• 08123070905
  • mutupendidikan.info@gmail.com

SPMI dan Budaya Mutu: Perspektif Teori Schein

Membangun Karakter dan Mutu Pendidikan

SPMI dan Budaya Mutu: Perspektif Teori Schein

Pendahuluan

Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) merupakan elemen kunci dalam memastikan mutu pendidikan tinggi. SPMI bertujuan untuk menjamin bahwa proses pendidikan dan layanan akademik memenuhi standar yang ditetapkan, serta berfokus pada perbaikan berkelanjutan (kaizen).

Untuk mencapai tujuan tersebut, tidak hanya diperlukan sistem, standar dan prosedur yang efektif tetapi juga “budaya organisasi” yang mendukung SPMI.

Artikel singkat ini, mencoba membahas bagaimana budaya mutu organisasi, berdasarkan teori Edgar Schein, dapat memperkuat implementasi SPMI di perguruan tinggi.

Teori Edgar Schein tentang Budaya Organisasi

Edgar Schein, seorang ahli psikologi organisasi, menjelaskan bahwa budaya organisasi terdiri dari 3 (tiga) tingkat (level): artefak, nilai-nilai yang dinyatakan, dan asumsi-asumsi dasar.

Teori ini memberikan kerangka (framework) untuk memahami bagaimana budaya organisasi terbentuk, dipelihara, dan berfungsi.

  1. Artefak: Elemen yang nampak terlihat dari budaya, seperti tata letak ruang, logo, desain, simbol, dan upacara. Artefak adalah manifestasi fisik dari nilai-nilai dan asumsi yang mendasarinya.
  2. Nilai-Nilai yang Dinyatakan: Keyakinan dan nilai yang diungkapkan secara eksplisit oleh organisasi melalui misi, visi, dan kebijakan.
  3. Asumsi-Asumsi Dasar: Keyakinan dan nilai mendasar yang tidak selalu disadari oleh anggota tetapi mempengaruhi cara berpikir dan bertindak mereka.
Level dari Budaya Organisasi

Penguatan SPMI melalui Budaya Mutu Organisasi

Berdasarkan teori diatas (3 level budaya organisasi), berikut penjelasan dan contoh-contohnya:

Pengembangan Artefak yang Mendorong Kualitas

Artefak dalam organisasi pendidikan, seperti ruang kelas, fasilitas, dan cara penyampaian materi, memainkan peran penting dalam membentuk budaya mutu.

Untuk memperkuat SPMI, perguruan tinggi harus menciptakan artefak yang mencerminkan komitmen terhadap kualitas.

Contohnya, desain ruang belajar yang mendukung interaksi aktif dan akses mudah ke sumber daya dapat mencerminkan nilai-nilai kualitas pendidikan.

Implementasi: Perguruan tinggi dapat menata ruang kelas yang memfasilitasi pembelajaran kolaboratif, menyediakan teknologi terbaru, dan menciptakan lingkungan yang kondusif untuk pembelajaran.

Upacara dan penghargaan yang berfokus pada pencapaian kualitas juga dapat memperkuat pesan ini.

Peneguhan Nilai-Nilai yang Dinyatakan

Nilai-nilai yang dinyatakan seperti komitmen terhadap kualitas, keunggulan akademik, dan integritas harus diungkapkan secara jelas dalam dokumen kebijakan, visi, dan misi.

Agar SPMI efektif, nilai-nilai ini perlu diterjemahkan ke dalam kebijakan dan prosedur yang jelas.

Implementasi: Perguruan tinggi harus memastikan bahwa nilai-nilai kualitas diintegrasikan dalam setiap aspek operasi mereka, termasuk kurikulum, penilaian, dan evaluasi kinerja.

Pelatihan untuk staf akademik dan administrasi juga penting untuk memastikan bahwa nilai-nilai ini dipahami dan diterapkan.

Memperbaiki Asumsi-Asumsi Dasar untuk Memperkuat Budaya Kualitas

Asumsi-asumsi dasar adalah keyakinan yang mendasar dan sering kali tidak disadari yang mempengaruhi perilaku dalam organisasi.

Dalam konteks SPMI, asumsi ini dapat berkisar pada pemahaman tentang pentingnya kualitas, tanggung jawab individu, dan peran evaluasi.

Implementasi: Untuk memperbaiki asumsi-asumsi dasar, perguruan tinggi perlu melakukan refleksi mendalam tentang budaya mereka dan bagaimana asumsi tersebut mempengaruhi praktik sehari-hari.

Misalnya, jika asumsi dasar adalah bahwa kualitas dapat dicapai tanpa evaluasi yang ketat, perguruan tinggi harus mengubah pandangan ini dengan menekankan pentingnya evaluasi dan umpan balik dalam proses perbaikan berkelanjutan.

Studi Kasus: Integrasi Budaya Mutu dalam Perguruan Tinggi

Misalkan sebuah perguruan tinggi ABC mencoba menerapkan budaya mutu dengan mengikuti prinsip-prinsip yang diuraikan dalam teori Schein.

Perguruan Tinggi ABC memulai langkah ini dengan memperbarui artefak, seperti mendesain ruang kelas, adopsi teknologi terbaru dan mendirikan pusat inovasi untuk pengajaran dan pembelajaran.

Nilai-nilai kualitas kemudian dinyatakan dalam kebijakan SPMI dan misi Perguruan Tinggi ABC, dengan penekanan pada keunggulan akademik dan perbaikan berkelanjutan.

Dalam menghadapi asumsi dasar yang mungkin menganggap bahwa evaluasi tidak selalu diperlukan, perguruan tinggi mengadakan workshop dan pelatihan untuk meningkatkan pemahaman tentang pentingnya umpan balik dan evaluasi dalam mencapai standar kualitas.

“Dengan menanamkan nilai-nilai mutu dalam artefak dan asumsi dasar, seperti yang diuraikan oleh Schein, perguruan tinggi dapat memastikan bahwa SPMI bukan hanya prosedur, tetapi bagian dari budaya organisasi.”

Penutup

Penguatan SPMI melalui budaya mutu organisasi memerlukan pendekatan yang holistik dan terintegrasi, melibatkan semua tingkat organisasi.

Dengan memahami dan menerapkan teori Edgar Schein tentang budaya organisasi, perguruan tinggi dapat menciptakan lingkungan yang mendukung kualitas pendidikan dan layanan akademik.

Melalui pengembangan artefak yang mendukung, peneguhan nilai-nilai yang dinyatakan, dan penanganan asumsi-asumsi dasar, perguruan tinggi dapat memperkuat implementasi SPMI dan mencapai tujuan kualitas yang lebih tinggi. Stay Relevant!

Instagram: @mutupendidikan

Info Pelatihan Mutu Pendidikan

admin

MOTTO: Senantiasa bergerak dan berempati untuk menebar manfaat bagi Mutu Pendidikan di Indonesia

    ×

    Layanan Informasi

    × Hubungi Kami