• 08123070905
  • mutupendidikan.info@gmail.com

Monthly Archive December 2024

Workshop SPMI Mutu Pendidikan Indonesia

Inovasi Sarana dan Prasarana: Menjawab Tantangan Pendidikan Masa Depan

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Instagram: @mutupendidikan

Pendahuluan

Dunia pendidikan tinggi masa kini (era BANI) dihadapkan pada tuntutan yang terus berkembang. Transformasi digital, kebutuhan akan fleksibilitas pembelajaran, dan relevansi kurikulum dengan dunia kerja adalah tantangan yang harus segera disikapi. Universitas tidak lagi hanya menjadi lembaga pembelajaran, namun harus bisa menjadi pusat inovasi yang selaras dengan dinamika global.

Dengan digitalisasi yang semakin meluas, universitas harus mampu mengintegrasikan teknologi ke dalam setiap aspek operasionalnya, termasuk sarana dan prasarana. Langkah ini penting agar universitas mampu menghadirkan pengalaman belajar yang relevan dan unggul untuk para mahasiswa.

Kebijakan ini sejalan dengan Pasal 48, 49, dan 50 Permendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023, yang mengatur standar sarana prasarana untuk pendidikan tinggi. Institusi yang ingin unggul harus memanfaatkan kebijakan ini sebagai acuan untuk melakukan transformasi secara komprehensif.

Baca juga: Merancang Mission Differentiation di Era BANI

Dari Ruang Kelas ke Cloud

Teknologi informasi termasuk AI, kini menjadi fondasi penting dalam membangun sarana dan prasarana pendidikan. Sesuai dengan Pasal 49, perguruan tinggi wajib menerapkan tata kelola teknologi informasi yang andal dan transparan. Ini mencakup pengelolaan data akademik dan non akademik, penyediaan platform digital untuk pembelajaran, hingga perlindungan data mahasiswa.

Baca juga: Seni Merancang Mission Differentiation Perguruan Tinggi

Salah satu langkah inovatif adalah membangun LMS (Learning Management System) yang andal dan terintegrasi. LMS memungkinkan mahasiswa dan dosen untuk mengakses materi pembelajaran kapan saja dan di mana saja (asinkronus). Fitur seperti forum diskusi, evaluasi daring (quiz), dan pelacakan progres kemajuan belajar mahasiswa adalah elemen penting untuk mendukung proses pembelajaran yang inklusif dan adaptif.

Selain itu, penguatan infrastruktur digital seperti Wi-Fi, laboratorium virtual, dan ruang kelas digital akan dapat memberikan pengalaman belajar yang mendalam.

Penciptaan dan Pemanfaatan Sumber Pembelajaran Terbuka

Universitas harus mendorong dosen untuk menciptakan bahan ajar digital yang dapat diakses oleh mahasiswa dan bahkan masyarakat luas (publik). Dengan lisensi terbuka seperti Creative Commons, sumber pembelajaran tersebut dapat digunakan, dimodifikasi, dan disebarluaskan.

Langkah strategis lain adalah menjalin kerja sama kemitraan dengan platform global seperti edX, Coursera, atau Khan Academy untuk menyediakan akses ke kursus-kursus online yang mereka sediakan. Hal ini tidak hanya meningkatkan aksesibilitas namun juga memperkaya kurikulum dengan perspektif global.

Repositori digital lokal juga dapat menjadi solusi. Dengan mendata, mengumpulkan dan mengelola sumber pembelajaran yang relevan, universitas dapat menjadi pusat sumber daya yang bermanfaat tidak hanya bagi mahasiswa, namun juga dosen dan karyawan tendik. Pemanfaatan ini tidak hanya mendukung pencapaian tujuan kurikulum namun juga memperluas dampak pendidikan ke segenap stakeholder.

Baca juga: Pola Pikir, Sikap, dan Perilaku: Pilar Utama Budaya Mutu SPMI

Sarana dan Prasarana yang Melampaui Standar

Ini mencakup penyediaan ruang pembelajaran yang inovatif, seperti coworking spaces, maker spaces, dan laboratorium riset multidisiplin yang relevan dengan kebutuhan dunia usaha dan dunia industri (DUDI).

Fasilitas ini juga harus inklusif. Penyediaan akses bagi mahasiswa berkebutuhan khusus (seperti pengguna kursi roda) adalah salah satu prioritas yang harus diwujudkan. Selain itu, pendekatan ramah lingkungan dalam pengelolaan fasilitas, seperti instalasi listrik tenaga surya, pengelolaan daur ulang limbah, dan taman hijau kampus, dapat menjadi nilai tambah yang menarik bagi mahasiswa dan mitra industri.

Investasi berkelanjutan dalam infrastruktur adalah kunci. Universitas harus memprioritaskan anggaran yang cukup untuk pembangunan dan pemeliharaan fasilitas yang mendukung visi dan misinya. Fasilitas yang unggul akan menciptakan pengalaman belajar yang berkualitas tinggi, memperkuat daya saing kampus, dan menarik lebih banyak mahasiswa berbakat.

Baca juga: SPMI Berbasis Pengetahuan: Aset Utama Perguruan Tinggi

Makna “Menyediakan Akses”

Sebaliknya, hak akses dapat diberikan melalui berbagai cara, seperti menjalin kerja sama dengan institusi lain, menyewa fasilitas, atau meminjam dari mitra yang memiliki sumber daya lebih besar. Misalnya, laboratorium riset yang mahal dapat diakses melalui kolaborasi dengan pusat penelitian nasional atau perusahaan industri.

Dengan kemajuan AI dan teknologi informasi, perguruan tinggi juga dapat memanfaatkan layanan berbasis digital untuk menyediakan akses ke fasilitas pembelajaran. Contohnya adalah perangkat lunak berbasis cloud, laboratorium virtual, atau repositori penelitian daring. Pendekatan ini tidak hanya efisien secara biaya, namun juga memastikan fleksibilitas dan adaptabilitas untuk memenuhi tuntutan pembelajaran yang terus berkembang.

Baca juga: Kemalasan Sosial: Musuh Tersembunyi SPMI

Penutup

Universitas yang proaktif dalam menghadapi tantangan era BANI akan mampu menjadi pelopor dalam menciptakan pendidikan tinggi yang relevan, unggul, dan berkelanjutan. Transformasi sarana dan prasarana tidak hanya menjawab kebutuhan masa kini, namun juga mempersiapkan masa depan pendidikan yang lebih cerah untuk mahasiswa, dosen, dan segenap stakeholder. Stay Relevant!

Visi tinggi melesat di cakrawala,
Sarana dibangun, prasarana menyapa.
Digitalisasi mengalir, ilmu tak bertepi,
Membuka masa depan penuh harmoni.

Universitas proaktif, pelopor zaman,
Menjawab tantangan dalam kecepatan.
Era BANI dijadikan peluang, mimpi dikejar,
Untuk pembelajar, dunia terang bersinar.

Baca juga: Transformasi SPMI: Komunikasi Internal sebagai Game-Changer


Referensi

  1. Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan. (2024). Pedoman Implementasi Sistem Penjaminan Mutu Internal Perguruan Tinggi Akademik. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
  2. OpenAI. (2023). ChatGPT [Large language model]. Diakses melalui https://openai.com/chatgpt
  3. Permendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi.
  4. Robbins, S. P., & Judge, T. A. (2023). Organizational behavior (19th ed., Global ed.). Pearson.
  5. Sallis, E. (2002). Total quality management in education (3rd ed.). Kogan Page.

Oleh: Bagus Suminar, wakil ketua ICMI Orwil Jatim, dosen UHW Perbanas Surabaya, direktur mutupendidikan.com

Instagram: @mutupendidikan

Info Pelatihan Mutu Pendidikan

SPMI dan DMS

Portal SPMI Terpadu: 7 Langkah Agar Menarik, Mudah Diakses dan Sistematis

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Instagram: @mutupendidikan

Pendahuluan

Dokumen Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) berdasarkan regulasi merupakan elemen penting bagi perguruan tinggi di Indonesia dalam menjaga mutu pendidikan. Namun terkadang, jumlah item dokumen yang begitu banyak ragamnya, seperti kebijakan, dokumen PPEPP, Standar, SOP dan lain sebagainya, sering kali menjadi tantangan tersendiri. Pengguna dokumen, mulai dari pimpinan, dosen, , hingga staf karyawan, sering merasa “tersesat” dalam “rimba” dokumen yang tidak tersusun sistematis. Hal ini dapat menyebabkan frustrasi, hilangnya efisiensi, dan keputusan yang tidak akurat.

Portal SPMI terpadu diusulkan sebagai solusi alternatif untuk menyederhanakan akses terhadap dokumen. Dengan teknologi berbasis digital, portal ini memungkinkan semua dokumen tersaji secara sistematis dan mudah ditemukan oleh user (pengguna). Tidak hanya berfungsi sebagai tempat penyimpanan, portal SPMI terpadu yang dirancang dengan baik, dapat menjadi alat navigasi yang intuitif, memastikan seluruh dokumen dapat ditemukan dalam hitungan detik.

Baca juga: Penguatan SPMI dengan 10 Peran Manajer ala Mintzberg

Menyusun Katalog yang Logis

Kunci utama agar dokumen mudah ditelusuri adalah menyusun struktur katalog yang logis. Pengelompokan dokumen berdasarkan kategori utama seperti kebijakan, pedoman PPEPP, Standar, SOP, dan formulir sangat membantu pengguna dalam memahami di mana mereka dapat menemukan informasi yang dibutuhkan. Setiap kategori sebaiknya dipecah lagi menjadi beberapa subkategori sesuai dengan bidang, fakultas atau unit kerja terkait.

Lebih lanjut, setiap dokumen harus diberi nama dokumen atau kode deskriptif. Misalnya, SOP yang berkaitan dengan evaluasi standar dapat diberi judul “SOP-EV-2025-01: Evaluasi Pemenuhan Standar Pendidikan.” Dengan nama yang jelas dan terstruktur, pengguna tidak hanya menghemat waktu, namun juga dapat dengan mudah mengenali fungsi dokumen hanya dari membaca judul saja.

Baca juga: Seni Merancang Mission Differentiation Perguruan Tinggi

Digitalisasi dan Sistem Pencarian

Portal SPMI yang efektif dan efisien, harus berbasis digital dengan fitur search (pencarian) canggih. Dengan teknologi berbasis cloud, dokumen akan dapat diakses dengan mudah dari mana saja dan kapan saja. Sistem pencarian berbasis keyword (kata kunci) mempermudah pengguna menemukan dokumen tertentu hanya dengan mengetik beberapa keyword terkait. Hal ini jelas sangat mengurangi waktu pencarian bila dibandingkan dengan metode manual.

