Di tengah dinamika perubahan global, perguruan tinggi dihadapkan pada tantangan eksternal yang semakin kompleks dan dinamis.
Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI), yang dibangun di atas siklus iteratif yang terdiri dari Penetapan, Pelaksanaan, Evaluasi, Pengendalian, dan Peningkatan standar (PPEPP).
Siklus ini berperan sebagai fondasi utama dalam menjaga mutu pendidikan dan memastikan peningkatan berkelanjutan.
Namun, seiring dengan perubahan cepat yang terjadi (di lingkungan global), penguatan SPMI menjadi semakin krusial agar perguruan tinggi dapat tetap relevan dan juga mampu beradaptasi.
Situasi yang saat ini dihadapi sering kali disebut sebagai perubahan “BANI”. BANI bermakna lingkungan yang rapuh (brittle), gelisah (anxious), non-linier, dan sulit dipahami (incomprehensible).
Dalam konteks ini, quote dari Charles Darwin kembali mengingatkan bahwa keberlangsungan hidup tidak bergantung pada kekuatan atau kecerdasan, melainkan pada kemampuan untuk beradaptasi secara cepat dan efektif terhadap perubahan.
“It is not the strongest of the species that survives, not the most intelligent that survives. It is the one that is the most adaptable to change.” ~ Charles Darwin
PPEPP, sebagai kerangka dalam SPMI, dirancang untuk memastikan bahwa perguruan tinggi dapat menilai, mengevaluasi dan meningkatkan mutu secara terus-menerus.
Namun, tantangan berat di era BANI menuntut lebih dari sekadar penerapan mekanis siklus PPEPP.
Dalam lingkungan yang rapuh (brittle) dan tidak dapat diprediksi, setiap perguruan tinggi harus memiliki kemampuan untuk secara proaktif mengidentifikasi perubahan yang terjadi di sekitarnya dan dengan cepat menyesuaikan “Isi standar” SPMI dengan situasi yang baru.
Baca juga: Mengukir Identitas Perguruan Tinggi: Mission Differentiation
Perguruan tinggi tidak lagi bisa bergantung pada “standar yang stagnan” atau kebijakan dan prosedur yang tidak fleksibel.
Justru, keberhasilan siklus PPEPP kini sangat bergantung pada seberapa responsif perguruan tinggi dalam menghadapi perubahan dan ketidakpastian.
Pada tahap Penetapan Standar, perguruan tinggi harus mampu memahami realitas dunia yang terus berubah. Perguruan tinggi harus mampu melalukan analisis SWOT yang handal dan akurat.
Dunia pendidikan saat ini tidak hanya terpengaruh oleh perkembangan ilmu pengetahuan saja, tetapi juga oleh tantangan ekonomi, sosial, politik, dan teknologi yang bergerak sangat cepat.
Di era BANI, perubahan sering kali bersifat “non-linier”, di mana hubungan sebab-akibat tidak selamanya dapat diprediksi.
Perguruan tinggi harus meninjau kembali standar mutu secara lebih fleksibel dan adaptif, serta menetapkan kebijakan SPMI yang mampu merespons dinamika eksternal dengan cepat.
Dalam tahap Pelaksanaan, kemampuan adaptasi menjadi kunci yang sangat penting.
Perguruan tinggi harus mengembangkan program akademik yang meliputi pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat (Tri Dharma) yang tidak hanya memenuhi standar nasional, namun juga harus mampu merespons tuntutan global.
Era BANI memaksa perguruan tinggi untuk menciptakan lulusan yang benar-benar kompeten, tidak hanya memiliki pengetahuan teknis (hard skills), namun juga keterampilan adaptif, kreativitas, dan daya juang untuk menghadapi ketidakpastian (soft skills).
Pelaksanaan Standar yang berhasil adalah yang mampu mengintegrasikan teknologi dan inovasi untuk menghadirkan fleksibilitas dalam pembelajaran.
Pelaksanaan Standar harus mampu memfasilitasi keterhubungan antara stakeholder akademisi, industri, dan masyarakat.
Tahap Evaluasi Pemenuhan Standar (dalam PPEPP) juga harus mengalami transformasi. Di lingkungan yang rapuh dan sulit dipahami, metode evaluasi konvensional mungkin tidak lagi memadai.
Perguruan tinggi perlu mengembangkan sistem evaluasi yang lebih dinamis dan real-time, memungkinkan monitoring secara terus-menerus (real time) terhadap hasil pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat.
