• 08123070905
  • mutupendidikan.info@gmail.com

Author Archive admin

Cara Membuat Standar SPMI

Cara Membuat Standar SPMI

Cara Membuat Standar SPMI

Standar SPMI Perguruan Tinggi atau Standar Mutu (Quality Standard) Standar SPMI Perguruan Tinggi adalah dokumen berisi berbagai kriteria, ukuran, patokan, atau spesifikasi yang disebut Standar Pendidikan Tinggi atau Standar Dikti dari setiap aspek pendidikan tinggi di suatu Perguruan Tinggi untuk mewujudkan visi dan misinya. 

Dokumen Standar SPMI Perguruan Tinggi atau Standar Mutu (Quality Standard) berfungsi sebagai: 

  1. alat ukur dalam mewujudkan visi, misi, dan tujuan Perguruan Tinggi; 
  2. indikator untuk menunjukkan tingkat (level) mutu Perguruan Tinggi; 
  3. tolok ukur capaian oleh semua pihak di Perguruan Tinggi, sehingga menjadi faktor pendorong untuk bekerja dengan (atau bahkan melebihi) standar; 
  4. bukti otentik kepatuhan Perguruan Tinggi terhadap peraturan perundang undangan tentang Standar Dikti; dan 
  5. bukti kepada masyarakat bahwa Perguruan Tinggi tersebut telah secara sungguh-sungguh menyelenggarakan pendidikan tinggi berdasarkan standar.

Membuat standar SPMI (Sistem Penjaminan Mutu Internal) yang baik untuk perguruan tinggi adalah langkah penting dalam menjaga mutu pendidikan dan mengawal pelayanan yang diberikan. 

Ada 2 metode yang dianjurkan untuk membuat standar SPMI Perguruan Tinggi, yang pertama dengan metode ABCD (audience, behavior, competence dan degree), sedangkan metode yang kedua dengan model KPI (Key Performance Indicators).  

Dalam artikel kali ini, akan diulas pembuatan standar dengan metode KPI. Adapun contoh yang akan dibahas adalah dalam kasus di perguruan tinggi.

Cara Membuat Standar SPMI

Berikut adalah langkah-langkah yang dapat Anda jalankan agar dapat membuat standar SPMI yang efektif dan efisien:

Visi-Misi dan Renstra Perguruan Tinggi

Pastikan bahwa Standar SPMI yang Anda rancang selaras dengan visi-misi dan renstra (rencana strategis) perguruan tinggi. Ini akan membantu dalam menentukan KPI yang relevan dengan pencapaian tujuan tersebut.

Misalnya ketika merancang standar kerjasama, standar perpustakaan, standar kompetensi lulusan atau standar-standar lainnya maka visi-misi dan renstra perguruan tinggi harus menjadi sumber inspirasi yang akan memberi arah penyusunan standar SPMI.

Identifikasi Aspek Penting

Identifikasi aspek-aspek penting dalam operasional perguruan tinggi yang perlu diukur dan ditingkatkan. Ini bisa termasuk kualitas pengajaran, penelitian, pengabdian masyarakat, layanan mahasiswa, dan lain-lain.

Pengelola perguruan tinggi dapat mengembangkan standar sesuai tuntutan internal dan eksternal. Untuk eksternal tentu wajib mempertimbangkan ketentuan pemerintah yang tertuang dalam Permendikbud 3 tahun 2020 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi.

Tentukan KPI yang Relevan

Pilih KPI yang sesuai dengan masing-masing aspek. Misalnya, untuk kualitas pengajaran, Anda dapat menggunakan KPI seperti tingkat kehadiran dosen, hasil evaluasi mahasiswa terhadap dosen, dan sebagainya.

Dalam mengembangkan KPI, Perguruan Tinggi dapat menetapkan target capaian/tahun untuk masing-masing standar, menetapkan indikator keberhasilan dan metode pengukuran yang sesuai.

Pastikan KPI SMART

Pastikan bahwa setiap KPI yang dipilih memenuhi kriteria SMART: Spesifik, Terukur, Dapat Dicapai, Relevan, dan ada ukuran Waktu. Contohnya, “Meningkatkan tingkat kehadiran dosen dalam kelas menjadi 95% pada akhir semester ini.”

KPI Standar SPMI Perguruan Tinggi
Penyusunan KPI untuk standar SPMI
Tetapkan Target KPI

Tentukan target kinerja yang diinginkan untuk setiap KPI. Target ini harus sesuai dengan tujuan perguruan tinggi dan realistis dalam konteks sumber daya yang tersedia.

Target harus ambisius dan menantang, namun juga harus realistis. Sebaiknya yang menetapkan target adalah atasan / pimpinan, agar sesuai dengan pencapaian Renstra Perguruan Tinggi.

Kaitkan KPI dengan Rencana Strategis (Renstra)

Pastikan bahwa setiap KPI memiliki kaitan dengan rencana strategis perguruan tinggi. Ini akan membantu dalam mengukur sejauh mana pencapaian KPI berkontribusi pada pencapaian tujuan secara keseluruhan.

Bila KPI dibuat untuk kurun waktu 1 tahun, maka dalam waktu 5 tahun kedepan KPI harus dipastikan dapat mencapai tujuan yang disusun dalam renstra (rencana 5 tahun).

Buat Sistem Monitoring Pencapaian Standar

Buat sistem untuk mengumpulkan, merekam, dan memantau  capaian KPI secara teratur. Proses ini dapat memanfaatkan perangkat lunak atau alat pelacakan yang sesuai.

Dengan adanya sistem informasi manajemen secara digital, maka pimpinan akan mudah memantau progres implementasi dari standar yang telah disusun.

Menetapkan Penanggung Jawab

Agar proses implementasi Standar berjalan baik, tetapkan siapa yang bertanggung jawab atas pengumpulan data, pemantauan KPI, dan analisis data. Jelaskan peran dan tanggung jawab masing-masing individu atau tim (Job Description).

