
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم
Instagram: @mutupendidikan
Di banyak perguruan tinggi, Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) sering kali hanya dipahami sebagai tumpukan dokumen yang harus dipenuhi untuk keperluan akreditasi. Formatnya dipatuhi, isinya dilengkapi, tetapi semangat dasarnya sering luput dari perhatian: bahwa SPMI bukanlah sekadar formalitas, melainkan strategi manajemen mutu yang dirancang untuk menciptakan keunggulan institusional secara berkelanjutan.
Dalam konteks regulasi nasional, khususnya Permendikbudristek No. 53 Tahun 2023, SPMI menjadi bagian yang tak terpisahkan dari manajemen perguruan tinggi.
Namun esensinya jauh melampaui kepatuhan administratif. Ia adalah platform yang memberi ruang bagi organisasi untuk menata proses kerja, membangun budaya mutu, dan menciptakan perubahan yang nyata. Di sinilah empat perangkat SPMI memainkan peran penting—mereka bukan sekadar dokumen, melainkan pengungkit strategis.
Baca juga: Kebijakan SPMI: Blueprint Masa Depan Kampus yang Sering Diabaikan
Perangkat pertama dan paling mendasar adalah “Kebijakan SPMI”. Dokumen ini bukan hanya pernyataan niat, melainkan arah strategis mutu yang disepakati oleh pimpinan tertinggi perguruan tinggi.
Dokumen Kebijakan SPMI mengandung prinsip-prinsip dasar, nilai, serta komitmen institusi dalam membangun budaya mutu yang terstruktur dan sistematis. Dalam perspektif manajemen modern seperti dikemukakan Griffin, kebijakan yang jelas adalah pondasi dari fungsi manajerial pertama: perencanaan.
Kebijakan SPMI idealnya lahir dari kesadaran akan posisi strategis institusi (diferensiasi misi) di tengah ekosistem pendidikan tinggi. Ia menjadi kompas yang memandu penyusunan standar dan proses mutu. Tanpa arah yang jelas, sistem mutu akan mudah terjebak pada pendekatan reaktif—sekadar menjawab tuntutan luar, tanpa membangun kekuatan dari dalam.
Baca juga: Merumuskan Mission Differentiation: 5 Langkah Menuju Kampus Otentik
Perangkat kedua adalah “Pedoman Penerapan Siklus PPEPP“—yang menjabarkan proses Penetapan, Pelaksanaan, Evaluasi, Pengendalian, dan Peningkatan. Di sinilah filosofi kaizen atau perbaikan berkelanjutan hidup dalam konteks pendidikan tinggi. Siklus ini bukan hanya prosedur administratif, melainkan instrumen strategis untuk memastikan mutu tidak stagnan, melainkan terus berkembang seiring waktu.
Dalam teori manajemen, PPEPP berfungsi sebagai sistem kontrol internal yang dinamis. Seperti dijelaskan oleh Griffin dalam Fundamentals of Management, fungsi kontrol memungkinkan organisasi menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan (Era VUCA dan BANI), memperkecil kesalahan, dan mengarahkan sumber daya ke tujuan yang tepat.
Dengan PPEPP yang efektif, perguruan tinggi tak hanya bertahan, tetapi mampu memimpin perubahan secara proaktif.
Baca juga: PPEPP Bukan Beban, Tapi Solusi, Benarkah?
Perangkat ketiga, yaitu “Standar Mutu“, adalah bentuk konkret dari ekspektasi mutu dalam Tridharma perguruan tinggi. Standar ini mencakup kriteria masukan, proses, dan luaran yang harus dicapai oleh unit-unit kerja. Dalam konteks manajerial, standar berfungsi sebagai ukuran kinerja yang objektif—sebagaimana dijelaskan dalam kerangka pengendalian organisasi modern.
Standar mutu dalam SPMI bukan alat untuk menyeragamkan, melainkan fondasi untuk membangun keunikan institusi (diferensiasi misi).
Setiap perguruan tinggi diberi ruang untuk merumuskan standar berdasarkan karakter dan misi masing-masing. Ini sejalan dengan pendekatan kontingensi dalam manajemen, yang menekankan bahwa tidak ada satu solusi universal; strategi terbaik adalah yang paling sesuai dengan konteks spesifik organisasi.
Baca juga: Mission Differentiation: Rahasia Kampus Kecil Bisa Unggul di Tengah Kompetisi Nasional
Perangkat terakhir dalam SPMI sering kali dipahami hanya sebagai formulir, laporan, atau bukti-bukti administratif. Padahal, Tata Cara Pendokumentasian justru menjadi penghubung utama antara dokumen dan tindakan, antara rencana dan pembuktian. Di sinilah kerja mutu yang tak kasat mata menjadi nyata dan tertelusuri.
Dalam praktik terbaik manajemen mutu, sistem ini diwujudkan melalui Document Control Center (DCC).
DCC bukan sekadar tempat penyimpanan file atau folder digital; ia adalah mekanisme pengendalian dokumen yang memastikan semua informasi mutu—mulai dari kebijakan, standar, hingga bukti pelaksanaan—dikelola secara terstruktur, terkendali, dan terdokumentasi dengan baik.
DCC memainkan peran penting dalam menjamin bahwa dokumen yang digunakan di seluruh unit kerja adalah versi terbaru dan sah. Ini bukan hanya soal efisiensi, tetapi juga soal integritas sistem mutu. Dalam konteks PPEPP sebagai alat kaizen, DCC memfasilitasi proses evaluasi dan pengendalian yang dapat ditindaklanjuti, karena semua informasi terdokumentasi dengan akurasi dan keterlacakan yang tinggi.
Menurut Griffin (2022), salah satu fungsi penting dalam sistem kontrol organisasi adalah kemampuannya untuk mengumpulkan, menganalisis, dan mengelola informasi guna mendukung pengambilan keputusan yang lebih baik.
DCC adalah wujud konkret dari fungsi tersebut dalam ranah SPMI. Dengan dukungan DCC, perguruan tinggi tidak hanya siap menghadapi audit eksternal atau akreditasi, tetapi juga lebih siap untuk mengelola perubahan dan memperbaiki diri secara berkelanjutan.
Baca juga: Revisi Dokumen Strategis Kampus: Mana yang Harus Diperbarui Lebih Dulu?
SPMI tidak bisa dipandang hanya sebagai serangkaian kewajiban administratif. Ia adalah sistem strategis, alat manajerial, dan budaya institusional yang berorientasi pada perbaikan terus-menerus.
Empat perangkat utama—kebijakan, pedoman siklus PPEPP, standar mutu, dan tata cara dokumentasi—bukan sekadar format, melainkan pilar utama yang menopang mutu dan masa depan sebuah kampus.
Dengan menjadikan PPEPP sebagai alat kaizen dan mendesain standar mutu yang kontekstual, serta mengimplementasikan DCC sebagai sistem kendali informasi, perguruan tinggi dapat menjawab tantangan era disrupsi dengan kepercayaan diri. Lebih dari itu, melalui implementasi SPMI yang tepat, kampus tak hanya memenuhi regulasi, tetapi juga menciptakan nilai baru yang berkelanjutan—bagi mahasiswa, dosen, masyarakat, dan bangsa. Stay Relevant!
Baca juga: SPMI Stagnan? Mungkin Program Pelatihan Terabaikan!
Referensi
Oleh: Bagus Suminar, wakil ketua ICMI Orwil Jatim, dosen UHW Perbanas Surabaya, dan direktur mutupendidikan.com
Instagram: @mutupendidikan
Layanan Informasi