بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم
Instagram: @mutupendidikan
Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) adalah komponen penting dalam tata kelola perguruan tinggi. Kebijakan SPMI menjadi elemen esesial yang tidak hanya mendefinisikan arah peningkatan mutu, namun juga memastikan bahwa institusi mampu memenuhi tuntutan standar nasional pendidikan tinggi. Dalam penerapannya, kebijakan SPMI harus dirancang dengan mempertimbangkan banyak hal seperti visi strategis perguruan tinggi, regulasi yang berlaku, dan kebutuhan stakeholder lainnya.
Namun dalam praktiknya, tidak jarang Kebijakan SPMI dipandang sebagai dokumen administratif yang sulit dimengerti oleh sebagian besar sivitas akademika. Padahal, kebijakan ini memuat banyak hal penting seperti komitmen, standar SPMI dan pedoman strategis yang dapat mempermudah pengelolaan mutu di perguruan tinggi.
Artikel ini akan mencoba mengenalkan hal penting apa saja yang minimal harus ada dalam isi dokumen Kebijakan SPMI. Kebijakan yang dirancang dengan baik akan menjadi panduan yang terpercaya bagi segenap Sivitas akademika. Dengan pendekatan yang holistik, Kebijakan SPMI akan dapat menjadi alat strategis untuk membangun budaya mutu yang berkelanjutan.
Baca juga: Seni Merancang Mission Differentiation Perguruan Tinggi
Visi dan misi perguruan tinggi menjadi elemen penting “yang harus diintegrasikan” dalam Kebijakan SPMI. Visi mencerminkan tujuan (cita-cita) jangka panjang institusi, sedangkan misi adalah langkah strategis yang mendukung tercapainya visi institusi. Dalam konteks ini, Kebijakan SPMI tidak hanya berfungsi sebagai pedoman teknis, tetapi juga sebagai alat strategis untuk menyelaraskan upaya peningkatan mutu “dengan berpedoman” sesuai arah visi misi perguruan tinggi.
Oleh karena itu, visi dan misi “harus di update terlebih dahulu” agar tetap relevan dengan perubahan lingkungan eksternal. Bila visi dan misi belum ter-update, maka upaya integrasi dengan kebijakan SPMI akan sia-sia, karena pada dasarnya perangkat SPMI dibangun dengan tujuan untuk mendukung pencapaian visi dan misi.
Mission Differentiation juga merupakah hal penting yang harus dikelola terlebih dahulu. Dengan keunikan dan positioning yang tepat, dokumen turunan seperti perangkat SPMI, akan disesuaikan agar terintegrasi dan mendukung pencapai visi dan misi unik yang telah dirancang sebelumnya.
Dengan kata lain, Kebijakan SPMI tidak akan memiliki makna apa apa, apabila pernyataan visi dan misi unik masih belum relevan.
Sebagai contoh, institusi yang memiliki visi menjadi pusat unggulan dalam penelitian harus memastikan bahwa Kebijakan SPMI berkomitmen dan mendukung penguatan standar penelitian. Hal ini dapat dilakukan dengan menetapkan standar mutu penelitian yang unggul, yang spesifik, seperti jumlah publikasi internasional yang ditargetkan setiap tahun. Dengan integrasi ini, Kebijakan SPMI dapat menjadi motor penggerak utama dalam mewujudkan visi dan misi institusi.
Baca juga: Pola Pikir, Sikap, dan Perilaku: Pilar Utama Budaya Mutu SPMI
Agar Kebijakan SPMI menjadi bermakna dan mudah dipahami, harus dirancang menarik dan sistematis. Kebijakan SPMI sangat dianjurkan memiliki uraian latar belakang dan tujuan yang jelas agar relevan dan aplikatif. Latar belakang biasanya mencakup info terkait tantangan global yang dihadapi perguruan tinggi, seperti tantangan era BANI, kebutuhan untuk meningkatkan akreditasi, daya saing global, atau adaptasi terhadap regulasi baru.
Sementara itu, tujuan dalam Kebijakan SPMI juga harus dirumuskan secara spesifik dan terukur. Alangkah baiknya bila tujuan kebijakan dirumuskan untuk jangka pendek tahunan, sehingga setiap tahun sekali (minimal) dokumen kebijakan SPMI perlu di update.
Contoh tujuan kebijakan seperti mencapai akreditasi unggul, mendukung budaya mutu, atau meningkatkan kepuasan pemangku kepentingan.
Sebagai ilustrasi, perguruan tinggi yang memiliki visi kuat dalam pengabdian kepada masyarakat (mission differentiation) dapat menjadikan Kebijakan SPMI sebagai alat strategis untuk mengoptimalkan program-program pengabdian yang berorientasi pada kebutuhan masyarakat lokal. Dengan menerapkan standar mutu yang spesifik untuk pengabdian masyarakat, perguruan tinggi dapat memastikan bahwa program yang dirancang tidak hanya relevan, juga juga memberikan dampak yang terukur bagi pengembangan komunitas (community development).
