• 08123070905
  • mutupendidikan.info@gmail.com

Inspirasi

SPMI dan Kecerdasan Emosional

SPMI di Era AI: Apakah Gaya Kepemimpinan Anda Siap Beradaptasi?

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Instagram: @mutupendidikan

Pendahuluan

Kemajuan teknologi, khususnya kecerdasan buatan (AI), telah merevolusi berbagai sendi-sendi kehidupan, termasuk dunia pendidikan tinggi. Dalam konteks implementasi Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI), tantangan baru muncul di tengah kebutuhan untuk memadukan kecanggihan teknologi AI dengan sentuhan manusiawi (human relation skills). Pertanyaannya kini bukan hanya apakah pemimpin perguruan tinggi mampu menghadapi perubahan ini, tetapi juga apakah mereka bersedia (mau) menyesuaikan gaya kepemimpinan mereka agar tetap relevan dan efektif di era AI yang terus berkembang.

AI membuka peluang banyak hal untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas pekerjaan. Dalam sekejap AI mampu pengumpulan data, analisis, hingga evaluasi mutu pendidikan. Namun, persoalannya meski teknologi ini menawarkan keunggulan signifikan, ia tidak dapat menggantikan peran penting hubungan antar manusia khususnya leadership skills dalam membangun budaya mutu (quality culture) yang kokoh. Untuk itu, keterampilan kepemimpinan untuk memberikan arahan, membimbing, dan mendelegasikan menjadi sangat penting. Gaya kepemimpinan situasional yang dikembangkan oleh Paul Hersey dan Ken Blanchard menawarkan pendekatan yang fleksibel. Dengan gaya kepemimpinan situasional memungkinkan pemimpin menghadapi dinamika perubahan teknologi sambil tetap menjaga keterlibatan emosional dan kepercayaan antar anggota tim.

Baca juga: Kampus dan Industri: Mengapa Respons Perguruan Tinggi Jadi Penentu di Era AI?

Menjembatani Teknologi dan Manusia

Era AI sungguh luar biasa, menuntut integrasi teknologi dalam proses SPMI, seperti penerapan siklus PPEPP (penetapan, pelaksanaan, evaluasi, pengendalian dan peningkatan standar) dalam manajemen mutu pendidikan di perguruan tinggi. Contoh integrasi penggunaan perangkat lunak untuk analisis data mutu akademik atau sistem pemantauan pembelajaran, akan sangat membantu efisien pekerjaan. Namun, keberhasilan teknologi ini sangat bergantung pada kesiapan SDM yang memakainya. Gaya kepemimpinan situasional yang dikembangkan Hersey dan Blanchard, memungkinkan pemimpin perguruan tinggi dari rektor, dekan dan struktural lainnya untuk menyesuaikan gaya memimpin berdasarkan tingkat kesiapan teknis dan emosional anak buah. Ketika staf merasa tidak percaya diri dengan teknologi baru, gaya “Directing” (perintah) dapat digunakan untuk memberikan arahan dan bimbingan yang jelas.

Namun, lain lagi, bila anggota tim yang mulai memahami teknologi tetapi masih ragu dan membutuhkan dorongan, pemimpin dapat beralih ke gaya “Coaching” (membimbing). Dengan gaya ini pemimpin memberikan semangat, motivasi dan panduan yang diperlukan agar teknologi yang baru dipelajari dapat bejalan efektif. Adapun, bagi anggota staf yang sudah pandai dan mahir, pemimpin dapat mendelegasikan tanggung jawab penuh dengan gaya “Delegating” (delegasi). Dengan gaya ini memungkinkan anak buah bersemangat untuk bebas menjalankan peran mereka secara mandiri sambil tetap ada pantauan oleh pimpinan. Dalam kasus diatas, pemimpin berperan optimal sebagai jembatan antara inovasi teknologi dengan dinamika kemampuan bawahan yang heterogen.

Baca juga: Dosen dan Tenaga Kependidikan: Pilar Perguruan Tinggi yang Harus Dilayani dengan Cermat

Gaya Kepemimpinan Situasional dari Hersey dan Blanchard

Menghadapi Ketakutan dan Resistensi

Dalam dunia yang semakin dipengaruhi oleh teknologi AI, kekhawatiran akan kehilangan pekerjaan atau ketidakpastian sering kali menjadi bayangan yang menghantui para pegawai. Resistensi terhadap perubahan ini dapat menjadi penghambat keberhasilan implementasi Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI). Di sinilah gaya kepemimpinan “Supporting” (dukungan / merangkul) memainkan peran penting. Dengan berempati dan mendengarkan kekhawatiran staf, pemimpin menunjukkan bahwa AI dirancang bukan untuk menggantikan, namun untuk memudahkan pekerjaan mereka. Dengan gaya ini (supporting), pemimpin dapat membangun kepercayaan dan mengikis keragu-raguan yang muncul.

Lebih jauh lagi, pemimpin yang adaptif harus mampu memanfaatkan teknologi untuk mengurangi tugas-tugas administratif yang repetitif, dengan cara ini, pemimpin memberikan ruang bagi staf untuk fokus pada inovasi dan pengembangan mutu pendidikan (SPMI). Dengan pendekatan gaya situasional, pemimpin tidak hanya mengelola perubahan namun juga mengubah kekhawatiran menjadi peluang. Resistensi (penolakan) yang awalnya ditakuti dapat dirubah menjadi energi untuk menciptakan inovasi dan budaya mutu yang lebih baik.

Baca juga: Dari Visi ke Aksi: Kepemimpinan Transformasional dalam Menggerakkan SPMI

Transformasi Kepemimpinan di Era AI

Era AI bukan sekadar tentang teknologi, tetapi juga tentang cara kita memimpin, berkomunikasi, dan beradaptasi. Sumber Daya Manusia (SDM) di perguruan tinggi harus mampu memandang teknologi sebagai peluang untuk berkembang, bukan sebagai ancaman. Dengan mengadopsi gaya kepemimpinan situasional, rektor, dekan, dan para pemimpin lainnya dapat memastikan bahwa setiap individu dalam organisasi berkontribusi secara produktif dalam proses Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) dan siklus PPEPP (Penetapan, Pelaksanaan, Evaluasi, Pengendalian, dan Peningkatan).

Transformasi ini memerlukan kesadaran mendalam (awareness) bahwa keberhasilan SPMI tidak hanya ditentukan oleh kecanggihan AI yang digunakan, namun juga oleh cara AI tersebut diintegrasikan secara harmonis ke dalam ekosistem manusia di perguruan tinggi. Gaya kepemimpinan yang adaptif menjadi kunci untuk menciptakan keseimbangan ideal antara teknologi dan nilai-nilai kemanusiaan, memperkuat peran pendidikan tinggi sebagai pilar inovasi dan kemajuan.

Baca juga: Harmoni Palsu: Fenomena Groupthink dalam Implementasi SPMI

Penutup

Pada akhirnya, tujuan utama SPMI adalah menciptakan budaya mutu yang berkelanjutan. AI dapat membantu dalam menyediakan data dan wawasan yang lebih baik, tetapi manusia tetap menjadi penggerak utama dalam menciptakan perubahan yang berarti. Gaya kepemimpinan situasional memungkinkan pemimpin untuk mengarahkan, mendukung, dan mendelegasikan peran dengan cara yang ideal yang mampu memberdayakan seluruh elemen organisasi.

Di tengah tantangan era AI, pemimpin yang fleksibel dan adaptif akan mampu membangun kolaborasi yang solid antara manusia dan teknologi. Ketika semua pihak merasa didukung, dihargai dan diberdayakan, keberhasilan SPMI bukan lagi sekadar visi, melainkan realitas yang bakal terwujud. Apakah Anda benar-benar siap memimpin tantangan perubahan ini? Stay Relevant!

Baca juga: SPMI dan Teori Kepemimpinan Manajerial Grid


Referensi

  1. Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan. (2024). Pedoman Implementasi Sistem Penjaminan Mutu Internal Perguruan Tinggi Akademik. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
  2. Griffin, R. W. (2022). Fundamentals of management (10th ed.). Cengage Learning.
  3. OpenAI. (2023). ChatGPT [Large language model]. Diakses melalui https://openai.com/chatgpt
  4. Permendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi.
  5. Robbins, S. P., & Judge, T. A. (2023). Organizational behavior (19th ed., Global ed.). Pearson.
  6. Sallis, E. (2002). Total quality management in education (3rd ed.). Kogan Page.
  7. Yukl, G. (2010). Leadership in organizations (7th ed.). Prentice Hall.

