• 08123070905
  • mutupendidikan.info@gmail.com

Author Archive admin

Pelatihan SPMI Sinkronus & Asinkronus

Pelatihan SPMI Sinkronus & Asinkronus

“Pelatihan SPMI Sinkronus & Asinkronus”

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Saat ini Mutu Pendidikan telah menyelenggarakan pelatihan SPMI dengan pendekatan daring (online). Dengan metode ini, diharapkan pelatihan SPMI menjadi lebih mudah dan praktis tanpa harus bertemu secara tatap muka. Disaat pandemi seperti saat ini, kegiatan tatap muka secara langsung masih belum dianjurkan, belajar secara daring merupakan pilihan alternatif.

Dalam penyelenggarakan pelatihan  SPMI daring seperti saat ini, tim narasumber menggunakan kombinasikan 2 metode belajar/ pendekatan, yakni metode sinkronus dan asinkronus. Apa keunggulan dan kelemahan masing-masing? Berikut akan diuraikan satu persatu.

Sinkronus & Asinkronus
  • Metode Asinkronus: Dalam metode ini, narasumber dapat menyiapkan materi lebih awal, interaksi pembelajaran dapat dilakukan secara lebih fleksibel. Kegiatan belajar, tidak harus dalam waktu yang bersamaan, contohnya: Video dapat diputar diwaktu longgar, forum diskusi atau media belajar mandiri lainnya.
  • Metode Sinkronus: Dalam metode ini, interaksi pembelajaran antara narasumber dengan peserta belajar harus dilakukan pada waktu yang sama, kedua belah pihak harus menyediakan waktu yang bersamaan untuk saling berinteraksi, misalnya menggunakan percakapan/ chatting, atau video conference.
Keunggulan Asinkronus
  • Waktu lebih fleksibilitas, proses pelatihan/ belajar mengajar dapat disesuaikan dengan kecepatan belajar, waktu yang tersedia dan kondisi masing-masing. Narasumber dapat menyiapkan materi lebih awal, sehingga kualitas materi diharapkan lebih baik.
  • Waktu belajar yang fleksibel memungkinkan peserta pelatihan dan tim narasumber untuk berpikir lebih mendalam sebelum menyampaikan pendapat melalui forum diskusi. Hal ini dapat meningkatkan proses belajar serta keterlibatan kognitif masing masing pihak.
Kelemahan Asinkronus
  • Dengan adanya delay / waktu yang berbeda dalam interaksi, beresiko membuat peserta pelatihan merasa kurang dekat dengan narasumber dan dengan sesama peserta lainnya.
  • Dapat terjadi perbedaan persepsi/  pemahaman terkait materi. Hal ini karena sedikitnya kesempatan interaksi langsung antara peserta dengan narasumber.
Keunggulan Sinkronus
  • Adanya interaksi belajar secara langsung, kondisi ini dapat meningkatkan kedekatan antar tim narasumber dengan peserta pelatihan. Keunggulan lain peserta dapat terhindar dari perasaan terisolasi.
  • Terjalinnya komunikasi langsung dapat mengurangi/ meminimalisir terjadinya perbedaan persepsi/ pemahaman.
Kelemahan Sinkronus
  • Narasumber dan peserta pelatihan harus hadir di waktu yang bersamaan. Tentu saja hal ini dapat menyulitkan penjadwalan/ mengelolaan waktu.
  • Kegiatan pelatihan dapat mengalami kendala bila ada gangguan akses terhadap wifi atau jaringan internet yang kuat.

Untuk membantu memfasilitasi kegiatan belajar mengajar, baik yang sifatnya sinkronus maupun asinkronus, Lembaga Mutu Pendidikan menyediakan layanan LMS ( Learning management System) yang handal. Dimana layanan LMS ini menyediakan berbagai fitur untuk mendukung proses belajar mengajar baik secara sinkronus ataupun asinkronus. Fasilitas tersebut seperti; forum, Chatting, diskusi, latihan, tugas, video, webinar seperti zoom,  dan lain sebagainya.

Demikian sekilah info tentang layanan Pelatihan SPMI Sinkronus & Asinkronus. Bila ingin mengunjungi kegiatan pelatihan SPMI online ini, silahkan klik pada tautan berikut ini:

Info Pelatihan Mutu Pendidikan

Demikian, semoga uraian singkat ini bermanfaat.

خَيْرُالناسِأَنْفَعُهُمْلِلناسِ


Instagram: @mutupendidikan

Manual PPEPP dalam SPMI

Manual PPEPP dalam SPMI

“Manual PPEPP dalam SPMI”

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Big Picture MODEL PDCA ini insyaAllah akan sangat membantu. Dengan mengikuti alur dalam model ini, kita akan mudah untuk mengembangkan SPMI melalui proses Kaizen. Model ini dapat pula diterapkan tidak hanya di Perguruan tinggi, dapat pula di implementasikan di SMA, SMP maupun Pendidikan SD.

