• 08123070905
  • mutupendidikan.info@gmail.com

Lifelong Learning: Soft Skill Penting di Tengah Dinamika Zaman

Lifelong Learning: Soft Skill Penting di Tengah Dinamika Zaman

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Instagram: @mutupendidikan

Pendahuluan

Kita hidup di era yang oleh banyak ahli disebut sebagai era VUCA—Volatile, Uncertain, Complex, Ambiguous—yang kini bahkan telah berkembang menjadi BANI—Brittle, Anxious, Nonlinear, dan Incomprehensible. Dalam dunia seperti ini, bekal utama seseorang bukan lagi seberapa banyak ia tahu, tetapi seberapa cepat dan berani ia belajar ulang.

Inilah mengapa konsep lifelong learning atau pembelajaran sepanjang hayat tak lagi bisa dianggap sebagai jargon seminar. Ia telah menjadi kompetensi inti yang membedakan siapa yang bisa bertahan dan berkembang, dengan siapa yang hanya mengandalkan pengetahuan lama.

Bukan Cuma Hafal, Tapi Siap Belajar Ulang

Dalam psikologi pendidikan, salah satu teori penting yang relevan adalah constructivism, yang menyatakan bahwa belajar bukanlah proses menyalin informasi, tapi membangun makna secara aktif. Jean Piaget dan Lev Vygotsky sama-sama menekankan bahwa pengalaman belajar yang otentik dan sosial akan mendorong seseorang untuk menjadi lebih reflektif, mandiri, dan siap menghadapi perubahan. Dalam konteks ini, lifelong learning bukan sekadar aktivitas tambahan, tetapi sikap hidup yang tumbuh dari dalam.

Padahal, dunia kerja, kehidupan sosial, bahkan relasi personal, terus menuntut keterampilan dan pemahaman baru. Di sinilah pendidikan tinggi perlu menanamkan mindset bahwa setiap orang harus siap belajar ulang, memperbarui diri, dan tidak malu untuk bertanya atau mengakui ketidaktahuannya.

Lifelong Learning Harus Dimulai di Kampus

Kampus adalah tempat terbaik untuk membangun fondasi pembelajar sepanjang hayat. Tapi ini hanya bisa terjadi jika kurikulum tidak hanya berisi teori, tetapi juga ruang eksplorasi, refleksi, dan koneksi nyata dengan dunia luar. Mahasiswa perlu diberi kesempatan untuk memilih, untuk siap salah, mencoba ulang, dan tumbuh. Dosen tidak lagi cukup sebagai pemberi jawaban, tapi fasilitator yang menumbuhkan rasa ingin tahu.

Inilah sebabnya mengapa Standar Kompetensi Lulusan (SKL) dalam Permendikbudristek No. 53 Tahun 2023 mewajibkan adanya kemampuan berpikir kritis, mandiri, dan berorientasi pada pembelajaran sepanjang hayat. Kampus perlu merumuskan SKL dengan mempertimbangkan bahwa lulusan hari ini akan menghadapi dunia yang tidak bisa diprediksi.

PDCA dan PPEPP 2
Dengan PPEPP, setiap pengalaman belajar mahasiswa bisa dianalisis dan dikembangkan secara berkelanjutan.

SPMI dan PPEPP: Bukan Sekadar Sistem, Tapi Penjamin Daya Tumbuh

Dalam regulasi yang berlaku, SPMI tidak hanya menjadi alat kontrol, tapi kerangka kerja yang memastikan bahwa capaian lulusan, metode belajar, dan suasana akademik mendukung tumbuhnya pembelajar sejati. SPMI bisa menjamin bahwa proses belajar tidak berhenti pada soal dan nilai, tetapi berlanjut menjadi pengalaman yang mendorong pertumbuhan pribadi.

Lebih dari itu, siklus PPEPP—Penetapan, Pelaksanaan, Evaluasi, Pengendalian, dan Peningkatan—berperan sebagai mesin kaizen dalam kampus. Dengan PPEPP, setiap pengalaman belajar mahasiswa bisa dianalisis dan dikembangkan secara berkelanjutan. Kampus dapat mengidentifikasi apakah mahasiswa merasa diberi ruang untuk eksplorasi? Apakah metode pengajaran sudah menumbuhkan rasa ingin tahu? Apakah dosen sudah membuka diskusi, bukan hanya ceramah?

Penutup

Lifelong learning bukan tren, melainkan kebutuhan dasar manusia di zaman ini. Dunia terlalu cepat berubah untuk dihadapi dengan ilmu lama dan cara pikir lama.

Melalui SPMI yang dijalankan dengan sungguh-sungguh dan PPEPP yang aktif menumbuhkan perbaikan berkelanjutan, perguruan tinggi dapat menjadi tempat lahirnya generasi pembelajar yang siap menghadapi dunia. Dan jika itu terjadi, maka kampus telah menjalankan fungsinya dengan penuh makna: bukan hanya tempat mendapatkan gelar, tetapi tempat “memulai perjalanan”, sebagai pembelajar seumur hidup. Stay Relevant


Referensi

  1. Bruner, J. S. (1960). The process of education. Cambridge, MA: Harvard University Press.
  2. Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan. (2024). Pedoman Implementasi Sistem Penjaminan Mutu Internal Perguruan Tinggi Akademik. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
  3. Griffin, R. W. (2022). Fundamentals of management (10th ed.). Cengage Learning.
  4. Kim, W. C., & Mauborgne, R. (2005). Blue ocean strategy: How to create uncontested market space and make the competition irrelevant. Harvard Business School Press.
  5. OpenAI. (2025). ChatGPT [Large language model]. Diakses melalui https://openai.com/chatgpt
  6. Ornstein, A.C. & Hunkins, F.P. (2018). Curriculum: Foundations, Principles, and Issues. Pearson.
  7. Permendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi.
  8. Robbins, S. P., & Judge, T. A. (2024). Organizational behavior (19th ed., Global ed.). Pearson.
  9. Sallis, E. (2002). Total quality management in education (3rd ed.). Kogan Page.
  10. Yukl, G. (2010). Leadership in organizations (7th ed.). Prentice Hall.

Oleh: Bagus Suminar, wakil ketua ICMI Orwil Jatim, dosen UHW Perbanas Surabaya, dan direktur mutupendidikan.com

Instagram: @mutupendidikan

Info Pelatihan Mutu Pendidikan

admin

MOTTO: Senantiasa bergerak dan berempati untuk menebar manfaat bagi Mutu Pendidikan di Indonesia