Oleh: Bagus Suminar, wakil ketua ICMI Orwil Jatim, dosen UHW Perbanas Surabaya, dan direktur mutupendidikan.com

Instagram: @mutupendidikan

Info Pelatihan Mutu Pendidikan

SPMI dan DMS

Knowledge Management: Rekomendasi untuk Revisi Permendikbudristek 53 Tahun 2023

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Instagram: @mutupendidikan

Pendahuluan

Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) merupakan sistem mutu yang diatur Undang-Undang Pendidikan Tinggi Nomor 12 Tahun 2012 yang berfungsi untuk menjaga dan meningkatkan mutu pendidikan tinggi di Indonesia. Namun, di tengah percepatan transformasi digital dan kompleksitas global yang sering dirangkum dengan istilah era BANI (Brittle, Anxious, Nonlinear, Incomprehensible), SPMI menghadapi tantangan yang semakin dinamis.

SPMI dituntut tidak hanya sekadar mempertahankan relevansinya, namun juga harus mampu beradaptasi untuk mendukung keberlanjutan mutu. Dalam konteks ini, integrasi Knowledge Management (KM) menjadi pilihan strategis yang perlu dipertimbangkan untuk memperkuat daya respons institusi terhadap perubahan.

Baca juga: Permendikbudristek 53/2023: Mengapa ‘Budaya Mutu’ Harus Jadi Fokus Utama?

Knowledge Management (KM) adalah pendekatan sistematis yang bertujuan mengidentifikasi, mengelola, dan mendistribusikan pengetahuan di dalam organisasi. Dalam konteks pendidikan tinggi, KM memainkan peran penting untuk memastikan bahwa pengetahuan yang diperoleh institusi—baik dari hasil pemantauan, audit mutu, hingga praktik terbaik—dapat terdokumentasi dengan baik, dan dapat dimanfaatkan secara optimal untuk mendukung proses pengambilan keputusan dalam organisasi. Melalui KM, institusi pendidikan dapat mengolah data yang telah dikumpulkan menjadi wawasan (informasi) yang berharga. Wawasan tersebut tentu akan menjadi daya dorong untuk menciptakan inovasi, dan memperkuat daya saing institusi.

Mengenal Knowledge Management

SPMI, sebagaimana diatur dalam Permendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023, khususnya pada Pasal 67 hingga 70, mewajibkan perguruan tinggi untuk melaksanakan siklus PPEPP: Penetapan, Pelaksanaan, Evaluasi, Pengendalian dan Peningkatan Standar Mutu secara berkelanjutan.

Seperti yang dipaparkan oleh Edward Sallis, dalam bukunya Total Quality Management in Education, KM memungkinkan institusi untuk mengelola dua jenis pengetahuan, yakni: tacit (pengetahuan yang tidak terdokumentasi) dan eksplisit (pengetahuan yang terdokumentasi). Dalam konteks SPMI, KM berfungsi mengolah semua informasi yang relevan seperti hasil evaluasi diri, audit mutu internal, dan pengendalian mutu lainnya menjadi wawasan strategis yang dapat digunakan untuk inovasi dan peningkatan berkelanjutan (kaizen).

Baca juga: Evaluasi Permendikbudristek 53/2023: Kecepatan versus Akuntabilitas

Integrasi KM dalam PPEPP

Langkah pertama adalah mendefinisikan KM sebagai proses sistematis untuk mengelola informasi, pengalaman, dan keahlian guna mendukung peningkatan mutu pendidikan tinggi. Definisi ini dapat dimasukkan dalam bagian Ketentuan Umum revisi Permendikbudristek 53 Tahun 2023, sehingga KM secara eksplisit diakui sebagai elemen penting dalam sistem penjaminan mutu internal (SPMI).

Langkah kedua adalah memastikan integrasi KM dalam siklus PPEPP (Penetapan, Pelaksanaan, Evaluasi, Pengendalian, dan Peningkatan). Dalam tahap Penetapan, KM mendukung perguruan tinggi untuk menetapkan standar mutu berbasis data historis, praktik terbaik, dan pengalaman terdokumentasi. Pada tahap Pelaksanaan, KM membantu memastikan implementasi standar berjalan sesuai rencana dengan memanfaatkan pengetahuan yang terdokumentasi sebagai panduan operasional. KM juga dapat berfungsi sebagai alat untuk menyimpan dan mendistribusikan informasi penting selama pelaksanaan.

Pada tahap Evaluasi, KM berperan dalam mengumpulkan data dan informasi dari evaluasi diri, pemantauan, audit mutu internal, asesmen dan pelaporan mutu. Data ini kemudian diolah menjadi wawasan strategis pada tahap Pengendalian, di mana informasi digunakan untuk mengidentifikasi kesenjangan mutu dan memberikan umpan balik kepada manajemen. Akhirnya, pada tahap Peningkatan, KM mendukung penyebaran pengetahuan kepada pemangku kepentingan internal dan eksternal, sehingga memastikan hasil evaluasi dan pengendalian mutu digunakan untuk merancang Peningkatan Standar dan perbaikan berkelanjutan. Dengan demikian, KM menjadi elemen integral yang memperkuat setiap tahap dalam siklus PPEPP.

Baca juga: Inovasi Penjaminan Mutu: Masukan Untuk Evaluasi Permendikbudristek No. 53/2023

Revisi Permendikbudristek 53 Tahun 2023

Untuk mengintegrasikan KM dalam revisi Permendikbudristek 53 Tahun 2023, berikut adalah usulan isi pasal yang dapat dipertimbangkan:

Pasal XYZ – Definisi Knowledge Management:
  1. Knowledge Management adalah proses sistematis untuk mengidentifikasi, mengumpulkan, mengelola, dan mendistribusikan informasi, data, dan pengalaman dalam rangka mendukung pengambilan keputusan dan peningkatan mutu secara berkelanjutan.
  2. Knowledge Management mencakup pengelolaan pengetahuan tacit dan eksplisit yang relevan dengan pengelolaan mutu pendidikan tinggi.
Pasal XYZ – Integrasi KM dalam SPMI:
  1. Perguruan tinggi mengembangkan sistem Knowledge Management yang mendukung pelaksanaan Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI).
  2. Sistem Knowledge Management sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup:
    • Pengumpulan data dan informasi yang mencakup hasil pemantauan, evaluasi diri, audit internal, pelaporan mutu, serta kegiatan akademik dan non-akademik yang relevan.
    • Pengolahan data menjadi wawasan strategis untuk peningkatan mutu.
    • Penyimpanan dan penyebaran informasi kepada pemangku kepentingan internal dan eksternal.
    • Melakukan evaluasi berkala atas efektivitas sistem Knowledge Management yang diterapkan, guna memastikan kesesuaiannya dengan kebutuhan dan dinamika institusi.
Pasal XYZ – Pengembangan Kapasitas KM:
  1. Perguruan tinggi menyediakan infrastruktur teknologi yang mendukung pengelolaan pengetahuan.
  2. Perguruan tinggi mengembangkan budaya organisasi yang mendukung kolaborasi, berbagi pengetahuan, dan pembelajaran berkelanjutan.

Baca juga: Usulan Revisi Permendikbudristek No. 53/2023: Otonomi dan Fleksibilitas Penjaminan Mutu

Penutup

Dengan KM, perguruan tinggi akan mampu mengelola pengetahuan secara sistematis, memungkinkan adaptasi yang lebih cepat, dan meningkatkan efisiensi dalam mengembangan inovasi pendidikan. Revisi Permendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023 yang mengakomodasi KM diharapkan dapat menjadi milestone menuju pendidikan tinggi yang unggul, inovatif, dan berkelanjutan. Stay relevant!