SPMI
MODEL PDCA untuk pengembangan SPMI
Proses PDCA

Agar proses Kaizen (perbaikan terus menerus) dapat berjalan dengan baik, konsep Sistem Manajemen Mutu mengenalkan empat fungsi penting TQM (Total Quality Mangement) yang dikenal dengan PDCA:

  • Plan: Meletakkan Standar, sasaran serta proses yang dibutuhkan untuk memberikan hasil yang sesuai dengan spesifikasi. Melakukan
  • Do: Implementasi proses sesuai standar yang telah ditetapkan.
  • Check: Memantau dan mengevaluasi proses/ standar dan hasil terhadap sasaran dan spesifikasi dan melaporkan hasilnya.
  • Act: Menindaklanjuti hasil untuk membuat perbaikan yang diperlukan. Ini berarti juga meninjau seluruh langkah dan memodifikasi proses/standar untuk memperbaikinya sebelum implementasi berikutnya.
Manual PPEPP

Prosen kaizen dalam SPMI Perguruan Tinggi menggunakan manual SPMI yang dikenal dengan istilah PPEPP. Sedangkan untuk Dikdasmen menggunakan konsep PDCA.

Manual PPEPP- SPMI  pada dasarnya berkaitan dengan pentahapan mengelolaan standar melalui mekanisme PDCA (Kaizen):

  1. Tahap Penetapan (P) Standar: Tahap ketika seluruh standar dirancang, dirumuskan, hingga disahkan atau ditetapkan oleh pihak yang berwenang pada Lembaga Pendidikan
  2. Tahap Pelaksanaan (P) Standar: Tahap ketika isi seluruh standar mulai dilaksanakan untuk dicapai atau diwujudkan oleh semua pihak yang bertanggungjawab untuk itu.
  3. Tahap Evaluasi (E) Standar: Pada tahap ini, pihak yang yang bertanggung jawab melakukan proses evaluasi terhadap masing-masing standar. Tahap ini dapat dilakukan melalui kegiatan Monev, yang didalamnya terkandung juga kegiatan Audit Mutu Internal (AMI).
  4. Tahap Pengendalian (P) Standar: Tahap ketika pihak yang bertanggungjawab melaksanakan standar harus selalu memantau, mengkoreksi bila terjadi penyimpangan terhadap isi standar atau ketidak-sesuaian antara kondisi riil dengan isi standar, mengevaluasi, mencatat, melaporkan semua hal  tentang pelaksanaan standar.
  5. Tahap Peningkatan (P) Standar: Tahap ketika isi satu, beberapa, atau seluruh standar harus  ditingkatkan mutunya secara berkala dan berkelanjutan.
Garis Besar isi Manual SPMI
  1. Tujuan dan maksud Manual SPMI.
  2. Luas lingkup Manual SPMI.
    • Manual Penetapan Standar;
    • Manual Pelaksanaan Standar;
    • Manual Evaluasi (Pelaksanaan) Standar;
    • Manual Pengendalian (Pelaksanaan) Standar;
    • Manual Peningkatan Standar.
  3. Rincian tentang hal yang harus dikerjakan.
  4. Pihak yang bertanggungjawab mengerjakan sesuatu
  5. Uraian pekerjaan yang harus dilaksanakan sesuai manual SPMI.
  6. Uraian bagaimana dan bilamana pekerjaan itu harus dilaksanakan.
  7. Rincian formulir/borang/proforma yang harus dibuat dan digunakan sebagai bagian dari manual SPMI.
  8. Rincian sarana yang digunakan sesuai petunjuk dalam manual SPMI.

Demikian sekilas info tentang Model PDCA dan Manual PPEPP. Semoga bermanfaat.

خَيْرُالناسِأَنْفَعُهُمْلِلناسِ


Info Pelatihan SPMI

mutupendidikan.com


Instagram: @mutupendidikan

Fungsi, Tujuan & Manfaat SOP bagi Sekolah

Fungsi, Tujuan & Manfaat SOP bagi Sekolah

“Mengenal Fungsi, Tujuan & Manfaat SOP bagi Sekolah”

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Sebagai salah satu tools manajemen, Standar Operasional Prosedur (SOP) dapat membantu lembaga pendidikan untuk mencapai sasaran organisasi secara efektif dan efisien.

SOP merupakan bagian dari Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI). SOP yang dikelola dengan baik akan membantu pencapaian Standar Nasional Pendidikan (SNP) secara tepat sasaran.

Tautan Penting: Peran SOP bagi manajemen pendidikan

Fungsi SOP bagi Lembaga Pendidikan
  1. Sebagai bagian dari dokumen Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI). Dokumen SPMI terdiri dari Kebijakan SPMI, Manual PPEPP, Standar SPMI, SOP dan Formulir SPMI.
  2. Sebagai acuan dosen/guru/tendik dalam melaksanakan pekerjaan rutin.
  3. Memperlancar tugas dosen/guru/pegawai atau tim/unit kerja.
  4. Sebagai  landasan hukum bila terjadi penyimpangan atau peselisihan.
  5. Memahami dengan jelas hambatan-hambatan pekerjaan dan mudah dilacak.
  6. Tool untuk mengarahkan dosen/guru/petugas (pegawai) untuk sama-sama disiplin dalam mentaat standar dan ketentuan pekerjaan.

Segenap pegawai,tenaga pendidik dan kependidikan, perlu dilatih untuk menyusun /membuat dan secara konsisten melaksanakan isi SOP. SOP yang sudah dibuat harus dijalankan secara konsisten dengan disiplin dan bersungguh-sungguh. Komitmen segenap pimpinan lembaga pendidikan sangat diperlukan dalam keberhasilan implementasi SOP yang telah dibuat.