Contoh, Kebijakan SPMI dapat menetapkan indikator keberhasilan seperti jumlah pengabdian yang berbasis riset, tingkat kepuasan masyarakat , atau jumlah kolaborasi dengan pemerintah daerah dan sektor swasta. Melalui pendekatan ini, perguruan tinggi tidak hanya memenuhi tanggung jawab sosialnya namun juga memperkuat perannya sebagai katalisator perubahan di tengah masyarakat. Kebijakan SPMI yang dirancang dengan baik mampu menjadikan program pengabdian masyarakat sebagai bagian integral dari strategi mutu perguruan tinggi.
Baca juga: SPMI Berbasis Pengetahuan: Aset Utama Perguruan Tinggi
Berikut akan disampaikan informasi apa saja yang dianjurkan ada dalam isi Kebijakan SPMI:
Kebijakan SPMI sebaiknya mencantumkan asas-asas fundamental seperti transparansi, akuntabilitas, dan keberlanjutan sebagai landasan utama dalam implementasi mutu. Selain itu, prinsip-prinsip yang mendukung budaya mutu juga perlu dirumuskan secara eksplisit untuk mencerminkan nilai-nilai yang dianut perguruan tinggi. Dalam merumuskan asas dan prinsip, perguruan tinggi tidak harus mengikuti model dari institusi lain. Sebaliknya, institusi dapat mengembangkan sendiri asas dan prinsip tersebut dengan mengintegrasikan kearifan lokal yang relevan dengan karakteristik dan kebutuhan masing-masing. Pendekatan ini tidak hanya membuat kebijakan lebih autentik tetapi juga memperkuat identitas institusi dalam mengelola mutu secara berkelanjutan.
Selain mencantumkan tujuan umum, Kebijakan SPMI juga dianjurkan untuk merumuskan strategi spesifik yang mencerminkan arah strategis perguruan tinggi, termasuk pilihan mission differentiation yang ditetapkan sebagai positioning institusi. Strategi spesifik ini dapat meliputi, misalnya, penerapan teknologi dalam manajemen mutu untuk meningkatkan efisiensi dan transparansi, atau memperkuat kolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan, seperti industri, pemerintah, dan masyarakat. Pendekatan ini tidak hanya memperjelas langkah implementasi kebijakan tetapi juga memperkuat daya saing perguruan tinggi melalui inovasi dan keterlibatan yang lebih luas.
Ruang lingkup kebijakan SPMI mencakup bidang akademik, seperti kurikulum, pembelajaran, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat, serta bidang non-akademik, seperti layanan administrasi, keuangan, dan manajemen sumber daya manusia (SDM). Pendekatan yang holistik ini memastikan bahwa kebijakan tidak hanya berfokus pada satu aspek, tetapi mencakup seluruh aktivitas institusi yang mendukung tercapainya mutu secara menyeluruh. Penjelasan yang jelas mengenai ruang lingkup ini sangat penting agar seluruh sivitas akademika memahami perannya masing-masing dan dapat memberikan dukungan aktif dalam implementasi kebijakan. Dengan demikian, ruang lingkup yang terdefinisi baik akan membantu menciptakan sinergi di seluruh unit kerja perguruan tinggi.
Manajemen SPMI berpusat pada siklus PPEPP (Penetapan, Pelaksanaan, Evaluasi, Pengendalian, dan Peningkatan Standar), yang menjadi inti dari upaya penjaminan mutu di perguruan tinggi. Siklus ini dirancang untuk memastikan bahwa setiap proses dan aktivitas institusi dilakukan secara sistematis, terukur, dan berorientasi pada perbaikan berkelanjutan. Dalam isi Kebijakan SPMI, perlu menjelaskan secara garis besar bagaimana setiap tahap dalam siklus PPEPP diterapkan baik akademik maupun non-akademik. Penjelasan ini akan memberikan panduan yang jelas kepada semua unit kerja, sehingga siklus PPEPP dapat diimplementasikan secara konsisten untuk mencapai dan melampaui standar mutu yang telah ditetapkan. Dianjurkan untuk menambahkan tautan (link) bagi pembaca yang ingin mengetahui lebih dalam tentang PPEPP.
Pengorganisasian SPMI memerlukan struktur organisasi yang jelas untuk memastikan pelaksanaan sistem penjaminan mutu berjalan secara efektif. Struktur ini dapat mencakup pembentukan unit khusus seperti Lembaga Penjaminan Mutu (LPM) yang bertanggung jawab secara langsung terhadap implementasi dan pengawasan SPMI. Alternatif lain adalah “mengintegrasikan” fungsi penjaminan mutu ke dalam manajemen perguruan tinggi, dengan melibatkan unit-unit kerja terkait di bawah koordinasi pimpinan.