Baca juga: Kebijakan SPMI: Pilar Utama Penjaminan Mutu Perguruan Tinggi


Referensi

  1. Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan. (2024). Pedoman Implementasi Sistem Penjaminan Mutu Internal Perguruan Tinggi Akademik. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
  2. OpenAI. (2023). ChatGPT [Large language model]. Diakses melalui https://openai.com/chatgpt
  3. Permendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi.
  4. Robbins, S. P., & Judge, T. A. (2023). Organizational behavior (19th ed., Global ed.). Pearson.
  5. Sallis, E. (2002). Total quality management in education (3rd ed.). Kogan Page.

Oleh: Bagus Suminar, wakil ketua ICMI Orwil Jatim, dosen UHW Perbanas Surabaya, direktur mutupendidikan.com

Instagram: @mutupendidikan

Info Pelatihan Mutu Pendidikan

SPMI dan Perilaku Korupsi

Jangan Biarkan Korupsi Menodai SPMI: Langkah Preventif bagi Perguruan Tinggi

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Instagram: @mutupendidikan

Pendahuluan

Korupsi selalu menjadi ancaman laten yang tak hanya merugikan keuangan negara (PTN) atau Badan Penyelenggara (PTS), namun juga mencederai sistem mutu pendidikan tinggi. Dalam konteks Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI), korupsi dapat menghancurkan landasan utama yang dibangun di atas prinsip transparansi, akuntabilitas dan perbaikan berkelanjutan. SPMI disusun untuk memastikan bahwa pendidikan tinggi memberikan layanan bermutu untuk segenap pemangku kepentingan, namun bila tidak waspada, perilaku korupsi dapat menghancurkan prinsip-prinsip SPMI yang telah dibangun.

Penyimpangan seperti gratifikasi dalam proses PMB, korupsi waktu, penggelapan dana, nepotisme dalam rekrutmen, hingga manipulasi laporan kinerja menjadi contoh nyata yang mengancam keberhasilan SPMI.

Perguruan tinggi sepatutnya harus mulai melihat ancaman ini sebagai “musuh besar” yang harus diberantas demi menjaga marwah, kredibilitas dan integritas SPMI.

Baca juga: Harmoni Palsu: Fenomena Groupthink dalam Implementasi SPMI

Budaya Integritas sebagai Tameng

Integritas harus diupayakan untuk menjadi nilai inti yang tertanam dalam setiap kebijakan, keputusan, dan tindakan. Hal ini tentu saja tidak mudah, harus dimulai dengan memberi contoh (teladan) dari level pimpinan. Ketika pimpinan (role model) mencontohkan komitmen terhadap transparansi, hal itu tentu akan menciptakan efek domino positif, bergulir di seluruh level organisasi.

Pimpinan perguruan tinggi juga wajib menginternalisasi nilai-nilai integritas dalam setiap proses pengambilan keputusan. Contoh, dalam pengelolaan dana dan rekrutmen staf akademik, proses harus dilakukan terbuka dan tranparan mengikut prosedur yang telah dibakukan. Proses ini harus dilengkapi dengan mekanisme pengendalian yang melibatkan pihak independen, seperti auditor atau satuan pengawas internal (SPI). Dengan pendekatan ini, budaya integritas tidak hanya menjadi slogan yang ada di banner, poster atau spanduk, namun telah menjadi prinsip yang terinternalisasi dalam budaya organisasi.

Baca juga: Permendikbudristek 53/2023: Mengapa ‘Budaya Mutu’ Harus Jadi Fokus Utama?

Sistem Pengawasan yang Transparan

Perguruan tinggi harus memiliki tim audit mutu internal (AMI) yang kritis, independen dan berdaya guna. Audit mutu internal tidak hanya berfungsi sebagai alat evaluasi, namun juga sebagai sistem peringatan dini (early warning system) untuk mendeteksi risiko dan potensi penyimpangan sebelum menjadi masalah besar.

Selain audit, penggunaan teknologi (IT) dalam pengawasan juga dapat meningkatkan transparansi. Sistem digital untuk pelaporan dan pengelolaan data memungkinkan semua pihak yang berkepentingan untuk monitoring kinerja SPMI secara real-time (waktu nyata). Dengan akses terbuka terhadap informasi yang relevan, peluang untuk melakukan penyimpangan akan dapat dihindari, dan kepercayaan terhadap SPMI akan dapat meningkat.

Baca juga: SPMI Tanpa Knowledge Management? Jurang Kegagalan!

SPMI dan Public Speaking
Pendidikan dan Pelatihan

Pendidikan dan Pelatihan

Program workshop, pendidikan dan pelatihan di kampus-kampus juga dapat meningkatkan pemahaman staf dan mahasiswa tentang dampak buruk korupsi. Program ini juga bisa mencakup berbagai media seperti ceramah, video, atau simulasi (kasus nyata) untuk menunjukkan bagaimana korupsi mampu merusak sistem dan membahayakan reputasi perguruan tinggi.

Program pendidikan dan pelatihan juga harus mampu untuk melatih keterampilan tertentu seperti laporan dugaan penyimpangan melalui saluran yang aman. Sistem whistleblowing (pengungkapan pelanggaran) dan pelaporan anonim tidak hanya melindungi pelapor, namun juga menjadi salah satu metode efektif untuk mengidentifikasi pelanggaran yang mungkin terjadi.

Baca juga: Dari Visi ke Aksi: Kepemimpinan Transformasional dalam Menggerakkan SPMI

Penutup

Sebagai penutup, SPMI bukan sekadar alat administratif, namun wujud komitmen perguruan tinggi untuk meningkatkan mutu pendidikan secara berkelanjutan.

Dengan tindakan preventif (pencegahan) yang konsisten dan komprehensif, institusi akan dapat memastikan bahwa SPMI berfungsi sebagaimana yang diharapkan. Institusi yang mampu menjaga kejujuran dan akuntabilitas implementasi SPMI Insya Allah akan mencetak lulusan bermutu yang siap bersaing di tingkat internasional. Oleh karena itu jangan biarkan perilaku korupsi menghancurkan misi perguruan tinggi yang mulia ini. Stay Relevant!

Baca juga: Efek Pygmalion: Strategi Tersembunyi di Balik Penguatan SPMI


Referensi

  1. Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan. (2024). Pedoman Implementasi Sistem Penjaminan Mutu Internal Perguruan Tinggi Akademik. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
  2. OpenAI. (2023). ChatGPT [Large language model]. Diakses melalui https://openai.com/chatgpt
  3. Permendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi.
  4. Robbins, S. P., & Judge, T. A. (2023). Organizational behavior (19th ed., Global ed.). Pearson.
  5. Sallis, E. (2002). Total quality management in education (3rd ed.). Kogan Page.

Oleh: Bagus Suminar, wakil ketua ICMI Orwil Jatim, dosen UHW Perbanas Surabaya, direktur mutupendidikan.com

Instagram: @mutupendidikan

Info Pelatihan Mutu Pendidikan

SPMI dan Mutu Pendidikan Indonesia

Harmoni Palsu: Fenomena Groupthink dalam Implementasi SPMI

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Instagram: @mutupendidikan

Pendahuluan

Penguatan Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) di perguruan tinggi adalah langkah penting untuk menjaga relevansi mutu pendidikan tinggi. Siklus PPEPP (Penetapan, Pelaksanaan, Evaluasi, Pengendalian, dan Peningkatan standar) didesain untuk memastikan proses yang berkesinambungan dalam peningkatan mutu (kaizen). Akan tetapi, sebagaimana disampaikan Christopher Booker dalam buku Groupthink: A Study in Self Delusion, dinamika kelompok yang disfungsional, atau groupthink, sering menjadi “penghambat tersembunyi” dalam proses pengambilan keputusan.

Dalam konteks SPMI, tim gugus kendali mutu (GKM) atau pimpinan dikhawatirkan terlalu fokus pada mencapai kesepakatan / kekompakan, sehingga mengabaikan fakta-fakta atau data yang bertentangan. Hal ini menciptakan suasana yang tampaknya menyenangkan dan solid, namun sebenarnya rapuh karena kurangnya evaluasi kritis.

Booker berpendapat, ketika kelompok kerja terjebak dalam pola pikir yang sama, mereka cenderung mengabaikan pandangan kritis dan merasionalisasi keputusan-keputusan yang keliru. Dalam situasi ini, ide-ide yang berbeda yang seharusnya menjadi masukan berharga sering kali diabaikan. Akibatnya, evaluasi cenderung formalitas saja, tanpa perbaikan-perbaikan yang substansial.