Tujuan disusunnya SOP
  1. Agar segenap dosen/guru/ tendik/petugas (pegawai) menjaga konsistensi dan tingkat kinerja atau tim dalam organisasi pada posisi kinerja terbaik.
  2. Agar jelas peran dan fungsi tiap-tiap posisi dalam organisasi. Menghindari situasi pekerjaan yang tumpang tindih dan ambigu.
  3. Memperjelas alur tahapan tugas. Memperjelas wewenang dan tanggung jawab dari masing-masing petugas/pegawai terkait.
  4. Melindungi organisasi (unit kerja/dosen/guru/tendik) atau petugas/pegawai dari resiko malpraktek atau kesalahan administrasi lainnya. Mencegah konflik kerja yang tidak produktif.
  5. Mencegah atau menghindari resiko kegagalan atau kesalahan. Mencegah keraguan, duplikasi dan inefisiensi.
Manfaat Standar SOP:

Ada cukup banyak manfaat yang dapat diperoleh dengan adanya SOP yang benar, baku dan objektif. Seluruh tenaga pelaksana pendidikan baik itu dosen/guru/ tenaga kependidikan akan dapat merasakan manfaat apabila SOP disusun dengan baik dan benar. Berikut manfaatnya:

  1. Menyediakan pedoman kerja bagi setiap pegawai di unit pelayanan dalam melaksanakan pemberian pelayanan sehari-hari.
  2. Karena lembaga pendidikan telah memiliki SNP, SOP membantu sebagai standarisasi cara yang dilakukan karyawan/dosen/guru dalam menyelesaikan pekerjaan khusus, termasuk mengurangi kesalahan dan resiko kelalaian.
  3. SOP yang tersusun baik membantu staf pelaksana (dosen/guru/tendik) menjadi lebih mandiri dan tidak tergantung pada bimbingan manajemen. Dgn adanya SOP mampu mengurangi keterlibatan pimpinan dalam pelaksanaan proses kegiatan sehari-hari.
  4. Meningkatkan akuntabilitas setiap pekerjaan yang ada. SOP mampu mendokumentasikan tanggung jawab khusus dalam melaksanakan tugas.
  5. Menyediakan bahan-bahan/materi training yang dapat membantu karyawan baru (dosen/guru/tendik) untuk cepat menyesuaikan diri dalam melakukan tugasnya.
  6. Menghindari tumpang tindih (overlap) pelaksanaan tugas pemberian pelayanan. SOP membantu proses pebagian tugas secara lebih efektif dan efisien.
  7. SOP mampu membantu manajemen dalam penelusuran terhadap kesalahan-kesalahan prosedural dalam memberikan pelayanan. SOP yang tersusun baik, menjamin proses pelayanan tetap berjalan dalam berbagai situasi.
  8. Para pegawai institusi pendidikan (Sekolah dan Perguruan Tinggi) akan lebih memiliki rasa percaya diri dalam bekerja dan tahu apa yang harus dicapai dalam setiap situasi pekerjaan.

SOP merupakan panduan kerja dalam organisasi. SOP berkaitan dengan proses-proses organisasi yang dilakukan secara berurutan (tahapan kerja). Jika SOP disusun dan dilaksanakan dengan benar maka organisasi akan memperoleh hasil kerja yang paling optimal (efektif & efisien).

Baca juga: Unsur-Unsur Penting dalam SOP

Demikian, semoga uraian singkat tentang Fungsi, Tujuan & Manfaat SOP bagi Sekolah, dapat bermanfaat, terimakasih.

خَيْرُ الناسِ أَنْفَعُهُمْ لِلناسِ

_________________________________

mutupendidikan.com

Explore: Training & Development

Follow Instagram: @mutupendidikan

Jenis Tes Psikologi / Psikotes

Jenis Tes Psikologi / Psikotes

“Jenis Tes Psikologi / Psikotes”

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Secara garis besar, ada dua jenis tes psikologi / psikotes, yaitu :

  1. Test Kemampuan. Test ini dikenal populer sebagai test intelegensi atau test IQ. Tes ini mengungkapkan kondisi intelegensi seseorang, kemampuan mereka dalam memecahkan masalah, proses kognisi, dan semuanya yang berhubungan dengan faktor kognitif.
  2. Test Kepribadian. Tes kepribadian merupakan jenis test psikologi yang digunakan untuk mengungkapkan kepribadian yang ada di dalam diri seseorang, mulai dari dorongan alam bawah sadar, realitas, performa dalam bekerja, tingkat stress, pengalaman traumatis dll.

Instagram: @mutupendidikan

Kedua jenis test diatas terus berkembang dan mengalami penyempurnaan. Berikut beberapa jenis psikotes yang cukup populer. Informasi ini diharapkan dapat menjadi wacana bagi lembaga pendidikan.