Evaluasi Pemenuhan Standar (dalam PPEPP) harus berfokus pada bagaimana perguruan tinggi beradaptasi dengan perubahan yang cepat dan menilai apakah pendekatan baru yang diambil benar-benar meningkatkan daya saing institusi.
Contoh inovasi program Evaluasi Pemenuhan Standar (dalam PPEPP): Perguruan tinggi menerapkan dashboard real-time berbasis data untuk memantau kinerja mahasiswa, dosen, dan penelitian. Misalnya, data pembelajaran online dipantau terus-menerus untuk menilai efektivitas metode baru dan respons mahasiswa.
Pada tahap Pengendalian Pelaksanaan Standar, tantangan era BANI semakin memperjelas bahwa tidak ada satu pun solusi yang pasti atau berlaku untuk jangka panjang. Pengendalian mutu di perguruan tinggi harus bersifat proaktif, fleksibel dan disesuaikan dengan kondisi terkini.
Jika perguruan tinggi tetap terpaku pada proses pengendalian yang kaku, mereka berisiko tertinggal dalam menghadapi perubahan.
Pengendalian Pelaksanaan Standar di era BANI bukan hanya soal menjaga kesesuaian dengan standar yang ada, tetapi juga tentang bagaimana standar itu dapat diubah atau ditingkatkan untuk menyesuaikan dengan tantangan baru.
Contoh pengendalian fleksibel dalam Pengendalian Pelaksanaan Standar:
Misalnya, saat pembelajaran online (daring) meningkat, perguruan tinggi menambahkan indikator kinerja baru terkait kemampuan dosen dalam mengajar secara online.
Dengan cara ini, standar mutu SPMI dapat terus disesuaikan (adaptasi) untuk merespons perubahan kondisi dan tantangan yang muncul, memastikan institusi tetap relevan di tengah lingkungan era BANI.
Akhirnya, pada tahap Peningkatan Standar SPMI (dalam PPEPP), teori Darwin yang menekankan pentingnya kemampuan adaptasi sangat relevan.
Peningkatan mutu perguruan tinggi tidak boleh hanya berfokus pada peningkatan standar secara bertahap atau linear. Justru, peningkatan di era BANI harus bersifat “responsif, berani, dan radikal”.
Perguruan tinggi harus mampu melakukan inovasi-transformatif yang mendobrak “batas-batas tradisional”, mengadopsi pendekatan multidisiplin, dan memanfaatkan teknologi untuk merespons tuntutan global.
Contoh peningkatan radikal dalam Peningkatan Standar SPMI: Perguruan tinggi meluncurkan program studi baru multidisiplin yang menggabungkan kecerdasan buatan (AI), bisnis, dan etika, merespons kebutuhan global akan tenaga ahli yang mampu memahami teknologi sekaligus dampak sosialnya.
Selain itu, metode pembelajaran berbasis simulasi virtual, Augmented Reality (AR) dan proyek global diterapkan untuk membekali lulusan dengan keterampilan adaptif, menjawab tantangan era BANI dengan inovasi yang berani dan responsif.
Baca juga: Penguatan SPMI melalui Struktur “Agile”
Akhirnya, kutipan dari Charles Darwin, yang menyatakan bahwa keberlangsungan hidup (survival) tidak ditentukan oleh yang paling kuat atau paling cerdas, melainkan oleh yang paling mampu beradaptasi dengan perubahan, sangat relevan bagi perguruan tinggi di era BANI.
Kemampuan untuk merespons perubahan dengan cepat (transformatif) menjadi sangat penting, dan siklus PPEPP harus disesuaikan dengan pemahaman tentang SWOT dan kompleksitas lingkungan sekitar.
Perguruan tinggi yang dapat menerapkan SPMI dengan responsif (PTN dan Swasta) akan lebih siap menghadapi tantangan di dunia yang semakin tidak pasti (non-linier), sehingga mereka dapat terus relevan dan berperan dalam masyarakat global yang terus berkembang.
Dalam ekosistem pendidikan yang rapuh (brittle) dan berubah dengan cepat, perguruan tinggi yang mampu bertahan dan berkembang adalah mereka yang tidak hanya mengandalkan kekuatan tradisional, tetapi juga yang mampu dengan cepat (speed) dan efektif beradaptasi terhadap realitas baru. Stay Relevant!
Oleh: Bagus Suminar, dosen UHW Perbanas Surabaya, direktur mutupendidikan.com
Instagram: @mutupendidikan
Layanan Informasi