
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم
Instagram: @mutupendidikan
Belakangan ini, dunia pendidikan global diguncang oleh berita mengejutkan: 23% lulusan Harvard Business School (HBS) angkatan 2024 tidak terserap dunia kerja dalam waktu tiga bulan setelah kelulusan.
Harvard, dengan seluruh reputasi dan kredensial akademiknya, tetap menyaksikan lulusan MBA-nya kesulitan mendapatkan pekerjaan. Ini memunculkan pertanyaan mendasar:
Apakah mutu kampus benar-benar tercermin dari keberhasilan lulusannya di dunia kerja?
Baca juga: Gamifikasi SPMI: Mungkinkah Diterapkan di Perguruan Tinggi?
Sesuai dengan Pedoman Implementasi SPMI 2024, mutu pendidikan tinggi ditetapkan melalui 5 siklus PPEPP: Penetapan, Pelaksanaan, Evaluasi, Pengendalian, dan Peningkatan Standar Pendidikan Tinggi. Secara teoritis, ini merupakan sistem yang kokoh dan komprehensif.
Namun dalam praktik, pelaksanaan SPMI (Sistem Penjaminan Mutu Internal) di banyak perguruan tinggi sering kali masih lebih menekankan pada aspek formalitas, seperti kelengkapan dokumen, kesesuaian prosedur, dan pemenuhan indikator administratif.
Padahal, meskipun indikator seperti penyerapan lulusan sudah tercantum dalam instrumen akreditasi, implementasinya di lapangan sering belum dijadikan fokus utama dalam proses evaluasi mutu internal. Akibatnya, potensi untuk menggunakan data dunia kerja sebagai cermin kualitas lulusan belum sepenuhnya dimanfaatkan secara strategis dalam pengambilan keputusan mutu di perguruan tinggi.
Baca juga: Mutu adalah Kepemimpinan, Bukan Sekadar Administrasi
SPMI sebagai sistem mutu seharusnya lebih dari sekadar mekanisme pelaporan. Dalam Permendikbudristek No. 53 Tahun 2023, dijelaskan bahwa mutu harus berpihak pada pemangku kepentingan utama: dunia kerja dan masyarakat.
Artinya, mutu tidak boleh dinilai oleh kampus untuk kampus sendiri. SPMI perlu membuka diri terhadap realita luar, seperti tren industri, teknologi, dan tantangan lapangan kerja.
Baca juga: Kesalahan Klasik: Mutu Diserahkan ke LPM Tanpa Keterlibatan Manajemen Puncak
Untuk menjawab tantangan ini, SPMI perlu menjadi sistem reflektif, bukan hanya kepatuhan. Kampus harus benar-benar menyeriusi pertanyaan: “Sejauh mana lulusan kami dibutuhkan dan mampu bersaing di dunia nyata?”
Salah satu kunci transformasi adalah memperkuat indikator berbasis dampak. Misalnya, perguruan tinggi harus mulai serius menelaah sejauh mana lulusannya terserap di dunia kerja, bukan hanya berapa banyak yang lulus tepat waktu. Data dari tracer study harus diolah secara bermakna dan ditindaklanjuti, bukan hanya menjadi formalitas pelaporan.
Lebih dari itu, penting untuk menilai apakah kompetensi yang dimiliki lulusan benar-benar sesuai dengan kebutuhan industri saat ini. Ini bisa dideteksi dari gap antara kurikulum dan ekspektasi dunia kerja, yang seringkali luput dari perhatian karena SPMI terlalu fokus pada pemenuhan standar internal. Bahkan, untuk memastikan kesesuaian ini, perguruan tinggi seharusnya juga mencermati bagaimana performa lulusan dalam satu tahun pertama bekerja—apakah mereka mampu beradaptasi, berkembang, atau justru tertinggal.
Dan yang tak kalah penting adalah mendengarkan langsung suara dari industri, yakni perusahaan yang merekrut lulusan. Umpan balik dari pengguna lulusan harus menjadi bagian penting dalam siklus evaluasi mutu. Tanpa suara dari luar kampus, perguruan tinggi hanya akan menilai dirinya sendiri, dengan risiko besar: merasa bermutu tanpa pernah benar-benar tahu, apakah lulusannya memang dibutuhkan.
Baca juga: Mengapa GKM Gagal? Studi Kebutuhan Maslow dalam Manajemen Mutu
SPMI tidak boleh berhenti pada penilaian internal dan pengendalian dokumen. Ia harus menjawab pertanyaan besar: “Apakah pendidikan tinggi kita memberi manfaat nyata bagi lulusan dan masyarakat?”
Kasus Harvard jadi pengingat tajam: bahkan institusi dengan nama besar, juga berpotensi kehilangan relevansi. Maka, Indonesia perlu memastikan bahwa SPMI tidak hanya menjamin proses yang baik, tapi juga hasil yang berdampak. Stay Relevant!
Baca juga: SPMI Stagnan? Mungkin Program Pelatihan Terabaikan!
Referensi
Oleh: Bagus Suminar, wakil ketua ICMI Orwil Jatim, dosen UHW Perbanas Surabaya, dan direktur mutupendidikan.com
Instagram: @mutupendidikan
Layanan Informasi