Evaluasi dan Analisis

Dalam SPMI (sistem penjaminan mutu internal) Perguruan Tinggi, ada mekanisme PPEPP, melalui manual yang ke 3 yaitu Evaluasi, dapat dilakukan secara periodik.

Evaluasi data KPI untuk mengidentifikasi tren dan perubahan. Lakukan analisis untuk menentukan apakah target tercapai dan jika tidak, identifikasi penyebab dan solusinya.

Implementasi Perbaikan

Jika KPI tidak mencapai target yang ditetapkan, identifikasi tindakan perbaikan yang diperlukan. Lakukan perbaikan dan rencanakan langkah-langkah untuk mencapai target di masa mendatang.

Review dan Revisi Dokumen Standar (Update)

Secara berkala tinjau dan revisi standar SPMI, termasuk KPI yang digunakan. Pastikan bahwa KPI yang dipilih tetap relevan dengan perubahan kebijakan, kebutuhan perguruan tinggi, dan tujuan pendidikan.

Komunikasi Hasil Pencapaian Standar SPMI

Bagikan hasil KPI kepada semua pemangku kepentingan, termasuk dosen, mahasiswa, staf, dan pihak luar. Ini dapat dilakukan melalui laporan, presentasi, atau rapat.

Dukungan Manajemen Puncak

Pastikan dukungan penuh dari manajemen perguruan tinggi dalam implementasi dan pengembangan SPMI. Manajemen perlu memprioritaskan pendidikan berkualitas dan perbaikan berkelanjutan.

Peningkatan Berkelanjutan (Kaizen)

Jadikan SPMI sebagai bagian dari budaya perguruan tinggi. Teruslah mengembangkan SPMI dan meningkatkan kualitas pendidikan secara berkelanjutan (Kaizen).

Budaya SPMI adalah pola pikir, pola sikap dan pola perilaku yang sesuai dengan standar SPMI

Penutup

Ingatlah bahwa setiap perguruan tinggi memiliki kebutuhan dan konteks yang berbeda, setiap perguruan tinggi memiliki strategi dan positioning yang berbeda-beda.

Oleh karena itu, pastikan bahwa standar SPMI yang Anda buat sesuai dengan karakteristik unik perguruan tinggi Anda dan tujuan yang ingin dicapai.

Demikian uraian singkat tentang Cara Membuat Standar SPMI, semoga bermanfaat. Stay Relevant!


Instagram: @mutupendidikan

Info Pelatihan Mutu Pendidikan

Kegagalan Tinjauan Manajemen

Kegagalan Tinjauan Manajemen

Kegagalan Tinjauan Manajemen

Tinjauan manajemen (TM) atau sering disebut RTM (rapat tinjauan manajemen)  adalah proses penting dalam pengelolaan organisasi. TM melibatkan evaluasi kinerja organisasi secara keseluruhan, termasuk pencapaian tujuan /standar, efektivitas operasional, efisiensi, dan kesesuaian dengan persyaratan hukum dan peraturan. 

Baca juga: SPMI dan Tinjauan Manajemen

Kegagalan TM dapat mengakibatkan berbagai masalah yang merugikan organisasi, termasuk kerugian finansial, penurunan produktivitas, kegagalan mutu, dan bahkan pelanggaran aturan hukum.

Lembaga pendidikan (perguruan tinggi, sekolah dan madrasah) yang menerapkan SPMI (sistem penjaminan mutu internal) juga perlu melakukan kegiatan TM. Dengan TM yang terkelola dengan baik, upaya perbaikan berkesinambungan (kaizen), akan dapat mudah dicapai.

Sebaliknya bila TM diadakan kurang tepat sasaran, diadakan asal asalan, maka kegiatan yang sekedar “formalitas” tersebut akan mubazir, gagal dan tidak ada nilai tambah.

Kegagalan Tinjauan Manajemen

Berikut beberapa contoh kegagalan Tinjauan Manajemen di Lembaga Pendidikan:

  1. Tinjauan Manajemen Tidak Diadakan Teratur: Bila TM tidak dilakukan secara teratur, maka problem yang terjadi di dalam Lembaga Pendidikan tidak akan terdeteksi dan diatasi tepat waktu. Hal ini dapat mengakibatkan penurunan kinerja Lembaga, upaya pencapaian standar pendidikan menjadi kurang efektif.
  2. Tidak Adanya Partisipasi: Tinjauan Manajemen harus melibatkan seluruh pihak yang terlibat dalam Lembaga Pendidikan, seperti Rektor, Dekan, Kaprodi dan Semua Kepala Unit Kerja. Jika ada pihak yang tidak terlibat dalam TM, maka masalah yang terjadi di dalam lembaga akan berlarut larut dan tidak diatasi secara tepat waktu.
  3. Rencana Aksi Tidak Jelas: TM harus mampu menghasilkan rencana aksi yang jelas dan terukur. Rencana aksi disusun untuk mengatasi masalah-masalah yang teridentifikasi. Jika TM tidak dapat menyusun rencana aksi yang jelas, maka masalah lembaga tidak akan teratasi dengan efektif. 
  4. Tindak Lanjut Rencana Aksi: Rencana aksi yang telah dibuat harus dapat ditindak lanjuti dengan konkret. Perlu ada komitmen yang kuat dari semua unsur untuk bersinergi melakukan tindakan koreksi, korektif dan preventif. Masalah harus dapat diselesaikan dengan cepat, dan dipastikan tidak terulang lagi dikemudian hari.
  5. Tidak Ada Evaluasi: Setelah dilakukan tindak lanjut, TM harus melakukan evaluasi terhadap hasil dari tindak lanjut tersebut. Bila tidak ada evaluasi terhadap tindak lanjut, maka tidak akan ada pembelajaran dari pengalaman & masalah yang sama dapat terulang lagi di kemudian hari.