Keputusan dalam kondisi groupthink, bukan hanya kurang efektif, namun berisiko memperburuk masalah yang ada. Oleh sebab itu, untuk memastikan keberhasilan SPMI, penting bagi perguruan tinggi untuk waspada fenomena groupthink dan mendorong keterbukaan terhadap perbedaan pendapat (budaya kritis).

Baca juga: SPMI Butuh Kecepatan, Bukan “Slow Respon”

Harmoni Palsu dan Jebakan Pemikiran Kolektif

Salah satu dampak dari groupthink, terciptanya “harmoni palsu” dalam kelompok. Dalam konteks SPMI, harmoni semacam ini sering muncul ketika evaluasi mutu (monev atau audit mutu) dilakukan tanpa benar-benar mengidentifikasi akar permasalahan. Unit kerja mungkin hanya mencari bukti yang mendukung bahwa standar telah terpenuhi, tanpa mempertanyakan apakah bukti-bukti tersebut mencerminkan fakta di lapangan.

Kelompok yang terjebak dalam pola pikir “harmoni palsu” kehilangan kemampuan untuk melihat situasi dari sudut pandang lain, sulit untuk berpikir out of the box. Dalam bukunya, Booker memberikan contoh bagaimana decision yang diambil tanpa mempertimbangkan pandangan alternatif sering kali gagal menghasilkan solusi yang baik. Hal ini menghambat upaya perbaikan yang seharusnya menjadi intisari dari implemenasi SPMI.

Baca juga: Ketika Mutu Tidak Lagi Linier

SPMI dan budaya kritis
SPMI dan budaya kritis

Membangun Budaya Kritis

Untuk mencegah munculnya groupthink dalam SPMI, institusi harus membangun budaya yang mendorong refleksi kritis dan menghargai perbedaan pendapat. Unit kerja dapat menghindari jebakan “harmoni palsu” bila mereka siap menghadapi fakta yang tidak sesuai dengan harapan pribadi.

Ada beberapa ide untuk mencegah munculnya groupthink. Institusi dapat melibatkan pihak eksternal (seperti konsultan atau auditor eksternal) sebagai langkah praktis untuk memberikan perspektif yang objektif. Pandangan kritis dari pihak eksternal membantu memecahkan bias kelompok dan memastikan evaluasi didasarkan pada data yang relevan dan obyektif, bukan sekedar hasil konsensus internal.

Solusi lain, penting bagi unit kerja untuk memiliki pemahaman mendalam (literasi) tentang prinsip-prinsip SPMI. Ketrampilan menggunakan data dan keberanian menyampaikan pandangan yang berbeda dapat mendorong proses pengambilan keputusan yang lebih obyektif. Dengan langkah-langkah ini, SPMI tidak hanya sekedar menjadi prosedur administratif, namun alat strategis untuk menubuhkan perubahan nyata dalam organisasi.

Baca juga: SPMI: Tanggung Jawab Kolektif?

Groupthink pada Siklus PPEPP

Christopher Booker juga menyoroti bahwa groupthink sering terjadi pada organisasi dengan pola kepemimpinan yang terlalu dominan (otokratis). Dalam pelaksanaan SPMI, risiko ini muncul ketika pimpinan perguruan tinggi terlalu mendikte arah evaluasi dan pengendalian, sehingga anggota kelompok merasa enggan untuk menyuarakan ide dan pendapat yang berbeda. Akibatnya, dinamika kelompok menjadi terhambat, proses PPEPP selanjutnya hanya menjadi formalitas belaka, yang tidak menghasilkan peningkatan substansial.

Pada tahap peningkatan (dalam PPEPP), dinamika kelompok yang sehat menjadi sangat penting. Peningkatan standar SPMI memerlukan keberanian untuk mengambil keputusan berdasarkan fakta-fakta yang mungkin tidak populer.

Misalnya keputusan untuk peningkatan target dan indikator standar, gaya kepemimpinan partisipatif mungkin menjadi lebih relevan dengan mendorong unit kerja untuk siap menerima tantangan baru. Ancaman groupthink dapat dicegah dengan komunikasi 2 arah untuk menetapkan target dan strategi baru sesuai dengan prinsip MBO (management by objective).

Baca juga: Integrasi Konsep McKinsey 7S untuk Penguatan SPMI

Penutup

Buku menarik Groupthink: A Study in Self Delusion, menegaskan bahwa groupthink adalah cerminan kegagalan produktifitas kelompok demi menyeimbangkan kebutuhan sosial dengan evaluasi kritis. Dalam konteks SPMI, ini menjadi pelajaran berharga bahwa “harmoni palsu” dapat menjadi musuh nyata yang merusak esensi penguatan SPMI. Tanpa keberanian untuk mengungkapkan fakta dan kebenaran, siklus PPEPP hanya akan menjadi formalitas-administratif belaka, yang kehilangan potensinya untuk mendorong perbaikan yang berkelanjutan (kaizen).

Untuk mencapai pendidikan tinggi yang bermutu, perguruan tinggi harus berani membangun budaya refleksi kritis yang mendorong keberagaman pandangan. Mencegah groupthink tidak hanya soal keberanian menyuarakan perbedaan, namun juga penting menciptakan SPMI yang kondusif, dan kepemimpinan yang inklusif. Dengan gagasan ini, SPMI dapat menjadi alat transformasi yang benar-benar strategis, dan bukan sekadar pemenuhan regulasi-formalitas belaka.

Demikian juga Pendidikan tinggi, membutuhkan keberanian untuk berubah, dimulai dari saat ini dengan keberanian berpikir berbeda. Stay Relevant!

Baca juga: Motivasi dan SPMI: Mengapa Keduanya Tak Terpisahkan


Referensi

  1. Booker, C. (2020). Groupthink: A study in self delusion. Bloomsbury Publishing.
  2. Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan. (2024). Pedoman Implementasi Sistem Penjaminan Mutu Internal Perguruan Tinggi Akademik. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
  3. OpenAI. (2023). ChatGPT [Large language model]. Diakses melalui https://openai.com/chatgpt
  4. Permendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi.
  5. Robbins, S. P., & Judge, T. A. (2022). Organizational Behavior (18th ed.). Pearson.

Oleh: Bagus Suminar, wakil ketua ICMI Orwil Jatim, dosen UHW Perbanas Surabaya, direktur mutupendidikan.com

Instagram: @mutupendidikan

Info Pelatihan Mutu Pendidikan

SPMI dan Komunikasi Internal

Tak Kenal Maka Tak Sayang: Mengenal Lebih Dekat 6 Tujuan SPMI

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Instagram: @mutupendidikan

Pendahuluan

Pada suatu pagi di Universitas Sangkuriang (Fiktif), rektor mengumpulkan seluruh pimpinan, dekan dan dosen dalam sebuah rapat penting. Ia memulai pertemuan dengan sebuah pertanyaan sederhana, “Apakah ada yang tahu, apa tujuan dari SPMI kita?” Namun, keheningan yang panjang memenuhi ruangan. Tidak ada satu pun peserta rapat yang berani angkat suara. Rektor pun tersenyum tipis, namun nadanya berubah tegas saat berkata:

Pertanyaan itu menggambarkan realitas yang dihadapi banyak perguruan tinggi. Semua institusi mempunyai dokumen SPMI lengkap, mulai dari Kebijakan, Siklus PPEPP, Standar dan lain sebagainya, namun sebagian besar belum paham apa tujuan SPMI dibuat. Tanpa pemahaman yang mendalam terhadap tujuan SPMI, mustahil bagi institusi untuk menjalankannya dengan efektif. Untuk itulah, penting bagi seluruh civitas akademika untuk mengenal lebih dalam 6 tujuan strategis yang mendasarinya.