Fitur pencarian lanjutan, seperti filter berdasarkan kategori dokumen, tanggal revisi, atau pihak yang bertanggung jawab, juga menjadi nilai tambah. Pengguna tidak perlu lagi menelusuri dokumen satu per satu, cukup gunakan filter untuk mendapatkan hasil yang relevan dalam hitungan detik. Teknologi ini juga dapat di setting agar dokumen terbaru selalu muncul dalam hasil pencarian.

Baca juga: Pola Pikir, Sikap, dan Perilaku: Pilar Utama Budaya Mutu SPMI

Pembuatan Peta Proses

Diagram alur atau peta proses adalah alat yang sangat berguna untuk memandu pengguna menavigasi dokumen atau perangkat SPMI. Peta proses dapat menunjukkan hubungan antara kebijakan, pedoman PPEPP, Standar, SOP, dan formulir. Misalnya, pengguna dapat memahami bahwa Kebijakan SPMI mengarahkan pada pedoman PPEPP, yang kemudian terhubung dengan Standar, SOP, Formulir dan seterusnya.

Dengan menambahkan hyperlink langsung (tautan yang bisa di klik) ke dokumen dalam peta proses, pengguna dapat mengakses dokumen yang relevan tanpa harus kembali ke menu utama. Pendekatan visual ini (infografis) tidak hanya mempercepat navigasi namun juga membantu pengguna memahami “big picture” konteks setiap dokumen dalam keseluruhan sistem SPMI.

Baca juga: SPMI Berbasis Pengetahuan: Aset Utama Perguruan Tinggi

Pentingnya Metadata dan Labelisasi

Agar memudahkan pencarian, setiap dokumen SPMI di portal harus dilengkapi dengan metadata yang jelas dan konsisten. Metadata ini mencakup informasi seperti kategori dokumen, tanggal revisi terakhir, pihak yang bertanggung jawab, dan deskripsi singkat. Labelisasi dokumen juga sangat penting, seperti menandai dokumen dengan tag tertentu seperti “Pendidikan”, “Penelitian,” “Evaluasi,” atau “Pengabdian.”

Dengan metadata dan labelisasi yang jelas dan konsisten, pengguna dapat dengan mudah memfilter dan mengurutkan dokumen sesuai dengan pencarian pengguna. Cara ini membantu dan memastikan bahwa dokumen tersaji dengan rapi dan relevan, bahkan, tidak menjadi masalah, ketika jumlah dokumen terus bertambah banyak seiring berjalannya waktu.

Baca juga: Kemalasan Sosial: Musuh Tersembunyi SPMI

Workshop, Pelatihan dan Dukungan Teknis

Sebaik apa pun portal SPMI dibuat, pengguna tetap memerlukan pelatihan dan dukungan teknis. Pelatihan (workshop) harus mencakup cara memakai fitur portal, mencari dokumen, dan memahami struktur katalog. Selain itu, perlu juga menyediakan video/ buku tutorial atau panduan teknis berbasis FAQ. Panduan ini akan sangat membantu, bagi pengguna yang baru pertama kali mengakses portal.

Dukungan teknis juga menjadi aspek penting. Sistem live chat, whatsapp atau email bantuan memastikan bahwa setiap kendala pengguna dapat segera ditangani. Dengan dukungan yang responsif, pengguna merasa lebih nyaman dalam menggunakan portal, sehingga memaksimalkan manfaatnya.

Baca juga: Transformasi SPMI: Komunikasi Internal sebagai Game-Changer

Evaluasi dan Pengembangan

Portal SPMI Terpadu, harus terus diperbarui dan dievaluasi secara berkala. Feedback dari pengguna menjadi kunci untuk mengetahui apa yang perlu diperbaiki atau disempurnakan. Contoh, jika banyak pengguna mengeluh kesulitan dalam menemukan dokumen tertentu, itu menjadi indikator perlunya penyempurnaan struktur katalog, tampilan visual atau fitur pencarian.

Selain itu, inovasi dan pengembangan portal SPMI terpadu dapat mencakup penambahan fitur baru, seperti notifikasi dokumen yang telah diperbarui atau integrasi dengan sistem informasi lainnya. Pendekatan ini memastikan bahwa portal SPMI tetap update, relevan dan mampu mengikuti kebutuhan perguruan tinggi yang terus berkembang.

Baca juga: Dari Visi ke Aksi: Kepemimpinan Transformasional dalam Menggerakkan SPMI

Penutup

Portal SPMI terpadu bukan hanya alat manajemen dokumen, namun juga bentuk investasi strategis untuk memastikan tercapainya mutu pendidikan tinggi. Dengan langkah-langkah yang sistematis, dari struktur katalog hingga evaluasi berkala, institusi akan dapat menyediakan akses yang mudah, efisien, dan ramah pengguna. Hasil yang diharapkan adalah peningkatan kinerja, penghematan waktu, dan yang terpenting, pelaksanaan SPMI yang lebih efektif di semua lini (unit kerja). Portal SPMI Terpadu, yang dirancang dengan baik bukan hanya membantu pengguna “keluar dari rimba dokumen,” tetapi juga membawa perguruan tinggi menuju budaya mutu yang berkelanjutan. Stay Relevant!

Baca juga: SPMI Tanpa Knowledge Management? Jurang Kegagalan!


Referensi

  1. Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan. (2024). Pedoman Implementasi Sistem Penjaminan Mutu Internal Perguruan Tinggi Akademik. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
  2. OpenAI. (2023). ChatGPT [Large language model]. Diakses melalui https://openai.com/chatgpt
  3. Permendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi.
  4. Robbins, S. P., & Judge, T. A. (2023). Organizational behavior (19th ed., Global ed.). Pearson.
  5. Sallis, E. (2002). Total quality management in education (3rd ed.). Kogan Page.
  6. Sonpedia Publishing Indonesia. (2024). Teori dan implementasi sistem informasi di berbagai bidang. PT. Sonpedia Publishing Indonesia.

Oleh: Bagus Suminar, wakil ketua ICMI Orwil Jatim, dosen UHW Perbanas Surabaya, direktur mutupendidikan.com

Instagram: @mutupendidikan

Info Pelatihan Mutu Pendidikan

Harmoni Teori X dan Y: Membangun SPMI yang Humanis dan Berkelanjutan

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Instagram: @mutupendidikan

Pendahuluan

Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) adalah tool penting dalam pengelolaan mutu institusi perguruan tinggi. Melalui siklus PPEPP (Penetapan, Pelaksanaan, Evaluasi, Pengendalian, dan Peningkatan standar), SPMI dikembangkan untuk memastikan kesinambungan mutu dan kemampuan institusi dalam merespons kebutuhan pemangku kepentingan yang terus berubah. Siklus ini, kemudian menjadi fondasi bagi perguruan tinggi untuk menjalankan misi unik (mission differentiation) secara efektif dan efisien.

Teori X dan Y yang dikembangkan oleh Douglas McGregor memberi framework yang relevan untuk penguatan SPMI. Teori X dan Y menggambarkan bagaimana asumsi tentang perilaku manusia dapat mempengaruhi banyak hal dalam elemen organisasi, seperti motivasi, pengambilan keputusan, gaya kepemimpinan, dan penciptaan budaya mutu yang berkelanjutan. Buku Mc Gregor berjudul The Human Side of Enterprise, dianggap sebagai salah satu karya klasik, referensi penting dalam literatur ilmu psikologi dan manajemen.

Baca juga: Motivasi dan SPMI: Mengapa Keduanya Tak Terpisahkan

Dinamika Teori X dan Y

McGregor memperkenalkan dua asumsi tentang motivasi manusia, yaitu: Teori X dan Teori Y.

Dalam konteks pengelolaan manajemen mutu di perguruan tinggi, teori X dan Y menawarkan perspektif yang menarik. Implementasi SPMI dan PPEPP, yang sering menggunakan pendekatan bottom-up atau top-down, dapat memanfaatkan kombinasi Teori X dan Y untuk memotivasi dan mengelola SDM perguruan tinggi.

Baca juga: SPMI Tanpa Visualisasi? Saatnya Perguruan Tinggi Berubah!

Penerapan Teori X

Pada tahap penetapan standar (dalam siklus PPEPP), terkadang institusi memerlukan pedoman dan kontrol yang jelas untuk membangun kerangka kerja yang terstruktur. Dalam konteks ini, pendekatan berbasis Teori X sering kali lebih cocok, terutama ketika standar baru harus ditetapkan. Misalnya, dalam menetapkan standar kompetensi lulusan, perguruan tinggi perlu menetapkan kriteria yang spesifik, seperti kemampuan analitis, keterampilan teknis, atau penguasaan teknologi terkini sesuai kebutuhan industri. Pendekaan top-down, lebih cocok, dimana pimpinan (manajemen) menetapkan standar yang tegas dan menantang (challenge) sesuai dengan “misi unik” (mission differentiation) perguruan tinggi.

Baca juga: Mission Differentiation dan Positioning: Pilar Baru SPMI?

Kontrol ketat dan tegas dapat membantu memastikan bahwa semua unit memahami target dan indikator yang ditetapkan. Contoh, dalam penetapan standar kompetensi lulusan, pengawasan ketat dapat berupa pengembangan prosedur yang detail, pelatihan manajemen strategik untuk menyusun mission differentiation menjadi sangat urgen.

Pimpinan dapat fokus untuk membangun misi unik organisasi dan menetapkan dokumen standar yang visioner. Bila manajemen menetapkan bahwa lulusan program teknik harus memiliki sertifikasi keahlian tertentu, maka perguruan tinggi dapat menerapkan target dan indikator kebijakan sertifikasi, yang implementasinya wajib diawasi secara berkala oleh UPPS / fakultas.

Pendekatan Teori X juga berguna dalam menghadapi penolakan (resistensi) terhadap munculnya standar baru yang dirasa cukup memberatkan. Contoh, bila ada pihak yang kurang berkenan pada isi standar kompetensi lulusan, manajemen dapat menggunakan kebijakan tegas, seperti kewajiban memasukkan capaian pembelajaran sesuai standar dalam setiap kurikulum. Walau ada resistensi di awal, langkah ini membantu memastikan bahwa proses penetapan standar dapat berjalan sesuai visi-misi dan renstra. Sebaliknya, bila menerapkan pendekatan bottom-up (dalam penetapan standar SPMI), ada kekhawatiran, bawahan akan menyusun target yang rendah, mudah dicapai dan bahkan tidak relevan.

Penerapan Teori Y

Setelah standar SPMI ditetapkan (langkah awal), tahap berikutnya adalah tahap pelaksanaan (dalam siklus PPEPP). Tahap ini memerlukan semangat dan keterlibatan aktif dari semua anggota organisasi (sivitas akademika). Penerapan Teori Y, dipandang lebih cocok pada tahap ini karena mendorong motivasi, partisipasi dan tanggung jawab bersama. Misal, dalam pelaksanaan standar proses pembelajaran, tim dosen dapat dilibatkan dalam menyusun metode pengajaran yang inovatif, sementara mahasiswa diberikan ruang untuk memberikan feedback terkait bentuk dan format perkuliahan. Sumbang saran dari mahasiswa dapat dilakukan dalam berbagai media seperti forum diskusi, kotak saran atau sesi feedback bulanan.