Agar dokumen Kebijakan SPMI tidak terlalu tebal, kami menyarankan menguraikan secara garis besar bagaimana struktur ini dirancang, termasuk pembagian tugas, tanggung jawab, dan wewenang masing-masing unit. Namun perlu diingat, bahwa penjelasan detail juga sangat penting, oleh karena itu sertakan “tautan (link) yang dapat di klik” bila pengguna ingin membaca penjelasan detail tentang struktur organisasi.
Kebijakan SPMI perlu mencantumkan secara jelas nama-nama standar yang berlaku sebagai acuan utama dalam penjaminan mutu. Nama standar yang dapat dicantumkan diantaranya Standar Kompetensi Lulusan, Standar Isi Pembelajaran, Standar Proses Pembelajaran, Standar Penilaian Pembelajaran, Standar Penelitian, Standar Pengabdian kepada Masyarakat, Standar Sarana dan Prasarana, Standar Pengelolaan, serta Standar Pembiayaan.
Dengan mencantumkan jumlah dan nama-nama standar, Kebijakan SPMI memberikan kejelasan cakupan dan fokus mutu yang ingin dicapai, sehingga membantu seluruh elemen institusi bekerja menuju target yang sama secara konsisten dan terukur.
Penjelasan lebih rinci tentang setiap standar dapat disampaikan dalam dokumen pendukung atau sangat dianjurkan untuk menyertakan tautan (link) agar pengguna punya kesempatan untuk mengunjungi dengan mudah.
Baca juga: Kemalasan Sosial: Musuh Tersembunyi SPMI
Kebijakan SPMI tidak dapat berjalan efektif tanpa perangkat pendukung yang dirancang dengan baik. Perangkat pendukung minimal meliputi pedoman penerapan siklus PPEPP, standar dan kriteria mutu, serta tata cara pendokumentasian implementasi.
Perangkat-perangkat ini harus dirancang dengan baik untuk mempermudah setiap langkah dalam siklus penjaminan mutu, mulai dari perencanaan hingga evaluasi.
Ketrampilan menyusun perangkat SPMI perlu terus ditingkatkan. Penyusunan Perangkat SPMI memerlukan ketrampilan multi disiplin keilmuan seperti manajemen kualitas, manajemen strategik, dan ilmu perilaku keorganisasian, karena keberhasilan SPMI tidak terlepas dari dari ketrampilan leadership, motivasi dan komunikasi.
Pedoman penerapan siklus PPEPP dapat mencakup contoh nyata dari langkah evaluasi mutu, seperti bagaimana mengukur kepuasan mahasiswa terhadap proses pembelajaran, serta bagaimana melibatkan semua pemangku kepentingan dalam memberikan umpan balik yang konstruktif. Selain itu, penerapan perangkat SPMI yang komprehensif memerlukan integrasi antara manajemen strategis dan ilmu perilaku keorganisasian untuk memastikan setiap elemen dalam siklus PPEPP berjalan dengan efektif. Manajemen yang baik akan membantu dalam perencanaan, pengelolaan sumber daya, dan pengambilan keputusan berbasis data, sedangkan pendekatan perilaku keorganisasian penting untuk memahami motivasi, komunikasi, dan dinamika tim di dalam institusi.
Pendokumentasian yang baik juga menjadi kunci untuk memastikan bahwa setiap langkah dalam siklus dapat diaudit dan ditingkatkan secara berkelanjutan. Dengan menggabungkan manajemen strategis dan perilaku keorganisasian, perangkat SPMI dapat dirancang agar tidak hanya aplikatif tetapi juga relevan dengan budaya kerja institusi. Hal ini memastikan bahwa Kebijakan SPMI mampu menjawab kebutuhan institusi secara menyeluruh dan berorientasi pada peningkatan mutu yang berkelanjutan.
Baca juga: Transformasi SPMI: Komunikasi Internal sebagai Game-Changer
Kebijakan SPMI harus memiliki keterkaitan yang erat (terintegrasi) dengan dokumen strategis perguruan tinggi lainnya, seperti statuta, rencana strategis (Renstra), dan dokumen akreditasi.
Hubungan ini memastikan bahwa Kebijakan SPMI tidak berdiri sendiri, namun menjadi bagian integral dari tata kelola institusi. Sebagai contoh, standar mutu dalam Kebijakan SPMI harus mendukung pencapaian target yang ditetapkan dalam Renstra. Apabila target Renstra dirancang untuk target 5 tahun kedepan, maka standar SPMI dapat dirancang menjadi target tahunan, yang perlu terus di update setiap tahun.
Integrasi Kebijakan SPMI dengan dokumen strategis lainnya memberikan kejelasan arah bagi seluruh pemangku kepentingan di perguruan tinggi. Dosen dan staf dapat dengan mudah memahami bagaimana kebijakan SPMI mendukung pencapaian tujuan strategis institusi, sehingga mereka merasa lebih termotivasi untuk berkontribusi dalam implementasinya. Dengan pendekatan ini, Kebijakan SPMI tidak hanya berfungsi sebagai dokumen administratif, tetapi juga sebagai panduan strategis yang relevan dan aplikatif.
