidikan tinggi secara berencana dan berkelanjutan.

Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) Dikdasmen adalah sistem penjaminan mutu yang berjalan di dalam satuan pendidikan dan dijalankan oleh seluruh komponen dalam satuan pendidikan yang mencakup seluruh aspek penyelenggaraan pendidikan dengan memanfaatkan berbagai sumberdaya untuk mencapai SNP.

Analisis SWOT 

SWOT merupakan singkatan dari kata berbahasa inggris yaitu Strength, Weakness, Opportunity, dan Threat. Analisis SWOT adalah suatu metode yang dipakai untuk mengevaluasi kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman yang dihadapi suatu organisasi.

Analisis SWOT bermanfaat membantu individu atau organisasi untuk mengenal faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan mereka dan untuk menetapkan strategi-strategi yang paling tepat.

Kekuatan (Strength) meliputi faktor-faktor dari dalam organisasi (internal) yang membantu pencapaian tujuan. Contoh kekuatan adalah sumber daya yang baik, personil yang terlatih, dan teknologi canggih, sistem mutu yang handal dll.

Kelemahan (Weakness) meliputi faktor-faktor dari dalam organisasi (internal) yang membatasi keberhasilan pencapaian tujuan. Contohnya seperti sumber daya yang terbatas, personil yang kurang terlatih, infrastruktur yang kurang baik, marketing yang masih lemah, mesin-mesin yang ketinggalan teknologi dll. 

Peluang (Opportunity) adalah faktor-faktor di luar organisasi (eksternal) yang dapat dimanfaatkan untuk mencapai tujuan. Contoh seperti pasar yang tumbuh berkembang, permintaan konsumen yang cukup besar, perkembangan teknologi, dan perubahan dalam kebiasaan atau perilaku konsumen.

Ancaman (Threat) adalah faktor-faktor luar organisasi (eksternal) yang dapat membatasi keberhasilan pencapaian tujuan. Contoh seperti persaingan yang ketat, peraturan pemerintah yang ketat, perubahan iklim, menurunnya jumlah konsumen,dll.

Hasil dari analisis SWOT dapat dimanfaatkan untuk menyusun strategi yang efektif, untuk membuat keputusan organisasi yang lebih tepat, dan untuk membantu pencapaian tujuan organisasi dalam jangka panjang.

SPMI dan Analisis SWOT

Analisis SWOT dapat memainkan peranan penting bagi keberhasilan implementasi Sistem Penjaminan Mutu Internal  (SPMI). Berikut penjelasan bagaimana analisis SWOT dapat membantu lembaga pendidikan (perguruan tinggi, sekolah, madrasah) untuk melakukan evaluasi diri:

  1. Analisis kekuatan (strengths) membantu mengenal area-area di mana institusi pendidikan memiliki kekuatan dan memiliki potensi untuk mencapai tujuannya. Dengan kekuatan yang ada, lembaga pendidikan harusnya mengembangkan terus potensi yang ada untuk tumbuh dan perkembang. Misalnya strategi ekspansi dengan menambah kelas atau cabang-cabang yang baru.
  2. Analisis kelemahan (weaknesses) membantu mengenal area-area mana saja yang masih lemah dan membutuhkan perbaikan. Agar implementasi SPMI dapat berhasil, maka proses-proses, sistem, atau praktik yang masih lemah perlu segera diperbaiki. Misal sarana prasarana pendidikan, alat laboratorium, ruang kelas, sarana olahraga dll.
  3. Analisis peluang (opportunity) membantu mengenal area-area di lingkungan eksternal, dimana lembaga pendidikan dapat memanfaatkan situasi lingkungan untuk mencapai standar-standarnya. Contoh peluang dapat berupa tren selera pasar, perubahan peraturan dan regulasi, atau munculnya teknologi baru.
  4. Analisis ancaman (threats) membantu mengenal area-area di lingkungan eksternal, di mana organisasi dapat terpengaruh oleh faktor tersebut. Contoh ekspansi kompetitor, perubahan regulasi, atau perubahan pasar. Analisis ancaman membantu lembaga pendidikan mempersiapkan langkah-langkah strategis untuk mengatasi dan meminimalkan dampak dari ancaman tersebut.