Kesimpulan, kegagalan TM dapat memiliki dampak negatif yang serius pada lembaga Pendidikan. Oleh karena itu, sangat penting untuk melakukan TM secara periodik dan memastikan bahwa semua pihak terlibat dalam proses tersebut. Stay Relevant !


Instagram: @mutupendidikan

Info Pelatihan Mutu Pendidikan

Tips Menyusun Dokumen SPMI

Tips Menyusun Dokumen SPMI

Tips Menyusun Dokumen SPMI

Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) Pendidikan Tinggi adalah kegiatan sistemik penjaminan mutu pendidikan tinggi oleh setiap perguruan tinggi secara otonom untuk mengendalikan dan meningkatkan penyelenggaraan pendidikan tinggi secara berencana dan berkelanjutan.

Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) Dikdasmen adalah sistem penjaminan mutu yang berjalan di dalam satuan pendidikan dan dijalankan oleh seluruh komponen dalam satuan pendidikan yang mencakup seluruh aspek penyelenggaraan pendidikan dengan memanfaatkan berbagai sumberdaya untuk mencapai SNP.

Tips Menyusun Dokumen SPMI

Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) adalah rangkaian kebijakan, standar dan prosedur yang dirancang untuk memastikan mutu dan kinerja suatu institusi pendidikan. Berikut adalah beberapa tips untuk menyusun dokumen SPMI:

  1. Pahami Filosofi, Tujuan & Lingkup SPMI: Sebelum menyusun dokumen SPMI, pastikan bahwa Anda memahami filosofi, tujuan & lingkup SPMI yang diterapkan di institusi pendidikan Anda. Pemahaman yang mendalam, akan membantu Anda memastikan bahwa dokumen yang disusun sesuai dengan tujuan dan kebutuhan SPMI. Filosofi yang penting dipahami, SPMI ini untuk memberi tools bagaimana langkah-langkah untuk melakukan kegiatan perbaikan yang terus menerus (Kaizen).
  2. Identifikasi Dokumen: Buat list dokumen apa saja yang diperlukan untuk SPMI Anda. Ini bisa termasuk kebijakan, manual, standar, prosedur, formulir, pedoman, dan dokumentasi lainnya. Pastikan bahwa dokumen-dokumen tersebut lengkap dan meliputi seluruh aspek SPMI yang diterapkan.
  3. Tetapkan Format Dokumen: Setelah mengidentifikasi dokumen apa saja yang diperlukan, selanjutnya perlu menetapkan format untuk setiap dokumen. Pastikan bahwa format yang ditetapkan sesuai dengan kebutuhan SPMI, dan sesuai dengan format yang diterapkan oleh institusi Anda. Pastikan format dokumen menarik untuk dibaca, pemilihan template yang tepat, ukuran font dan desain warna yang menarik.
  4. Melibatkan Pihak Terkait: Selama proses penyusunan dokumen SPMI, pastikan bahwa semua pihak-pihak terkait terlibat. Termasuk didalamnya manajemen, staf akademik dan administratif, mahasiswa, & pengawas. Libatkan stakeholder dalam pembahasan dan validasi dokumen. Stakeholder akan bermanfaat untuk memastikan bahwa dokumen tersebut representatif & akurat.
  5. Pentingnya Manajemen Dokumen: Sistem manajemen dokumen berguna untuk memastikan bahwa dokumen SPMI tersedia, update & dapat diakses oleh pihak terkait. Pastikan bahwa dokumen tersedia dalam format file elektronik dan fisik (hardcopy), dan mudah diakses.
  6. Evaluasi & Revisi: Dokumen yang baik harus update sesuai dengan perubahan lingkungan internal dan eksternal. Evaluasi dokumen SPMI perlu dilakukan secara berkala untuk memastikan bahwa dokumen tetap sesuai dengan kebutuhan SPMI. Lakukan revisi bila dokumen sudah tidak cocok. Dokumen diperbarui sesuai dengan perubahan visi-misi, kebijakan dan prosedur institusi. Dokumen harus terus diperbaiki untuk  disempurnakan, benar benar handal untuk menjadi acuan kerja.

Demikian uraian singkat tentang Tips Menyusun Dokumen SPMI, semoga bermanfaat. Stay Relevant !


Instagram: @mutupendidikan

Info Pelatihan Mutu Pendidikan

Bab 1 Permendikbudristek No. 53 Tahun 2023

Bab 1 Permendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023

TENTANG PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN TINGGI

Link Powerpoint

BAB I

Permendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

  1. Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi adalah kegiatan sistemik untuk meningkatkan mutu pendidikan tinggi secara berencana dan berkelanjutan.
  2. Standar Nasional Pendidikan Tinggi yang selanjutnya disebut SN Dikti adalah satuan standar yang meliputi standar nasional pendidikan ditambah dengan standar penelitian dan standar pengabdian kepada masyarakat.
  3. Tridharma Perguruan Tinggi yang selanjutnya disebut Tridharma adalah kewajiban perguruan tinggi untuk menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
  4. Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi yang selanjutnya disebut SPM Dikti adalah rangkaian unsur dan proses terkait mutu pendidikan tinggi yang saling berkaitan dan tersusun secara teratur dalam menjamin dan meningkatkan mutu pendidikan tinggi secara berencana dan berkelanjutan.
  5. Sistem Penjaminan Mutu Internal yang selanjutnya disingkat SPMI adalah rangkaian unsur dan proses yang saling berkaitan dan tersusun secara teratur dalam rangka menjamin dan meningkatkan mutu pendidikan tinggi di perguruan tinggi secara otonom.
  6. Sistem Penjaminan Mutu Eksternal yang selanjutnya disingkat SPME adalah rangkaian unsur dan proses yang saling berkaitan dan tersusun secara teratur dalam rangka menjamin dan meningkatkan mutu pendidikan tinggi melalui Akreditasi.
  7. Akreditasi adalah kegiatan penilaian sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan berdasarkan SN Dikti.
  8. Masa Tempuh Kurikulum adalah waktu teoritis yang dibutuhkan untuk menyelesaikan seluruh beban belajar dalam kurikulum suatu program pendidikan tinggi secara penuh waktu.
  9. Pangkalan Data Pendidikan Tinggi yang selanjutnya disebut PD Dikti adalah kumpulan data penyelenggaraan pendidikan tinggi seluruh perguruan tinggi yang terintegrasi secara nasional.
  10. Kementerian adalah Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan.
  11. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan.
  12. Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi yang selanjutnya disingkat BAN-PT adalah badan yang dibentuk oleh Pemerintah untuk mengembangkan sistem Akreditasi. 
  13. Lembaga Akreditasi Mandiri yang selanjutnya disingkat LAM adalah lembaga akreditasi mandiri yang dibentuk oleh Pemerintah atau masyarakat yang diakui oleh Pemerintah.