Alih-alih berfokus langsung pada capaian dalam Renstra, Kebijakan SPMI memungkinkan perguruan tinggi untuk lebih mudah fokus pada target-target tahunan yang telah diuraikan dalam perangkat SPMI. Hal ini terjadi karena target dalam perangkat SPMI sudah dirancang sebagai hasil breakdown yang terstruktur dari target yang lebih besar di Renstra.
Baca juga: Dari Visi ke Aksi: Kepemimpinan Transformasional dalam Menggerakkan SPMI
Kebijakan SPMI adalah elemen penting dalam sistem tata kelola perguruan tinggi. Dengan menyusun kebijakan yang holistik yang mencakup visi, tujuan, perangkat pendukung, dan keterkaitan dengan dokumen strategis lainnya, perguruan tinggi dapat memastikan bahwa standar mutu akan dapat diimplementasikan secara efektif dan konsisten. Lebih dari itu, Kebijakan SPMI juga berperan dalam menciptakan budaya mutu yang berkelanjutan, yang menjadi landasan bagi keunggulan institusi di tingkat nasional maupun global. Dalam era persaingan pendidikan tinggi yang semakin ketat, Kebijakan SPMI yang dirancang dengan baik InsyaAllah menjadi kunci keberhasilan perguruan tinggi. Stay Relevant!
Bila kutitipkan harapku pada kebijakan,
Pastilah ia menjalin budaya mutu.
Bila kutitipkan langkahku pada visi,
Pastilah ia menuntun menuju kejayaan.
Bila kutitipkan mimpiku pada strategi,
Pastilah ia menganyam tujuan bersama.
Bila kutitipkan perjuanganku pada renstra,
Pastilah ia melahirkan keunggulan.
Yaa Allah Yaa Rabb…Bismillah
Kan kusimpan keyakinan dalam panduan ini,
Kusulam mutu dalam napas institusi.
Kan kujaga harapan dalam terang visi,
Kutanam semangat di tanah prestasi.
Baca juga: SPMI Tanpa Knowledge Management? Jurang Kegagalan!
Referensi
Oleh: Bagus Suminar, wakil ketua ICMI Orwil Jatim, dosen UHW Perbanas Surabaya, direktur mutupendidikan.com
Instagram: @mutupendidikan
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم
Instagram: @mutupendidikan
Pada suatu pagi di Universitas Sangkuriang (Fiktif), rektor mengumpulkan seluruh pimpinan, dekan dan dosen dalam sebuah rapat penting. Ia memulai pertemuan dengan sebuah pertanyaan sederhana, “Apakah ada yang tahu, apa tujuan dari SPMI kita?” Namun, keheningan yang panjang memenuhi ruangan. Tidak ada satu pun peserta rapat yang berani angkat suara. Rektor pun tersenyum tipis, namun nadanya berubah tegas saat berkata:
“Kalau kalian semua tidak paham tujuan SPMI, bagaimana kita bisa mengimplementasikannya dengan baik? Bagaimana mutu institusi ini bisa meningkat kalau kita bahkan tidak tahu ke mana arah kita berjalan?”
Pertanyaan itu menggambarkan realitas yang dihadapi banyak perguruan tinggi. Semua institusi mempunyai dokumen SPMI lengkap, mulai dari Kebijakan, Siklus PPEPP, Standar dan lain sebagainya, namun sebagian besar belum paham apa tujuan SPMI dibuat. Tanpa pemahaman yang mendalam terhadap tujuan SPMI, mustahil bagi institusi untuk menjalankannya dengan efektif. Untuk itulah, penting bagi seluruh civitas akademika untuk mengenal lebih dalam 6 tujuan strategis yang mendasarinya.
Mutu pendidikan tinggi adalah landasan utama bagi keberhasilan sebuah institusi. Bayangkan seorang mahasiswa yang menjalani pendidikan di lingkungan yang penuh inovasi dan pembelajaran aktif. Dengan pendekatan PPEPP (Penetapan, Pelaksanaan, Evaluasi, Pengendalian, dan Peningkatan Standar), SPMI memastikan bahwa mutu pendidikan tinggi tidak hanya terpenuhi tetapi juga terus berkembang dan ditingkatkan. Sebagai contoh, Universitas Sangkuriang mulai menerapkan evaluasi berbasis data dalam setiap semester untuk memantau efektivitas metode pengajaran, sehingga dosen dapat menyesuaikan strategi mereka sesuai harapan dan kebutuhan mahasiswa.
Selain itu, keberlanjutan mutu tercermin dari integrasi teknologi dalam proses pembelajaran. Universitas Sangkuriang, misalnya, mengembangkan platform e-learning yang diakses oleh ribuan mahasiswa, memungkinkan interaksi yang lebih fleksibel antara dosen dan mahasiswa. Inovasi ini tidak hanya meningkatkan mutu pendidikan, namun juga memberikan solusi terhadap keterbatasan ruang fisik di kampus.