Kesimpulan, dengan memahami kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman, manajemen lembaga pendidikan dapat membuat rencana aksi yang lebih efektif untuk memastikan penerapan SPMI dapat berjalan baik. 

Analisis SWOT membantu memastikan kegiatan SPMI dalam mengelola standar pendidikan dapat fokus pada hal-hal yang benar dan mengatasi potensi masalah, sebelum masalah tersebut menjadi besar (tindakan pencegahan)


Instagram: @mutupendidikan

Info Pelatihan Mutu Pendidikan

Tes psikologi atau psikotes untuk sekolah dasar dan menengah

Pengertian Psikotes Menurut Para Ahli

Sebelum mengenal serba-serbi tentang tes psikologi atau psikotes, berikut akan sedikit diulas tentang pengertian tes menurut para ahli psikologi.

Kata “Tes” berasal dari bahasa latin, yang berbunyi “testum”,  artinya adalah alat untuk mengukur tanah. Dalam bahasa Perancis kuno,  kata “tes”  memiliki makna ukuran yang digunakan untuk membedakan emas dan perak dari benda atau logam-logam yang lain. Dalam perjalanan waktu, lama kelamaan arti “tes” menjadi lebih umum, dan digunakan dalam berbagai disiplin ilmu.

Dalam disiplin ilmu psikologi,  kata “tes” awalnya digunakan oleh pakar psikologi bernama J.M Cattell (1890). Bagaimana dengan saat ini? Ternyata para ahli memiliki pendapat yang beragam tentang makna dan pengertian tes. Berikut akan di uraikan pengertian tes dari berbagai ahli psikologi:

  1. Philip L. Harriman (tahun 1963) merumuskan makna tes adalah ….. any task (or series of task) that yield a score which may be compared score made by other individuals.
  2. Peters & shetzer (tahun 1974) mendefinisikan arti tes sebagai suatu prosedur / langkah-langkah yang sistematis untuk mengobservasi tingkah laku individu dan menggambarkan tingkah laku itu melalui skala angka atau sistem kategori
  3. Anne anastasi (tahun 1990) menjelaskan pengertian tes sbb: A Psychological test essentially an objective and standardized measure of a sampel of behavior.
  4. Soemadi soeryabrata (tahun 1984) mengartikan bahwa tes merupakan pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab dan atau perintah-perintah yang harus dijalankan yang berdasar atas bagaimana testi menjawab pertanyaan-pertanyaan dan atau melakukan perintah-perintah itu, selanjutnya penyelidik mengambil kesimpulan dengan cara membandingkan dengan standard atau testi yang lain.
  5. Lee J.Cronbach (tahun 1984) memaknai pengertian tes adalah: A Testis a systematic procedure for comparing the behavior of two or more person

Demikian penjelasan singkat tentang pengertian “Tes” dari berbagai pakar /ahli dibidang psikologi. Bagaimana pengertian”Tes” Menurut Anda?

 

Demikian semoga bermanfaat

admin,

mutupendidikan.com


Layanan Jasa Psikotes (Tes Psikologi)
>>> Informasi Tes Psikologi untuk Mutu Pendidikan <<<

Kata kunci untuk memudahkan pencarian blog ini:

jasa psikotes untuk sma, layanan psikotes untuk sd, tes psikologi untuk sd, tes psikologi untuk perguruan tinggi, konseling dan tes psikologi, biro psikologi, biro tes psikologi, psychology testing for education, cari jasa tes psikologi jakarta, info layanan tes psikologi di surabaya, layanan tes psikologi di bandung, jasa psikotes yogyakarta, layanan psikotes surabaya, layanan psikotes depok, jasa psikotes bekasi dan tangerang

