• 08123070905
  • mutupendidikan.info@gmail.com

Tag Archive Motivasi

Harmoni Teori X dan Y: Membangun SPMI yang Humanis dan Berkelanjutan

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Instagram: @mutupendidikan

Pendahuluan

Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) adalah tool penting dalam pengelolaan mutu institusi perguruan tinggi. Melalui siklus PPEPP (Penetapan, Pelaksanaan, Evaluasi, Pengendalian, dan Peningkatan standar), SPMI dikembangkan untuk memastikan kesinambungan mutu dan kemampuan institusi dalam merespons kebutuhan pemangku kepentingan yang terus berubah. Siklus ini, kemudian menjadi fondasi bagi perguruan tinggi untuk menjalankan misi unik (mission differentiation) secara efektif dan efisien.

Teori X dan Y yang dikembangkan oleh Douglas McGregor memberi framework yang relevan untuk penguatan SPMI. Teori X dan Y menggambarkan bagaimana asumsi tentang perilaku manusia dapat mempengaruhi banyak hal dalam elemen organisasi, seperti motivasi, pengambilan keputusan, gaya kepemimpinan, dan penciptaan budaya mutu yang berkelanjutan. Buku Mc Gregor berjudul The Human Side of Enterprise, dianggap sebagai salah satu karya klasik, referensi penting dalam literatur ilmu psikologi dan manajemen.

Baca juga: Motivasi dan SPMI: Mengapa Keduanya Tak Terpisahkan

Dinamika Teori X dan Y

McGregor memperkenalkan dua asumsi tentang motivasi manusia, yaitu: Teori X dan Teori Y.

Dalam konteks pengelolaan manajemen mutu di perguruan tinggi, teori X dan Y menawarkan perspektif yang menarik. Implementasi SPMI dan PPEPP, yang sering menggunakan pendekatan bottom-up atau top-down, dapat memanfaatkan kombinasi Teori X dan Y untuk memotivasi dan mengelola SDM perguruan tinggi.

Baca juga: SPMI Tanpa Visualisasi? Saatnya Perguruan Tinggi Berubah!

Penerapan Teori X

Pada tahap penetapan standar (dalam siklus PPEPP), terkadang institusi memerlukan pedoman dan kontrol yang jelas untuk membangun kerangka kerja yang terstruktur. Dalam konteks ini, pendekatan berbasis Teori X sering kali lebih cocok, terutama ketika standar baru harus ditetapkan. Misalnya, dalam menetapkan standar kompetensi lulusan, perguruan tinggi perlu menetapkan kriteria yang spesifik, seperti kemampuan analitis, keterampilan teknis, atau penguasaan teknologi terkini sesuai kebutuhan industri. Pendekaan top-down, lebih cocok, dimana pimpinan (manajemen) menetapkan standar yang tegas dan menantang (challenge) sesuai dengan “misi unik” (mission differentiation) perguruan tinggi.

Baca juga: Mission Differentiation dan Positioning: Pilar Baru SPMI?

Kontrol ketat dan tegas dapat membantu memastikan bahwa semua unit memahami target dan indikator yang ditetapkan. Contoh, dalam penetapan standar kompetensi lulusan, pengawasan ketat dapat berupa pengembangan prosedur yang detail, pelatihan manajemen strategik untuk menyusun mission differentiation menjadi sangat urgen.

Pimpinan dapat fokus untuk membangun misi unik organisasi dan menetapkan dokumen standar yang visioner. Bila manajemen menetapkan bahwa lulusan program teknik harus memiliki sertifikasi keahlian tertentu, maka perguruan tinggi dapat menerapkan target dan indikator kebijakan sertifikasi, yang implementasinya wajib diawasi secara berkala oleh UPPS / fakultas.

Pendekatan Teori X juga berguna dalam menghadapi penolakan (resistensi) terhadap munculnya standar baru yang dirasa cukup memberatkan. Contoh, bila ada pihak yang kurang berkenan pada isi standar kompetensi lulusan, manajemen dapat menggunakan kebijakan tegas, seperti kewajiban memasukkan capaian pembelajaran sesuai standar dalam setiap kurikulum. Walau ada resistensi di awal, langkah ini membantu memastikan bahwa proses penetapan standar dapat berjalan sesuai visi-misi dan renstra. Sebaliknya, bila menerapkan pendekatan bottom-up (dalam penetapan standar SPMI), ada kekhawatiran, bawahan akan menyusun target yang rendah, mudah dicapai dan bahkan tidak relevan.

