• 08123070905
  • mutupendidikan.info@gmail.com

Mengapa GKM Gagal? Studi Kebutuhan Maslow dalam Manajemen Mutu

GKM dan Motivasi Kerja

Mengapa GKM Gagal? Studi Kebutuhan Maslow dalam Manajemen Mutu

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Instagram: @mutupendidikan

Pendahuluan

Gugus Kendali Mutu (GKM) diperlukan sebagai strategi dalam Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) Perguruan Tinggi untuk memastikan peningkatan mutu akademik dan non-akademik secara berkelanjutan. Sebagai bagian integral dari SPMI, GKM bertujuan mendorong keterlibatan aktif dosen dan tenaga kependidikan dalam upaya peningkatan mutu institusi. Dengan prinsip partisipatif, GKM mengandalkan kerja sama tim dalam mengidentifikasi, menganalisis, dan menyelesaikan berbagai tantangan mutu. Meski memiliki potensi besar, implementasi GKM di berbagai perguruan tinggi sering kali mengalami hambatan yang menghambat efektivitasnya. Mari kita kaji lebih lanjut!

GKM dan Maslow
GKM dan Teori Maslow

Apakah Kebutuhan Dasar Telah Terpenuhi?

Menurut Maslow, kebutuhan manusia dimulai dari yang paling mendasar (basic needs): fisiologis dan keamanan. GKM sering kali gagal karena karyawan merasa kebutuhan ini belum terpenuhi. Jika gaji / tunjangan rendah, beban kerja tinggi, atau lingkungan kerja tidak nyaman, partisipasi dalam GKM akan terasa sebagai beban tambahan, bukan peluang pengembangan.

Tanpa rasa aman dalam pekerjaan, baik dalam hal keuangan maupun stabilitas karier, karyawan cenderung lebih fokus pada bagaimana bertahan daripada berkontribusi dalam upaya perbaikan mutu. Oleh karena itu, dalam implementasi SPMI, penting bagi pimpinan perguruan tinggi untuk memastikan kesejahteraan tenaga kependidikan dan akademisi sebelum meminta mereka aktif berpartisipasi dalam GKM.

Kebutuhan Sosial dan Penghargaan Terabaikan?

Setelah kebutuhan dasar terpenuhi, karyawan cenderung mencari kebutuhan yang lebih tinggi, yaitu hubungan sosial dan pengakuan. Sayangnya, GKM sering kali diterapkan tanpa memperhatikan faktor ini. Dosen dan tenaga kependidikan yang merasa tidak dihargai atau tidak memiliki hubungan baik dengan rekan kerja akan cenderung enggan berpartisipasi dalam kegiatan GKM, diskusi dan kolaborasi.

Selain itu, ketika hasil kerja dalam GKM tidak diakui atau dihargai oleh manajemen, motivasi untuk berkontribusi akan terus menurun. Padahal, penghargaan tidak selalu harus berbentuk materi. Pengakuan dalam bentuk apresiasi, promosi, atau sekadar pujian publik bisa menjadi dorongan besar bagi anggota tim dalam sistem SPMI yang efektif. Hal ini yang seringkali tidak disadari oleh pimpinan.

Aktualisasi Diri: Puncak Keberhasilan GKM

Puncak dari Hierarki kebutuhan Maslow adalah aktualisasi diri (self actualization), yaitu dorongan untuk mencapai kreatifitas dan potensi maksimal. Dalam konteks GKM, dosen dan tenaga kependidikan yang merasa dihargai dan diberikan kesempatan berkembang akan lebih bersemangat dalam berinovasi dan menyumbangkan ide-ide kreatif.

Namun, banyak perguruan tinggi tidak menyediakan ruang bagi sivitas akademika untuk mengembangkan segenap potensi diri. Training, kesempatan belajar, atau bahkan kebebasan untuk bereksperimen dalam pekerjaan sering kali diabaikan. Akibatnya, GKM hanya menjadi kegiatan formalitas belaka, tanpa hasil nyata karena anggota tidak merasa ada manfaat yang didapat dari keaktifan mereka.

Penutup

Agar GKM berhasil, pimpinan selaku manajemen perguruan tinggi harus memastikan bahwa kebutuhan dasar tenaga pendidik dan kependidikan telah terpenuhi sebelum meminta mereka berkontribusi dalam peningkatan mutu. Langkah-langkah seperti memastikan kesejahteraan karyawan, membangun lingkungan akademik yang mendukung, memberikan penghargaan yang layak, dan menyediakan peluang pengembangan diri akan meningkatkan efektivitas GKM dalam SPMI.

Pada akhirnya, GKM bukan hanya tools atau tentang teknik manajemen mutu dalam SPMI, tetapi juga bagaimana memahami dan memenuhi kebutuhan psikologis karyawan serta sivitas akademika. Dengan pendekatan yang mempertimbangkan kesejahteraan dan motivasi individu, perguruan tinggi dapat membangun sistem GKM yang lebih berkelanjutan, inovatif, dan berdampak nyata dalam peningkatan mutu akademik dan operasional. Stay Relevant!


Referensi

  1. Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan. (2024). Pedoman Implementasi Sistem Penjaminan Mutu Internal Perguruan Tinggi Akademik. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
  2. Griffin, R. W. (2022). Fundamentals of management (10th ed.). Cengage Learning.
  3. OpenAI. (2023). ChatGPT [Large language model]. Diakses melalui https://openai.com/chatgpt
  4. Permendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi.
  5. Robbins, S. P., & Judge, T. A. (2023). Organizational behavior (19th ed., Global ed.). Pearson.
  6. Sallis, E. (2002). Total quality management in education (3rd ed.). Kogan Page.
  7. Yukl, G. (2010). Leadership in organizations (7th ed.). Prentice Hall.

Oleh: Bagus Suminar, wakil ketua ICMI Orwil Jatim, dosen UHW Perbanas Surabaya, dan direktur mutupendidikan.com

Instagram: @mutupendidikan

Info Pelatihan Mutu Pendidikan

admin

MOTTO: Senantiasa bergerak dan berempati untuk menebar manfaat bagi Mutu Pendidikan di Indonesia

    ×

    Layanan Informasi

    × Hubungi Kami