Manfaat Tes Psikologi

Manfaat Tes Psikologi bagi Pendidikan


Layanan Jasa Tes Psikologi
 >>> Informasi Tes Psikologi untuk Mutu Pendidikan <<<

Manfaat Tes Psikologi

Tes Psikologi bermanfaat untuk mengklasifikasi potensi siswa didik sehingga mereka bisa mengambil manfaat dari berbagai jenis jurusan / pelajaran sekolah yang berbeda-beda. Beberapa anak mungkin dapat memahami matematika dengan mudah namun sebagian anak lainnya menganggap matematika adalah mata pelajaran yang rumit. Dengan mengetahui tingkat pemahaman peserta didik, memudahkan guru dalam memberikan pelajaran dan memberikan bimbingan yang lebih intensif pada siswa. Siswa yang memiliki kemampuan yang menonjol pada satu atau beberapa mata pelajaran tertentu dapat lebih memaksimalkan potensi dan kemampuannya. Dalam kasus permasalahan belajar, tes psikologi juga bermanfaat untuk membantu proses konseling, baik pada tingkat pra sekolah, tingkat sekolah dasar /menengah dan perguruan tinggi.

Ragam Tes Psikologi

Cukup banyak ragam tes psikologi yang dapat diterapkan untuk mengetahui tingkat kemampuan siswa di bidang-bidang tertentu. Tes psikologi yang dapat  digunakan untuk mengetahui tingkat inteligensi dan kemampuan pada anak-anak diantaranya, skala wechsler, skala intelegesi Stanford-Binet, skala kaufman, dan skala kemampuan diferensial.

Terdapat 15 tes dalam tes Stanford-Binet yang mewakili 4 bidang kognitif utama yaitu penalaran verbal, penalaran abstrak/visual, penalaran kuantitatif dan memori jangka pendek. Tim Psikolog,  juga memiliki kesempatan untuk menilai karakteristik emosional dan motivasional tertentu seperti kemampuan konsentrasi , tingkat aktivitas, rasa percayaan diri dan ketekunan.

Skala Wechsler, disamping penggunaannya sebagai pengukuran kemampuan inteligensi umum, skala Wechsler dapat pula digunakan dalam diagnosis psikiatris. Contohnya antara lain observasi kerusakan otak, kemerosotan psikosis, dan lain lain. Kemerosotan emosional dapat mempengaruhi sebagian fungsi intelektual individu.

Skala Kaufman, Kaufman Assessment Battery for Children (K-ABC), adalah alat tes inteligensi yang lebih mutakhir dari tes-tes sebelumnya. Skala kaufman memberi label anak didik dengan angka tunggal dan evaluatif seperti misalnya IQ tentu saja diadakan melalui penggunaan skor-skor majemuk, analisis profil, dan interpretasi diagnostik. Pengukuran Skala Kaufman kurang mengandalkan keterampilan verbal sehingga alat ini dapat digunakan sebagai pilihan untuk anak-anak dengan kemahiran bahasa inggris yang terbatas atau yang memiliki gangguan pendengaran. Bentuk skala lain yang bisa digunakan adalah Skala kemampuan diferensial (Differential Ability Scales). Bentuk skala ini akan diuraikan dalam kesempatan lain.

Sering kita menjumpai pelajar yang pandai saat sekolah di SMU kemudian diterima di perguruan tinggi unggulan  namun kemudian justru mengalami kemunduran saat kuliah, mengapa hal ini dapat terjadi? Alasan yang rasional karena yang menjadi pertimbangan saat pemilihan jurusan tidak hanya kemampuan akademis dan kesesuaian minat tetapi juga prestise kampus maupun pertimbangan kemudahan mendapat pekerjaan setelah lulus. Inilah yang menjadi kendala saat membantu siswa memilih jurusan di perguruan tinggi.