Baca juga: Merancang Mission Differentiation di Era BANI

Conecting the dots dan SPMI
Conecting the dots dan SPMI

Mengenal Lebih Dekat 6 Tujuan SPMI

1. Meningkatkan Mutu Pendidikan Tinggi Secara Sistemik dan Berkelanjutan

Mutu pendidikan tinggi adalah landasan utama bagi keberhasilan sebuah institusi. Bayangkan seorang mahasiswa yang menjalani pendidikan di lingkungan yang penuh inovasi dan pembelajaran aktif. Dengan pendekatan PPEPP (Penetapan, Pelaksanaan, Evaluasi, Pengendalian, dan Peningkatan Standar), SPMI memastikan bahwa mutu pendidikan tinggi tidak hanya terpenuhi tetapi juga terus berkembang dan ditingkatkan. Sebagai contoh, Universitas Sangkuriang mulai menerapkan evaluasi berbasis data dalam setiap semester untuk memantau efektivitas metode pengajaran, sehingga dosen dapat menyesuaikan strategi mereka sesuai harapan dan kebutuhan mahasiswa.

Selain itu, keberlanjutan mutu tercermin dari integrasi teknologi dalam proses pembelajaran. Universitas Sangkuriang, misalnya, mengembangkan platform e-learning yang diakses oleh ribuan mahasiswa, memungkinkan interaksi yang lebih fleksibel antara dosen dan mahasiswa. Inovasi ini tidak hanya meningkatkan mutu pendidikan, namun juga memberikan solusi terhadap keterbatasan ruang fisik di kampus.

2. Melampaui Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SN Dikti)

Tidak cukup hanya memenuhi standar, SPMI mendorong perguruan tinggi untuk berkomitmen melampaui batas minimal. Melampaui SN Dikti berarti memiliki standar internal yang lebih tinggi dan relevan dengan kebutuhan zaman. Universitas Sangkuriang, misalnya, menambahkan mata kuliah berbasis teknologi terkini seperti kecerdasan buatan dan blockchain untuk mempersiapkan mahasiswa menghadapi tantangan revolusi industri 4.0.

Selain itu, universitas Sangkuriang juga menjalin kerjasama dengan kampus-kampus internasional untuk mendirikan program double degree. Program ini tidak hanya memberikan pengalaman akademik lintas budaya bagi mahasiswa, namun juga meningkatkan daya saing lulusan dalam kompetisi global. Langkah ini membuktikan bahwa semangat melampaui standar adalah investasi strategis untuk masa depan.

3. Mendukung Pencapaian Visi dan Pelaksanaan Misi Perguruan Tinggi

Visi dan misi adalah arah strategis yang memandu langkah perguruan tinggi. SPMI membantu menyelaraskan semua elemen institusi menuju tujuan tersebut. Universitas Sangkuriang, memiliki visi yang menarik, menjadi pusat inovasi teknologi di tingkat Asia Tenggara. Universitas Sangkuriang meluncurkan program “Inovasi Kampus untuk Negeri” yang mendorong mahasiswa mengembangkan solusi teknologi bagi masalah di masyarakat, seperti aplikasi untuk manajemen limbah.

Selain itu, pelaksanaan misi universitas juga terwujud melalui keberhasilan kegiatan pengabdian masyarakat. Sebagai contoh, mahasiswa dan dosen Universitas Sangkuriang terlibat dalam workshop teknologi pertanian bagi petani lokal. Workshop ini tidak hanya meningkatkan keterampilan masyarakat tetapi juga menjadi bukti nyata kontribusi perguruan tinggi terhadap pembangunan nasional.

4. Memenuhi Kebutuhan Pemangku Kepentingan

Mahasiswa, dosen, tenaga kependidikan, dunia usaha, dunia industri, dan masyarakat adalah pemangku kepentingan utama perguruan tinggi. SPMI dibangun untuk memastikan bahwa kebutuhan mereka terpenuhi, itulah salah satu tujuan SPMI. Contoh, Universitas Sangkuriang merancang kurikulum berbasis kompetensi yang melibatkan input masukan dari pelaku industri, sehingga lulusan memiliki keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan industri kerja.

Selain itu, kebutuhan mahasiswa sebagai pemangku kepentingan utama juga harus diperhatikan. Program beasiswa bagi mahasiswa berprestasi dan kurang mampu diimplementasikan dengan dengan baik, memungkinkan akses pendidikan bermutu untuk semua kalangan. Upaya ini menunjukkan bagaimana SPMI membantu universitas merespons kebutuhan pemangku kepentingan secara menyeluruh.

5. Meningkatkan Akuntabilitas dan Transparansi

Dalam era yang menuntut kepercayaan publik, akuntabilitas dan transparansi adalah faktor penting. SPMI memberikan framework untuk memastikan bahwa semua proses berjalan secara terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan. Sebagai ilustrasi, Universitas Sangkuriang secara berkala mempublikasikan laporan kinerja akademik dan keuangan mereka di situs resmi universitas, memberikan akses kepada publik untuk memantau perkembangan institusi.

Transparansi ini juga diterapkan dalam proses PMB (penerimaan mahasiswa baru). Dengan menggunakan sistem pendaftaran online yang transparan, Universitas Sangkuriang mampu memastikan bahwa seleksi mahasiswa dilakukan secara adil dan objektif. Langkah ini memperkuat kepercayaan publik terhadap institusi pendidikan tinggi.

6. Mendukung Proses Akreditasi Eksternal

SPMI menjadi fondasi utama untuk mempersiapkan perguruan tinggi dalam proses akreditasi eksternal (BAN-PT, LAM atau Akreditasi Internasional). Universitas Sangkuriang yang telah menerapkan SPMI dengan baik sering kali lebih siap menghadapi proses akreditasi nasional maupun internasional. Misalnya, universitas ini secara berkala melakukan simulasi akreditasi dengan mengundang asesor independen untuk memberikan umpan balik terhadap kelemahan dan kekuatan mereka.

Selain itu, universitas ini juga mengadopsi standar mutu internasional seperti ISO 21001 untuk memastikan bahwa proses akademik dan administratif mereka memenuhi persyaratan global. Langkah ini tidak hanya meningkatkan akreditasi tetapi juga membangun reputasi (citra) institusi di tingkat internasional.

Baca juga: Penguatan SPMI dengan 10 Peran Manajer ala Mintzberg

Penutup: Menghidupi Semangat SPMI

Menghidupi semangat SPMI adalah tugas bersama seluruh civitas akademika. Ketika standar SPMI menjadi budaya, bukan sekadar aturan formalitas, institusi akan berkembang secara komprehensif. Sebagaimana rektor dalam cerita awal mengakhiri pidatonya, “Ingatlah, mutu bukan tujuan akhir. Ia adalah perjalanan yang terus kita tempuh bersama.”

Baca juga: Pola Pikir, Sikap, dan Perilaku: Pilar Utama Budaya Mutu SPMI

Di Jalan Mutu Kami Berpijak
Di langit cita kami titipkan mimpi,
Setiap langkah terajut dalam harmoni,
Bukan sekadar janji, namun habit sejati,
Mutu kami bangun, hingga abadi di hati.


Referensi

  1. Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan. (2024). Pedoman Implementasi Sistem Penjaminan Mutu Internal Perguruan Tinggi Akademik. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
  2. OpenAI. (2023). ChatGPT [Large language model]. Diakses melalui https://openai.com/chatgpt
  3. Permendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi.
  4. Robbins, S. P., & Judge, T. A. (2023). Organizational behavior (19th ed., Global ed.). Pearson.
  5. Sallis, E. (2002). Total quality management in education (3rd ed.). Kogan Page.

Oleh: Bagus Suminar, wakil ketua ICMI Orwil Jatim, dosen UHW Perbanas Surabaya, direktur mutupendidikan.com

Instagram: @mutupendidikan

Info Pelatihan Mutu Pendidikan

SPMI dan Time Management

SPMI dan Time Management

SPMI dan Time Management

Pendahuluan

Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) Pendidikan Tinggi adalah kegiatan sistemik penjaminan mutu pendidikan tinggi oleh setiap perguruan tinggi secara otonom untuk mengendalikan dan meningkatkan penyelenggaraan pendidikan tinggi secara berencana dan berkelanjutan.

Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) Dikdasmen adalah sistem penjaminan mutu yang berjalan di dalam satuan pendidikan dan dijalankan oleh seluruh komponen dalam satuan pendidikan yang mencakup seluruh aspek penyelenggaraan pendidikan dengan memanfaatkan berbagai sumberdaya untuk mencapai SNP.

SPMI dan Time Management

Time management adalah keterampilan penting yang sangat diperlukan guna keberhasilan SPMI. Pengaturan waktu yang baik dapat membantu untuk memastikan bahwa semua tugas dan aktivitas yang terkait dengan SPMI dapat dilakukan dengan tepat waktu dan dengan mutu kerja yang baik. 