Contoh lain, saat evaluasi pelaksanaan standar SPMI, misal evaluasi pelaksanaan standar proses pembelajaran, manajemen dan auditor dapat menggunakan prinsip Teori Y (pendekatan yang partisipatif). Institusi dapat mengadakan sesi evaluasi (monev, audit atau tinjauan manajemen) bersama dosen dan mahasiswa untuk mengevaluasi sejauh mana efektivitas proses pembelajaran yang sudah berjalan atau sedang berlangsung. Survei kepuasan mahasiswa terhadap metode pembelajaran berbasis proyek, misalnya, dapat digunakan untuk mengidentifikasi area-area mana saja yang perlu diperbaiki (tindakan korektif dan preventif).

Pendekatan teori Y membantu menumbuhkan rasa memiliki terhadap standar SPMI, baik dosen, tendik maupun mahasiswa. Ketika semua pihak merasa dihargai, semangat untuk bekerja sama menjadi optimal dan hasil evaluasi menjadi lebih relevan dan akurat, yang pada akhirnya membantu institusi untuk melakukan pengukuran standar dengan baik.

Baca juga: Teori 2 Faktor: Memadukan SPMI dengan Motivasi Intrinsik

Membangun Budaya Mutu

Tahap pengendalian (dalam siklus PPEPP) sangat krusial untuk memastikan bahwa pelaksanaan standar SPMI sudah sesuai dengan yang telah ditetapkan. Dengan menerapkan prinsip Teori Y, pimpinan dapat melibatkan unit-unit kerja, seperti fakultas, UPPS dan program studi, untuk “secara mandiri” memantau pencapaian target kinerja masing-masing. Program studi dapat diberikan tanggung jawab untuk memeriksa apakah standar kurikulum telah memenuhi capaian pembelajaran yang dipersyaratkan. Pendekatan Teori Y ini mendorong iklim “rasa kepemilikan” terhadap capaian mutu kurikulum di masing-masing program studi.

Tahap peningkatan standar (dalam PPEPP) dapat menggunakan asumsi teori Y (situasional). Asumsi Teori Y dapat dipilih untuk mendorong kreativitas dan inovasi dari semua pihak. Misal, dosen dapat dilibatkan dalam pengembangan standar baru untuk mata kuliah yang relevan dengan tren perkembangan industri. di sisi lain mahasiswa juga dapat memberikan ide dan saran melalui wawancara, survei atau diskusi mengenai relevansi isi standar kurikulum bagi mahasiswa.

Pemakaian asumsi Teori Y juga dapat menumbuhkan kolaborasi yang kuat antar unit kerja maupun stakeholder lainnya. Peningkatan mutu tidak hanya menjadi tanggung jawab manajemen, namun melibatkan semua elemen dalam institusi. Dengan pendekatan ini, harapannya perguruan tinggi dapat membangun kurikulum yang lebih adaptif, relevan, dan sesuai dengan tuntutan perubahan zaman.

Baca juga: Pemimpin sebagai Model: Katalis Budaya SPMI

Situasional: pilih Teori X atau Y

Teori X, yang fokus pada kontrol, pengawasan, dan arahan langsung, cocok sekali digunakan untuk memastikan bahwa seluruh elemen dalam organisasi memahami urgensi dan pentingnya peningkatan standar. Tahapan ini sering kali membutuhkan disiplin tinggi untuk menghindari penyimpangan dari target yang telah ditetapkan.

Contoh, dalam peningkatan standar keluaran (output) penelitian di perguruan tinggi, kebijakan yang mewajibkan dosen mempublikasikan artikel di jurnal internasional bereputasi dapat diterapkan dengan kontrol ketat. Manajemen dapat membuat target spesifik, seperti jumlah publikasi minimal per tahun, dan melakukan pemantauan secara ketat terhadap capaian individu maupun unit kerja. Dengan demikian, peran kontrol dan kepatuhan menjadi krusial untuk memastikan bahwa target standar keluaran penelitian dapat dicapai dalam waktu yang ditetapkan, disinilah asumsi teori X dapat digunakan.

Pendekatan Teori X juga dapat dipakai dalam situasi di mana penolakan (resistensi) anggota organisasi cukup tinggi. Bila dosen atau staf menunjukkan tanda tanda kurang inisiatif tentang peningkatan standar, maka, perintah (instruksi), arahan langsung dan regulasi yang tegas diharapkan dapat mengatasi hambatan ini. Walau demikian, pendekatan Teori X sebaiknya tidak digunakan secara terus menerus, sesekali saja untuk membangun pondasi yang kuat sebelum beralih ke metode yang lebih fleksibel dan partisipatif. Teori X dapat digunakan sebagai alat kepatuhan awal sebelum membangun “budaya mutu” untuk peningkatan standar yang lebih mandiri dan partisipatif.

Baca juga: SPMI Berbasis Pengetahuan: Aset Utama Perguruan Tinggi

Kombinasi yang Proporsional

Dalam penetapan standar dosen, dalam situasi awal, pendekatan Teori X dapat digunakan, misal ditetapkan standar kualifikasi dosen minimal S2 dan kewajiban memiliki sertifikasi profesional. Kebijakan tegas dan kontrol ketat diperlukan untuk memastikan bahwa semua dosen mematuhi standar yang ditetapkan.

Di sisi lain, untuk membangun budaya mutu yang berkelanjutan, pendekatan Teori Y menjadi sangat relevan. Setelah standar dasar terlaksana, perguruan tinggi dapat memberdayakan tenaga pengajar melalui program pengembangan profesional, misalnya dukungan untuk pelatihan metodologi penelitian dan pelatihan pedagogi inovatif. Dosen yang diberi kepercayaan dan otonomi dalam mengembangkan metode pengajaran, cenderung lebih bersemangat untuk berinovasi. Tenaga kependidikan yang terlibat dalam pengembangan sistem layanan berbasis teknologi informasi cenderung puas dan termotivasi, karena merasa memiliki andil (berkontribusi) terhadap pencapaian mutu.

McGregor menekankan pentingnya memandang pegawai sebagai pribadi yang memiliki kebutuhan psikologis, bukan hanya sebagai “mesin” produksi. Pandangan ini mendorong perubahan paradigma (mindset) dalam ilmu manajemen, yang sebelumnya sering menggunakan pendekatan otoriter, sekarang cenderung pendekatan partisipatif.

Kombinasi (tergantung situasional) elemen teori X dan Y, memungkinkan institusi membangun budaya mutu yang kuat dan mendorong keberlanjutan dalam peningkatan mutu. Elemen Teori X digunakan untuk memastikan kepatuhan dan elemen Teori Y digunakan untuk pemberdayaan potensi dosen dan tenaga kependidikan agar dapat bekerja dengan baik.

Baca juga: Mengasah Gergaji SPMI: Inspirasi dari The 7 Habits

Menuju Sistem yang Lebih Humanis

Teori X berperan penting dalam membangun landasan dan kepatuhan awal, sementara Teori Y menjadi landasan untuk menciptakan inovasi dan kolaborasi yang berkelanjutan. Harmoni diperlukan untuk memastikan bahwa proses SPMI (PPEPP) tidak hanya fokus pada kepatuhan formal-administratif, namun juga pada perbaikan nilai-nilai organisasi (values) yang berdampak pada mutu pendidikan.

Sistem yang humanis dan berorientasi pada pengembangan SDM akan mendorong pegawai untuk berkontribusi lebih optimal dalam pencapaian mutu. Hal ini memungkinkan perguruan tinggi tidak hanya mampu bertahan hidup (survive) namun juga berkembang dan menjadi unggul di tengah dinamika global yang terus berubah.

Peter Drucker pernah mengatakan, “The best way to predict the future is to create it.” Dengan memanfaatkan keunggulan Teori X dan Y, perguruan tinggi dapat membangun harmoni indah yang menjadikan mutu sebagai budaya organisasi. Stay Relevant!

Baca juga: Harmoni Palsu: Fenomena Groupthink dalam Implementasi SPMI


Referensi

  1. Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan. (2024). Pedoman Implementasi Sistem Penjaminan Mutu Internal Perguruan Tinggi Akademik. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
  2. McGregor, D. (1960). The human side of enterprise. New York: McGraw-Hill.
  3. OpenAI. (2023). ChatGPT [Large language model]. Diakses melalui https://openai.com/chatgpt
  4. Permendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi.
  5. Robbins, S. P., & Judge, T. A. (2023). Organizational behavior (19th ed., Global ed.). Pearson.

Oleh: Bagus Suminar, wakil ketua ICMI Orwil Jatim, dosen UHW Perbanas Surabaya, direktur mutupendidikan.com

Instagram: @mutupendidikan

Info Pelatihan Mutu Pendidikan

SPMI dan Komunikasi Internal

Tak Kenal Maka Tak Sayang: Mengenal Lebih Dekat 6 Tujuan SPMI

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Instagram: @mutupendidikan

Pendahuluan

Pada suatu pagi di Universitas Sangkuriang (Fiktif), rektor mengumpulkan seluruh pimpinan, dekan dan dosen dalam sebuah rapat penting. Ia memulai pertemuan dengan sebuah pertanyaan sederhana, “Apakah ada yang tahu, apa tujuan dari SPMI kita?” Namun, keheningan yang panjang memenuhi ruangan. Tidak ada satu pun peserta rapat yang berani angkat suara. Rektor pun tersenyum tipis, namun nadanya berubah tegas saat berkata:

Pertanyaan itu menggambarkan realitas yang dihadapi banyak perguruan tinggi. Semua institusi mempunyai dokumen SPMI lengkap, mulai dari Kebijakan, Siklus PPEPP, Standar dan lain sebagainya, namun sebagian besar belum paham apa tujuan SPMI dibuat. Tanpa pemahaman yang mendalam terhadap tujuan SPMI, mustahil bagi institusi untuk menjalankannya dengan efektif. Untuk itulah, penting bagi seluruh civitas akademika untuk mengenal lebih dalam 6 tujuan strategis yang mendasarinya.

Baca juga: Merancang Mission Differentiation di Era BANI

Conecting the dots dan SPMI
Conecting the dots dan SPMI

Mengenal Lebih Dekat 6 Tujuan SPMI

1. Meningkatkan Mutu Pendidikan Tinggi Secara Sistemik dan Berkelanjutan

Mutu pendidikan tinggi adalah landasan utama bagi keberhasilan sebuah institusi. Bayangkan seorang mahasiswa yang menjalani pendidikan di lingkungan yang penuh inovasi dan pembelajaran aktif. Dengan pendekatan PPEPP (Penetapan, Pelaksanaan, Evaluasi, Pengendalian, dan Peningkatan Standar), SPMI memastikan bahwa mutu pendidikan tinggi tidak hanya terpenuhi tetapi juga terus berkembang dan ditingkatkan. Sebagai contoh, Universitas Sangkuriang mulai menerapkan evaluasi berbasis data dalam setiap semester untuk memantau efektivitas metode pengajaran, sehingga dosen dapat menyesuaikan strategi mereka sesuai harapan dan kebutuhan mahasiswa.

