• 08123070905
  • mutupendidikan.info@gmail.com

Mutu yang Tumbuh dari Dalam: Pelajaran Global dan Refleksi atas Permendikbudristek 53/2023

SPMI dan Analisis Peluang Eksternal

Mutu yang Tumbuh dari Dalam: Pelajaran Global dan Refleksi atas Permendikbudristek 53/2023

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Instagram: @mutupendidikan

Disclaimer:

“Tulisan ini disusun dalam dua semangat berbeda: pertama, sebagai inspirasi teknis bagi rekan-rekan kampus yang harus tetap menjalankan regulasi; lihat blog Inspirasi SPMI, kedua, sebagai masukan kritis apabila ruang revisi kebijakan masih terbuka. Kritik bukan berarti menolak mutu, tapi menuntut sistem yang lebih sehat.”


Pendahuluan

Ketika berbicara tentang mutu pendidikan tinggi, kita sering kali terburu-buru mencari format, instrumen, atau sistem yang bisa langsung diadopsi. Namun, jika kita melihat ke kampus-kampus terbaik di dunia seperti Harvard, MIT, Oxford, dan NUS, yang tampak justru bukan keseragaman bentuk, melainkan keluwesan sistem. Mereka tidak menjadikan mutu sebagai soal kepatuhan administratif, tetapi sebagai bagian dari budaya berpikir, berdiskusi, dan terus bertumbuh.

Justru, semakin tinggi reputasi sebuah institusi, semakin longgar sistemnya terlihat di permukaan. Tapi jangan salah, kelonggaran itu bukan kelemahan, melainkan cermin dari kedewasaan manajerial dan kuatnya budaya akademik yang menopang sistem tersebut dari dalam.

Konteks yang Dibentuk Sendiri

Universitas seperti NUS di Singapura, sejak menjadi universitas otonom pada tahun 2006, mengembangkan sistem mutu internal yang kontekstual. Mereka mengikuti kerangka nasional QAFU, tetapi diberi keleluasaan penuh untuk menentukan bagaimana standar, proses evaluasi, dan tindak lanjutnya dilakukan (MOE Singapore, 2006). Siklus PDCA digunakan sebagai filosofi umum manajemen mutu, namun tidak diwajibkan dalam bentuk format yang kaku.

Fokus utama mereka bukan pada dokumentasi administratif, melainkan pada refleksi institusional melalui umpan balik mahasiswa, diskusi akademik, dan evaluasi lintas unit. Seperti yang dikemukakan Deming (1986), mutu sejati adalah hasil dari pembelajaran terus-menerus, bukan kepatuhan sesaat terhadap indikator atau target jangka pendek.

Struktur Tidak Selalu Sama

Prinsip dasar yang dianut adalah transparansi, kolaborasi, dan kemampuan untuk menyesuaikan sistem dengan perubahan konteks akademik dan sosial (QAA UK, 2022).

Di Harvard, sistem QA dikembangkan secara desentralistik, dengan unit-unit seperti Harvard Business School atau School of Public Health membentuk kerangka mutu internal mereka sendiri. Masing-masing menjalankan siklus evaluasi dan peningkatan mutu yang tidak dibatasi oleh template formal. Ini sejalan dengan pendekatan total quality yang menekankan kualitas sebagai bagian dari budaya kerja, bukan sebagai aktivitas yang berdiri sendiri (Goetsch & Davis, 2014).

Mutu yang Dimiliki Bersama

Mahasiswa dilibatkan dalam penyusunan kebijakan akademik, dosen menjadi aktor utama dalam evaluasi dan pengembangan, dan pimpinan memfasilitasi proses refleksi ini secara strategis (Yukl, 2010; Goetsch & Davis, 2014).

Dalam kerangka manajemen, pendekatan ini merupakan integrasi antara POLC (fungsi manajemen: Planning, Organizing, Leading, Controlling) dan PDCA (siklus Plan, Do, Check, Act). Griffin (2022) menyebut bahwa perencanaan strategis dan siklus pengendalian adalah dua sisi dari koin yang sama—yang satu membentuk struktur, yang lain menghidupkannya.

Mutu tumbuh dari partisipasi dan refleksi, bukan dari kepatuhan administratif semata

Refleksi untuk Regulasi di Tanah Air

Apa yang kita pelajari dari kampus-kampus dunia adalah bahwa mutu tumbuh dari partisipasi dan refleksi, bukan dari kepatuhan administratif semata. Dalam konteks Indonesia, Permendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023 masih membawa semangat pengaturan yang sangat teknis.

Menurut Denhardt & Denhardt (2007), dalam administrasi publik modern, peran pemerintah bukan lagi sebagai pengatur (steering), tetapi sebagai fasilitator (serving, not steering). Prinsip ini seharusnya menjadi pijakan dalam merancang regulasi mutu pendidikan tinggi. Pemerintah perlu memberi kerangka umum dan indikator dasar, namun membiarkan institusi menentukan jalannya sendiri. Ketika otonomi tumbuh, akuntabilitas justru menguat dari dalam.

Sebagai masukan terhadap Permen 53/2023, pendekatan yang lebih fleksibel dan kontekstual sangat dibutuhkan. Sistem mutu internal seharusnya memungkinkan variasi metodologi, istilah, dan instrumen, asalkan memenuhi prinsip evaluasi dan peningkatan berkelanjutan. Negara tidak perlu mengatur cara berpikir kampus, cukup menetapkan hasil yang ingin dicapai dan membuka ruang dialog.

Penutup

Belajar dari kampus dunia tidak berarti menyalin. Yang kita petik adalah semangatnya: membangun mutu yang tumbuh dari refleksi dan keterlibatan, bukan dari pemenuhan administratif semata. Mutu yang luwes justru lebih kuat, karena ia terhubung dengan kenyataan di dalam institusi, bukan hanya ekspektasi dari luar.

Benchmarking bukanlah tentang meniru angka, tetapi memahami napas dari sistem yang hidup dan berkembang dalam ritme mereka sendiri – dengan irama mutu yang tumbuh dari dalam. Stay Relevant!


Referensi

  1. Deming, W. E. (1986). Out of the crisis. MIT Press.
  2. Denhardt, J. V., & Denhardt, R. B. (2007). The new public service: Serving, not steering. M.E. Sharpe.
  3. Goetsch, D. L., & Davis, S. B. (2014). Quality management for organizational excellence: Introduction to total quality (7th ed.). Pearson Education.
  4. Griffin, R. W. (2022). Fundamentals of management (10th ed.). Cengage Learning.
  5. Ministry of Education Singapore. (2006). QAFU: Quality Assurance Framework for Universities.
  6. OpenAI. (2025). ChatGPT [Large language model]. Diakses melalui https://openai.com/chatgpt
  7. Permendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi.
  8. Quality Assurance Agency for Higher Education (QAA UK). (2022). UK Quality Code for Higher Education.
  9. Sallis, E. (2002). Total quality management in education (3rd ed.). Kogan Page.
  10. Yukl, G. A. (2010). Leadership in organizations (7th ed.). Prentice Hall.

Kategori: Administrasi Publik, Benchmarking, Internasional


Oleh: Bagus Suminar, wakil ketua ICMI Orwil Jatim, dosen UHW Perbanas Surabaya, dan direktur mutupendidikan.com


Instagram: @mutupendidikan

Info Pelatihan Mutu Pendidikan

admin

MOTTO: Senantiasa bergerak dan berempati untuk menebar manfaat bagi Mutu Pendidikan di Indonesia

    ×

    Layanan Informasi

    × Hubungi Kami