Problem yang sering terjadi adalah kebiasaan menunda-nunda pekerjaan, sehingga target pelaksanaan SPMI tidak bisa dicapai dengan baik. Banyak potensi masalah yang dapat berdampak bagi keberhasilan SPMI, diantaranya gagal menyusun prioritas, tidak mampu mendelegasikan, tidak mampu mengelola waktu dan lain sebagainya.

Proaktif Mengelola Waktu

Kiat Time Management

Berikut adalah beberapa kiat time management yang dapat membantu keberhasilan SPMI:

  1. Menyusun Prioritas: Susunlahlah daftar tugas yang perlu dilakukan dan prioritaskan tugas yang paling penting. Fokuskan waktu dan energi pada tugas/ pekerjaan yang memerlukan perhatian lebih dan pastikan untuk menyelesaikan tugas / pekerjaan tersebut sebelum beralih ke tugas/pekerjaan lain. Misal memprioritaskan pembuatan standar SPMI baru, karena standar lama sudah tidak relevan.
  2. Susun Jadwal: Susun jadwal yang realistis & pastikan waktu yang cukup untuk menyelesaikan setiap tugas / pekerjaan. Perhatikan deadline yang & dan buat jadwal dengan mempertimbangkan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan masing-masing tugas /pekerjaan. Misal: menyusun jadwal Audit Mutu Internal, jadwal tindak lanjut hasil Tinjauan manajemen, menyusun jadwal penyelesaian pelaksanaan standar dll.
  3. Kelola waktu: Cobalah untuk memaksimalkan waktu yang tersedia dengan cara menghindari gangguan / distraksi yang tidak perlu seperti: main games, membuka media sosial (tik tok), percakapan media sosial, dan lainnya. Untuk membantu fokus, dapat menggunakan teknik pomodoro atau teknik lainnya.
  4. Memanfaatkan teknologi: Manfaatkan teknologi seperti aplikasi kalender digital, manajemen waktu, gantt chart, atau pengingat untuk membantu mengatur jadwal & tugas. Fasilitas teknologi membantu mengingatkan deadline dan membantu memprioritaskan tugas/ pekerjaan yang paling penting. Misal: Mengunakan aplikasi kalender digital yang disinkronkan untuk semua tim auditor internal.
  5. Pendelegasian: Lakukan delegasi untuk tugas-tugas yang memang bisa didelegasikan. Serahkan pada orang lain untuk mengerjakannya. Jangan takut untuk meminta bantuan dari rekan kerja atau delegasikan tugas kepada anggota tim yang memiliki keahlian yang sesuai. Misal: Mendelegasikan pada mahasiswa magang untuk mengetik surat /draf dokumen standar SPMI.

Penutup

Dalam menjalankan SPMI, pengelolaan waktu yang baik sangat penting. Dengan menggunakan teknik time management yang efektif, kita dapat membantu memastikan bahwa setiap tugas dan pekerjaan yang terkait dengan SPMI dapat dilakukan dengan tepat waktu dan dengan kualitas yang baik. 

Ingat, tujuan utama SPMI adalah membangun mutu dan kepuasan stakeholder dalam lembaga pendidikan. Stay Relevant!

Instagram: @mutupendidikan

Info Pelatihan Mutu Pendidikan

SPMI dan Keterampilan Konseptual

SPMI dan Keterampilan Konseptual

SPMI dan Keterampilan Konseptual

Pendahuluan

Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) adalah pendekatan manajemen yang fokus pada peningkatan mutu secara berkelanjutan (kaizen) dan melibatkan semua elemen organisasi. Sebagai suatu sistem manajemen mutu yang komprehensif, SPMI memerlukan peran yang kuat dari para pemimpin organisasi. Peran ini penting ini dalam bentuk memperkenalkan, mengimplementasikan, dan memelihara praktik SPMI.

Ada banyak keterampilan yang penting untuk dikuasai para pemimpin, salah satunya adalah keterampilan konseptual. Keterampilan ini membantu memimpin institusi pendidikan menuju keberhasilan implementasi SPMI. 

Keterampilan Konseptual

Keterampilan konseptual (conceptual skills) adalah kemampuan individu untuk mengenal, memahami dan menggunakan konsep-konsep dan prinsip-prinsip abstrak dalam situasi kerja & manajemen. Keterampilan konseptual berkaitan dengan kemampuan untuk memahami gambaran besar (big picture), memahami kaitan antara konsep-konsep, dan mengembangkan strategi / rencana berdasarkan pemahaman konseptual.

Manfaat Ketrampilan Konseptual untuk Keberhasilan SPMI

Manfaat Keterampilan Konseptual

Berikut beberapa manfaat keterampilan konseptual pemimpin bagi keberhasilan SPMI:

  1. Membangun pemahaman yang kuat tentang SPMI: Pemimpin Perguruan Tinggi, Sekolah, Madrasah harus memiliki pemahaman yang kokoh tentang ide, konsep, prinsip, dan metode SPMI, serta memahami bagaimana SPMI berperan membantu lembaga mencapai sasaran jangka panjang.
  2. Membangun visi, misi dan strategi SPMI: Pemimpin lembaga pendidikan harus memiliki keterampilan dalam merumuskan visi, misi dan strategi SPMI yang jelas dan terarah. Rencana strategi tersebut harus relevan dan dapat diimplementasikan oleh seluruh karyawan organisasi (pendidik & dan tenaga kependidikan)
  3. Membangun komunikasi yang efektif: Pemimpin lembaga pendidikan harus dapat berkomunikasi dengan jelas dan efektif tentang konsep-konsep, prinsip-prinsip SPMI dan mampu mengartikulasikan visi, misi dan strategi SPMI. Selain itu pemimpin (rektor, kepala sekolah dan pemimpin lainnya) harus mampu memotivasi karyawan untuk bekerja keras menuju keberhasilan standar SPMI.
  4. Mendorong inovasi dan perubahan: Pemimpin lembaga pendidikan harus memiliki keterampilan dalam mengidentifikasi perubahan yang diperlukan untuk keberhasilan SPMI. Kegagalan dalam mendorong inovasi dan perubahan menyebabkan organisasi menjadi tidak relevan dalam lingkungan yang sedang berubah pesat.
  5. Meningkatkan keterampilan analitis: Pemimpin lembaga pendidikan harus memiliki keterampilan dalam mengumpulkan, mengolah dan menganalisis data, sehingga mampu membuat keputusan (decision making) yang tepat berdasarkan data.

Baca juga: Cara Meningkatkan Keterampilan Konseptual

Penutup

Kesimpulan, keterampilan konseptual (conceptual skills) sangat penting bagi pemimpin lembaga pendidikan dalam mengimplementasikan SPMI. Rektor, Ketua, Kepala Sekolah yang memiliki keterampilan konseptual akan lebih efektif dalam mengembangkan strategi, menyusun visi-misi, mendorong perubahan, dan menganalisis data untuk mencapai keberhasilan SPMI. Stay Relevant!

Instagram: @mutupendidikan

Info Pelatihan Mutu Pendidikan

Kearifan Lokal dalam Budaya Mutu SPMI

Pendahuluan

Indonesia, dengan kekayaan budaya serta keragaman etnisnya, memiliki berbagai “kearifan lokal” yang telah terbukti efektif dalam menjaga keseimbangan sosial dan lingkungan.

Di sisi lain, Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) di perguruan tinggi merupakan upaya sistematis untuk memastikan dan meningkatkan mutu pendidikan.

Mengintegrasikan kearifan lokal ke dalam SPMI dapat memberikan pendekatan yang lebih relevan dan kontekstual dalam mencapai tujuan mutu pendidikan.

Artikel ini mencoba menelaah dan membahas pentingnya kearifan lokal dan cara-cara integrasi dalam budaya mutu SPMI di perguruan tinggi Indonesia.

Pengertian Kearifan Lokal dan SPMI

Kearifan Lokal: Merupakan pengetahuan, nilai, dan praktik yang berkembang dalam komunitas lokal sebagai hasil dari pengalaman panjang berinteraksi dengan lingkungan alam dan sosial. Contoh di Indonesia termasuk budaya silaturahim, gotong royong, subak, dan sasi yang mencerminkan kerjasama, keadilan, dan keberlanjutan.