Pasal 2 

(1) Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi dilakukan melalui penetapan, pelaksanaan, evaluasi, pengendalian, dan peningkatan standar pendidikan tinggi. 

(2) Standar pendidikan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: 

a. SN Dikti; dan 

b. standar pendidikan tinggi yang ditetapkan oleh perguruan tinggi

Demikian Ketentuan dalam Bab 1 Permendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023, semoga bermanfaat.


Instagram: @mutupendidikan

Info Pelatihan Mutu Pendidikan

Standar, Program Kerja dan SOP

Standar, Program Kerja dan SOP

Standar, Program Kerja, dan SOP (Standard Operating Procedure) adalah elemen-elemen yang sering digunakan dalam manajemen organisasi untuk memastikan operasional yang efisien dan konsisten. Berikut adalah hubungan antara ketiganya:

  1. Standar (Standard):
    • Standar adalah pedoman atau kriteria yang digunakan sebagai acuan untuk menilai atau mengukur kinerja, kualitas, atau hasil dari suatu aktivitas atau proses.
    • Standar dapat berupa kriteria yang harus dicapai atau parameter yang harus dipatuhi oleh suatu organisasi, departemen, atau individu.
    • Standar dapat berupa standar keamanan, standar kualitas, atau standar kinerja, dan biasanya diatur oleh pihak yang berwenang atau industri yang bersangkutan.
  2. Program Kerja (Work Program):
    • Program kerja adalah rencana tindakan atau jadwal yang dibuat oleh sebuah organisasi, departemen, atau individu untuk mencapai tujuan atau target tertentu.
    • Program kerja mencakup aktivitas-aktivitas yang harus dilakukan, sumber daya yang dibutuhkan, waktu pelaksanaan, dan tanggung jawab yang diberikan kepada berbagai pihak.
    • Program kerja sering kali disusun dengan memperhatikan standar yang harus dicapai. Dalam program kerja, biasanya dijelaskan bagaimana standar akan terpenuhi.
  3. SOP (Standard Operating Procedure):
    • SOP adalah dokumen yang berisi panduan langkah demi langkah atau petunjuk operasional yang sangat rinci untuk melaksanakan suatu tugas atau proses.
    • SOP digunakan untuk memastikan konsistensi dalam pelaksanaan tugas atau proses tertentu. Mereka berfungsi sebagai panduan yang dapat diikuti oleh semua individu yang terlibat dalam tugas atau proses tersebut.
    • SOP mencakup detail seperti metode, alat, waktu, langkah-langkah, dan tanggung jawab yang harus diikuti dalam pelaksanaan tugas atau proses.

Hubungan antara ketiganya adalah sebagai berikut:

  • Standar menentukan ukuran atau kriteria yang harus dicapai.
  • Program kerja adalah rencana tindakan yang memperhitungkan bagaimana mencapai standar tersebut.
  • SOP adalah panduan rinci yang menggambarkan langkah-langkah konkret yang harus diikuti untuk menjalankan tugas atau proses sesuai dengan program kerja yang telah dibuat.

Dengan kata lain, SOP merupakan alat pelaksanaan program kerja yang dirancang untuk mencapai standar yang telah ditetapkan. Dengan adanya standar, program kerja, dan SOP yang terintegrasi dengan baik, organisasi dapat mencapai efisiensi, konsistensi, dan kualitas dalam operasional mereka.

Standar SPMI dan Manajemen Risiko

Standar SPMI dan Manajemen Risiko

Standar SPMI: Implementasi Manajemen Risiko

Penerapan manajemen risiko dalam pembuatan standar SPMI (Sistem Penjaminan Mutu Internal) perguruan tinggi merupakah hal yang sangat penting. Manajemen resiko dapat membantu untuk mengidentifikasi, mengevaluasi, dan mengatasi potensi risiko yang dapat mempengaruhi keberhasilan implementasi standar SPMI. 

Manajemen risiko adalah suatu pendekatan terstruktur atau metodologi dalam mengelola ketidakpastian yang berkaitan dengan ancaman; suatu rangkaian aktivitas manusia termasuk: Penilaian risiko, pengembangan strategi untuk mengelolanya dan mitigasi risiko dengan menggunakan pemberdayaan atau pengelolaan sumberdaya (Wikipedia)

Manajemen risiko adalah usaha untuk mengelola risiko dengan cara memonitor sumber risiko, melacak, dan melakukan serangkaian upaya agar dampak risiko bisa diminimalisasi.

Implementasi Manajemen Risiko?

Bagaimana bentuk implementasi manajemen risiko dalam pembuatan Standar SPMI? Berikut Tips yang dapat Anda gunakan:

Identifikasi Risiko Perguruan Tinggi

Identifikasi risiko-risiko yang dapat muncul dalam proses pembuatan, implementasi, dan pemantauan standar SPMI pada Perguruan Tinggi. 