Penerapan Teori Y

Setelah standar SPMI ditetapkan (langkah awal), tahap berikutnya adalah tahap pelaksanaan (dalam siklus PPEPP). Tahap ini memerlukan semangat dan keterlibatan aktif dari semua anggota organisasi (sivitas akademika). Penerapan Teori Y, dipandang lebih cocok pada tahap ini karena mendorong motivasi, partisipasi dan tanggung jawab bersama. Misal, dalam pelaksanaan standar proses pembelajaran, tim dosen dapat dilibatkan dalam menyusun metode pengajaran yang inovatif, sementara mahasiswa diberikan ruang untuk memberikan feedback terkait bentuk dan format perkuliahan. Sumbang saran dari mahasiswa dapat dilakukan dalam berbagai media seperti forum diskusi, kotak saran atau sesi feedback bulanan.

Contoh lain, saat evaluasi pelaksanaan standar SPMI, misal evaluasi pelaksanaan standar proses pembelajaran, manajemen dan auditor dapat menggunakan prinsip Teori Y (pendekatan yang partisipatif). Institusi dapat mengadakan sesi evaluasi (monev, audit atau tinjauan manajemen) bersama dosen dan mahasiswa untuk mengevaluasi sejauh mana efektivitas proses pembelajaran yang sudah berjalan atau sedang berlangsung. Survei kepuasan mahasiswa terhadap metode pembelajaran berbasis proyek, misalnya, dapat digunakan untuk mengidentifikasi area-area mana saja yang perlu diperbaiki (tindakan korektif dan preventif).

Pendekatan teori Y membantu menumbuhkan rasa memiliki terhadap standar SPMI, baik dosen, tendik maupun mahasiswa. Ketika semua pihak merasa dihargai, semangat untuk bekerja sama menjadi optimal dan hasil evaluasi menjadi lebih relevan dan akurat, yang pada akhirnya membantu institusi untuk melakukan pengukuran standar dengan baik.

Baca juga: Teori 2 Faktor: Memadukan SPMI dengan Motivasi Intrinsik

Membangun Budaya Mutu

Tahap pengendalian (dalam siklus PPEPP) sangat krusial untuk memastikan bahwa pelaksanaan standar SPMI sudah sesuai dengan yang telah ditetapkan. Dengan menerapkan prinsip Teori Y, pimpinan dapat melibatkan unit-unit kerja, seperti fakultas, UPPS dan program studi, untuk “secara mandiri” memantau pencapaian target kinerja masing-masing. Program studi dapat diberikan tanggung jawab untuk memeriksa apakah standar kurikulum telah memenuhi capaian pembelajaran yang dipersyaratkan. Pendekatan Teori Y ini mendorong iklim “rasa kepemilikan” terhadap capaian mutu kurikulum di masing-masing program studi.

Tahap peningkatan standar (dalam PPEPP) dapat menggunakan asumsi teori Y (situasional). Asumsi Teori Y dapat dipilih untuk mendorong kreativitas dan inovasi dari semua pihak. Misal, dosen dapat dilibatkan dalam pengembangan standar baru untuk mata kuliah yang relevan dengan tren perkembangan industri. di sisi lain mahasiswa juga dapat memberikan ide dan saran melalui wawancara, survei atau diskusi mengenai relevansi isi standar kurikulum bagi mahasiswa.

Pemakaian asumsi Teori Y juga dapat menumbuhkan kolaborasi yang kuat antar unit kerja maupun stakeholder lainnya. Peningkatan mutu tidak hanya menjadi tanggung jawab manajemen, namun melibatkan semua elemen dalam institusi. Dengan pendekatan ini, harapannya perguruan tinggi dapat membangun kurikulum yang lebih adaptif, relevan, dan sesuai dengan tuntutan perubahan zaman.

Baca juga: Pemimpin sebagai Model: Katalis Budaya SPMI

Situasional: pilih Teori X atau Y

Teori X, yang fokus pada kontrol, pengawasan, dan arahan langsung, cocok sekali digunakan untuk memastikan bahwa seluruh elemen dalam organisasi memahami urgensi dan pentingnya peningkatan standar. Tahapan ini sering kali membutuhkan disiplin tinggi untuk menghindari penyimpangan dari target yang telah ditetapkan.