SPMI: Sistem Penjaminan Mutu Internal adalah serangkaian kegiatan sistematis dan terstruktur yang dilakukan oleh perguruan tinggi untuk memastikan bahwa proses pendidikan berjalan sesuai standar yang ditetapkan dan mengalami peningkatan kualitas secara berkelanjutan (kaizen).

Manfaat Integrasi Kearifan Lokal dalam SPMI
  1. Penguatan Identitas Budaya: Mengintegrasikan kearifan lokal dalam SPMI memperkuat identitas budaya dan meningkatkan rasa memiliki serta kebanggaan di kalangan sivitas akademika.
  2. Relevansi Kontekstual: Menggunakan kearifan lokal memastikan pendekatan yang sesuai dengan konteks sosial dan budaya setempat, sehingga lebih mudah diterima, dicintai dan diterapkan oleh sivitas akademika.
  3. Partisipasi dan Keterlibatan: Pendekatan yang berbasis kearifan lokal dapat meningkatkan partisipasi aktif dari semua pemangku kepentingan karena mereka merasa dihargai (Bahasa jawa: nguwongke uwong) dan terhubung dengan praktik-praktik lokal.
Contoh Integrasi Kearifan Lokal dalam SPMI

Berikut 3 (tiga) contoh kearifan lokal: Gotong royong, Subak, dan Sasi.

  1. Gotong Royong” dalam Evaluasi dan Perbaikan Mutu
    • Kearifan Lokal: Budaya “gotong royong” adalah praktik bekerja sama dalam masyarakat Indonesia untuk mencapai tujuan bersama. Budaya ini biasanya dilakukan secara gratis, sukarela tanpa minta imbalan.
    • Integrasi dalam SPMI: Implementasi GKM (Gugus Kendali Mutu) kegiatan perbaikan mutu secara kolaboratif (gotong royong) dengan melibatkan dosen, staf, dan mahasiswa. Hal ini menciptakan rasa kebersamaan dan tanggung jawab kolektif terhadap peningkatan mutu.
  2. Subak” dalam Manajemen Sumber Daya
    • Kearifan Lokal: Subak adalah sistem irigasi tradisional di Bali yang mengatur pembagian air secara adil dan merata berdasarkan prinsip “keseimbangan dan keadilan”. Kearifan lokal ini dapat diadopsi untuk penguatan pengelolaan SDM Perguruan Tinggi di Bali.
    • Integrasi dalam SPMI: Prinsip-prinsip subak dapat diadopsi dalam manajemen sumber daya perguruan tinggi, seperti alokasi anggaran, penggunaan fasilitas, program “knowledge management” dan distribusi beban kerja. Pendekatan ini memastikan penggunaan sumber daya yang efisien dan adil.
  3. “Sasi” dalam Pengelolaan Efisien Sumber Daya
    • Kearifan Lokal: Sasi adalah tradisi di Maluku yang melarang pengambilan sumber daya alam tertentu dalam periode waktu-waktu tertentu untuk melindungi kelestarian ekosistem.
    • Integrasi dalam SPMI: Prinsip sasi dapat diterapkan dalam pengelolaan Standar Sarana Prasarana terkait klausul “efisiensi sumber daya”, dengan menetapkan waktu-waktu tertentu untuk tidak menghidupkan AC, memakai lift dan peralatan listrik lainnya, agar diperoleh “score” penghematan listrik.
Sasi, tradisi menjaga kelestarian alam di Maluku
Langkah-langkah Integrasi Kearifan
  1. Identifikasi Potensi Kearifan Lokal: Mengidentifikasi kearifan lokal yang “relevan” dan dapat mendukung budaya mutu di perguruan tinggi di wilayah geografis masing-masing. Karena masing-masing daerah memiliki kearifan lokal yang berbeda-beda. Dari Sabang sampai Merauke, terdapat ribuan kearifan lokal yang dapat adopsi.
  2. Penyesuaian Kebijakan SPMI, PPEPP dan Standar: Menyesuaikan kebijakan SPMI dan standar SPMI untuk mengakomodasi dan mengintegrasikan nilai-nilai dan praktik-praktik kearifan lokal.
  3. Pelatihan dan Sosialisasi: Memberikan pelatihan, workshop dan sosialisasi kepada seluruh sivitas akademika tentang pentingnya kearifan lokal dan tata cara mengintegrasikannya dalam SPMI.
  4. Monitoring dan Evaluasi: Melakukan monitoring dan evaluasi (monev) secara berkala untuk memastikan bahwa integrasi kearifan lokal berjalan efektif dan memberikan dampak positif (impact) terhadap mutu pendidikan.
Kesimpulan

Integrasi kearifan lokal dalam budaya mutu SPMI di perguruan tinggi tidak hanya meningkatkan “relevansi dan efektivitas” penjaminan mutu, tetapi juga menghargai dan melestarikan warisan budaya luhur yang sangat berharga.

Pendekatan yang berbasis kearifan lokal dapat memperkuat “identitas budaya”, meningkatkan dukungan serta partisipasi, dan menciptakan lingkungan akademik yang lebih inklusif dan berkelanjutan. Dengan demikian, diharapkan perguruan tinggi di Indonesia dapat mencapai standar mutu yang tinggi sambil tetap menghormati dan memanfaatkan kearifan lokal. Stay Relevant!

Pentingnya Inovasi dalam SPMI

Pentingnya Semangat Inovasi dalam SPMI

Pentingnya Semangat Inovasi bagi keberhasilan SPMI

Inovasi adalah proses atau metode baru dan berbeda. Inovasi membawa perbaikan dalam suatu layanan, proses, atau sistem. Inovasi dapat berupa metode, teknologi, layanan, ide, produk, proses bisnis. Inovasi juga dapat berupa model layanan baru yang membantu memecahkan masalah atau memenuhi kebutuhan stakeholder yang lebih baik. 

Inovasi kerap kali melibatkan ide-ide kreatif yang out-of-the-box. Inovasi mampu meningkatkan mutu, produktivitas, efisiensi dan membantu organisasi kompetitif serta unggul dalam persaingan.

Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) Pendidikan Tinggi adalah kegiatan sistemik penjaminan mutu pendidikan tinggi oleh setiap perguruan tinggi secara otonom untuk mengendalikan dan meningkatkan penyelenggaraan pendidikan tinggi secara berencana dan berkelanjutan.

Inovasi memainkan peran penting dalam Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI), baik di lingkungan pendidikan tinggi maupun dikdasmen. Inovasi dapat membantu setiap lembaga pendidikan untuk mencapai dan mempertahankan mutu layanan yang mereka berikan. 

Manfaat Inovasi dalam SPMI

  1. Meningkatkan Mutu Layanan Pendidikan: Inovasi membantu institusi pendidikan untuk membangun layanan  yang lebih baik dan memenuhi harapan stakeholder. Proses ini bertujuan memastikan bahwa pelanggan puas dan loyal terhadap organisasi. Stakeholder disini diantaranya: Pemerintah, Dunia industri, Wali murid, Mahasiswa / siswa, Karyawan, Pemasok dll.
  2. Memperbaiki proses-proses internal: Inovasi dapat membantu dalam mengevaluasi dan memperbaiki proses-proses internal menjadi lebih efisien dan efektif. Hal  memastikan bahwa proses internal yang dibangun telah sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan dan memastikan bahwa layanan pendidikan yang diterima oleh stakeholder memenuhi harapan mereka.
  3. Efisiensi biaya: Inovasi dapat membantu mengurangi biaya dengan mengidentifikasi dan menghilangkan proses-proses yang tidak efisien, upaya meminimalkan pemborosan dan memperbaiki produktivitas. Sinkronisasi program masing-masing unit kerja agar tidak ada duplikasi.
  4. Meningkatkan percepatan inovasi: Inovasi membantu mempromosikan kultur inovasi dalam organisasi pendidikan. Pimpinan lembaga pendidikan memfasilitasi pengembangan ide-ide baru dan solusi agar standar-standar pendidikan dapat dicapai dan dilampaui dengan baik.
  5. Keterbukaan dan transparansi: Program Inovasi membantu meningkatkan budaya keterbukaan dan transparansi. Segenap stakeholders dapat ikut andil, memahami, berkontribusi bagaimana layanan pendidikan dibuat dan diuji.
  6. Komunikasi dan kerja sama: Program Inovasi membantu institusi meningkatkan mutu komunikasi dan kerja sama. Misalnya kerja sama antara departemen, antar fakultas dan antar individu dalam organisasi. Dengan komunikasi yang baik, dapat memastikan semua pihak bekerja sama, bersinergi untuk mencapai tujuan bersama.