Selain itu, keberlanjutan mutu tercermin dari integrasi teknologi dalam proses pembelajaran. Universitas Sangkuriang, misalnya, mengembangkan platform e-learning yang diakses oleh ribuan mahasiswa, memungkinkan interaksi yang lebih fleksibel antara dosen dan mahasiswa. Inovasi ini tidak hanya meningkatkan mutu pendidikan, namun juga memberikan solusi terhadap keterbatasan ruang fisik di kampus.

2. Melampaui Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SN Dikti)

Tidak cukup hanya memenuhi standar, SPMI mendorong perguruan tinggi untuk berkomitmen melampaui batas minimal. Melampaui SN Dikti berarti memiliki standar internal yang lebih tinggi dan relevan dengan kebutuhan zaman. Universitas Sangkuriang, misalnya, menambahkan mata kuliah berbasis teknologi terkini seperti kecerdasan buatan dan blockchain untuk mempersiapkan mahasiswa menghadapi tantangan revolusi industri 4.0.

Selain itu, universitas Sangkuriang juga menjalin kerjasama dengan kampus-kampus internasional untuk mendirikan program double degree. Program ini tidak hanya memberikan pengalaman akademik lintas budaya bagi mahasiswa, namun juga meningkatkan daya saing lulusan dalam kompetisi global. Langkah ini membuktikan bahwa semangat melampaui standar adalah investasi strategis untuk masa depan.

3. Mendukung Pencapaian Visi dan Pelaksanaan Misi Perguruan Tinggi

Visi dan misi adalah arah strategis yang memandu langkah perguruan tinggi. SPMI membantu menyelaraskan semua elemen institusi menuju tujuan tersebut. Universitas Sangkuriang, memiliki visi yang menarik, menjadi pusat inovasi teknologi di tingkat Asia Tenggara. Universitas Sangkuriang meluncurkan program “Inovasi Kampus untuk Negeri” yang mendorong mahasiswa mengembangkan solusi teknologi bagi masalah di masyarakat, seperti aplikasi untuk manajemen limbah.

Selain itu, pelaksanaan misi universitas juga terwujud melalui keberhasilan kegiatan pengabdian masyarakat. Sebagai contoh, mahasiswa dan dosen Universitas Sangkuriang terlibat dalam workshop teknologi pertanian bagi petani lokal. Workshop ini tidak hanya meningkatkan keterampilan masyarakat tetapi juga menjadi bukti nyata kontribusi perguruan tinggi terhadap pembangunan nasional.

4. Memenuhi Kebutuhan Pemangku Kepentingan

Mahasiswa, dosen, tenaga kependidikan, dunia usaha, dunia industri, dan masyarakat adalah pemangku kepentingan utama perguruan tinggi. SPMI dibangun untuk memastikan bahwa kebutuhan mereka terpenuhi, itulah salah satu tujuan SPMI. Contoh, Universitas Sangkuriang merancang kurikulum berbasis kompetensi yang melibatkan input masukan dari pelaku industri, sehingga lulusan memiliki keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan industri kerja.

Selain itu, kebutuhan mahasiswa sebagai pemangku kepentingan utama juga harus diperhatikan. Program beasiswa bagi mahasiswa berprestasi dan kurang mampu diimplementasikan dengan dengan baik, memungkinkan akses pendidikan bermutu untuk semua kalangan. Upaya ini menunjukkan bagaimana SPMI membantu universitas merespons kebutuhan pemangku kepentingan secara menyeluruh.

5. Meningkatkan Akuntabilitas dan Transparansi

Dalam era yang menuntut kepercayaan publik, akuntabilitas dan transparansi adalah faktor penting. SPMI memberikan framework untuk memastikan bahwa semua proses berjalan secara terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan. Sebagai ilustrasi, Universitas Sangkuriang secara berkala mempublikasikan laporan kinerja akademik dan keuangan mereka di situs resmi universitas, memberikan akses kepada publik untuk memantau perkembangan institusi.

Transparansi ini juga diterapkan dalam proses PMB (penerimaan mahasiswa baru). Dengan menggunakan sistem pendaftaran online yang transparan, Universitas Sangkuriang mampu memastikan bahwa seleksi mahasiswa dilakukan secara adil dan objektif. Langkah ini memperkuat kepercayaan publik terhadap institusi pendidikan tinggi.

6. Mendukung Proses Akreditasi Eksternal

SPMI menjadi fondasi utama untuk mempersiapkan perguruan tinggi dalam proses akreditasi eksternal (BAN-PT, LAM atau Akreditasi Internasional). Universitas Sangkuriang yang telah menerapkan SPMI dengan baik sering kali lebih siap menghadapi proses akreditasi nasional maupun internasional. Misalnya, universitas ini secara berkala melakukan simulasi akreditasi dengan mengundang asesor independen untuk memberikan umpan balik terhadap kelemahan dan kekuatan mereka.

Selain itu, universitas ini juga mengadopsi standar mutu internasional seperti ISO 21001 untuk memastikan bahwa proses akademik dan administratif mereka memenuhi persyaratan global. Langkah ini tidak hanya meningkatkan akreditasi tetapi juga membangun reputasi (citra) institusi di tingkat internasional.

Baca juga: Penguatan SPMI dengan 10 Peran Manajer ala Mintzberg

Penutup: Menghidupi Semangat SPMI

Menghidupi semangat SPMI adalah tugas bersama seluruh civitas akademika. Ketika standar SPMI menjadi budaya, bukan sekadar aturan formalitas, institusi akan berkembang secara komprehensif. Sebagaimana rektor dalam cerita awal mengakhiri pidatonya, “Ingatlah, mutu bukan tujuan akhir. Ia adalah perjalanan yang terus kita tempuh bersama.”

Baca juga: Pola Pikir, Sikap, dan Perilaku: Pilar Utama Budaya Mutu SPMI

Di Jalan Mutu Kami Berpijak
Di langit cita kami titipkan mimpi,
Setiap langkah terajut dalam harmoni,
Bukan sekadar janji, namun habit sejati,
Mutu kami bangun, hingga abadi di hati.


Referensi

  1. Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan. (2024). Pedoman Implementasi Sistem Penjaminan Mutu Internal Perguruan Tinggi Akademik. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
  2. OpenAI. (2023). ChatGPT [Large language model]. Diakses melalui https://openai.com/chatgpt
  3. Permendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi.
  4. Robbins, S. P., & Judge, T. A. (2023). Organizational behavior (19th ed., Global ed.). Pearson.
  5. Sallis, E. (2002). Total quality management in education (3rd ed.). Kogan Page.

Oleh: Bagus Suminar, wakil ketua ICMI Orwil Jatim, dosen UHW Perbanas Surabaya, direktur mutupendidikan.com

Instagram: @mutupendidikan

Info Pelatihan Mutu Pendidikan

SPMI dan Knowledge Management

Lima Prinsip SPMI: Fondasi Kokoh Menuju Keunggulan Institusi

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Instagram: @mutupendidikan

Pendahuluan

Di Universitas Sangkuriang (fiktif), para rektor dan dekan dihadapkan pada situasi yang menuntut perenungan mendalam. Mereka menyadari bahwa di era persaingan global yang semakin kompleks, lulusan yang unggul dan mampu bersaing bukan lagi sekadar pilihan, melainkan sebuah keharusan. Namun, pertanyaan besar muncul: “Bagaimana Universitas Sangkuriang dapat meningkatkan mutu institusi tanpa kehilangan karakter dan identitas unik yang sudah menjadi ciri khas?”

Mereka mulai menyadari bahwa penerapan yang konsisten dan strategis dari prinsip-prinsip ini dapat menjadi landasan yang kokoh untuk menciptakan perubahan positif. Kisah ini dapat menjadi inspirasi banyak perguruan tinggi di Indonesia yang berusaha menemukan keseimbangan antara menjaga tradisi dan merespons tantangan global.

Baca juga: Integrasi PPEPP dan Goal Setting: Terobosan dalam Penguatan SPMI

Mengapa SPMI Penting?

SPMI adalah lebih dari sekadar setumpuk dokumen; ia merupakan manifestasi “komitmen” perguruan tinggi untuk mencapai keunggulan dalam Tridharma: pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat. Melalui SPMI, perguruan tinggi dapat membangun framework yang jelas untuk memastikan bahwa mutu akademik dan non-akademik terus meningkat secara berkelanjutan.

Dengan tantangan yang semakin kompleks, SPMI tidak hanya menjadi penjamin keberlanjutan mutu tetapi juga membantu institusi beradaptasi dan merespons perubahan dengan cepat (speed) dan efektif, memastikan relevansi lulusan dalam dunia yang terus berubah.

Baca juga: Mission Differentiation dan Positioning: Pilar Baru SPMI?

Goal Setting dan SPMI 1
Goal Setting dan SPMI

Lima Prinsip Utama SPMI

Pada Bab III A Pedoman Implementasi SPMI PTA 2024, halaman 20, lima prinsip mendasar dijelaskan dengan jelas:

  1. Otonomi: Perguruan tinggi memiliki kebebasan penuh untuk mendesain dan mengelola sistem penjaminan mutu mereka sendiri. Hal ini memungkinkan setiap institusi untuk menyesuaikan pendekatannya berdasarkan visi, misi, dan kebutuhan uniknya (mission differentiation). Misalnya, Universitas Sangkuriang mengembangkan standar tambahan untuk mendukung inovasi penelitian di bidang teknologi hijau yang sesuai dengan visi mereka untuk menjadi pusat unggulan teknologi ramah lingkungan.
  2. Terstandar: Sistem penjaminan mutu harus berlandaskan pada Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SN Dikti) dan dilengkapi dengan standar internal yang melampaui kerangka tersebut. Prinsip ini memastikan bahwa setiap perguruan tinggi tidak hanya mematuhi regulasi namun juga menciptakan tolok ukur unggulan yang merupakan bagian dari mission differentiation. Sebagai contoh, sebuah perguruan tinggi dapat mengembangkan standar tambahan untuk pembelajaran berbasis proyek (project-based learning) yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan industri tertentu.
  3. Akurat: Prinsip ini menuntut penggunaan data dan informasi yang valid dan reliable (handal). Akurasi data menjadi fondasi untuk evaluasi yang efektif dan pengambilan keputusan berbasis bukti, memastikan bahwa setiap tindakan didasarkan pada fakta. Contohnya adalah Universitas Sangkuriang yang menggunakan sistem analitik berbasis data dan AI (kecerdasan buatan) untuk memantau kepuasan mahasiswa dan tingkat keberhasilan alumni di dunia industri.
  4. Terencana dan Berkelanjutan: Melalui siklus Penetapan, Pelaksanaan, Evaluasi, Pengendalian, dan Peningkatan Standar (PPEPP), perguruan tinggi diharapkan menjalankan proses penjaminan mutu secara sistematis, efektif dan berkelanjutan. Hal ini memberikan kerangka kerja untuk pengembangan yang semakin baik (progresif). Misalnya, perguruan tinggi dapat menetapkan program workshop untuk dosen setiap tahun berdasarkan hasil evaluasi kinerja dosen sebelumnya.
  5. Terdokumentasi: Seluruh proses dan hasil SPMI harus dicatat dan disimpan dengan baik. Dokumentasi ini tidak hanya memastikan transparansi tetapi juga berfungsi sebagai alat pembelajaran untuk perbaikan berkelanjutan. Sebagai contoh, Universitas Sangkuriang membuat sistem pelaporan digital yang memungkinkan seluruh departemen mengakses laporan evaluasi mutu untuk digunakan dalam peningkatan standar dan perencanaan strategis.