Peran Psikolog

Psikolog dapat menginterpretasikan hasil tes dan menyampaikan hasilnya pada pengguna tes (kepala sekolah/ konselor) dan orang tuanya sebagai dasar acuan dalam pemilihan jurusan yang sesuai maupun dalam pemilihan arah karir sehingga siswa tidak akan merasa keliru dalam pemilihan jurusan yang tidak cocok dengan kemampuan, bakat dan minat siswa.

Psikotes atau Tes psikologi juga sering  dipakai untuk penyeleksian siswa yang melamar masuk sekolah-sekolah profesional. Lembaga pendidikan profesional menuntut siswa untuk memiliki keahlian di bidang tertentu sehingga memerlukan seleksi yang lebih ketat dalam penerimaan siswa baru. Contoh untuk sekolah penerbang yang akan mencetak pilot yang handal, membutuhkan calon siswa yang memiliki tingkat konsentrasi yang tinggi.

Demikian semoga informasi singkat ini dapat bermanfaat, Aamiin.

Salam mutu

admin,

mutupendidikan.com


Layanan Jasa Tes Psikologi
 >>> Informasi Tes Psikologi untuk Mutu Pendidikan <<<

Kata kunci untuk memudahkan pencarian blog ini:

tujuan tes psikologi, manfaat psikotes bagi siswa, penggunaan hasil tes psikologi, tes psikologi untuk anak, tes psikologi anak, manfaat psikologi dalam pendidikan, penggunaan hasil tes psikologis bagi guru mata pelajaran, tes psikologi pendidikan, penggunaan hasil tes psikologi bagi guru mata pelajaran, manfaat psikologi pendidikan, penggunaan hasil psikotes, penggunaan hasil tes psikotes bagi guru pembimbing

Pendidikan & Manajemen Strategi

TQM untuk Lembaga Pendidikan bag.4

Menyusun Rencana Strategi

Pengantar

Menyusun perencana strategi bagi institusi pendidikan merupakan hal sangat penting. Dengan melakukan evaluasi diri dan analisis SWOT, akan diketahui posisi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang ada.

Dengan evaluasi diri yang komprehensif, lembaga pendidikan akan dapat menyusun strategi jangka panjang, jangka menengah dan jangka pendek.

Rencana Strategi:

  1. Disebut juga dengan RENCANA PENGEMBANGAN USAHA/ INSTITUSI, yang merinci tolak ukur-tolak ukur yang kelak digunakan institusi dalam mencapai misinya, yang biasanya disusun  dalam skala waktu menengah, di atas 3 tahun.
  2. Tanpa rencana tersebut, institusi akan menjadi kurang terarah
  3. Ketika analisa misi, nilai-nilai, SWOT, & faktor penting kesuksesan telah dilakukan, maka rencana strategis harus segera mengarahkan sejumlah isu-isu kunci yang muncul
  4. Institusi Pendidikan perlu denetapkan:
    • Identifikasi pasar
    • Tingkat prosentase pasar yang ingin dimasuki institusi
    • Portofolio layanan
    • Pengembangan portofolio

Ada 3 pilihan strategi pemasaran:

  1. Strategi Biaya Rendah
    • Menuntut sebuah organisasi untuk menjadi institusi yang memiliki biaya paling rendah dalam pasarnya.
    • Dapat dilakukan dengan : Memanfaatkan teknologi, Penghematan waktu, Kontrol yang ketat terhadap biaya
    • Mutu tidak boleh dikorbankan hanya demi menurunkan biaya.
  2. Strategi Pembedaan
    • Menuntut institusi untuk menjadi unik dalam beberapa hal dibanding para pesaingnya
    • Dalam pasar komersial, ini dapat membantu institusi menentukan harga premium
  3. Strategi Fokus
    • Mencakup konsentrasi pada sebuah wilayah geografis, kelompok pelanggan, atau segmen pasar tertentu
    • Strategi ini juga bertujuan untuk memperoleh keunggulan kompetitif

Rencana Operasional:

  • Adalah rencana detail jangka pendek, biasanya 1 tahun, untuk mencapai aspek-aspek tertentu dari strategi institusional jangka panjang
  • Di samping mencakup keuntungan finansial, ia juga harus mencakup keuntungan non-finansial seperti meningkatnya reputasi, profit, dsb

Berikut kami unggah/ upload Slideshare tentang Total Quality Management (TQM) dan Pentingnya Rencana Strategik untuk Lembaga Pendidikan. Materi ini kami sarikan dari Buku Total Quality Management in Education yang ditulis oleh Edward Sallis. Materi tersebut dapat diunduh/download disini:

Klik disini:

PDF TQM untuk Lembaga Pendidikan bag-4

Terima Kasih dan Salam Mutu,

mutupendidikan.com

Pelatihan, Pendampingan & Bimtek

“A goal without a plan is just a wish”


Untuk In-House Training Manajemen Strategik

Hubungi Customer Service kami


Psikotes atau tes psikologi untuk Indonesia merdeka

Keterbatasan Penggunaan Tes Psikologi

“Keterbatasan Penggunaan Tes Psikologi”

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Lembaga pendidikan saat ini telah begitu banyak yang menggunakan metode psikotes atau tes psikologi sebagai tool atau alat bantu dalam mengenal aspek-aspek psikologi  siswa yang menjadi testi. Perlu diketahui disini, yang namanya alat tes psikologi bukan merupakan sesuai yang sempurna (bebas keterbatasan). Kita perlu menyadari kelemahan/keterbatasan tersebut dalam rangka untuk mengambil langka-langkah antisipatif dan untuk mengurangi keterbatasan tersebut dengan menggunakan tes lain sebagai pembanding.

Berikut akan diuraikan secara singkat, beberapa ketebatasan alat tes psikologi:

Reaksi testi terhadap situasi testing

Tidak dipungkiri, tentu saja ada individu-individu (testi) di sekolah yang menunjukkan reaksi yang berbeda kepada tester. Hal ini dapat dilihat individu yang pada saat mengerjakan tes mengalami stres, takut atau nervous. Tanggapan emosional masing-masing individu terhadap situasi testing dapat berbeda-beda. Ada testi yang merasakan tes sebagai suatu ancaman terhadap konsep-dirinya, sehingga takut dan defensive, lalu mengubah perilaku-perilakunya yang tentu saja dapat berdampak pada validitas hasil tes.

Keterbatasan instrumen tes

Kemampuan alat tes tentu terbatas, hanya mengungkap aspek tertentu dari perilaku individu. Misal alat tes “X”, meskipun dapat mengidentifikasi kemungkinan keberhasilan akademik, tetapi tidak dapat mengetahui indikasi motivasi individu untuk mencapai sukses.

Pengaruh faktor fisik saat pelaksanaan testing

Secara umum diharapkan agar tes itu dilaksanakan dalam ruangan yang tenang, sejuk dengan penerangan yang cukup memadai, meja yang rata, dan terhindar dari kegaduhan, kebisingan atau gangguan-gangguan lainnya. Apabila kondisi diatas tidak dapat terpenuhi tentu saja akan berdampak pada ketepatan hasil akhir yang akan diperoleh.

Demikian informasi singkat terkait faktor yang dapat mempengaruhi ketepatan hasil tes. Dengan mengetahui keterbatasan tersebut, pihak sekolah dan psikolog perlu berhati-hati dalam menjalankan kegiatan psikotes. Ketentuan, persyaratan dan aturan tes harus di jalankan dengan benar sesuai prosedur.

Demikian uraian tentang Keterbatasan Penggunaan Tes Psikologi, semoga bermanfaat.