Dengan demikian, dapat disimpulkan, inovasi jelas memainkan peran penting dalam keberhasilan SPMI. Proses inovasi membantu memperbaiki proses internal, meningkatkan mutu layanan, mengurangi biaya, dan banyak manfaat-manfaat lainnya.

Metode Inovasi

Berikut beberapa contoh metode inovasi yang dapat diterapkan dalam proses SPMI:

  1. Continuous Improvement (CI): Salah satu prinsip penting dalam SPMI adalah peningkatan berkesinambungan (CI). Ini berarti bahwa selalu ada ruang untuk perbaikan dan perubahan yang positif dalam proses-proses pendidikan. CI memerlukan pemikiran brilian, kreatif dan inovatif dari semua anggota organisasi. Mulai dari Rektor, Dekan, Kepala Sekolah, Kaprodi dituntun untuk memfasilitasi peluang-peluang untuk perbaikan.
  2. Kaizen: Kaizen adalah falsafah Jepang yang bermakna “peningkatan”. Dalam SPMI Perguruan Tinggi, dikenal 5 manual PPEPP, yaitu Manual Penetapan, Pelaksanaan, Evaluasi, Pengendalian dan Peningkatan Standar. Bila manual ini dilaksanakan dengan benar, maka akan diperoleh “peningkatan”, inilah yang disebut dengan Kaizen. Kaizen menekankan pada peningkatan mutu secara berkelanjutan melalui perbaikan kecil secara terus menerus.
  3. Brainstorming: Brainstorming adalah proses kreatif yang memungkinkan anggota unit kerja untuk berbicara bebas untuk mencari ide baru. Tujuan brainstorming untuk mendapatkan ide-ide segar yang “out of box”. Brainstorming dapat dilaksanakan secara individual maupun berkelompok. 
  4. Benchmarking: Benchmarking adalah upaya mengukur kebijakan lembaga pendidikan, meliputi layanan, program, kegiatan, strategi, dan hal-hal lain dengan cara membandingkan dengan lembaga /organisasi terbaik dibidangnya. Tujuan benchmarking adalah untuk mendapat informasi seputar apa saja yang perlu diperbaiki guna meningkatkan kinerja institusi pendidikan.
  5. Tata Graha 5S: Program 5S adalah metode Jepang untuk peningkatan kualitas dan efisiensi pengelolaan lingkungan kerja. 5S meliputi 5 langkah, yang terdiri dari Seiri (menyisihkan), Seiton (penata), Seiso (pembersihan), Seiketsu (menyusun standar), dan Shitsuke (disiplin).

Baca juga: SPMI dan Peran Motivasi 

Dengan menggunakan metode-metode inovasi diatas, InsyaAllah lembaga pendidikan dapat meningkatkan mutu layanan, meningkatkan kepuasan pemangku kepentingan (stakeholder) dan memperbaiki masalah-masalah efisiensi dan produktivitas.

Demikian uraian singkat tentang Pentingnya Semangat Inovasi dalam SPMI, semoga bermanfaat.


Instagram: @mutupendidikan

Info Pelatihan Mutu Pendidikan

SPMI dan Manajemen Strategik

SPMI dan Manajemen Strategik

SPMI dan Manajemen Strategik

Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) Pendidikan Tinggi adalah kegiatan sistemik penjaminan mutu pendidikan tinggi oleh setiap perguruan tinggi secara otonom untuk mengendalikan dan meningkatkan penyelenggaraan pendidikan tinggi secara berencana dan berkelanjutan.

Manajemen strategik adalah proses menentukan arah organisasi dan mengelola sumber daya organisasi untuk mencapai tujuan jangka panjang. Ini termasuk identifikasi dan evaluasi peluang dan ancaman dari lingkungan eksternal, pemilihan sasaran dan strategi untuk mencapainya, dan alokasi sumber daya dan tindakan-tindakan taktis untuk mewujudkannya. Manajemen strategik membantu organisasi memanfaatkan peluang dan mengatasi tantangan agar dapat tumbuh, berkembang dan unggul /sukses.

Manajemen Strategik dalam Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) adalah proses perencanaan, pengembangan dan implementasi strategi-strategi lembaga pendidikan yang memfokuskan pada peningkatan mutu pendidikan melalui penerapan prinsip-prinsip SPMI. 

Manajemen strategik dalam SPMI melibatkan identifikasi visi, misi dan tujuan lembaga pendidikan, analisis faktor eksternal dan internal, pemilihan strategi, implementasi dan evaluasi hasil. Upaya memastikan bahwa lembaga pendidikan (pendidikan tinggi) memiliki arah yang jelas dan berfokus dalam upaya memenuhi kebutuhan dan harapan stakeholder (pemangku kepentingan)

Manajemen Strategik Lembaga Pendidikan

Bagaimana proses manajemen strategik? Berikut tahapan atau langkah-langkah dalam proses implementasi manajemen strategik. Pengelolaan manajemen strategi harus terintegrasi dengan pengelolaan SPMI (Sistem Penjaminan Mutu Internal).

  1. Analisis lingkungan: Melakukan analisis lingkungan eksternal dan internal untuk mengidentifikasi tantangan dan peluang yang ada. Lembaga pendidikan harus jeli melakukan evaluasi diri, agar tidak keliru dalam membaca perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungan internal dan eksternal. 
  2. Pemilihan strategi: Memilih strategi yang sesuai dengan situasi dan kondisi organisasi. Penting sekali bagi lembaga pendidikan untuk mempertimbangan strategi yang tepat. Misalnya, dapat memilih strategi kepemimpinan biaya, strategi fokus atau strategi diferensiasi.
  3. Penentuan visi, misi dan tujuan: Menentukan visi, misi dan tujuan jangka panjang lembaga pendidikan. Tujuan yang baik, harus diupayakan SMART: Specific, Measurable, Attainable, Relevant & Timed. Tujuan lembaga pendidikan dapat disusun dalam bentuk rencana induk, rencana strategis (renstra) dan rencana tahunan (renop).
  4. Implementasi strategi Lembaga Pendidikan: Merealisasikan strategi yang dipilih melalui tindakan konkret, inovatif dalam pengalokasian sumber daya yang terbatas. Membangun semangat kerja keras, kerja cerdas, kerja tuntas dan kerja ikhlas. Semua program kerja dan kegiatan, harus dirancang dalam rangka mencapai standar SPMI yang telah ditetapkan.
  5. Monitoring dan evaluasi: Melakukan monitoring dan evaluasi hasil implementasi strategi untuk menentukan apakah perubahan yang diharapkan telah tercapai. Monitoring dilakukan oleh pimpinan melalui perangkat tupoksi struktur organisasi yang ada. Untuk melakukan evaluasi, lembaga pendidikan perlu juga melaksanakan kegiatan audit mutu internal (AMI) secara periodik.
  6. Merevisi strategi: Disrupsi perubahan lingkungan telah membuat rencana yang sudah disusun menjadi usang dan tidak relevan. Lembaga pendidikan harus merevisi strategi bila diperlukan. Pada lembaga pendidikan tinggi harus mampu mengimplementasikan manual SPMI dengan benar, manual ini terdiri dari manual penetapan standar, manual pelaksanaan standar, manual evaluasi standar, manual pengendalian standar dan manual peningkatan standar (Manual PPEPP)

Langkah-langkah ini harus dilakukan secara berkesinambungan dan terus menerus untuk memastikan lembaga pendidikan tetap relevan dan adaptif terhadap perubahan lingkungan.

Demikian uraian singkat tentang SPMI dan Manajemen Strategik, semoga bermanfaat.

Instagram: @mutupendidikan

Info Pelatihan Mutu Pendidikan

×

Layanan Informasi

× Hubungi Kami