Baca juga: Merancang Mission Differentiation di Era BANI

Menerjemahkan Prinsip-Prinsip SPMI

Pendekatan PPEPP menjadi framework untuk ke dalam tindakan nyata. Berikut adalah contoh konkret penerapan PPEPP di Universitas Sangkuriang, dengan prinsip yang dipraktikkan pada setiap tahap siklus PPEPP:

  1. Penetapan Standar (dalam PPEPP): Universitas Sangkuriang menetapkan standar mutu baru (tambahan) untuk kurikulum berbasis teknologi hijau. Tim akademik bekerja sama dengan mitra industri untuk mengidentifikasi kompetensi yang dibutuhkan lulusan di sektor energi terbarukan. (Prinsip yang dipraktikkan: Otonomi dan Terstandar)
  2. Pelaksanaan Standar (dalam PPEPP): Setelah standar ditetapkan, program kerja disusun. Fakultas menerapkan kurikulum baru dengan melibatkan dosen yang telah dilatih sebelumnya. Laboratorium khusus energi terbarukan juga diaktifkan untuk mendukung proses pembelajaran. (Prinsip yang dipraktikkan: Terstandar dan Terdokumentasi)
  3. Evaluasi Pemenuhan Standar (dalam PPEPP): Universitas melakukan survei kepuasan kepada mahasiswa dan pengguna lulusan (employer feedback) untuk menilai efektivitas kurikulum baru tersebut. Selain itu, program AMI dan MoNev juga diaktifkan, analisis hasil ujian dan proyek mahasiswa dilakukan untuk mengevaluasi pencapaian standar yang telah ditetapkan. (Prinsip yang dipraktikkan: Akurat dan Terdokumentasi)
  4. Pengendalian Pelaksanaan Standar (dalam PPEPP): Berdasarkan hasil evaluasi, ditemukan bahwa beberapa dosen membutuhkan pelatihan tambahan untuk mengintegrasikan teknologi terkini dalam pengajaran. Universitas segera mengadakan pelatihan tambahan tersebut sebagai tindakan korektif dan preventif. (Prinsip yang dipraktikkan: Akurat dan Terencana)
  5. Peningkatan Standar (dalam PPEPP): Setelah siklus PPEPP berjalan baik, Universitas Sangkuriang memutuskan untuk memperluas pendekatan pembelajaran berbasis proyek ke program studi lain, standar tambahan disiapkan, seperti teknik lingkungan dan manajemen, guna memperkuat sinergi antarprogram studi. (Prinsip yang dipraktikkan: Terencana dan Berkelanjutan)

Baca juga: Penguatan SPMI dengan 10 Peran Manajer ala Mintzberg

Penutup

Sebagaimana ditegaskan dalam Pedoman Implementasi SPMI PTA 2024, “Kualitas pendidikan tidak hanya tentang prestasi saat ini, namun tentang bagaimana kita terus berkembang untuk menghadapi masa depan.” Kisah Universitas Sangkuriang (fiktif) memberi ilustrasi menarik bagaimana lima prinsip SPMI dapat diimplementasikan secara efektif untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang inovatif dan adaptif terhadap perubahan.

Dengan keberhasilan dalam penguatan SPMI, Universitas Sangkuriang kini semakin percaya diri dalam membangun sistem mutu di tengah persaingan global. Menjaga relevansi tanpa mengorbankan tradisi, universitas ini menunjukkan bahwa dengan komitmen dan visi yang jelas, perguruan tinggi dapat menjadi pelopor dalam mencetak lulusan yang unggul dan bermakna bagi bangsa.

Baca juga: Seni Merancang Mission Differentiation Perguruan Tinggi


Referensi

  1. Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan. (2024). Pedoman Implementasi Sistem Penjaminan Mutu Internal Perguruan Tinggi Akademik. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
  2. OpenAI. (2023). ChatGPT [Large language model]. Diakses melalui https://openai.com/chatgpt
  3. Permendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi.
  4. Robbins, S. P., & Judge, T. A. (2023). Organizational behavior (19th ed., Global ed.). Pearson.
  5. Sallis, E. (2002). Total quality management in education (3rd ed.). Kogan Page.

Oleh: Bagus Suminar, wakil ketua ICMI Orwil Jatim, dosen UHW Perbanas Surabaya, direktur mutupendidikan.com

Instagram: @mutupendidikan

Info Pelatihan Mutu Pendidikan

SPMI Butuh Upgrade: Apa yang Bisa Dipelajari dari Total Quality Management

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Instagram: @mutupendidikan

Pendahuluan

Di sebuah perguruan tinggi bernama Universitas Sangkuriang (fiktif), rektor baru menghadapi tantangan besar. Meskipun akreditasi institusi telah mencapai peringkat unggul, suara mahasiswa dan dosen menyuarakan ketidakpuasan terhadap mutu pembelajaran dan administrasi. Evaluasi SPMI menunjukkan bahwa proses penjaminan mutu sering kali bersifat formalitas administratif belaka, tanpa menghasilkan dampak nyata yang subtantif.

Pertanyaan yang menjadi renungan bersama ini, akhirnya membuka jalan menuju eksplorasi makna filosofi dari model Total Quality Management (TQM). Hal menarik apa yang bisa dipetik dari pendekatan TQM? Apakah TQM, yang terbukti berhasil di beberapa industri manufaktur, dapat diimplementasikan pada pendidikan tinggi (industri jasa)?

Baca juga: Dari Visi ke Aksi: Kepemimpinan Transformasional dalam Menggerakkan SPMI

Mencari Nafas Baru

Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) adalah kerangka kerja (framework) wajib bagi perguruan tinggi di Indonesia. Berdasarkan Permendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023, siklus Penetapan, Pelaksanaan, Evaluasi, Pengendalian, dan Peningkatan Standar (Siklus PPEPP) menjadi tulang punggung implementasi mutu pendidikan tinggi. Namun, realitanya, masih terdengar pelaksanaan SPMI sering kali terjebak dalam formalitas administratif tanpa ada dampak signifikan terhadap mutu pendidikan.

Di sinilah kebutuhan akan “upgrade SPMI” muncul. Total Quality Management, sebagaimana dibahas Edward Sallis dalam Total Quality Management in Education, menawarkan pendekatan holistik untuk perbaikan berkelanjutan.

Baca juga: SPMI Tanpa Knowledge Management? Jurang Kegagalan!

Menggali Filosofi TQM

Edward Sallis dalam bukunya menjelaskan bahwa TQM bukan hanya alat manajerial, tetapi filosofi yang menekankan tentang pentingnya perbaikan berkelanjutan (continuous improvement) dan fokus pada pelanggan. Ada tiga gagasan utama yang relevan untuk pendidikan tinggi:

Gagasan pertama adalah “Kaizen dan Perbaikan Berkelanjutan”. Dalam konsep Kaizen, setiap individu di organisasi, mulai dari pemimpin hingga staf terendah, memiliki peran dalam memperbaiki sistem. Sallis menegaskan bahwa budaya ini tidak hanya berlaku di pabrik, tetapi juga di ruang kelas dan administrasi pendidikan. Sebagai contoh, di Universitas Sangkuriang, semua anggota organisasi—dari rektor hingga satpam—diminta untuk mengidentifikasi satu hal yang dapat diperbaiki di lingkup tugas mereka. Seorang satpam, misalnya, mengusulkan agar pintu akses mahasiswa dibuka lebih awal untuk mendukung ketepatan waktu kuliah. Usulan sederhana ini diterima dan ternyata meningkatkan kenyamanan mahasiswa. Namun, tantangannya adalah membangun mindset perbaikan berkelanjutan di setiap level. Apakah perguruan tinggi siap melatih semua staf untuk berpikir dalam kerangka mutu yang berkelanjutan? Apakah mampu membangun pola pikir, pola sikap dan pola perilaku (budaya mutu) yang sesuai dengan standar SPMI? Kembali kepada lembaga masing-masing, apakah siap menghadapi tantangan ini!

Baca juga: Benchmarking: Membuka Jalan Menuju SPMI Unggul

Mahasiswa, sebagai pelanggan utama, harus menjadi pusat dari setiap keputusan institusi. Lebih jauh lagi, dosen, staf, dan masyarakat adalah pelanggan internal dan eksternal yang harus didengarkan dan dilibatkan. Di sinilah peran penting semangat pelayanan prima (service excellence) dipahami dan diterapkan secara bersama-sama. Di Universitas Sangkuriang, pelatihan pelayanan prima diadakan untuk semua staf, baik dosen maupun petugas administrasi. Dalam simulasi, staf administrasi belajar cara memberikan solusi cepat bagi mahasiswa yang kehilangan dokumen penting, alih-alih mengarahkan mereka ke departemen lain. Hasilnya, mahasiswa merasa lebih dihargai karena semua kebutuhan mereka diselesaikan di satu tempat melalui layanan terpadu (one-stop service). Komitmen seperti ini mencerminkan bagaimana layanan prima dapat menjadi bagian integral dari budaya organisasi.

Konsep Piramida Terbalik

Sallis juga memperkenalkan model “Organisasi Piramida Terbalik”, di mana mahasiswa berada di puncak piramida, dan administrasi berfungsi untuk mendukung pembelajaran mereka. Namun, penerapan model ini kerap menemui hambatan di perguruan tinggi yang masih mengutamakan struktur hierarkis tradisional. Di Universitas Sangkuriang, misalnya, seorang dekan yang terbiasa dilayani merasa keberatan ketika diminta untuk duduk bersama mahasiswa dalam forum diskusi terbuka. Untuk mengatasi hal ini, universitas mulai memperkenalkan program “Pemimpin Melayani”, di mana pejabat kampus secara bergantian melayani mahasiswa di layanan administrasi selama satu hari penuh. Melalui pengalaman langsung ini, para pemimpin kampus mulai memahami kesulitan dan kebutuhan mahasiswa, sehingga perlahan mengubah mindset dari “dilayani” menjadi “melayani”.