Test Kemampuan

Terdapat beberapa jenis test kemampuan, antara lain :

  • TIU (Test Intelegensi Umum). Merupakan test intelegensi yang sederhana, dan tes ini merupakan battery test.  Test ini digunakan untuk melihat kapasitas dan kategori inteligensi saja, dan tidak memunculkan skor intelegensi.
  • APM / CPM / SPM (Advanced / Children / Standard Progressive Matrices). Tes ini dipergunakan untuk melihat kategori IQ, dan tidak menghasilkan skor IQ. Test terdiri dari serangkaian soal-soal yang berbentuk seperti puzzle.
  • IST (Intelligence Structure Scale). Tes ini terdiri dari 9 subtest. Tiap subtest memiliki batas waktu yang sudah ditentukan secara formal (battery test).
  • Test Kemampuan Dasar (TKD). Tes ini terdiri dari 10 buah subtest, yang masing-masing mengukur kemampuan inteligensi yang dikembangkan oleh seorang pakar bernama Thurstone. Tes ini banyak digunakan sebagai tes inteligensi pada sekolah-sekolah.
  • CFIT (Culture Fair Intelligence Test). Merupakan test inteligensi yang bersifat lintas kultural / universal. CFIT ini terdiri dari 4 subtest, yang memberikan gambaran kapasitas Inteligensi seseorang, dan tidak menghasilkan skor IQ.
  • WAIS / WISC (Weschler Adult Intelligence Scale / Weschler Intelligence Scale for Children). Tes ini terdiri dari 11 subtest, yang terbagi menjadi subtest verbal dan juga performance. Tes ini dipergunakan untuk mengukur IQ individu.
Tes Kepribadian
  • EPPS ( Edward’s Preference Personal Schedule). Tes EPPS ini merupakan test kepribadian yang mencermati berbagai kebutuhan dari individu. Test EPPS ini terdiri dari 220 pernyataan, individu diminta untuk memilih A atau B sesuai dengan apa yang dirasakan oleh individu yang bersangkutan.
  • Tes Warteg. Tes Warteg merupakan test yang sering ditemui saat kegiatan rekrutmen & seleksi di perusahaan. Test Warteg ini terdiri dari satu lembar kertas dengan gambar 8 buah kotak yang didalmnya terdapat beberapa macam tanda–tanda kecil. Tugas individu peserta tes adalah melanjutkan pola tersebut menjadi sebuah bentuk atau gambar tertentu. Test Wartegg ini banyak melihat proses adaptasi individu dan juga kemampuan problem solving.
  • SSCT / Sack’s Sentence Completion Test. Tes SSCT ini merupakan test melengkapi kalimat. Dalam alat test ini terdapat 60 kalimat atau pernyataan yang belum lengkap. Individu peserta tes diminta untuk melengkapi kalimat-kalimat tersebut, sesuai dengan apa yang dipikirkan/ dirasakan pertama kali. Test SSCT ini banyak mengungkapkan kasus masalah masa lalu, masa depan, rasa bersalah, masalah terhadap orangtua dan juga tentang relasi sosial.
  • Tes Rorschach. Tes Rorschach ini merupakan test dengan menggunakan sarana bercak tinta. Tes ini menggunakan 10 buah kartu. Dalam kartu-kartu tersebut terdapat pola – pola abstrak yang dibuat menggunakan bercak-bercak tinta. Tugas peserta adalah menyebutkan pandangan mereka bentuk-bentuk apa saja yang muncul pada masing-masing kartu. Test individual ini merupakan tes yang cukup lengkap. Tes ini mampu melihat pengalaman masa lalu, pengalaman traumatis, emosi, kecemasan, dll
  • RMIB. Tes RMIB (Rothwell Miller Interest Blank) ini dikembangkan oleh Rothwell pada tahun 1947. Pada tahun 1950, tes ini kemudian diperbaharui oleh Miller. Tes Rothwell Miller Interest Blank adalah test minat bakat yang sudah terstandarisasi.
  • Tes Pauli dan Kraeplin. Tes Pauli dan Kraeplin merupakan jenis tes kepribadian. Tes ini termasuk kategori battery test yakni test yang menggunakan waktu. Dalam tes ini, individu harus bisa menyelesaikan test dalam waktu tertentu. Tes ini mampu mengukur semangat kerja, kinerja, resistensi terhadap stres dan bakat-bakat lainnya
  • DISC. DISC merupakan alat test psikologi yang terdiri dari 24 nomor, dengan masing-masing nomor memiliki 4 pilihan jawaban. Individu diminta untuk memilih 2 kecendrungan, yaitu yang paling mendekati dirinya (most), dan yang paling tidak mendekati dirinya (least). DISC mengukur 3 macam kondisi atau keadaan, yaitu true self, kepribadian yang ditunjukkan saat berada dalam masalah, dan kepribadian yang ditunjukkan kepada orang lain.
  • Tes Papikostik. Tes ini merupakan tes kepribadian yang cukup populer digunakan dalam kegiatan seleksi pekerjaan. Tes kepribadian Papikostik ini dapat mengungkapkan sifat atau kepribadian seseorang. Aplikasi tes kepribadian ini cukup mudah, peserta hanya perlu mengisi pernyataan-pernyataan yang ada sesuai dengan apa yang dirasakan individu yang bersangkutan.
  • Dragon test. Tes ini disusun oleh J.D Lammerts Van Beuren-Smith (psikolog Swiss). Tes yang ditujukan untuk anak-anak ini termasuk tes proyeksi, digunakan untuk  mengetahui permasalahan emosional, trauma masa lalu yang dialami oleh anak.
  • Draw a Family. Draw a Family test (DAF) ini dikembangkan oleh Hulse pada tahun 1951.   Tes proyeksi ini digunakan untuk mengetahui kepribadian seseorang dengan menggambar keluarga. Tes DAF ini untuk mengetahui hubungan seseorang dengan lingkungan dan sikap mereka terhadap keluarga.
  • Thematic Apperception Test. Tes TAT ini merupakan test kepribadian yang masuk ke dalam test bercerita. Tersedia 20 kartu (versi Murray) atau dapat menggunakan 10 kartu (Versi Bellak). Tugas peserta adalah menceritakan secara lisan kejadian yang muncul pada gambar tersebut, siapa tokoh utama, apa saja penyebab kejadian, dan juga bagaimana ending cerita secara utuh. Test individual ini mampu mengungkap konflik internal, kecemasan, kebutuhan individu & hubungan antar keluarga.
  • Draw A Person. Tes DAP ini, sesuai dengan namanya, peserta hanya diminta untuk menggambarkan manusia. Menggambar bebas, tidak mengikat, peserta boleh menggambar lebih dari satu manusia, jenis kelamin bebas, bentuk tubuh bebas. Tes DAP ini digunakan untuk melihat konsep diri individu yang bersangkutan.
  • BAUM / The Tree Test. Test ini merupakan test yang digunakan untuk melihat struktur kepribadian seseorang. Tes ini untuk melihat kondisi Id, Ego, dan juga Super Ego. Test ini berhubungan dengan Impuls yang ada di dalam diri individu, serta bagaimana individu mampu untuk mengendalikan impuls tersebut. Peserta tes mendapat tugas untuk menggambar pohon yang berkambium. Tes ini untuk melihat seberapa kokohnya individu dalam mengendalikan impuls dan mengontrol dirinya sendiri.
  • House Tree Person (HTP). Dalam tes ini, peserta tes diminta untuk menggambarkan rumah, pohon dan manusia. Peserta bebas menggambar, seberapa banyak, seberapa besar, atau bahkan bisa jadi  tidak menggambar sama sekali. Test ini untuk melihat bagaimana persepsi peserta terhadap sosok ayah, ibu, dan juga dirinya sendiri. Tes ini juga menggambarkan bagaimana penerimaan sosial dari individu yang bersangkutan.

