بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم
Instagram: @mutupendidikan
Pendahuluan
Pernah nggak kamu ngerasa dokumen-dokumen kampus itu seperti lukisan mahal — indah, rapi, tapi sayangnya cuma dipajang? Nah, Kebijakan SPMI sering jadi salah satu “lukisan” itu. Bagus banget kalau dibaca… tapi kenyataannya jarang disentuh, apalagi dipahami.
Padahal dokumen ini bukan sekadar formalitas. Di balik lembar-lembar itu, tersimpan arah, semangat, dan strategi bagaimana mutu di kampus ini harus dikelola. Jadi, yuk kita ngobrol bareng, santai saja, tentang seperti apa isi ideal Kebijakan SPMI, dan bagaimana kita bisa jujur membandingkannya dengan praktik nyata di lapangan.
Apa Sih Sebenarnya Isi Kebijakan SPMI?
Sesuai pedoman nasional, isi Kebijakan SPMI seharusnya nggak main-main. Dokumen ini mencakup:
- Visi dan Misi Institusi
- Latar belakang dan tujuan SPMI
- Asas dan prinsip pelaksanaan mutu (misalnya: akuntabilitas, berkelanjutan, partisipatif)
- Ruang lingkup SPMI (pendidikan, penelitian, pengabdian, tata kelola, SDM, dll)
- Strategi mutu dan siklus PPEPP
- Struktur pengelola mutu
- Jumlah dan daftar standar mutu
- Hubungan dengan dokumen institusi lain seperti Renstra, Statuta, dan RPJP
Kalau dokumen ini disusun dan dipahami dengan baik, dia bisa jadi peta perjalanan mutu kampus. Tapi… apakah di kampusmu begitu?
Baca juga: SPMI dan Dunia Kerja: Sudahkah Kampus Dengarkan Industri?
Antara yang Tertulis dan yang Terjadi
Banyak kampus punya Kebijakan SPMI yang sangat ideal di atas kertas — lengkap dengan prinsip-prinsip luhur dan tabel siklus PPEPP yang cantik. Tapi sayangnya, implementasi di lapangan kadang masih seperti nasi goreng tanpa nasi: kelihatan lengkap, tapi nggak terasa inti utamanya.
Misalnya, dokumen bilang “setiap standar harus dievaluasi secara berkala”, tapi di lapangan, evaluasinya baru dilakukan kalau ada jadwal akreditasi. Atau: “pengelolaan mutu dilakukan partisipatif”, tapi dosen dan mahasiswa belum tahu isi standar yang sedang dijalankan.

PPEPP Bukan Magic Spell: Butuh Konsistensi
Siklus PPEPP (Penetapan, Pelaksanaan, Evaluasi, Pengendalian, dan Peningkatan) seringkali ditulis indah di dokumen. Tapi dalam praktiknya, hanya PP (Penetapan & Pelaksanaan) yang “agak” aktif, sisanya? Kadang lupa, kadang numpang lewat.
Padahal, menurut Edward Sallis dalam buku Total Quality Management in Education, kualitas itu harus dibangun lewat partisipasi semua pihak dan siklus perbaikan terus-menerus. Ia menyebut ini sebagai “continuous improvement embedded into culture”.
PPEPP bukan sekadar flowchart, tapi cara berpikir dan budaya kerja. Dan itu butuh waktu, komitmen, dan ketulusan semua pihak — bukan hanya LPM.
Baca juga: SPMI Tanpa Teknologi Digital? Bersiaplah Hadapi Kegagalan!
Yuk, Kembalikan Kebijakan SPMI ke Fungsi Asli
Kalau kita ingin mutu kampus benar-benar hidup, maka Kebijakan SPMI harus dibaca, dipahami, dan dijalankan oleh semua lini — bukan hanya segelintir orang. Kebijakan itu bukan hanya milik pimpinan atau LPM, tapi milik kita semua. Karena mutu adalah tanggung jawab kolektif.
W. Edwards Deming menyampaikan pesan yang sangat penting “Quality is everyone’s responsibility,”
Coba bayangkan: bagaimana kalau setiap dosen mengajar berdasarkan standar yang ia pahami? Bagaimana kalau setiap tenaga kependidikan melayani mahasiswa dengan semangat PPEPP? Dan bagaimana kalau mahasiswa ikut terlibat dalam monitoring mutu? Wah, kampus kita bukan cuma akan bagus di akreditasi, tapi juga relevan, adaptif, dan membanggakan setiap hari.
Baca juga: SPMI Gagal Total? Jangan Salahkan Sistem, Perbaiki Komunikasi!
Penutup: Mari Bergerak dari Kesadaran
Artikel ini bukan buat menggurui, tapi jadi ajakan ringan untuk kita introspeksi bareng. Idealnya seperti apa, realitasnya seperti apa — itu penting kita refleksikan. Karena mutu nggak bisa dipesan instan. Ia lahir dari proses panjang, kolaboratif, dan terus diperbaiki.
Jadi… sudahkah kamu baca Kebijakan SPMI kampusmu hari ini? Kalau belum, nggak apa-apa. Hari ini bisa jadi awal. Yuk, kita hidupkan semangat PPEPP bukan sebagai slogan, tapi sebagai gaya hidup kampus bermutu. Stay Relevant!
Referensi
- Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan. (2024). Pedoman Implementasi Sistem Penjaminan Mutu Internal Perguruan Tinggi Akademik. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
- Griffin, R. W. (2022). Fundamentals of management (10th ed.). Cengage Learning.
- Kim, W. C., & Mauborgne, R. (2005). Blue ocean strategy: How to create uncontested market space and make the competition irrelevant. Harvard Business School Press.
- OpenAI. (2023). ChatGPT [Large language model]. Diakses melalui https://openai.com/chatgpt
- Permendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi.
- Robbins, S. P., & Judge, T. A. (2023). Organizational behavior (19th ed., Global ed.). Pearson.
- Sallis, E. (2002). Total quality management in education (3rd ed.). Kogan Page.
- Yukl, G. (2010). Leadership in organizations (7th ed.). Prentice Hall.
Oleh: Bagus Suminar, wakil ketua ICMI Orwil Jatim, dosen UHW Perbanas Surabaya, dan direktur mutupendidikan.com
Instagram: @mutupendidikan