Tidak cukup hanya memenuhi standar, SPMI mendorong perguruan tinggi untuk berkomitmen melampaui batas minimal. Melampaui SN Dikti berarti memiliki standar internal yang lebih tinggi dan relevan dengan kebutuhan zaman. Universitas Sangkuriang, misalnya, menambahkan mata kuliah berbasis teknologi terkini seperti kecerdasan buatan dan blockchain untuk mempersiapkan mahasiswa menghadapi tantangan revolusi industri 4.0.
Selain itu, universitas Sangkuriang juga menjalin kerjasama dengan kampus-kampus internasional untuk mendirikan program double degree. Program ini tidak hanya memberikan pengalaman akademik lintas budaya bagi mahasiswa, namun juga meningkatkan daya saing lulusan dalam kompetisi global. Langkah ini membuktikan bahwa semangat melampaui standar adalah investasi strategis untuk masa depan.
Visi dan misi adalah arah strategis yang memandu langkah perguruan tinggi. SPMI membantu menyelaraskan semua elemen institusi menuju tujuan tersebut. Universitas Sangkuriang, memiliki visi yang menarik, menjadi pusat inovasi teknologi di tingkat Asia Tenggara. Universitas Sangkuriang meluncurkan program “Inovasi Kampus untuk Negeri” yang mendorong mahasiswa mengembangkan solusi teknologi bagi masalah di masyarakat, seperti aplikasi untuk manajemen limbah.
Selain itu, pelaksanaan misi universitas juga terwujud melalui keberhasilan kegiatan pengabdian masyarakat. Sebagai contoh, mahasiswa dan dosen Universitas Sangkuriang terlibat dalam workshop teknologi pertanian bagi petani lokal. Workshop ini tidak hanya meningkatkan keterampilan masyarakat tetapi juga menjadi bukti nyata kontribusi perguruan tinggi terhadap pembangunan nasional.
Mahasiswa, dosen, tenaga kependidikan, dunia usaha, dunia industri, dan masyarakat adalah pemangku kepentingan utama perguruan tinggi. SPMI dibangun untuk memastikan bahwa kebutuhan mereka terpenuhi, itulah salah satu tujuan SPMI. Contoh, Universitas Sangkuriang merancang kurikulum berbasis kompetensi yang melibatkan input masukan dari pelaku industri, sehingga lulusan memiliki keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan industri kerja.
Selain itu, kebutuhan mahasiswa sebagai pemangku kepentingan utama juga harus diperhatikan. Program beasiswa bagi mahasiswa berprestasi dan kurang mampu diimplementasikan dengan dengan baik, memungkinkan akses pendidikan bermutu untuk semua kalangan. Upaya ini menunjukkan bagaimana SPMI membantu universitas merespons kebutuhan pemangku kepentingan secara menyeluruh.
Dalam era yang menuntut kepercayaan publik, akuntabilitas dan transparansi adalah faktor penting. SPMI memberikan framework untuk memastikan bahwa semua proses berjalan secara terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan. Sebagai ilustrasi, Universitas Sangkuriang secara berkala mempublikasikan laporan kinerja akademik dan keuangan mereka di situs resmi universitas, memberikan akses kepada publik untuk memantau perkembangan institusi.
Transparansi ini juga diterapkan dalam proses PMB (penerimaan mahasiswa baru). Dengan menggunakan sistem pendaftaran online yang transparan, Universitas Sangkuriang mampu memastikan bahwa seleksi mahasiswa dilakukan secara adil dan objektif. Langkah ini memperkuat kepercayaan publik terhadap institusi pendidikan tinggi.
SPMI menjadi fondasi utama untuk mempersiapkan perguruan tinggi dalam proses akreditasi eksternal (BAN-PT, LAM atau Akreditasi Internasional). Universitas Sangkuriang yang telah menerapkan SPMI dengan baik sering kali lebih siap menghadapi proses akreditasi nasional maupun internasional. Misalnya, universitas ini secara berkala melakukan simulasi akreditasi dengan mengundang asesor independen untuk memberikan umpan balik terhadap kelemahan dan kekuatan mereka.
Selain itu, universitas ini juga mengadopsi standar mutu internasional seperti ISO 21001 untuk memastikan bahwa proses akademik dan administratif mereka memenuhi persyaratan global. Langkah ini tidak hanya meningkatkan akreditasi tetapi juga membangun reputasi (citra) institusi di tingkat internasional.
Baca juga: Penguatan SPMI dengan 10 Peran Manajer ala Mintzberg
Menghidupi semangat SPMI adalah tugas bersama seluruh civitas akademika. Ketika standar SPMI menjadi budaya, bukan sekadar aturan formalitas, institusi akan berkembang secara komprehensif. Sebagaimana rektor dalam cerita awal mengakhiri pidatonya, “Ingatlah, mutu bukan tujuan akhir. Ia adalah perjalanan yang terus kita tempuh bersama.”