Baca juga: Misi SPMI: Menjadikan Kualitas sebagai DNA Perguruan Tinggi

Integrasi SPMI dan TQM

Untuk mengintegrasikan SPMI dengan TQM, perguruan tinggi perlu mengambil langkah-langkah strategis yang relevan dengan kebutuhan organisasi.

Misalnya, di Universitas Sangkuriang, standar penilaian kinerja dosen tidak lagi hanya mengandalkan publikasi jurnal bereputasi, namun juga mencakup survei kepuasan mahasiswa terhadap pembelajaran. Survei ini menjadi komponen penting dalam mendesain ulang metode pengajaran yang lebih relevan dengan dunia kerja. Penting juga untuk mengembangkan standar penilaian kinerja dengan memasukkan kompenen ide keratif yang di hasilkan dosen, langkah ini menjadi bagian penting untuk menumbuhkan budaya inovasi di perguruan tinggi.

Budaya “Kaizen” juga harus dibangun melalui proses evaluasi yang inspiratif.

Contohnya, Universitas Sangkuriang mengadakan forum evaluasi terbuka setiap 3 bulan, di mana dosen dan mahasiswa saling bertukar masukan. Hasil dari forum diskusi ini kemudian diterjemahkan ke dalam rencana aksi nyata, seperti peningkatan fasilitas laboratorium atau penambahkan koleksi ebook di perpustakaan.

Di Universitas Sangkuriang, rektor menginisiasi program mentorship, di mana pimpinan fakultas bersama-sama mendampingi dosen-dosen muda dalam menyusun rencana pengajaran yang inovatif. Langkah ini tidak hanya memperkuat kompetensi dosen, namun juga menciptakan lingkungan kerja yang mendukung kolaborasi dan inovasi.

Baca juga: Menghidupkan SPMI dengan SOP Berbasis Prinsip

Penutup

Integrasi SPMI dan TQM tidak hanya memberikan arah baru dalam pengelolaan mutu pendidikan tinggi, namun juga menanamkan budaya mutu yang berkelanjutan (kaizen).

Dengan menjadikan mutu sebagai prioritas utama, perguruan tinggi dapat memastikan bahwa setiap proses, dari perencanaan hingga evaluasi, menciptakan dampak nyata yang dirasakan oleh seluruh stakeholder. Sebagaimana dikatakan oleh Crosby, salah satu tokoh TQM, “Quality is free. It’s not a gift, but it’s free. What costs money are the unquality things — all the actions that involve not doing jobs right the first time.” Pendidikan tinggi yang bermutu adalah hasil dari kebiasaan kolektif untuk selalu bertanya, memperbaiki, dan melayani dengan lebih baik.

Baca juga: Connecting The Dots: Transformasi SPMI melalui Kolaborasi Tim


Referensi

  1. Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan. (2024). Pedoman Implementasi Sistem Penjaminan Mutu Internal Perguruan Tinggi Akademik. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
  2. OpenAI. (2023). ChatGPT [Large language model]. Diakses melalui https://openai.com/chatgpt
  3. Permendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi.
  4. Robbins, S. P., & Judge, T. A. (2023). Organizational behavior (19th ed., Global ed.). Pearson.
  5. Sallis, E. (2002). Total quality management in education (3rd ed.). Kogan Page.

Oleh: Bagus Suminar, wakil ketua ICMI Orwil Jatim, dosen UHW Perbanas Surabaya, direktur mutupendidikan.com

Instagram: @mutupendidikan

Info Pelatihan Mutu Pendidikan

SPMI dan 10 Peran Manajer

Menghidupkan SPMI: Saatnya Belajar dari Master TQM Dunia!

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Instagram: @mutupendidikan

Pendahuluan

Di suatu pagi yang sibuk, Rektor Kampus Sangkuriang (fiktif), Dr. Hasan, memandang laporan tahunan progres kinerja mutu pendidikan tinggi di kantornya. Data menunjukkan tren stagnasi kualitas lulusan selama dua tahun terakhir, mimpi buruk bagi pimpinan. Walaupun berbagai kebijakan telah diambil, hasilnya tetap jauh dari harapan. Dr. Hasan bertanya-tanya: Apakah ada cara-cara lain untuk memecahkan lingkaran masalah ini? Dalam pencariannya, pak Rektor menemukan gagasan para pemikir manajemen mutu, yang dikenal sebagai guru-guru Total Quality Management (TQM), seperti Deming, Crosby, Peters, Juran, dan Ishikawa. Di sinilah perjalanan penguatan SPMI dimulai. Jangan kemana mana, ambil segelas kopi pahit (tanpa gula) lanjutkan membaca hingga tuntas.

Baca juga: Harmoni Palsu: Fenomena Groupthink dalam Implementasi SPMI

Inspirasi Para Guru Hebat

W. Edwards Deming: Perbaikan Berkelanjutan Adalah Kunci

Edward Deming, seorang pemikir visioner dalam dunia kualitas, memperkenalkan konsep System of Profound Knowledge yang mengajarkan bahwa organisasi harus memahami cara kerja sistem secara menyeluruh dan mengurangi variasi. Dalam siklus Penetapan, Pelaksanaan, Evaluasi, Pengendalian, dan Peningkatan Standar (siklus PPEPP), ide Deming dapat diterapkan melalui adaptasi siklus PDCA (Plan-Do-Check-Act). Perguruan tinggi dapat merancang strategi peningkatan mutu akademik dengan pendekatan iteratif, memungkinkan pembaruan berkelanjutan. Ungkapan bijak mengatakan “Kualitas tidak terjadi secara kebetulan; itu adalah hasil dari usaha yang cerdas.”

Baca juga: Efek Pygmalion: Strategi Tersembunyi di Balik Penguatan SPMI

Joseph Juran: Kualitas Dimulai dari Perencanaan

Joseph Juran membawa perspektif unik tentang “Quality Trilogy” yang mencakup perencanaan kualitas, kontrol kualitas, dan perbaikan kualitas.

Prinsip “fitness for use” dari Juran menegaskan bahwa kualitas harus relevan dengan kebutuhan nyata dunia kerja dan inovasi global. Inilah tantangan bagi Kampus Sangkuriang, apakah mampu?

Bayangkan jika kurikulum di Kampus Sangkuriang dirancang dengan melibatkan pelaku industri secara langsung, sehingga setiap mata kuliah tidak hanya memenuhi standar akademik tetapi juga mencerminkan kebutuhan terkini dunia kerja. Lulusan kampus tidak hanya siap bekerja, tetapi juga memiliki daya saing global yang nyata.

Baca juga: Mission Differentiation dan Positioning: Pilar Baru SPMI?

Philip Crosby: Kualitas Adalah Gratis

Dengan pandangan “Quality is Free”, Crosby mengajarkan bahwa investasi dalam kualitas menghasilkan penghematan jangka panjang. Dalam pelaksanaan SPMI, pendekatan ini dapat diterapkan melalui pencegahan kesalahan dalam proses akademik dan administratif. Bayangkan jika setiap tugas akhir mahasiswa dirancang dengan bimbingan yang tepat, akan berapa banyak sumber daya yang dapat di hemat dari revisi yang tidak perlu?

Contoh lain, proses penerimaan mahasiswa baru dilakukan dengan sistem digital yang terintegrasi, sehingga mengurangi kesalahan administratif, mempercepat verifikasi dokumen, dan memberikan pengalaman pendaftaran yang lebih baik bagi calon mahasiswa. Tidak hanya menghemat waktu dan biaya, tetapi juga meningkatkan citra perguruan tinggi sebagai institusi yang efisien dan modern.

Baca juga: Merancang Mission Differentiation di Era BANI

Tom Peters: Kekuatan Kepemimpinan dalam Mutu

Tom Peters menginspirasi melalui konsep Management by Wandering Around (MBWA), yang mendorong pemimpin untuk terlibat langsung dengan tim mereka. Rektor dan dekan yang mendekati mahasiswa, dosen, dan staf administratif akan menciptakan lingkungan kerja yang inklusif, mempercepat proses deteksi masalah, dan memperkuat “rasa memiliki” terhadap kualitas institusi. “Keunggulan adalah hasil dari perhatian terus-menerus terhadap hal-hal kecil,” kata Peters, yang relevan dalam konteks pendidikan tinggi.

Bayangkan jika seorang rektor secara rutin mengunjungi kelas-kelas, mendengarkan langsung pengalaman belajar mahasiswa, dan berdiskusi dengan dosen mengenai tantangan pengajaran. Tidak hanya memperkuat hubungan dari berbagai pihak, namun juga memungkinkan pemimpin untuk mengambil keputusan berbasis data dan pengalaman nyata di lapangan, menciptakan budaya perbaikan (korektif dan preventif ) yang konsisten.

Ilustrasi lain, contoh seorang dekan yang secara teratur mengunjungi laboratorium atau ruang diskusi mahasiswa. Ia mendengar bahwa beberapa alat dan fasilitas laboratorium sering rusak dan segera mengambil tindakan untuk memperbaikinya. Langkah sederhana ini menunjukkan bahwa kepemimpinan hadir dan peduli terhadap kebutuhan seluruh komunitas kampus.

Baca juga: Penguatan SPMI dengan 10 Peran Manajer ala Mintzberg

Kaoru Ishikawa: Memahami Akar Masalah

Ishikawa membawa alat praktis seperti fishbone diagram (diagram tulang ikan) untuk mengidentifikasi akar penyebab masalah. Perguruan tinggi harus dapat menggunakan pendekatan ini untuk menganalisis hambatan dalam pelaksanaan PPEPP, seperti keterbatasan data atau kurangnya koordinasi antarunit. Konsep “GKM” (Gugus Kendali Mutu) dari Ishikawa juga sangat penting, menekankan pentingnya partisipasi semua pihak dalam meningkatkan mutu pendidikan.

Bayangkan jika sebuah fakultas membentuk tim GKM yang terdiri dari dosen, mahasiswa, dan staf untuk membahas tantangan dalam implementasi metode pembelajaran daring. Dengan masukan dari semua pihak, mereka dapat mengidentifikasi masalah-masalah teknis, kebutuhan pelatihan, atau cara meningkatkan interaksi, sehingga menghasilkan solusi dan rekomendasi yang lebih efektif dan diterima luas.

Penutup

Belajar dari para guru ini, perguruan tinggi di Indonesia dapat mengoptimalkan siklus PPEPP secara lebih efektif. Dengan memahami sistem, merancang standar mutu yang relevan, dan melibatkan semua stakeholder, perguruan tinggi dapat menciptakan budaya mutu yang berkelanjutan. Kunci keberhasilan adalah integrasi ide-ide besar dari para guru ini ke dalam konteks lokal tanpa kehilangan esensi globalnya.