Demikian sekilas informasi tentang “Jenis Tes Psikologi / Psikotes”, semoga bermanfaat.

خَيْرُالناسِأَنْفَعُهُمْلِلناسِ


Info Pelatihan SPMI


Layanan Tes Psikologi untuk Perguruan Tinggi, Sekolah & Madrasah

Untuk Informasi Klik disini


Prinsip Penting Tes Psikologi atau Psikotes

Prinsip Penting dalam Tes Psikologi

“Mengenal Prinsip Penting dalam Tes Psikologi”

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Pada kesempatan ini, tim dari Mutu Pendidikan akan sedikit menguraikan prinsip-prinsip penting dalam tes psikologi. Shultz & Schultz (2010) menekankan pentingnya prinsip yang berlaku pada alat ukur psikologi, tujuannya untuk menghindari terjadinya kesalahan dalam pengukuran.

Kekeliruan dalam pengukuran psikologi dapat berakibat fatal bagi klien. Berikut akan diuraikan sekilas tentang prinsip penting yang digunakan dalam alat ukur tes psikologi, yaitu:

1. Pentingnya Norma Pengujian

Standar / norma diperlukan agar pengguna dapat mengerti arti suatu skor yang diperoleh pada test tertentu. Dengan adanya norma, seseorang dapat membandingkan kedudukan skor dengan populasi di mana test itu distandarkan. Dalam pengukuran psikologi, penggunaan acuan norma dilakukan untuk menyeleksi dan mengetahui dimana posisi seseorang terhadap kelompoknya. Contoh apabila seseorang mengikuti tes tertentu, maka hasil tes harus memberikan gambaran “posisi” jika dibandingkan dengan populasi yang mengikuti tes tersebut.

2. Pentingnya Objektivitas Tes Psikologi

Objektivitas tes psikologi bertujuan menjauhkan tes psikologi dari pemaknaan-pemaknaan yang sifatnya personal. Nilai-nilai yang kurang tepat, atau bias harus dicegah & dihilangkan pada fase penilaian (scoring). Dengan prinsip objektivitas, penilaian tes dilakukan dengan cara terstandar sehingga diperoleh hasil yang  benar-benar objektif.

3. Standardisasi alat ukur psikologi

Konsistensi penerapan alat ukur harus diberlakukan selama proses asesmen & tes psikologi. Konsistensi juga meliputi standarisasi pada prosedur, tahapan-tahapan dan mekanisme pelaksanaan penilaian. Tes psikologi harus dijalankan pada lingkup yang sama jika dilakukan secara massal (umum), dengan demikian dapat menghasilkan gambaran yang setara.

4. Validitas & Reliabilitas

Alat tes yang digunakan untuk tes psikologi, harus memenuhi kriteria valid dan reliabel.

Validitas adalah kesesuaian penggunaan alat ukur dengan tujuan pengukuran itu sendiri. Mengingat satu alat ukur memiliki tujuan dan lingkup pengukuran, maka alat ukur harus dapat digunakan pada konteks yang benar.