Baca juga: Pola Pikir, Sikap, dan Perilaku: Pilar Utama Budaya Mutu SPMI
Sebagai penutup, Aristoteles, filsuf Yunani mengingatkan kita: “Quality is not an act; it is a habit.” Mutu adalah kebiasaan (habit) yang harus kita bangun setiap hari demi mutu pendidikan tinggi yang terus unggul secara berkelanjutan. Stay Relevant!
Di Jalan Mutu Kami Berpijak
Di langit cita kami titipkan mimpi,
Setiap langkah terajut dalam harmoni,
Bukan sekadar janji, namun habit sejati,
Mutu kami bangun, hingga abadi di hati.
Referensi
Oleh: Bagus Suminar, wakil ketua ICMI Orwil Jatim, dosen UHW Perbanas Surabaya, direktur mutupendidikan.com
Instagram: @mutupendidikan
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم
Instagram: @mutupendidikan
Di Universitas Sangkuriang (fiktif), para rektor dan dekan dihadapkan pada situasi yang menuntut perenungan mendalam. Mereka menyadari bahwa di era persaingan global yang semakin kompleks, lulusan yang unggul dan mampu bersaing bukan lagi sekadar pilihan, melainkan sebuah keharusan. Namun, pertanyaan besar muncul: “Bagaimana Universitas Sangkuriang dapat meningkatkan mutu institusi tanpa kehilangan karakter dan identitas unik yang sudah menjadi ciri khas?”
Untuk menjawab pertanyaan ini, pimpinan mulai mengelaborasi lebih dalam tentang “makna lima prinsip” Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI).
Mereka mulai menyadari bahwa penerapan yang konsisten dan strategis dari prinsip-prinsip ini dapat menjadi landasan yang kokoh untuk menciptakan perubahan positif. Kisah ini dapat menjadi inspirasi banyak perguruan tinggi di Indonesia yang berusaha menemukan keseimbangan antara menjaga tradisi dan merespons tantangan global.
Baca juga: Integrasi PPEPP dan Goal Setting: Terobosan dalam Penguatan SPMI
SPMI adalah lebih dari sekadar setumpuk dokumen; ia merupakan manifestasi “komitmen” perguruan tinggi untuk mencapai keunggulan dalam Tridharma: pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat. Melalui SPMI, perguruan tinggi dapat membangun framework yang jelas untuk memastikan bahwa mutu akademik dan non-akademik terus meningkat secara berkelanjutan.
Di era disrupsi BANI (Brittle, Anxious, Nonlinear, Incomprehensible) dan perkembangan pesat kecerdasan buatan (AI), perguruan tinggi perlu menyadari bahwa SPMI bukan sekedar formalitas pemenuhan regulasi, namun tools strategis yang harus dioptimalkan fungsinya.
Dengan tantangan yang semakin kompleks, SPMI tidak hanya menjadi penjamin keberlanjutan mutu tetapi juga membantu institusi beradaptasi dan merespons perubahan dengan cepat (speed) dan efektif, memastikan relevansi lulusan dalam dunia yang terus berubah.
Baca juga: Mission Differentiation dan Positioning: Pilar Baru SPMI?
Pada Bab III A Pedoman Implementasi SPMI PTA 2024, halaman 20, lima prinsip mendasar dijelaskan dengan jelas:
Pendekatan PPEPP menjadi framework untuk ke dalam tindakan nyata. Berikut adalah contoh konkret penerapan PPEPP di Universitas Sangkuriang, dengan prinsip yang dipraktikkan pada setiap tahap siklus PPEPP:
Dengan pendekatan siklus PPEPP, Universitas Sangkuriang berhasil menciptakan proses penjaminan mutu yang sistematis, efektif dan berkelanjutan, memastikan bahwa setiap langkah diambil untuk mendukung pencapaian visi dan misi institusi.
Baca juga: Penguatan SPMI dengan 10 Peran Manajer ala Mintzberg
Sebagaimana ditegaskan dalam Pedoman Implementasi SPMI PTA 2024, “Kualitas pendidikan tidak hanya tentang prestasi saat ini, namun tentang bagaimana kita terus berkembang untuk menghadapi masa depan.” Kisah Universitas Sangkuriang (fiktif) memberi ilustrasi menarik bagaimana lima prinsip SPMI dapat diimplementasikan secara efektif untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang inovatif dan adaptif terhadap perubahan.
Dengan keberhasilan dalam penguatan SPMI, Universitas Sangkuriang kini semakin percaya diri dalam membangun sistem mutu di tengah persaingan global. Menjaga relevansi tanpa mengorbankan tradisi, universitas ini menunjukkan bahwa dengan komitmen dan visi yang jelas, perguruan tinggi dapat menjadi pelopor dalam mencetak lulusan yang unggul dan bermakna bagi bangsa.
Lima prinsip SPMI adalah fondasi yang tak tergoyahkan, menjadi obor yang menerangi jalan menuju masa depan pendidikan yang gemilang. Stay Relevant!