Sebagai akhir perjalanan ini, kata-kata W. Edwards Deming memberikan filosofi dan pencerahan: “Tidak ada yang lebih berbahaya daripada merasa puas dengan status quo. Perubahan adalah awal dari perbaikan.” Mulai hal kecil, mulai dari diri sendiri dan mulai sekarang. Dengan semangat ini, mari kita terus hidupkan “ruh” SPMI di setiap kampus, menuju pendidikan tinggi yang lebih bermutu dan unggul. Stay Relevant!

Baca juga: Pola Pikir, Sikap, dan Perilaku: Pilar Utama Budaya Mutu SPMI


Referensi

  1. Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan. (2024). Pedoman Implementasi Sistem Penjaminan Mutu Internal Perguruan Tinggi Akademik. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
  2. OpenAI. (2023). ChatGPT [Large language model]. Diakses melalui https://openai.com/chatgpt
  3. Permendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi.
  4. Robbins, S. P., & Judge, T. A. (2023). Organizational behavior (19th ed., Global ed.). Pearson.
  5. Sallis, E. (2002). Total quality management in education (3rd ed.). Kogan Page.

Oleh: Bagus Suminar, wakil ketua ICMI Orwil Jatim, dosen UHW Perbanas Surabaya, direktur mutupendidikan.com

Instagram: @mutupendidikan

Info Pelatihan Mutu Pendidikan

SPMI dan Analisis Peluang Eksternal

Inovasi atau Mati: Integrasi PPEPP dengan Strategic Quality Management

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Instagram: @mutupendidikan

Pendahuluan

Di sebuah kota kecil yang tumbuh berkembang pesat, Universitas Sangkuriang (fiktif) menghadapi tantangan besar di era yang sering disebut sebagai BANI (Brittle, Anxious, Non-Linear, dan Incomprehensible). Perguruan tinggi ini mendapati dirinya berada di persimpangan kritis. Bingung bagaimana harus berbuat. Sementara jumlah calon mahasiswa menurun terus, teknologi berkembang lebih cepat daripada kemampuan institusi untuk beradaptasi, dan ketidakpastian global semakin terasa.

Dengan berbekal visi yang kuat, ia memutuskan untuk mengintegrasikan PPEPP dalam Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) dengan konsep Strategic Quality Management dari Edward Sallis. Langkah ini menjadi batu loncatan yang mengembirakan, membawa Universitas Sangkuriang keluar dari keterpurukan menuju era baru yang lebih inovatif dan menjanjikan. Tetaplah di sini, nikmati secangkir kopi hangat, dan teruslah membaca hingga akhir cerita!

Baca juga: Mengasah Gergaji SPMI: Inspirasi dari The 7 Habits

Mengapa PPEPP Relevan di Era BANI?

Di tengah dunia BANI yang rapuh (brittle) dan kerap sulit diprediksi, PPEPP menjadi penopang yang kokoh. Pendekatan ini tidak hanya membantu institusi pendidikan bertahan, tetapi juga berpeluang tumbuh dan berkembang dalam menghadapi tantangan zaman.

Proses Penetapan Standar (dalam PPEPP) memberikan ruang bagi universitas untuk menetapkan standar yang fleksibel namun tetap berorientasi pada pencapaian hasil yang optimis. Pelaksanaan Standar (dalam PPEPP) yang terencana dengan baik menciptakan program kerja yang terintegrasi, menjaga rasa stabilitas di tengah kegelisahan (anxiousness). Evaluasi Pemenuhan Standar dan Pengendalian Pelaksanaan Standar (dalam PPEPP) memungkinkan perguruan tinggi memahami pola-pola yang tidak linier dalam pendidikan, sementara Peningkatan Standar (dalam PPEPP) berkelanjutan menjadi kunci adaptasi dan transformasi di tengah perubahan yang sering kali tidak dapat dipahami (incomprehensible).

Sebagai contoh, Universitas Sangkuriang menetapkan standar kompetensi lulusan yang mencerminkan kompetensi dan skills abad ke-21, seperti kemampuan berpikir kritis, literasi digital, dan kolaborasi lintas budaya. Dengan optimisme yang terukur, mereka merancang kurikulum yang tidak hanya memenuhi kebutuhan industri saat ini namun juga memberikan ruang untuk inovasi dan kreativitas. Melalui penerapan standar PPEPP, standar ini tidak hanya menjaga visi ideal namun juga peta jalan yang membimbing Universitas Sangkuriang menuju hasil yang terukur, efektif dan efisien.

Baca juga: Harmoni Palsu: Fenomena Groupthink dalam Implementasi SPMI

Strategi Mengatasi Ketidakpastian

Dalam Bab 14, Sallis memperkenalkan metode “SWOT analysis” sebagai alat strategis yang sangat penting. Dengan memahami kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses), peluang (opportunities), dan ancaman (threats), perguruan tinggi dapat merancang rencana strategis yang tidak hanya reaktif namun juga “proaktif” dalam menghadapi tantangan era BANI.

Konsep “Moments of Truth” dari Sallis juga sangat relevan. Dalam konteks pendidikan tinggi, momen-momen ini mencakup pengalaman penting mahasiswa, seperti interaksi dan komunikasi dengan dosen, proses pendaftaran yang mudah, dan layanan akademik yang responsif berbasis online. Momen-momen ini menentukan bagaimana mahasiswa dan stakeholder lain memandang kualitas dan profesional institusi.

Baca juga: Efek Pygmalion: Strategi Tersembunyi di Balik Penguatan SPMI

Integrasi PPEPP dan Strategic Quality Management

Dalam tahap Penetapan Standar (dalam PPEPP), analisis SWOT membantu menciptakan standar ideal (optimis) yang sesuai dengan kebutuhan masa kini dan masa depan. Pelaksanaan Standar (dalam PPEPP) berfokus pada penciptaan “Moments of Truth” yang positif, misal melalui pengembangan kurikulum yang relevan, pelatihan dosen, dan penyediaan layanan yang unggul.

Evaluasi Pemenuhan Standar dan Pengendalian Pelaksanaan Standar (dalam PPEPP) memungkinkan perguruan tinggi untuk membaca pola perubahan yang tidak linier dan merancang solusi adaptif. Peningkatan Standar yang berkelanjutan (dalam PPEPP) menjadi jantung dari integrasi ini, memastikan bahwa setiap langkah yang diambil tidak hanya memperbaiki kondisi saat ini namun juga mempersiapkan keunggulan kompetitif untuk masa depan.

Integrasi Budaya Inovasi dengan PPEPP

Sallis juga menegaskan bahwa inovasi adalah hasil dari budaya yang mendukung dan kepemimpinan yang visioner. Dalam era BANI, budaya inovasi harus menekankan partisipasi, komunikasi yang transparan, dan komitmen terhadap pembelajaran berkelanjutan. Universitas Sangkuriang mengadopsi pendekatan ini dengan melibatkan seluruh stakeholder dalam semua tahap siklus PPEPP.

Baca juga: Mission Differentiation dan Positioning: Pilar Baru SPMI?

Penutup: Menemukan Cahaya

“Strategi tanpa taktik adalah jalan paling lambat menuju kemenangan. Taktik tanpa strategi adalah kebisingan sebelum kekalahan,” merupakan interpretasi dari karya Sun Tzu, seorang ahli strategi dalam ilmu peperangan.

Kasus Universitas Sangkuriang mengajarkan bahwa tantangan besar dapat diubah menjadi peluang besar melalui pendekatan yang strategis dan berkelanjutan. Dengan visi dan komitmen yang kuat terhadap mutu, perguruan tinggi dapat menjadi pelopor inovasi di tengah dunia yang rapuh, cemas dan tidak dapat diprediksi. Stay Relevant!

Baca juga: Merancang Mission Differentiation di Era BANI

Di era tak pasti, arah pun kabur,
Mutu jadi lentera, sinarnya tak luntur.
PPEPP dan strategi, menyatu dalam asa,
Mengubah tantangan, jadi cahaya.


Referensi

  1. Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan. (2024). Pedoman Implementasi Sistem Penjaminan Mutu Internal Perguruan Tinggi Akademik. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
  2. OpenAI. (2023). ChatGPT [Large language model]. Diakses melalui https://openai.com/chatgpt
  3. Permendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi.
  4. Robbins, S. P., & Judge, T. A. (2023). Organizational behavior (19th ed., Global ed.). Pearson.
  5. Sallis, E. (2002). Total quality management in education (3rd ed.). Kogan Page.

Oleh: Bagus Suminar, wakil ketua ICMI Orwil Jatim, dosen UHW Perbanas Surabaya, direktur mutupendidikan.com

Instagram: @mutupendidikan

Info Pelatihan Mutu Pendidikan

SPMI dan Kesederhanaan

Tools Canggih untuk SPMI: Tips Mengurai Benang Kusut

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Instagram: @mutupendidikan

Pendahuluan

Bayangkan sebuah perguruan tinggi fiktif bernama “Universitas Sangkuriang”. Dalam beberapa tahun terakhir, Kampus Sangkuriang menghadapi masalah besar: tingkat kelulusan yang stagnan, keterlibatan mahasiswa yang rendah, dan kritik dari stakeholder terkait relevansi kurikulumnya.

Di sinilah pentingnya “tools canggih” dalam SPMI. Dengan memanfaatkan pendekatan Penetapan, Pelaksanaan, Evaluasi, Pengendalian, dan Peningkatan Standar ( 5 Siklus PPEPP) serta alat-alat praktis seperti yang dijelaskan oleh Edward Sallis dalam Total Quality Management in Education, institusi pendidikan seperti Kampus Sangkuriang dapat mengubah tantangan (threats) menjadi peluang (opportunities).

Baca juga: Pemimpin sebagai Model: Katalis Budaya SPMI

Mengupas PPEPP: Kerangka Dasar

Setiap langkah dalam siklus PPEPP sejatinya adalah pilar yang menopang keberlanjutan mutu. Tahap Penetapan Standar menjadi kompas yang mengarahkan visi perguruan tinggi, sementara Tahap Pelaksanaan Standar adalah roda yang menggerakkan upaya menuju tujuan. Tahap Evaluasi Pemenuhan Standar berfungsi sebagai cermin, memperlihatkan dengan jujur hasil dari perjalanan yang ditempuh. Tahap Pengendalian Pelaksanaan Standar memberikan kendali atas potensi penyimpangan, dan peningkatan menghadirkan esensi evolusi yang tak henti. Ketika kelima tahapan ini dikelola dengan presisi dan dedikasi, InsyaAllah institusi akan menemukan jalannya menuju kemajuan yang berkelanjutan.