Contoh, dalam peningkatan standar keluaran (output) penelitian di perguruan tinggi, kebijakan yang mewajibkan dosen mempublikasikan artikel di jurnal internasional bereputasi dapat diterapkan dengan kontrol ketat. Manajemen dapat membuat target spesifik, seperti jumlah publikasi minimal per tahun, dan melakukan pemantauan secara ketat terhadap capaian individu maupun unit kerja. Dengan demikian, peran kontrol dan kepatuhan menjadi krusial untuk memastikan bahwa target standar keluaran penelitian dapat dicapai dalam waktu yang ditetapkan, disinilah asumsi teori X dapat digunakan.

Pendekatan Teori X juga dapat dipakai dalam situasi di mana penolakan (resistensi) anggota organisasi cukup tinggi. Bila dosen atau staf menunjukkan tanda tanda kurang inisiatif tentang peningkatan standar, maka, perintah (instruksi), arahan langsung dan regulasi yang tegas diharapkan dapat mengatasi hambatan ini. Walau demikian, pendekatan Teori X sebaiknya tidak digunakan secara terus menerus, sesekali saja untuk membangun pondasi yang kuat sebelum beralih ke metode yang lebih fleksibel dan partisipatif. Teori X dapat digunakan sebagai alat kepatuhan awal sebelum membangun “budaya mutu” untuk peningkatan standar yang lebih mandiri dan partisipatif.

Baca juga: SPMI Berbasis Pengetahuan: Aset Utama Perguruan Tinggi

Kombinasi yang Proporsional

Dalam penetapan standar dosen, dalam situasi awal, pendekatan Teori X dapat digunakan, misal ditetapkan standar kualifikasi dosen minimal S2 dan kewajiban memiliki sertifikasi profesional. Kebijakan tegas dan kontrol ketat diperlukan untuk memastikan bahwa semua dosen mematuhi standar yang ditetapkan.

Di sisi lain, untuk membangun budaya mutu yang berkelanjutan, pendekatan Teori Y menjadi sangat relevan. Setelah standar dasar terlaksana, perguruan tinggi dapat memberdayakan tenaga pengajar melalui program pengembangan profesional, misalnya dukungan untuk pelatihan metodologi penelitian dan pelatihan pedagogi inovatif. Dosen yang diberi kepercayaan dan otonomi dalam mengembangkan metode pengajaran, cenderung lebih bersemangat untuk berinovasi. Tenaga kependidikan yang terlibat dalam pengembangan sistem layanan berbasis teknologi informasi cenderung puas dan termotivasi, karena merasa memiliki andil (berkontribusi) terhadap pencapaian mutu.

McGregor menekankan pentingnya memandang pegawai sebagai pribadi yang memiliki kebutuhan psikologis, bukan hanya sebagai “mesin” produksi. Pandangan ini mendorong perubahan paradigma (mindset) dalam ilmu manajemen, yang sebelumnya sering menggunakan pendekatan otoriter, sekarang cenderung pendekatan partisipatif.

Kombinasi (tergantung situasional) elemen teori X dan Y, memungkinkan institusi membangun budaya mutu yang kuat dan mendorong keberlanjutan dalam peningkatan mutu. Elemen Teori X digunakan untuk memastikan kepatuhan dan elemen Teori Y digunakan untuk pemberdayaan potensi dosen dan tenaga kependidikan agar dapat bekerja dengan baik.

Baca juga: Mengasah Gergaji SPMI: Inspirasi dari The 7 Habits

Menuju Sistem yang Lebih Humanis

Teori X berperan penting dalam membangun landasan dan kepatuhan awal, sementara Teori Y menjadi landasan untuk menciptakan inovasi dan kolaborasi yang berkelanjutan. Harmoni diperlukan untuk memastikan bahwa proses SPMI (PPEPP) tidak hanya fokus pada kepatuhan formal-administratif, namun juga pada perbaikan nilai-nilai organisasi (values) yang berdampak pada mutu pendidikan.

Sistem yang humanis dan berorientasi pada pengembangan SDM akan mendorong pegawai untuk berkontribusi lebih optimal dalam pencapaian mutu. Hal ini memungkinkan perguruan tinggi tidak hanya mampu bertahan hidup (survive) namun juga berkembang dan menjadi unggul di tengah dinamika global yang terus berubah.

