
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم
Instagram: @mutupendidikan
Siklus Plan-Do-Check-Act (PDCA) telah lama populer sebagai pendekatan fundamental dalam sistem manajemen mutu. Konsep ini pertama kali diperkenalkan oleh Walter Shewhart dan kemudian dipopulerkan oleh W. Edwards Deming sebagai metode untuk mendorong perbaikan berkelanjutan (continuous improvement) di berbagai sektor, mulai dari manufaktur, bisnis jasa hingga layanan publik.
Sebagai sebuah siklus iteratif, PDCA memungkinkan organisasi untuk merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi, dan memperbaiki proses secara efektif dan sistematis, sehingga meningkatkan efisiensi dan mutu secara berkelanjutan. Kesederhanaan strukturnya menjadikan PDCA sebagai alat manajemen yang fleksibel dan mudah diterapkan di berbagai industri.
Hingga saat ini, PDCA telah menjadi panduan populer dalam praktik manajemen mutu, termasuk di dunia pendidikan tinggi. Banyak perguruan tinggi menerapkan siklus ini untuk memastikan standar akademik terpenuhi serta layanan pendidikan berjalan optimal. Namun, sesungguhnya setiap negara memiliki tantangan, budaya dan kebutuhan yang berbeda dalam implementasi sistem mutu.
Indonesia, mengembangkan kebijakan tersendiri untuk penguatan mutu pendidikan. Undang-Undang Pendidikan Tinggi Nomor 12 Tahun 2012 memperkenalkan konsep PPEPP (Penetapan, Pelaksanaan, Evaluasi, Pengendalian, dan Peningkatan standar), yang dalam pandangan penulis sejalan dengan prinsip PDCA.
PPEPP menjadi langkah inovatif dalam sistem mutu pendidikan tinggi di Indonesia, menyesuaikan prinsip manajemen mutu dengan konteks budaya dan regulasi nasional yang lebih relevan. Dengan penggunaan Bahasa Indonesia, konsep PPEPP diharapkan lebih mudah diingat, dihafal dan dipraktikkan perguruan tinggi di Indonesia.
Baca juga: SPMI Butuh Kecepatan, Bukan “Slow Respon”
PPEPP (Penetapan, Pelaksanaan, Evaluasi, Pengendalian, dan Peningkatan standar) dikembangkan sebagai model penjaminan mutu yang dirancang khusus perguruan tinggi di Indonesia. Berdasarkan Permendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023, PPEPP tidak hanya bertujuan memastikan perguruan tinggi memenuhi Standar Nasional Dikti (sebagai standar minimal), tetapi juga mendorong institusi untuk secara sistematis melampaui standar nasional. Dengan demikian, PPEPP menjadi tools untuk peningkatan mutu pendidikan tinggi yang berkelanjutan dan berdaya saing tinggi.
“Sebagai inovasi dalam penjaminan mutu, PPEPP mengadaptasi prinsip PDCA dengan memberikan penekanan lebih besar pada elemen Pengendalian (P) sebagai tahap yang berdiri sendiri, memastikan bahwa standar mutu diterapkan secara konsisten sebelum memasuki tahap peningkatan berkelanjutan.”
Jika PDCA menitikberatkan pada tindakan evaluasi (check) dan korektif (act) sebagai dasar perbaikan, PPEPP menegaskan bahwa pengendalian (P) merupakan langkah strategis untuk menjaga konsistensi mutu, sementara peningkatan (P) menjadi komitmen berkelanjutan dalam mendorong standar mutu, naik ke tingkat yang lebih tinggi.
Dengan struktur iterasi yang lebih eksplisit dan sistematis, PPEPP memungkinkan perguruan tinggi beradaptasi secara dinamis terhadap perbaikan kebijakan dan tantangan dalam dunia pendidikan. PPEPP diharapkan dapat menjadi model yang lebih kontekstual bagi ekosistem pendidikan tinggi di Indonesia.