Baca juga: Mengasah Gergaji SPMI: Inspirasi dari The 7 Habits

Analisis Pareto

Menggali Teori Tools

Bab 10 dari buku Edward Sallis memberikan wawasan mendalam tentang berbagai alat yang dapat diterapkan dalam TQM di pendidikan. Berikut penjelasannya:

  • Flowcharts: Alat ini memetakan proses-proses dan membantu semua stakeholder memahami alur kerja. Misalnya, memetakan proses pengelolaan penelitian dari tahap proposal hingga publikasi dapat membantu mempercepat proses kegiatan dan membantu mengurangi hambatan birokrasi.
  • Fishbone (Ishikawa) Diagram: Digunakan untuk menemukan akar masalah dari sebuah problem. Dalam konteks Kampus Sangkuriang, alat ini dapat membantu memahami mengapa keterlibatan mahasiswa rendah—apakah karena kualitas dosen, metode pengajaran, fasilitas, atau faktor lain.
  • Brainstorming: Teknik ini mendorong kolaborasi antar departemen (antar unit kerja) untuk menghasilkan ide-ide inovatif. Dalam kasus Kampus Sangkuriang, brainstorming dapat digunakan untuk merancang kurikulum yang lebih relevan dengan kebutuhan pasar kerja.
  • Pareto Analysis: Berdasarkan prinsip 80/20, tools ini membantu perguruan tinggi fokus pada sedikit penyebab yang memiliki pengaruh / dampak terbesar. Misalnya, 80% keluhan mahasiswa mungkin berasal dari 20% penyebab utama, seperti kurangnya akses internet.
  • 5 Whys: Tools ini digunakan untuk menggali akar penyebab masalah dengan cara mengajukan pertanyaan “mengapa” hingga lima kali atau lebih sampai akar masalahnya dapat ditemukan. Sebagai ilustrasi, dalam kasus tingkat kelulusan yang rendah, bertanya “mengapa” secara berulang dapat mengungkap bahwa masalah ini bermula dari (contoh) kurangnya panduan akademik, yang mungkin disebabkan oleh kurangnya pelatihan bagi dosen pembimbing.

Sallis menekankan bahwa tools ini tidak hanya sekadar alat teknis, tetapi juga katalis untuk perubahan budaya mutu dalam organisasi. Alat-alat diatas mendorong pendekatan berbasis data dan kolaborasi yang memperkuat budaya mutu. Masih banyak alat-alat lain yang dapat digunakan fungsinya, misalnya: Histogram, Control Charts, Decision Matrix, SWOT Analysis, Force Field Analysis, Affinity Diagram, Scatter Diagram, Cause-and-Effect Matrix, Run Chart, Nominal Group Technique (NGT), Cost-Benefit Analysis, Kano Model dan lain sebagainya.

Baca juga: Harmoni Palsu: Fenomena Groupthink dalam Implementasi SPMI

PPEPP dan Tools untuk Transformasi

Kombinasi ini memungkinkan perguruan tinggi untuk tidak hanya memecahkan masalah (problem solving) namun juga mencegahnya (kegiatan preventif) di masa depan.

Lebih dari sekadar mekanisme, sinergi ini menciptakan ekosistem yang berorientasi pada mutu berkelanjutan. Dengan setiap tools yang digunakan secara strategis, perguruan tinggi dapat menanamkan pola pikir berbasis solusi di seluruh tingkat organisasi. Transformasi ini tidak hanya menyelesaikan persoalan spesifik, namun juga memperkuat komitmen semua stakeholder internal untuk bergerak menuju visi bersama, membangun institusi yang inovatif, adaptif, dan tangguh menghadapi perubahan.

Baca juga: Efek Pygmalion: Strategi Tersembunyi di Balik Penguatan SPMI

Penutup

Dengan penerapan PPEPP yang diperkaya oleh tools canggih seperti yang disarankan oleh Edward Sallis, Kampus Sangkuriang dan institusi serupa—dapat melepaskan diri dari belenggu masalah mutu yang kompleks. Transformasi yang sejati mungkin membutuhkan waktu, namun pendekatan yang sistematis dan berbasis data menjadikan setiap langkah, sekecil apa pun, penting sebagai pijakan menuju perubahan besar.

Dengan memadukan alat yang tepat dengan kompetensi yang mendalam, perguruan tinggi dapat terus berinovasi dan bersinar cemerlang di tengah tantangan zaman. Stay Relevant!

Baca juga: Mission Differentiation dan Positioning: Pilar Baru SPMI?


Referensi

  1. Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan. (2024). Pedoman Implementasi Sistem Penjaminan Mutu Internal Perguruan Tinggi Akademik. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
  2. OpenAI. (2023). ChatGPT [Large language model]. Diakses melalui https://openai.com/chatgpt
  3. Permendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi.
  4. Robbins, S. P., & Judge, T. A. (2023). Organizational behavior (19th ed., Global ed.). Pearson.
  5. Sallis, E. (2002). Total quality management in education (3rd ed.). Kogan Page.

Oleh: Bagus Suminar, wakil ketua ICMI Orwil Jatim, dosen UHW Perbanas Surabaya, direktur mutupendidikan.com

Instagram: @mutupendidikan

Info Pelatihan Mutu Pendidikan

Conecting the dots dan SPMI

Connecting The Dots: Transformasi SPMI melalui Kolaborasi Tim

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Instagram: @mutupendidikan

Pendahuluan

Seorang rektor perguruan tinggi terkemuka duduk di ruang rapat dengan ekspresi yang penuh perenungan. Beliau berpikir bagaimana cara menemukan solusi terbaik untuk penguatan sistem mutu yang ada. Hasil evaluasi program penjaminan mutu menunjukkan tren yang stagnan. Mahasiswa merasa kurang terlibat, dosen mengeluhkan beban administratif yang semakin berat, dan standar mutu hanya sekadar formalitas di atas kertas.

Pertanyaan sederhana ini rupanya menjadi pemicu transformasi besar yang mengubah wajah perguruan tinggi tersebut. Jangan kemana-mana, mari kita ikuti kisah selanjutnya, semangat!

Baca juga: Teori 2 Faktor: Memadukan SPMI dengan Motivasi Intrinsik

Pentingnya Kolaborasi dalam SPMI

Penguatan Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) di perguruan tinggi adalah kunci keberhasilan dalam meningkatkan mutu pendidikan tinggi. Melalui pendekatan siklus PPEPP (Penetapan, Pelaksanaan, Evaluasi, Pengendalian, dan Peningkatan standar), perguruan tinggi dapat memastikan bahwa seluruh aspek Tridharma—pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat—berjalan sesuai standar dan terus dikembangkan agar semakin baik.

Edward Sallis, dalam buku Total Quality Management in Education, menyebutkan bahwa kerja tim adalah blok bangunan kualitas yang fundamental. Melalui kerja tim, setiap individu membawa kontribusi unik yang, jika digabungkan, menciptakan sinergi luar biasa. Pendekatan ini tidak hanya membantu mengatasi masalah, namun juga berkontribusi membangun budaya mutu yang holistik.

Baca juga: Pemimpin sebagai Model: Katalis Budaya SPMI

SPMI dan Tim Kerja
SPMI dan Tim Kerja

Memahami Teori Kerja Tim

Ia juga menjelaskan bahwa pembentukan tim melewati beberapa tahap, mulai dari “forming” (pembentukan) hingga “performing” (pelaksanaan). Dalam konteks SPMI, tahap-tahap ini menjadi inspirasi untuk mengintegrasikan berbagai perpustakaan, program studi, unit kerja, seperti biro akademik, fakultas, dan unit penjaminan mutu, ke dalam satu visi besar.

Selain itu, konsep “Quality Circles” (gugus kendali mutu) dari Sallis sangat relevan untuk diaplikasikan dalam evaluasi, inovasi dan peningkatan mutu. Quality Circles adalah kelompok kecil yang secara rutin bertemu untuk mendiskusikan dan memecahkan problem mutu di tempat kerja. Konsep ini sangat cocok diterapkan pada tahap evaluasi dan pengendalian PPEPP, di mana masukan dari berbagai stakeholder menjadi sangat penting.

Baca juga: Mengasah Gergaji SPMI: Inspirasi dari The 7 Habits

Kolaborasi dalam Tahap PPEPP

Pada Tahap Penetapan Standar (dalam PPEPP), kerja tim diperlukan untuk menyelaraskan visi, misi, dan nilai institusi ke dalam standar operasional yang jelas. Standar harus disusun SMART (spesific, measurable, attainable, relevant dan timed). Proses ini membutuhkan diskusi lintas unit untuk memastikan standar yang ditetapkan cukup optimis dan relevan dengan kebutuhan mahasiswa dan dunia kerja.

Tahap Pelaksanaan Standar (dalam PPEPP) memerlukan kepemimpinan (leadership) yang mampu menginspirasi dan memberdayakan tim. Dengan komunikasi dan motivasi yang efektif, tim dapat mengatasi berbagai kendala yang muncul selama implementasi.

Tahap Evaluasi Pemenuhan dan Pengendalian Pelaksanaan Standar (dalam PPEPP) memerlukan analisis data yang mendalam, yang hanya dapat dilakukan melalui kerja sama lintas unit. Forum diskusi dan brainstorming menjadi alat utama untuk menentukan langkah koreksi, korektif dan preventif yang tepat.

Akhirnya, Tahap Peningkatan Standar (dalam PPEPP) memerlukan semangat inovasi. Tim yang solid mampu menciptakan strategi baru, standar baru dan target baru seperti pembelajaran berbasis teknologi atau digitalisasi layanan, untuk meningkatkan pengalaman mahasiswa dan memenuhi kebutuhan dunia industri.

Baca juga: Harmoni Palsu: Fenomena Groupthink dalam Implementasi SPMI

Penutup

Kolaborasi tim bukan hanya alat teknis semata, namun juga, menjadi dasar dari budaya kualitas. Dengan membangun kerja tim yang solid, perguruan tinggi tidak hanya mencapai target standar SPMI, namun juga menciptakan lingkungan yang produktif, inspiratif dan inovatif. Pemimpin yang memahami dinamika tim mampu menciptakan atmosfer di mana setiap anggota merasa dihargai dan termotivasi untuk memberikan hasil yang terbaik.

Baca juga: Efek Pygmalion: Strategi Tersembunyi di Balik Penguatan SPMI


Referensi

  1. Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan. (2024). Pedoman Implementasi Sistem Penjaminan Mutu Internal Perguruan Tinggi Akademik. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
  2. OpenAI. (2023). ChatGPT [Large language model]. Diakses melalui https://openai.com/chatgpt
  3. Permendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi.
  4. Robbins, S. P., & Judge, T. A. (2023). Organizational behavior (19th ed., Global ed.). Pearson.
  5. Sallis, E. (2002). Total quality management in education (3rd ed.). Kogan Page.

Oleh: Bagus Suminar, wakil ketua ICMI Orwil Jatim, dosen UHW Perbanas Surabaya, direktur mutupendidikan.com

Instagram: @mutupendidikan

Info Pelatihan Mutu Pendidikan

×

Layanan Informasi

× Hubungi Kami