Reliabilitas terkait dengan masalah keajegan. Alat ukur perlu menunjukkan performa/ hasil yang konsisten setelah diterapkan  pada beberapa tes yang menggunakan alat ukur yang sama.

Baca juga: Mengenal Jenis-Jenis Psikotes

Demikian sekilas informasi tentang penting menegakkan  prinsip-prinsip tes psikologi.

Demikian semoga bermanfaat, dan sukses selalu.

خَيْرُالناسِأَنْفَعُهُمْلِلناسِ

______________________________

Layanan Tes Psikologi

___________________________________

mutupendidikan.com

Explore: Training & Development

___________________________________

Kunjungi Lembaga Pelatihan SDM Indonesia:

Kepemimpinan, SPMI & Budaya Mutu

SPMI & Peran Penting Kepemimpinan

“SPMI & Peran Penting Kepemimpinan”

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Untuk membangun Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) & budaya mutu pada lembaga pendidikan, tentu saja dibutuhkan pola kepemimpinan yang sesuai (Leadership style). Mencetak pemimpin yang efektif tentu saja tidak mudah, perlu proses dalam bentuk pendidikan dan pelatihan.

Instagram: @mutupendidikan

Edward Sallis dalam bukunya Total Quality Management in Education menjelaskan panjang lebar tentang pola kepemimpinan TQM pada organisasi kependidikan. Bagaimana penjabarannya?


Silahkan diunduh file ppt/pdf:

Peran Kepemimpinan Lembaga Pendidikan


Pengertian Kepemimpinan

Kepemimpinan adalah sebuah kemampuan atau kekuatan dalam diri seseorang untuk mempengaruhi orang lain dalam hal bekerja, dimana tujuannya adalah untuk mencapai target (Standar) organisasi yang telah ditentukan 

SPMI & Kepemimpinan

Kepemimpinan merupakan unsur penting dalam SPMI. Pemimpin harus membangun visi dan mampu menerjemahkan visi tersebut ke dalam kebijakan yang jelas dan tujuan yang spesifik.

Perspektif Kepemimpinan Lembaga Pendidikan
  • Membangun Visi dan simbol-simbol
  • MBWA adalah gaya kepemimpinan yang dibutuhkan bagi institusi
  • Fokus pada kepentingan pelajar
  • Otonomi, eksperimentasi dan antisipasi tergadap kegagalan
  • Menciptakan rasa ’kekeluargaan’
  • Ketulusan, kesabaran, semangat, intensitas dan antusiasme
Komitmen  pada Mutu

Komitmen terhadap mutu harus menjadi peran utama bagi seorang pemimpin.

Mengkomunikasikan Visi
  • Dalam Institusi Pendidikan, seluruh pimpinan harus menjadi pengerak dan pejuang proses mutu. Mereka harus mengkomunikasikan visi dan menggerakkan/ menginspirasi ke seluruh orang dalam institusi.
  • Mengembangkan Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI).
  • Mengembangkan segenap potensi tenaga pengajar / tenaga kependidikan dan memberikan mereka kesempatan yang luas untuk berinisiatif.
Fungsi Utama Pemimpin Lembaga Pendidikan
  • Memiliki visi mutu terpadu bagi institusi
  • Memiliki komitmen yang jelas terhadap proses peningkatan mutu
  • Mengkomunikasikan pesan-pesan mutu
  • Memastikan kebutuhan pelanggan menjadi pusat kebijakan dan praktek institusi
  • Mengarahkan perkembangan & karir karyawan
  • Berhati-hati dengan tidak menyalahkan orang lain saat persoalan muncul tanpa bukti-bukti yang nyata
  • Memimpin gerakan inovasi dalam institusi
  • Mampu memastikan bahwa struktur organisasi secara jelas telah mendefinisikan tanggungjawab dan mampu mempersiapkan delegasi yang tepat.
  • Memiliki komitmen untuk menghilangkan rintangan, baik yang bersifat organisasional maupun Kultural.
  • Membangun tim kerja yang efektif.
  • Mengembangkan mekanisme yang tepat untuk mengawasi dan mengevaluasi kesuksesan

Baca juga: Pengelolaan, Kepemimpinan, dan Pemberdayaan

Untuk uraian selanjutnya, silahkan di unduh file Slideshare power point (PDF) pada tautan diatas.

Demikian semoga uraian singkat tentang SPMI & Peran Penting Kepemimpinan, semoga bermanfaat.

خَيْرُ الناسِ أَنْفَعُهُمْ لِلناسِ

__________________________

Instagram: @mutupendidikan

Info Pelatihan Mutu Pendidikan

Kendala utama implementasi SPMI

Quo Vadis SPMI

Kendala utama implementasi SPMI


Mengapa beberapa lembaga pendidikan (Perguruan Tinggi/ Sekolah/ Madrasah) yang menerapkan sistem penjaminan mutu internal (SPMI), belum mendapatkan hasil yang diharapkan?

Program penjaminan mutu (SPMI) telah dilaksanakan, perangkatnya telah disiapkan, dokumennya telah dibangun, investasi jutaan rupiah telah dikeluarkan, namun perbaikan mutu yang diharapkan tidak kunjung dapat dirasakan dan tidak ada perubahan signifikan, bahkan tragisnya semua pelaksana menjadi apatis, mengapa hal ini dapat terjadi?