Baca juga: Ketika Mutu Tidak Lagi Linier
PPEPP dan PDCA, secara prinsip memiliki struktur yang sama, yakni sebagai upaya perbaikan berkelanjutan (kaizen).
Penetapan (P) standar dalam PPEPP sejalan dengan tahap “Plan” dalam PDCA, di mana perguruan tinggi menyusun standar-standar dan target-target yang harus dicapai. Pelaksanaan (P) standar mencerminkan tahap “Do”, yaitu menjalankan kebijakan dan strategi untuk memenuhi standar yang telah ditetapkan, secara efektif dan efisien.
Evaluasi (E) dalam PPEPP memiliki fungsi yang sama dengan tahap “Check” dalam PDCA, di mana lembaga melakukan evaluasi (monitoring, audit, menilai), apakah pelaksanaan standar telah sesuai dengan perencanaan awal (standar yang telah ditetapkan sebelumnya). Pengendalian (P) dan peningkatan (P) standar dalam PPEPP dapat dikaitkan dengan tahap Act dalam PDCA, yang bertujuan untuk melakukan tindakan koreksi, korektif dan preventif, bila ada ketidaksesuaian (KTS) dilapangan.
Baca juga: SPMI: Tanggung Jawab Kolektif?
Meskipun PPEPP memiliki prinsip-prinsip yang sejalan dengan PDCA, terdapat beberapa perbedaan yang perlu diperhatikan.
Salah satu keunggulan PPEPP terletak pada keberadaan elemen pengendalian (P), yang diberikan porsi khusus sebagai tahap mandiri dalam siklusnya.
Dalam PDCA, pengendalian (P) sering kali melebur dalam proses evaluasi dan tindakan perbaikan, sedangkan dalam PPEPP, aspek ini diberikan ruang yang lebih luas dan strategis.
Selain itu, PPEPP menempatkan peningkatan (P) sebagai tahap akhir yang lebih eksplisit dan berorientasi pada strategi jangka panjang. Jika PDCA menekankan perbaikan sebagai bagian dari siklus yang berulang, PPEPP menegaskan bahwa peningkatan (P) standar, harus menjadi target utama yang terus diperjuangkan oleh perguruan tinggi. Pendekatan ini mencerminkan komitmen pendidikan tinggi di Indonesia untuk tidak hanya memenuhi standar nasional Dikti (minimal), namun juga harus bisa melampaui dan terus berkembang menuju pencapaian standar internasional.
Baca juga: Integrasi Konsep McKinsey 7S untuk Penguatan SPMI
PPEPP menunjukkan bahwa konsep PDCA dapat diadaptasi secara fleksibel dalam sistem pendidikan tinggi di Indonesia dengan menyesuaikan karakteristik serta budaya institusional yang unik.
Dengan menempatkan pengendalian (P) dan peningkatan (P) sebagai elemen utama, PPEPP menjadi model yang lebih terarah dan sesuai dengan dinamika pendidikan tinggi di Indonesia.
Pendekatan ini tidak hanya memastikan standar mutu terpenuhi, tetapi juga mendorong institusi untuk terus berkembang dan berinovasi secara berkelanjutan.
Bila terbuktif efektif dalam jangka panjang, PPEPP berpotensi menjadi inspirasi bagi pengembangan sistem penjaminan mutu di negara lain, terutama bagi mereka yang ingin membangun pendekatan yang lebih kontekstual dan selaras dengan karakter lokal. Kampus Anda ingin membuktikan? Stay Relevant!
Baca juga: SPMI Tanpa Visualisasi? Saatnya Perguruan Tinggi Berubah!
Referensi
Oleh: Bagus Suminar, wakil ketua ICMI Orwil Jatim, dosen UHW Perbanas Surabaya, dan direktur mutupendidikan.com
Instagram: @mutupendidikan
Layanan Informasi