Baca juga: Seni Merancang Mission Differentiation Perguruan Tinggi
Referensi
Oleh: Bagus Suminar, wakil ketua ICMI Orwil Jatim, dosen UHW Perbanas Surabaya, direktur mutupendidikan.com
Instagram: @mutupendidikan
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم
Instagram: @mutupendidikan
Di sebuah perguruan tinggi bernama Universitas Sangkuriang (fiktif), rektor baru menghadapi tantangan besar. Meskipun akreditasi institusi telah mencapai peringkat unggul, suara mahasiswa dan dosen menyuarakan ketidakpuasan terhadap mutu pembelajaran dan administrasi. Evaluasi SPMI menunjukkan bahwa proses penjaminan mutu sering kali bersifat formalitas administratif belaka, tanpa menghasilkan dampak nyata yang subtantif.
Dalam rapat strategis para pimpinan, seorang dekan bertanya, “Apakah ada cara untuk mengubah sistem SPMI ini agar benar-benar meningkatkan mutu pendidikan secara riil, bukan sekadar memenuhi syarat formalitas regulasi?”
Pertanyaan yang menjadi renungan bersama ini, akhirnya membuka jalan menuju eksplorasi makna filosofi dari model Total Quality Management (TQM). Hal menarik apa yang bisa dipetik dari pendekatan TQM? Apakah TQM, yang terbukti berhasil di beberapa industri manufaktur, dapat diimplementasikan pada pendidikan tinggi (industri jasa)?
Baca juga: Dari Visi ke Aksi: Kepemimpinan Transformasional dalam Menggerakkan SPMI
Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) adalah kerangka kerja (framework) wajib bagi perguruan tinggi di Indonesia. Berdasarkan Permendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023, siklus Penetapan, Pelaksanaan, Evaluasi, Pengendalian, dan Peningkatan Standar (Siklus PPEPP) menjadi tulang punggung implementasi mutu pendidikan tinggi. Namun, realitanya, masih terdengar pelaksanaan SPMI sering kali terjebak dalam formalitas administratif tanpa ada dampak signifikan terhadap mutu pendidikan.
Di sinilah kebutuhan akan “upgrade SPMI” muncul. Total Quality Management, sebagaimana dibahas Edward Sallis dalam Total Quality Management in Education, menawarkan pendekatan holistik untuk perbaikan berkelanjutan.
Prinsip-prinsip TQM dapat memberikan nafas baru dalam implementasi SPMI, mengubahnya dari sekadar alat pemenuhan regulasi (formalitas), namun menjadi instrumen utama transformasi mutu pendidikan.
Baca juga: SPMI Tanpa Knowledge Management? Jurang Kegagalan!
Edward Sallis dalam bukunya menjelaskan bahwa TQM bukan hanya alat manajerial, tetapi filosofi yang menekankan tentang pentingnya perbaikan berkelanjutan (continuous improvement) dan fokus pada pelanggan. Ada tiga gagasan utama yang relevan untuk pendidikan tinggi:
Gagasan pertama adalah “Kaizen dan Perbaikan Berkelanjutan”. Dalam konsep Kaizen, setiap individu di organisasi, mulai dari pemimpin hingga staf terendah, memiliki peran dalam memperbaiki sistem. Sallis menegaskan bahwa budaya ini tidak hanya berlaku di pabrik, tetapi juga di ruang kelas dan administrasi pendidikan. Sebagai contoh, di Universitas Sangkuriang, semua anggota organisasi—dari rektor hingga satpam—diminta untuk mengidentifikasi satu hal yang dapat diperbaiki di lingkup tugas mereka. Seorang satpam, misalnya, mengusulkan agar pintu akses mahasiswa dibuka lebih awal untuk mendukung ketepatan waktu kuliah. Usulan sederhana ini diterima dan ternyata meningkatkan kenyamanan mahasiswa. Namun, tantangannya adalah membangun mindset perbaikan berkelanjutan di setiap level. Apakah perguruan tinggi siap melatih semua staf untuk berpikir dalam kerangka mutu yang berkelanjutan? Apakah mampu membangun pola pikir, pola sikap dan pola perilaku (budaya mutu) yang sesuai dengan standar SPMI? Kembali kepada lembaga masing-masing, apakah siap menghadapi tantangan ini!
Mahasiswa, sebagai pelanggan utama, harus menjadi pusat dari setiap keputusan institusi. Lebih jauh lagi, dosen, staf, dan masyarakat adalah pelanggan internal dan eksternal yang harus didengarkan dan dilibatkan. Di sinilah peran penting semangat pelayanan prima (service excellence) dipahami dan diterapkan secara bersama-sama. Di Universitas Sangkuriang, pelatihan pelayanan prima diadakan untuk semua staf, baik dosen maupun petugas administrasi. Dalam simulasi, staf administrasi belajar cara memberikan solusi cepat bagi mahasiswa yang kehilangan dokumen penting, alih-alih mengarahkan mereka ke departemen lain. Hasilnya, mahasiswa merasa lebih dihargai karena semua kebutuhan mereka diselesaikan di satu tempat melalui layanan terpadu (one-stop service). Komitmen seperti ini mencerminkan bagaimana layanan prima dapat menjadi bagian integral dari budaya organisasi.