Dari begitu banyak problem/ kendala implementasi SPMI diantarannya adalah sbb:

  • Lemahnya komitmen dari otoritas institusi pendidikan (PT, Sekolah dan Madrasah)
  • Lemahnya dasar hukum untuk menjamin legalitas pelaksanaan SPMI-PT & SPMP Sekolah /Madrasah.
  • Gaya kepemimpinan yang kurang optimal
  • Keterbatasan jumlah dan kompetensi SDM pada PT/ Sekolah yang paham tentang SPMI secara utuh dan benar.
  • Ketidak-pedulian dari para pemangku kepentingan internal tentang pentingnya budaya mutu dalam penyelenggaraan pendidikan.
  • Budaya penolakan (resistance) yang kuat terhadap setiap perubahan, termasuk perubahan ke arah perbaikan mutu, dari pejabat struktural, dosen, guru maupun tenaga kependidikan.
  • Kelemahan dalam sosialisasi terhadap seluruh pemangku kepentingan, termasuk juga kesalahan strategi pengelolaan organisasi.
  • Sikap dan pendapat bahwa tanggungjawab untuk menjamin, meningkatkan, dan membudayakan mutu hanya terletak pada Pimpinan atau para pejabat struktural, dan bukan pada setiap individu yang terlibat dalam penyelenggaraan pendidikan tinggi.
  • Kelemahan dalam merumuskan isi kebijakan, standar dan manual SPMI, termasuk kelemahan dalam perumusan indikator Sasaran keberhasilan yang terukur.
  • Ketidak-siapan sarana dan prasarana di bidang teknologi informasi.
  • SPMI hanya diterapkan secara formalitas belaka, Standar dan dokumen SPMI lainnya disusun sekedarnya, budaya mutu tidak dibangun sesuai kebijakan SPMI yang telah dibangun.

Baca juga:

Pengelolaan, Kepemimpinan, dan Pemberdayaan

Kebijakan SPMI dan Permasalahannya

Quo Vadis SPMI

Demikian sekilas informasi tentang Kendala utama implementasi SPMI, semoga bermanfaat.

________________________

Instagram: @mutupendidikan

Training & Development

spmi motivasi kerja budaya mutu

Motivasi Kerja & Budaya Mutu

“Motivasi Kerja & Budaya Mutu”

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) pegawai dalam menghadapi situasi kerja di dalam organisasi (lembaga pendidikan). Motivasi merupakan kondisi atau energi yang menggerakkan diri pegawai/karyawan/guru/dosen yang terarah atau tertuju untuk mencapai tujuan organisasi (lembaga pendidikan).

Instagram: @mutupendidikan

Sikap mental pegawai yang pro dan positif terhadap situasi-kondisi kerja itulah yang memperkuat motivasi pegawai untuk mencapai prestasi kerja yang maksimal.

______________________________________

Power Point (PDF):

SPMI, Motivasi Kerja & Budaya Mutu

______________________________________

Secara umum, teori-teori motivasi dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok besar yaitu teori motivasi dengan pendekatan isi/kepuasan (content theory), teori motivasi dengan pendekatan proses (process theory) dan teori motivasi dengan pendekatan penguatan (reinforcement theory)

Teori-teori tersebut dapat diimplementasikan pada berbagai bentuk lembaga pendidikan, baik Perguruan Tinggi, Sekolah maupun madrasah.

Keberhasilan implementasi SPMI, tidak luput dari sejauh mana pimpinan organisasi pendidikan mampu menerapkan teknik-teknik motivasi yang tepat dalam mengelola sumber daya manusia.

Penerapan teknik motivasi yang sesuai akan mampu meningkatkan produktivitas kerja, meningkatkan kualitas Sistem manajemen Mutu pendidikan dan membantu membangun Budaya Mutu pendidikan dan SPMI (Sistem Penjaminan Mutu Internal)

Pencapaian Standar SPMI akan sulit dicapai bila anggota organisasi (tenaga struktural, dosen, guru, tenaga kependidikan) tidak memiliki motivasi kerja yang tinggi. Inilah tantangan yang dihadapi organisasi pendidikan saat ini.

Pimpinan lembaga pendidikan, wajib menggerakan seluruh anggota organisasi agar dapat bekerja dengan kinerja yang tinggi. Kinerja ini diwujudkan dalam pencapaian standar SPMI yang telah ditetapkan sebelumnya.

Untuk memahami lebih dalam tentang teori-teori motivasi, berikut dapat di unduh materi SlideShare file power point (PDF) pada tautan diatas.

Baca juga: Perencanaan Karir & Budaya Mutu

Demikian, semoga bermanfaat dan berkah selalu.