Contoh risiko ini misalnya kurangnya dukungan dari pihak top manajemen, ketidaksesuaian standar SPMI dengan tuntutan kondisi eksternal, atau rendahnya kesadaran, motivasi dan partisipasi dari anggota staf perguruan tinggi.

Analisis Risiko Perguruan Tinggi

Pentingnya melakukan penilaian terhadap kemungkinan terjadinya risiko (likelihood) atas semua risiko-risiko yang telah diidentifikasi serta dampaknya (impact). Hal ini nanti akan membantu dalam memprioritaskan risiko mana yang perlu ditangani terlebih dahulu.

Matriks manajemen risiko dapat berguna untuk melakukan proses analisis risiko. Risiko yang berkategori tinggi perlu mendapat perhatian yang lebih serius.

Misal tentang pengelolaan sarana parkir kendaraan mahasiswa, bila dirasa memiliki resiko yang tinggi, tentu memerlukan prioritas untuk dicari tindakan solusi yang tepat.

Matrik manajemen risiko
Matriks Resiko
Strategi Pengelolaan Risiko

Untuk setiap risiko yang telah diidentifikasi, tentukan strategi yang tepat. Ini bisa melibatkan pengurangan risiko, transfer risiko, penerimaan risiko, atau penghindaran risiko.

Setiap strategi yang telah dipilih tentu akan berpengaruh pada isi standar. Isi standar bisa dirubah untuk mengantisipasi ancaman dan peluang dari setiap resiko yang ditemukan. 

Bila sering terjadi kehilangan kendaraan mahasiswa di lahan parkir kampus, apa yang perlu dilakukan? Misalnya, lembaga dapat menambahkan klausul pemasangan CCTV didalam standar sarana parkir mahasiswa.

Pengukuran Kinerja

Tetapkan indikator kinerja dan target yang terkait dengan pengelolaan risiko. Ini akan membantu Anda dalam memantau dan mengevaluasi efektivitas strategi pengelolaan risiko yang diimplementasikan.

Integrasi Risiko ke dalam Standar SPMI

Saat menyusun standar SPMI, pastikan bahwa risiko-risiko yang diidentifikasi diperhitungkan dan diakomodasi dalam standar. 

Misalnya, jika risiko adalah kurangnya dukungan dari manajemen puncak, standar dapat mencakup komponen yang mendorong keterlibatan manajemen puncak. 

Sistem Monitoring Manajemen Risiko

Tetapkan sistem pemantauan untuk memantau kemajuan dalam pengelolaan risiko. Ini dapat berupa pemantauan berkala, pelaporan, atau analisis hasil.

Pelibatan Stakeholder

Melibatkan anggota staf, dosen, mahasiswa, dan pihak lain yang relevan dalam mengidentifikasi dan mengelola risiko. Berbagai pandangan dapat membantu dalam mengidentifikasi risiko yang beragam.

Pengembangan Rencana Kontinjensi

Untuk risiko-risiko yang memiliki dampak yang signifikan, persiapkan rencana kontinjensi yang menguraikan tindakan yang akan diambil jika risiko tersebut terjadi.

Evaluasi dan Perbaikan Berkelanjutan

Selalu lakukan evaluasi terhadap efektivitas strategi pengelolaan risiko yang diterapkan. Jika ada perubahan dalam lingkungan atau risiko-risiko baru muncul, lakukan perbaikan berkelanjutan pada pendekatan pengelolaan risiko. Ingat gelombang tsunami perubahan lingkungan VUCA demikian dahsyat memporak porandakan kemapanan yang ada.

Baca juga: Menjaga Relevansi Standar SPMI

Penutup

Penerapan manajemen risiko akan membantu perguruan tinggi dalam menghadapi ketidakpastian dan perubahan yang mungkin terjadi. Ini juga akan meningkatkan peluang keberhasilan implementasi SPMI dan pencapaian tujuan mutu pendidikan.

Demikian uraian singkat tentang Standar SPMI dan Manajemen Risiko, semoga bermanfaat. Stay Relevant!


Instagram: @mutupendidikan

Info Pelatihan Mutu Pendidikan

Menjaga Relevansi Standar SPMI

Menjaga Relevansi Standar SPMI

Menjaga Relevansi Standar SPMI

Dalam penyusunan standar SPMI (Sistem Penjaminan Mutu Internal) perguruan tinggi atau dikdasmen, prinsip SMART (Specific, Measurable, Achievable, Relevant, Time-bound) adalah hal yang sangat penting.

Standar SPMI sangat berguna untuk memandu arah kegiatan atau program kerja organisasi, oleh karena itu, Pimpinan perguruan tinggi harus memastikan standar SPMI yang dimiliki memiliki target dan indikator yang SMART (key performance indicator).

Standar SPMI yang baik memiliki indikator dan target yang jelas (specific), dapat diukur (measurable), dan sesuai dengan konteks lembaga (relevant).

Dalam lingkungan yang VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, Ambiguity), perubahan terjadi secara cepat dan tidak terduga. Standar SPMI yang baik, harus tetap dijaga relevansi dengan perubahan lingkungan yang terjadi.

Konsep Relevant

“Relevan” mengacu pada salah satu kriteria yang harus dipenuhi apakah target atau indikator yang ditetapkan dalam standar benar-benar bermanfaat dan sesuai dengan visi-misi organisasi.

Standar SPMI yang “relevan” adalah target-target yang benar-benar mendukung pencapaian tujuan organisasi secara keseluruhan. Dengan kata lain, target tersebut harus memiliki dampak yang positif dalam mendukung visi, misi, dan strategi organisasi.