خَيْرُالناسِأَنْفَعُهُمْلِلناسِ


Layanan Jasa Psikotes

>>> Informasi Tes Psikologi untuk Mutu Pendidikan <<<


Info Pelatihan Mutu Pendidikan

Instagram: @mutupendidikan

Kata kunci untuk memudahkan pencarian blog ini: keterbatasan tes psikologi, prosedur psikotes, kendala tes psikologi, tantangan tes psikologi, lembaga psikotes indonesia, kantor layanan psikotes, lembaga konsultasi psikologi, biro konsultasi psikologi, kelemahan tes psikologi, kelemahan psikotes, psikotes indonesia jakarta surabaya, lembaga konsultasi psikologi bandung yogyakarta dan semarang.

,

Prinsip Penting Tes Psikologi atau Psikotes

Prinsip Penting dalam Tes Psikologi

“Mengenal Prinsip Penting dalam Tes Psikologi”

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Pada kesempatan ini, tim dari Mutu Pendidikan akan sedikit menguraikan prinsip-prinsip penting dalam tes psikologi. Shultz & Schultz (2010) menekankan pentingnya prinsip yang berlaku pada alat ukur psikologi, tujuannya untuk menghindari terjadinya kesalahan dalam pengukuran.

Kekeliruan dalam pengukuran psikologi dapat berakibat fatal bagi klien. Berikut akan diuraikan sekilas tentang prinsip penting yang digunakan dalam alat ukur tes psikologi, yaitu:

1. Pentingnya Norma Pengujian

Standar / norma diperlukan agar pengguna dapat mengerti arti suatu skor yang diperoleh pada test tertentu. Dengan adanya norma, seseorang dapat membandingkan kedudukan skor dengan populasi di mana test itu distandarkan. Dalam pengukuran psikologi, penggunaan acuan norma dilakukan untuk menyeleksi dan mengetahui dimana posisi seseorang terhadap kelompoknya. Contoh apabila seseorang mengikuti tes tertentu, maka hasil tes harus memberikan gambaran “posisi” jika dibandingkan dengan populasi yang mengikuti tes tersebut.

2. Pentingnya Objektivitas Tes Psikologi

Objektivitas tes psikologi bertujuan menjauhkan tes psikologi dari pemaknaan-pemaknaan yang sifatnya personal. Nilai-nilai yang kurang tepat, atau bias harus dicegah & dihilangkan pada fase penilaian (scoring). Dengan prinsip objektivitas, penilaian tes dilakukan dengan cara terstandar sehingga diperoleh hasil yang  benar-benar objektif.

3. Standardisasi alat ukur psikologi

Konsistensi penerapan alat ukur harus diberlakukan selama proses asesmen & tes psikologi. Konsistensi juga meliputi standarisasi pada prosedur, tahapan-tahapan dan mekanisme pelaksanaan penilaian. Tes psikologi harus dijalankan pada lingkup yang sama jika dilakukan secara massal (umum), dengan demikian dapat menghasilkan gambaran yang setara.

4. Validitas & Reliabilitas

Alat tes yang digunakan untuk tes psikologi, harus memenuhi kriteria valid dan reliabel.

Validitas adalah kesesuaian penggunaan alat ukur dengan tujuan pengukuran itu sendiri. Mengingat satu alat ukur memiliki tujuan dan lingkup pengukuran, maka alat ukur harus dapat digunakan pada konteks yang benar.

Reliabilitas terkait dengan masalah keajegan. Alat ukur perlu menunjukkan performa/ hasil yang konsisten setelah diterapkan  pada beberapa tes yang menggunakan alat ukur yang sama.

Baca juga: Mengenal Jenis-Jenis Psikotes

Demikian sekilas informasi tentang penting menegakkan  prinsip-prinsip tes psikologi.

Demikian semoga bermanfaat, dan sukses selalu.

خَيْرُالناسِأَنْفَعُهُمْلِلناسِ

______________________________

Layanan Tes Psikologi

___________________________________

mutupendidikan.com

Explore: Training & Development

___________________________________

Kunjungi Lembaga Pelatihan SDM Indonesia:

12
×

Layanan Informasi

× Hubungi Kami