Peter Drucker pernah mengatakan, “The best way to predict the future is to create it.” Dengan memanfaatkan keunggulan Teori X dan Y, perguruan tinggi dapat membangun harmoni indah yang menjadikan mutu sebagai budaya organisasi. Stay Relevant!

Baca juga: Harmoni Palsu: Fenomena Groupthink dalam Implementasi SPMI


Referensi

  1. Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan. (2024). Pedoman Implementasi Sistem Penjaminan Mutu Internal Perguruan Tinggi Akademik. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
  2. McGregor, D. (1960). The human side of enterprise. New York: McGraw-Hill.
  3. OpenAI. (2023). ChatGPT [Large language model]. Diakses melalui https://openai.com/chatgpt
  4. Permendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi.
  5. Robbins, S. P., & Judge, T. A. (2023). Organizational behavior (19th ed., Global ed.). Pearson.

Oleh: Bagus Suminar, wakil ketua ICMI Orwil Jatim, dosen UHW Perbanas Surabaya, direktur mutupendidikan.com

Instagram: @mutupendidikan

Info Pelatihan Mutu Pendidikan

Quotes Hari Ini…

Motivasi

Quotes Hari Ini…

Quotes tentang Sikap Zuhud, Rendah Hati dan Kesederhanaan dari Sang Guru Abuya Sayyid Muhammad:

Sikap Zuhud dan Rendah Hati

 

 

Quotes Hari Ini…

Komunikasi

Quotes Minggu Ini…

Pendidikan karakter

spmi motivasi kerja budaya mutu

Motivasi Kerja & Budaya Mutu

“Motivasi Kerja & Budaya Mutu”

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) pegawai dalam menghadapi situasi kerja di dalam organisasi (lembaga pendidikan). Motivasi merupakan kondisi atau energi yang menggerakkan diri pegawai/karyawan/guru/dosen yang terarah atau tertuju untuk mencapai tujuan organisasi (lembaga pendidikan).

Instagram: @mutupendidikan

Sikap mental pegawai yang pro dan positif terhadap situasi-kondisi kerja itulah yang memperkuat motivasi pegawai untuk mencapai prestasi kerja yang maksimal.

______________________________________

Power Point (PDF):

SPMI, Motivasi Kerja & Budaya Mutu

______________________________________

Secara umum, teori-teori motivasi dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok besar yaitu teori motivasi dengan pendekatan isi/kepuasan (content theory), teori motivasi dengan pendekatan proses (process theory) dan teori motivasi dengan pendekatan penguatan (reinforcement theory)

Teori-teori tersebut dapat diimplementasikan pada berbagai bentuk lembaga pendidikan, baik Perguruan Tinggi, Sekolah maupun madrasah.

Keberhasilan implementasi SPMI, tidak luput dari sejauh mana pimpinan organisasi pendidikan mampu menerapkan teknik-teknik motivasi yang tepat dalam mengelola sumber daya manusia.

Penerapan teknik motivasi yang sesuai akan mampu meningkatkan produktivitas kerja, meningkatkan kualitas Sistem manajemen Mutu pendidikan dan membantu membangun Budaya Mutu pendidikan dan SPMI (Sistem Penjaminan Mutu Internal)

Pencapaian Standar SPMI akan sulit dicapai bila anggota organisasi (tenaga struktural, dosen, guru, tenaga kependidikan) tidak memiliki motivasi kerja yang tinggi. Inilah tantangan yang dihadapi organisasi pendidikan saat ini.

Pimpinan lembaga pendidikan, wajib menggerakan seluruh anggota organisasi agar dapat bekerja dengan kinerja yang tinggi. Kinerja ini diwujudkan dalam pencapaian standar SPMI yang telah ditetapkan sebelumnya.

Untuk memahami lebih dalam tentang teori-teori motivasi, berikut dapat di unduh materi SlideShare file power point (PDF) pada tautan diatas.

Baca juga: Perencanaan Karir & Budaya Mutu

Demikian, semoga bermanfaat dan berkah selalu.