Adaptasi Perubahan VUCA

Berikut beberapa tips yang bisa Anda terapkan agar standar SPMI tetap relevan:

Fleksibilitas dan Adaptabilitas

Dalam lingkungan VUCA, perubahan dapat terjadi dengan cepat. Misalnya perubahan ekonomi dan daya beli masyarakat, perubahan teknologi informasi seperti munculnya AI (kecerdasan buatan) dan lain sebagainya. Oleh karena itu, pastikan bahwa standar SPMI yang Anda bangun, tetapkan fleksibel dan dapat dengan mudah disesuaikan dengan perubahan, prioritas, dan kebutuhan institusi.

Baca juga: SPMI dan VUCA

Inovasi Perguruan Tinggi

Promosikan budaya inovasi dan pembelajaran berkelanjutan di lembaga. Ini akan membantu lembaga terus mengembangkan standar SPMI yang responsif terhadap perubahan lingkungan.

Baca juga: Pentingnya Inovasi dalam SPMI

Standar SPMI Perguruan Tinggi harus disusun agar semangat inovasi dapat berjalan baik. Budaya mutu (pola pikir, pola sikap dan pola perilaku) harus dibangun melalui standar SPMI yang responsif terhadap perubahan lingkungan.

Inovasi SPMI Perguruan Tinggi
Apakah lembaga pendidikan tinggi sudah inovatif?

Bagaimana bentuk kebutuhan SDM di tahun 2030? Tentu saja perguruan tinggi harus mampu menyesuaikan /mengembangkan standar SPMI dengan tuntutan kompetensi SDM di masa yang akan datang.

Kriteria Standar yang Dinamis

Standar SPMI harus diupayakan tidak kaku, pertimbangkan untuk menggunakan kriteria yang lebih dinamis (fleksibel). Ini bisa berarti menggunakan indikator kualitatif dan kuantitatif yang dapat beradaptasi dengan perubahan lingkungan.

Oleh karena itu dianjurkan lebih sering untuk meninjau ulang setiap standar yang ada, satu kali dalam satu tahun semua standar di review dan di update.

Monitoring dan Evaluasi (Monev)

Dalam lingkungan VUCA, monev, analisis data dan pemantauan berkala menjadi semakin penting. Tetapkan jadwal untuk memeriksa dan mengukur hasil standar SPMI secara rutin. Jika diperlukan, reevaluasi dan perbarui target serta indikator sesuai dengan hasil analisis.

Partisipasi Stakeholder Pendidikan Tinggi

Libatkan pemangku kepentingan, termasuk staf, mahasiswa, dan pemangku kepentingan eksternal, dalam penyusunan dan peninjauan ulang standar-standar SPMI. 

Langkah ini dapat membantu menjaga relevansi dan mengakomodasi berbagai pandangan. Misalnya dengan mengadakan Focus Group Discussion (FGD) baik secara offline maupun online.

Manajemen Resiko 

Identifikasi semua risiko dan semua peluang dalam lingkungan VUCA, serta bagaimana standar SPMI dapat membantu mengatasi atau memanfaatkan kondisi tersebut. Ini akan membantu dalam menentukan prioritas dan fokus.

Adaptasi Berdasarkan Hasil 

Bila kondisi berubah atau hasil yang diharapkan tidak tercapai, bersikap terbuka untuk melakukan penyesuaian dan perubahan pada standar SPMI. Lingkungan VUCA membutuhkan fleksibilitas dan adaptabilitas.

Lembaga pendidikan dapat menerapkan program manajemen perubahan (change management).

Open Communication

Komunikasikan perubahan atau penyesuaian standar SPMI secara terbuka (komunikasi internal) kepada seluruh komunitas lembaga. Hal ini akan membantu membangun pemahaman dan dukungan terhadap perubahan yang diterapkan.

Program pelatihan komunikasi dalam SPMI dapat dibaca pada link berikut ini:

Baca juga: Kelas Online SPMI dan Komunikasi Internal

Penutup

Dalam lingkungan yang sangat bergejolak (VUCA), fleksibilitas, adaptabilitas, dan keterbukaan terhadap perubahan menjadi kunci. 

Tetaplah fokus pada tujuan dan nilai-nilai inti lembaga, sambil mengakomodasi dinamika yang ada, akan membantu lembaga tetap relevan dan responsif terhadap tantangan yang dihadapi.

Demikian uraian singkat tentang Menjaga Relevansi Standar SPMI, semoga bermanfaat. Stay Relevant!


Instagram: @mutupendidikan

Info Pelatihan Mutu Pendidikan

Standar SPMI tidak SMART

Jika Standar SPMI tidak SMART

Apa Resiko Jika Standar SPMI tidak SMART?

Standar SPMI Perguruan Tinggi atau Standar Mutu (Quality Standard) Standar SPMI Perguruan Tinggi adalah dokumen berisi berbagai kriteria, ukuran, patokan, atau spesifikasi yang disebut Standar Pendidikan Tinggi atau Standar Dikti dari setiap aspek pendidikan tinggi di suatu Perguruan Tinggi untuk mewujudkan visi dan misinya. 

Dokumen Standar SPMI Perguruan Tinggi atau Standar Mutu (Quality Standard) berfungsi sebagai: 

  1. Alat ukur dalam mewujudkan visi, misi, dan tujuan Perguruan Tinggi; 
  2. Indikator untuk menunjukkan tingkat (level) mutu Perguruan Tinggi; 
  3. Tolok ukur capaian oleh semua pihak di Perguruan Tinggi, sehingga menjadi faktor pendorong untuk bekerja dengan (atau bahkan melebihi) standar; 
  4. Bukti otentik kepatuhan Perguruan Tinggi terhadap peraturan perundang undangan tentang Standar Dikti; dan 
  5. Bukti kepada masyarakat bahwa Perguruan Tinggi tersebut telah secara sungguh-sungguh menyelenggarakan pendidikan tinggi berdasarkan standar.

Jika Standar SPMI tidak SMART?