Sallis juga memperkenalkan model “Organisasi Piramida Terbalik”, di mana mahasiswa berada di puncak piramida, dan administrasi berfungsi untuk mendukung pembelajaran mereka. Namun, penerapan model ini kerap menemui hambatan di perguruan tinggi yang masih mengutamakan struktur hierarkis tradisional. Di Universitas Sangkuriang, misalnya, seorang dekan yang terbiasa dilayani merasa keberatan ketika diminta untuk duduk bersama mahasiswa dalam forum diskusi terbuka. Untuk mengatasi hal ini, universitas mulai memperkenalkan program “Pemimpin Melayani”, di mana pejabat kampus secara bergantian melayani mahasiswa di layanan administrasi selama satu hari penuh. Melalui pengalaman langsung ini, para pemimpin kampus mulai memahami kesulitan dan kebutuhan mahasiswa, sehingga perlahan mengubah mindset dari “dilayani” menjadi “melayani”.
Baca juga: Misi SPMI: Menjadikan Kualitas sebagai DNA Perguruan Tinggi
Untuk mengintegrasikan SPMI dengan TQM, perguruan tinggi perlu mengambil langkah-langkah strategis yang relevan dengan kebutuhan organisasi.
Revisi Standar SPMI menjadi salah satu langkah krusial. Standar yang ditetapkan dalam PPEPP perlu dirancang ulang secara periodik dengan pendekatan yang lebih humanis dan berbasis kebutuhan pelanggan.
Misalnya, di Universitas Sangkuriang, standar penilaian kinerja dosen tidak lagi hanya mengandalkan publikasi jurnal bereputasi, namun juga mencakup survei kepuasan mahasiswa terhadap pembelajaran. Survei ini menjadi komponen penting dalam mendesain ulang metode pengajaran yang lebih relevan dengan dunia kerja. Penting juga untuk mengembangkan standar penilaian kinerja dengan memasukkan kompenen ide keratif yang di hasilkan dosen, langkah ini menjadi bagian penting untuk menumbuhkan budaya inovasi di perguruan tinggi.
Budaya “Kaizen” juga harus dibangun melalui proses evaluasi yang inspiratif.
Proses evaluasi dan pengendalian dalam PPEPP tidak boleh sekadar menjadi ritual tahunan atau semesteran, namun harus menjadi momen refleksi kritis bersama.
Contohnya, Universitas Sangkuriang mengadakan forum evaluasi terbuka setiap 3 bulan, di mana dosen dan mahasiswa saling bertukar masukan. Hasil dari forum diskusi ini kemudian diterjemahkan ke dalam rencana aksi nyata, seperti peningkatan fasilitas laboratorium atau penambahkan koleksi ebook di perpustakaan.
Penguatan komponen leadership adalah elemen kunci. Pemimpin perguruan tinggi harus berkomitmen untuk bisa menjadi teladan dalam membangun budaya mutu.
Di Universitas Sangkuriang, rektor menginisiasi program mentorship, di mana pimpinan fakultas bersama-sama mendampingi dosen-dosen muda dalam menyusun rencana pengajaran yang inovatif. Langkah ini tidak hanya memperkuat kompetensi dosen, namun juga menciptakan lingkungan kerja yang mendukung kolaborasi dan inovasi.
Integrasi SPMI dan TQM tidak hanya memberikan arah baru dalam pengelolaan mutu pendidikan tinggi, namun juga menanamkan budaya mutu yang berkelanjutan (kaizen).
Dengan menjadikan mutu sebagai prioritas utama, perguruan tinggi dapat memastikan bahwa setiap proses, dari perencanaan hingga evaluasi, menciptakan dampak nyata yang dirasakan oleh seluruh stakeholder. Sebagaimana dikatakan oleh Crosby, salah satu tokoh TQM, “Quality is free. It’s not a gift, but it’s free. What costs money are the unquality things — all the actions that involve not doing jobs right the first time.” Pendidikan tinggi yang bermutu adalah hasil dari kebiasaan kolektif untuk selalu bertanya, memperbaiki, dan melayani dengan lebih baik.
Saatnya SPMI dan PPEPP belajar dari TQM, SPMI bukan sekadar formalitas-administratif belaka, namun jantung dari transformasi pendidikan tinggi di Indonesia. Stay Relevant!
Baca juga: Connecting The Dots: Transformasi SPMI melalui Kolaborasi Tim
Referensi
Oleh: Bagus Suminar, wakil ketua ICMI Orwil Jatim, dosen UHW Perbanas Surabaya, direktur mutupendidikan.com
Instagram: @mutupendidikan
Layanan Informasi