خَيْرُ الناسِ أَنْفَعُهُمْ لِلناسِ

_______________________

mutupendidikan.com

Explore: Training & Development


Dapatkan Slideshare Budaya Mutu:

Silahkan di klik: Membangun Budaya Mutu


Dapatkan informasi terkait: Pelatihan / Bintek / Training / Training Kerja / Pelatihan kerja / Lokakarya / Workshop / Mutu / Pendidikan / Kualitas / Guru / Dosen / karyawan / Pegawai / manajemen / Kepemimpinan / Leadership / Motivasi / Sistem / Budaya / Komunikasi / Teori Motivasi

Karakter & Budaya Mutu SPMI

Membangun Karakter & Budaya Mutu SPMI

“Membangun Karakter & Budaya Mutu SPMI”

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Mutu Tidak Terletak pada “Dokumen”

Membuat produk dan jasa yang bermutu, seperti jasa pendidikan tentu saja tidak mudah. Tidak cukup dengan hanya membuat sistem dokumen mutu yang terdiri dari kebijakan SPMI, standar, prosedur maupun manual mutu.

Mutu tidak terletak pada tinta diatas kertas. Mutu ada pada diri pribadi-pribadi manusia yang menjadi penggerak roda organisasi.

Mutu terletak pada nilai-nilai, emosi, sikap dan kepribadian anggota organisasi secara keseluruhan. Semua level dalam organisasi memiliki andil penting dalam mewujudkan arti sebuah mutu.

Semua anggota organisasi harus memiliki kepedulian, perilaku dan sikap yang sesuai untuk membangun sebuah mutu.

Pentingnya Karakter & Sikap Positif

Dalam membangun mutu, yang perlu dibangun adalah sikap masing-masing individu anggota organisasi.

Secara definisi, pengertian sikap (attitude) adalah perasaan, pikiran, dan kecenderungan seseorang yang relatif permanen mengenal aspek-aspek tertentu dalam lingkungannya. 

Komponen-komponen sikap terdiri dari pengetahuan (kognitif), perasaan-perasaan (afektif), dan kecenderungan untuk bertindak (psikomotorik).

Contoh bentuk sikap-sikap yang positif (mendukung mutu) antara lain sikap peduli, kreatif, bertanggung jawab, jujur, melayani, responsif, proaktif dll.

Sedangkan sebaliknya, contoh sikap-sikap yang negatif (tidak sesuai dengan mutu) seperti sikap acuh, tidak jujur, tidak bertanggung jawab, pasif, kaku dll.

Bagaimana dengan sikap & komitmen kita selama ini? Apakah sudah sejalan dengan sistem budaya SPMI yang telah dibangun selama ini?

Peran Pemimpin dalam Membangun Sikap

Bagaimana terbentuknya sikap dari seorang karyawan? Sikap seorang karyawan dapat terbentuk dari pengaruh lingkungan keluarga, lingkungan pergaulan dan lingkungan pendidikan yang mereka peroleh sebelumnya.

Organisasi tempat kerja, bisa juga membentuk sikap kerja melalui proses rekruitmen, seleksi, pelatihan, pembinaan serta pengkondisian dengan sistem mutu yang ada.

Peran utama ada pada faktor pemimpin. Pemimpinlah yang memberi arahan, motivasi, teladan, reward & Punishment.

Dengan arahan pemimpin dan didukung sistem manajemen mutu yang baik, perilaku karyawan akan dapat dibimbing kearah budaya mutu secara konsisten dan konsekuen.

Perilaku mutu yang dilakukan secara terus menerus lama kelamaan akan menjadi habit (kebiasaan). Kebiasaan yang dilakukan oleh seluruh karyawan akan menjadi budaya, dan bila budaya tersebut semakin kuat akan menjadi karakter organisasi.

Membangun mutu dengan karakter yang sesuai, bisa dipastikan jauh lebih efektif dan efisien. Bagaimana pendapat Anda?

Baca juga: Membangun Budaya Mutu Organisasi

Demikian uraian singkat tentang Membangun Karakter & Budaya Mutu SPMI. Semoga bermanfaat dan sukses Mutu Pendidikan Indonesia.

خَيْرُ الناسِ أَنْفَعُهُمْ لِلناسِ

_____________________

mutupendidikan.com

Explore: Training & Development

IG: SDM Unggul Indonesia Maju

Konsultasi, Online / Offline Training, Pelatihan & In-house Training

SPMI, Budaya Mutu & Perencanaan Karir Individu

Perencanaan Karir & Budaya Mutu

“Perencanaan Karir & Budaya Mutu”


Power Point (PDF):

Individual Career Planning


Titik awal dari perencanaan karir tergantung pada individu masing-masing, dimana setiap orang bertanggung jawab atas tercapainya karir masing-masing. Untuk mencapai tujuan ahkir karir, organisasi/ lembaga pendidikan didorong menyediakan layanan konseling untuk memberikan motivasi dan pemahaman karir pada segenap karyawan (dosen/ guru/tenaga kependidikan)

Pengertian Karir (Career) 

Suatu pekerjaan yang dipegang selama kehidupan kerja seseorang dalam suatu organisasi yang memberikan kelangsungan, keteraturan, dan nilai bagi kehidupan seseorang. Contoh karir dalam lembaga pendidikan adalah tenaga pendidik (guru, dosen, dan tutor), tenaga struktural, administrasi, dan pustakawan.