خَيْرُ الناسِ أَنْفَعُهُمْ لِلناسِ

_______________________

mutupendidikan.com

Explore: Training & Development


Dapatkan Slideshare Budaya Mutu:

Silahkan di klik: Membangun Budaya Mutu


Dapatkan informasi terkait: Pelatihan / Bintek / Training / Training Kerja / Pelatihan kerja / Lokakarya / Workshop / Mutu / Pendidikan / Kualitas / Guru / Dosen / karyawan / Pegawai / manajemen / Kepemimpinan / Leadership / Motivasi / Sistem / Budaya / Komunikasi / Teori Motivasi

SMPI budaya mutu dan kerja tim

SPMI & Budaya Mutu menuju Pencapaian SNP

Pentingnya Budaya Mutu

Membangun sistem penjaminan mutu internal (SPMI) tidak cukup hanya sekedar dokumen hitam putih seperti manual, prosedur ataupun instruksi kerja. Lebih dari itu, yang terpenting adalah terbentuknya perilaku produktif yang terbangun dari budaya mutu Perguruan Tinggi/Sekolah/Madrasah. Tidak ada artinya punya dukumen mutu yang lengkap dan bagus bila personel pelaksananya memiliki nilai-nilai yang tidak sejalan dengan budaya mutu.

Oleh karena itu, kesadaran mutu dan budaya mutu harus benar-benar dibangun secara sadar dan berkesinambungan. Prinsip-prinsip mutu & keinginan untuk memberi pelayanan terbaik bagi pengguna proses (konsumen internal/eksternal) harus tertanam kuat bagi segenap anggota organisasi mulai dari tukang sapu sampai pucuk pimpinan. Inilah pekerjaan utama pimpinan Institusi Pendidikan. Sanggup?

Demikian, semoga bermanfaat.

Hormat kami,

admin,

mutupendidikan.com


Kunjungan Slideshare berikut ini:

Membangun Budaya Mutu Pendidikan

Budaya mutu
Karakter & Budaya Mutu SPMI

Membangun Karakter & Budaya Mutu SPMI

“Membangun Karakter & Budaya Mutu SPMI”

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Mutu Tidak Terletak pada “Dokumen”

Membuat produk dan jasa yang bermutu, seperti jasa pendidikan tentu saja tidak mudah. Tidak cukup dengan hanya membuat sistem dokumen mutu yang terdiri dari kebijakan SPMI, standar, prosedur maupun manual mutu.

Mutu tidak terletak pada tinta diatas kertas. Mutu ada pada diri pribadi-pribadi manusia yang menjadi penggerak roda organisasi.

Mutu terletak pada nilai-nilai, emosi, sikap dan kepribadian anggota organisasi secara keseluruhan. Semua level dalam organisasi memiliki andil penting dalam mewujudkan arti sebuah mutu.

Semua anggota organisasi harus memiliki kepedulian, perilaku dan sikap yang sesuai untuk membangun sebuah mutu.

Pentingnya Karakter & Sikap Positif

Dalam membangun mutu, yang perlu dibangun adalah sikap masing-masing individu anggota organisasi.

Secara definisi, pengertian sikap (attitude) adalah perasaan, pikiran, dan kecenderungan seseorang yang relatif permanen mengenal aspek-aspek tertentu dalam lingkungannya. 

Komponen-komponen sikap terdiri dari pengetahuan (kognitif), perasaan-perasaan (afektif), dan kecenderungan untuk bertindak (psikomotorik).

Contoh bentuk sikap-sikap yang positif (mendukung mutu) antara lain sikap peduli, kreatif, bertanggung jawab, jujur, melayani, responsif, proaktif dll.

Sedangkan sebaliknya, contoh sikap-sikap yang negatif (tidak sesuai dengan mutu) seperti sikap acuh, tidak jujur, tidak bertanggung jawab, pasif, kaku dll.

Bagaimana dengan sikap & komitmen kita selama ini? Apakah sudah sejalan dengan sistem budaya SPMI yang telah dibangun selama ini?

Peran Pemimpin dalam Membangun Sikap

Bagaimana terbentuknya sikap dari seorang karyawan? Sikap seorang karyawan dapat terbentuk dari pengaruh lingkungan keluarga, lingkungan pergaulan dan lingkungan pendidikan yang mereka peroleh sebelumnya.

Organisasi tempat kerja, bisa juga membentuk sikap kerja melalui proses rekruitmen, seleksi, pelatihan, pembinaan serta pengkondisian dengan sistem mutu yang ada.

Peran utama ada pada faktor pemimpin. Pemimpinlah yang memberi arahan, motivasi, teladan, reward & Punishment.

Dengan arahan pemimpin dan didukung sistem manajemen mutu yang baik, perilaku karyawan akan dapat dibimbing kearah budaya mutu secara konsisten dan konsekuen.

Perilaku mutu yang dilakukan secara terus menerus lama kelamaan akan menjadi habit (kebiasaan). Kebiasaan yang dilakukan oleh seluruh karyawan akan menjadi budaya, dan bila budaya tersebut semakin kuat akan menjadi karakter organisasi.

Membangun mutu dengan karakter yang sesuai, bisa dipastikan jauh lebih efektif dan efisien. Bagaimana pendapat Anda?

Baca juga: Membangun Budaya Mutu Organisasi

Demikian uraian singkat tentang Membangun Karakter & Budaya Mutu SPMI. Semoga bermanfaat dan sukses Mutu Pendidikan Indonesia.

خَيْرُ الناسِ أَنْفَعُهُمْ لِلناسِ

_____________________

mutupendidikan.com

Explore: Training & Development

IG: SDM Unggul Indonesia Maju

Konsultasi, Online / Offline Training, Pelatihan & In-house Training

×

Layanan Informasi

× Hubungi Kami