Jika standar SPMI yang disusun tidak memenuhi kriteria SMART (Specific, Measurable, Achievable, Relevant, Time-bound), maka ada beberapa resiko potensial yang dapat muncul:

Standar SPMI tidak Spesifik

Standar yang tidak spesifik dan terukur dapat mengakibatkan ketidakjelasan dalam tujuan yang ingin dicapai. Tanpa kejelasan ini, sulit bagi individu atau tim untuk memahami apa yang sebenarnya diharapkan.

Contoh Standar: “Mencetak lulusan yang memiliki kompetensi”. Standar ini tidak spesifik, kompetensi dibidang apa?

Standar SPMI Tidak Dapat Diukur

Jika tidak ada cara yang jelas untuk mengukur pencapaian standar SPMI, sulit untuk mengetahui sejauh mana standar tersebut telah tercapai. Kekurangan ukuran yang objektif dapat mengaburkan hasil dan kemajuan.

Ungkapan bijak mengatakan: “ Sesuatu yang tidak bisa diukur, tidak bisa di dikelola” (Peter Drucker)

Tidak Realistis atau Tidak Dapat Dicapai

 Jika tujuan yang ditetapkan tidak realistis (terlalu ambisius) atau tidak dapat dicapai dalam waktu dan sumber daya yang tersedia, ini dapat mengurangi motivasi dan mengarah pada frustrasi.

Contoh Standar yang tidak realistis: “Menjadi Perguruan Tinggi Kelas Dunia (word class)”, padahal di tingkat nasional masih belum memiliki akreditasi yang unggul.

Ikutilah Pelatihan SPMI dan Audit Mutu Internal
Standar SPMI harus SMART
Standar SPMI tidak Relevan

Standar SPMI yang tidak relevan dengan visi, misi dan tujuan organisasi atau lingkungan kerja dapat mengalihkan perhatian dari hal-hal yang lebih penting. Ini juga dapat mengurangi motivasi dalam mengupayakan pencapaian tujuan tersebut.

Contoh standar SPMI yang tidak relevan: “Meningkatkan Keterampilan Mahasiswa dalam Seni lukis abstrak”, padahal standar akan digunakan untuk Perguruan tinggi program studi teknik informatika.

Tidak ada Ukuran Waktu (Timed)

Tanpa ada batas waktu yang ditetapkan, Standar SPMI dapat mengambang dan terabaikan. Penetapan batas waktu membantu dalam mengatur prioritas dan memberikan motivasi untuk mencapai tujuan dalam jangka waktu tertentu.

Contoh standar yang tidak ada ukuran waktu: “Meningkatkan koleksi buku ekonomi manajemen sebanyak 200 judul baru”. Dalam standar ini tidak dijelaskan “kapan” standar ini akan dicapai!

Penutup

Sebagai penutup, penting sekali untuk memastikan bahwa standar SPMI yang disusun, telah memenuhi kriteria SMART. Hal ini agar target dan indikator yang ditetapkan memiliki arti yang jelas, dapat diukur, dapat dicapai, relevan dengan visi misi organisasi, dan memiliki batas waktu yang ditetapkan. 

Demikian, semoga uraian singkat tentang Apa Resiko Jika Standar SPMI tidak SMART, semoga bermanfaat. Stay Relevant!


Instagram: @mutupendidikan

Info Pelatihan Mutu Pendidikan

SPMI dan Benchmarking

SPMI dan Benchmarking

SPMI dan Kegagalan Benchmarking

Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) Pendidikan Tinggi adalah kegiatan sistemik penjaminan mutu pendidikan tinggi oleh setiap perguruan tinggi secara otonom untuk mengendalikan dan meningkatkan penyelenggaraan pendidikan tinggi secara berencana dan berkelanjutan.

Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) Dikdasmen adalah sistem penjaminan mutu yang berjalan di dalam satuan pendidikan dan dijalankan oleh seluruh komponen dalam satuan pendidikan yang mencakup seluruh aspek penyelenggaraan pendidikan dengan memanfaatkan berbagai sumberdaya untuk mencapai SNP.

Benchmarking

Secara harfiah, benchmarking diartikan sebagai alat ukur atau patokan. Secara umum, benchmarking juga bisa diartikan sebagai sebuah standar untuk membandingkan dua hal atau lebih yang sejenis. 

Dengan kata lain Benchmark adalah upaya membandingkan aspek tertentu dari sebuah organisasi dengan aspek yang sebanding milik organisasi yang dianggap terbaik di industri yang sama atau pada pasar yang lebih luas.

Baca juga: Pentingnya Inovasi dalam SPMI

Untuk membantu keberhasilan SPMI, lembaga pendidikan dapat melakukan kegiatan Benchmarking. Dengan proses benchmarking yang tepat, organisasi dapat meningkatkan perbaikan sistem, perbaikan standar, perbaikan proses dan perbaikan kepuasan stakeholder.

Penyebab Kegagalan Benchmarking?

Walaupun benchmarking dapat memberikan manfaat bagi lembaga, ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan kegagalan dalam implementasinya. Berikut contoh faktor-faktor yang dapat menyebabkan kegagalan proses benchmarking:

  1. Organisasi Pembanding yang Kurang Tepat: Memilih organisasi pembanding yang tidak sesuai atau tidak tepat dapat menghasilkan perbandingan yang kurang valid. Tentu hal ini dapat menyebabkan kegagalan dalam penerapan benchmarking. 
  2. Adanya Perbedaan Budaya: Setiap organisasi tentu memiliki budaya yang berbeda-beda. Oleh karena perlu hati-hati dalam membuat kesimpulan, karena ada potensi bias budaya. Strategi benchmarking yang tidak memperhatikan perbedaan budaya, tentu beresiko kegagalan.
  3. Perbedaan Lingkungan: Lingkungan organisasi yang berbeda (eksternal dan internal) dapat mempengaruhi hasil dan kesimpulan dalam proses benchmarking. Bila perbedaan lingkungan tidak diwaspadai, maka hasil benchmarking cenderung bias atau kurang relevan.
  4. Keterbatasan Sumber Daya: Benchmarking memerlukan sumber daya (resources) yang memadai untuk dilaksanakan dengan baik. Bila lembaga tidak mengidentifikasi dan memahami sumber daya yang diperlukan, maka benchmarking berisiko mengalami kegagalan.
  5. Tanpa Tindak Lanjut: Benchmarking hanya akan berhasil bila lembaga mengambil tindakan konkret yang tepat setelah proses membandingkan. Bila lembaga tidak mengambil tindakan yang tepat, maka benchmarking tidak akan memberikan manfaat yang diharapkan. Susun rencana tindak lanjut, perbaiki dengan cepat dengan kerja keras, kerja cerdas, kerja tuntas dan kerja ikhlas.
  6. Keterlibatan Karyawan: Benchmarking perlu melibatkan seluruh pegawai dalam lembaga pendidikan. Jika pegawai tidak terlibat, maka benchmarking berisiko mengalami kegagalan.

Oleh sebab itu, untuk menghindari resiko kegagalan benchmarking, lembaga pendidikan harus memperhatikan faktor-faktor di atas dan melakukan persiapan sebaik mungkin. Pepatah mengatakan “By failing to prepare, you are preparing to fail”, artinya bila kita gagal membuat perencanaan, maka kita merencanakan suatu kegagalan.  Oleh karena itu, buatlah persiapan sebaik mungkin agar manfaat SPMI dapat kita rasakan bersama.

Demikian uraian singkat tentang SPMI dan Benchmarking, semoga bermanfaat. Stay Relevant!

Instagram: @mutupendidikan

Info Pelatihan Mutu Pendidikan

Fenomena mutu pendidikan tinggi di Indonesia

Fenomena Mutu Pendidikan Tinggi

Fenomena Mutu Pendidikan Tinggi di Indonesia

Fenomena merujuk pada peristiwa atau kejadian di dunia nyata yang menjadi fokus perhatian bersama. Terkait pendidikan tinggi, fenomena mutu pendidikan tinggi di Indonesia merupakan hal yang kompleks dan melibatkan banyak faktor yang saling mempengaruhi.

Berikut adalah beberapa fenomena umum terkait dengan mutu pendidikan tinggi di Indonesia:

  1. Mutu Pendidikan: Mutu pendidikan tinggi tentu dipengaruhi oleh mutu dosen, mutu kurikulum, mutu metode pengajaran, dan mutu fasilitas yang tersedia. Saat ini, masih terdapat tantangan besar terkait dengan kualifikasi dosen, pelatihan / pengembangan yang memadai, dan perbaikan kurikulum untuk menjawab berbagai perubahan kebutuhan dunia terus berkembang. Ukurannya adalah sejauh mana kepuasan stakeholder dapat dicapai oleh penyelenggara pendidikan tinggi.
  2. Peringkat Perguruan Tinggi: Saat ini, terdapat peringkat perguruan tinggi di Indonesia, proses penyusunan peringkat ada yang disusun secara nasional maupun skala internasional. Lembaga pendidikan tinggi yang memperoleh peringkat tinggi sering dipersepsi berhasil memiliki mutu pendidikan yang lebih baik. Akan tetapi, masih terdapat perdebatan mengenai metode, mekanisme dan kriteria peringkat pendidikan tinggi yang digunakan. Validitas dan reliabilitas proses pemeringkatan tentu perlu dikaji lebih dalam.
  3. Akses & Kesetaraan: Walaupun telah ada peningkatan akses untuk kuliah di perguruan tinggi Indonesia, namun masih terdapat gap (kesenjangan) kesempatan yang sama antara kota dan pedesaan, antara kelompok sosial ekonomi yang mampu dan tidak mampu. Kondisi ini tentu dapat mempengaruhi mutu pendidikan tinggi secara keseluruhan. Kualitas SDM suatu negara akan meningkat bila ada akses dan kesetaraan yang memadai.
  4. Penelitian dan Pengembangan: Mutu pendidikan tinggi juga perlu dikaitkan dengan kemampuan perguruan tinggi untuk melakukan proses penelitian dan pengembangan yang baik. Peran perguruan tinggi sangat penting dalam menghasilkan penelitian yang bermutu dan berkontribusi pada pembangunan ilmu pengetahuan. Perguruan tinggi harus mampu menjadi lokomotif utama dalam pengembangan produk dan layanan yang inovatif.
  5. Program Kerjasama: Kerjasama, sinergi & kolaborasi antar dunia industri dan perguruan tinggi tentu dapat meningkatkan mutu pendidikan tinggi. Keterlibatan aktif perguruan tinggi dalam menyediakan layanan magang, bakti sosial, praktik kerja, dan proyek penelitian bersama tentu dapat mempersiapkan mahasiswa untuk mampu berkarya di dunia nyata.

Sebagai penutup, pengembangan mutu pendidikan tinggi di Indonesia menjadi tugas kita bersama. Support dan sinergi segenap stakeholder tentu sangat diperlukan.  Pemerintah & institusi perguruan tinggi harus terus berikhtiar untuk meningkatkan mutu pendidikan tinggi.

Langkah-langkahnya dapat dengan mengadopsi berbagai peraturan, kebijakan dan program yang sesuai.  Monitoring, evaluasi dan pengendalian terus-menerus terhadap mutu pendidikan tinggi juga menjadi upaya penting untuk mencapai perbaikan tanpa henti (continuous improvement).

Demikian uraian singkat tentang Fenomena Mutu Pendidikan Tinggi di Indonesia, semoga bermanfaat. Stay Relevant!


Instagram: @mutupendidikan

Info Pelatihan Mutu Pendidikan

×

Layanan Informasi

× Hubungi Kami