Pertanyaan Pembuka
  • Sejauh mana “Kejelasan Peluang Karir” berpengaruh positif pada motivasi kerja Dosen/ Guru/ Tenaga Kependidikan?
  • Dapatkah organisasi/ lembaga pendidikan meningkatkan “Motivasi Kerja & Budaya Mutu” apabila kebutuhan “Growth” pegawai belum terpenuhi?
Komponen Career dalam Organisasi
  • Alur karir: pola pekerjaan yang beruntun
  • Tujuan karir: pernyataan posisi yang akan dicapai di masa yang akan datang
  • Perencanaan karir: seleksi tujuan karir dan arus karir
  • Pengembangan karir: perbaikan personal untuk menggapai tujuan karir
Tipe Career
  1. Steady state. Mengabdikan diri dalam satu jenis pekerjaan tertentu. Misalnya pekerjaan profesi pada lembaga pendidikan yaitu guru, pustakawan, dosen, dll.
  2. Linier. Adanya peningkatan keatas dalam satu jenis pekerjaan. Misalnya saat ini anda bekerja sebagai guru/ dosen pendidik kemudian anda beralih menjadi kepala sekolah atau dekan
  3. Spiral. Tetap menekuni satu bidang pekerjaan dalam waktu tertentu kemudian beralih pekerjaan dengan menggunakan pengalaman yang sudah ada. Misalnya anda bekerja di sebuah lembaga pendikan sebagai dosen, kemudian beberapa tahun kemudian anda beralih menjadi konselor pendidikan.
  4. Transitory. Beralih karir dalam jangka waktu yang cepat. Misalnya anda bekerja sebagai dosen kemudian beralih profesi sebagai seorang analyst.

Baca juga: Budaya Organisasi

Individual Career Planning

Proses dimana individu  dapat mengidentifikasi dan mengambil langkah-langah untuk menggapai tujuan karirnya. Keterlibatan lembaga pendidikan sangat diperlukan dalam membantu siswa dalam mengidentifikasi dalam mengembangkan karirnya.

Alur Individual Career Planning
  1. Penilaian diri: mengenali kesempatan untuk perbaikan
  2. Periksa realitas: mengenali kebutuhan realistik untuk berkembang
  3. Penetapan sasaran: mengenali sasaran dan metode untuk menentukan kemajuanya
  4. Rencana tindakan: mengenali langkah dan jadwal untuk mencapai sasaran
Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Career
  1. Pendidikan formal
  2. Pengalaman kerja
  3. Sikap atasanya
  4. Prestasi kerja
  5. Bobot pekerjaanya
  6. Lowongan jabatan
  7. Produktivitas kerja

Baca juga: SPMI, Motivasi Kerja & Budaya Mutu

Manfaat Program Pengembangan Career
  • Meningkatkan motivasi kerja dosen/ guru/ tenaga kependidikan
  • Membantu pengembangan budaya mutu dan Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI)
  • Memperbaiki implementasi Standar SPMI, khususnya standar dosen, guru dan tenaga kependidikan.
  • Menggunakan segenap potensi yang dimiliki secara baik dan bermanfaat
  • Meningkatkan tingkat keilmuan dengan baik dengan mengikuti steps pembelajaran yang ada di lembaga pendidikan.
  • Adanya tantangan dalam belajar yang membuat individu dapat melangkah menjadi lebih baik lagi
  • Meningkatkan tanggung jawab baik terhadap diri sendiri maupun jenis pekerjaannya

Demikian, semoga artikel Perencanaan Karir, SPMI & Budaya Mutu ini dapat bermanfaat.

mutupendidikan.com


e-Learning : 

Membangun Budaya Mutu 1

Membangun Budaya Mutu 2


Info Public Training:

 Public Training

1
×

Layanan Informasi

× Hubungi Kami