“Mengenal Fungsi, Tujuan & Manfaat SOP bagi Sekolah”
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم
Sebagai salah satu tools manajemen, Standar Operasional Prosedur (SOP) dapat membantu lembaga pendidikan untuk mencapai sasaran organisasi secara efektif dan efisien.
SOP merupakan bagian dari Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI). SOP yang dikelola dengan baik akan membantu pencapaian Standar Nasional Pendidikan (SNP) secara tepat sasaran.
Tautan Penting: Peran SOP bagi manajemen pendidikan
Segenap pegawai,tenaga pendidik dan kependidikan, perlu dilatih untuk menyusun /membuat dan secara konsisten melaksanakan isi SOP. SOP yang sudah dibuat harus dijalankan secara konsisten dengan disiplin dan bersungguh-sungguh. Komitmen segenap pimpinan lembaga pendidikan sangat diperlukan dalam keberhasilan implementasi SOP yang telah dibuat.
Ada cukup banyak manfaat yang dapat diperoleh dengan adanya SOP yang benar, baku dan objektif. Seluruh tenaga pelaksana pendidikan baik itu dosen/guru/ tenaga kependidikan akan dapat merasakan manfaat apabila SOP disusun dengan baik dan benar. Berikut manfaatnya:
SOP merupakan panduan kerja dalam organisasi. SOP berkaitan dengan proses-proses organisasi yang dilakukan secara berurutan (tahapan kerja). Jika SOP disusun dan dilaksanakan dengan benar maka organisasi akan memperoleh hasil kerja yang paling optimal (efektif & efisien).
Baca juga: Unsur-Unsur Penting dalam SOP
Demikian, semoga uraian singkat tentang Fungsi, Tujuan & Manfaat SOP bagi Sekolah, dapat bermanfaat, terimakasih.
خَيْرُ الناسِ أَنْفَعُهُمْ لِلناسِ
_________________________________
mutupendidikan.com
Follow Instagram: @mutupendidikan
“SPMI & Peran Penting Kepemimpinan”
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم
Untuk membangun Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) & budaya mutu pada lembaga pendidikan, tentu saja dibutuhkan pola kepemimpinan yang sesuai (Leadership style). Mencetak pemimpin yang efektif tentu saja tidak mudah, perlu proses dalam bentuk pendidikan dan pelatihan.
Instagram: @mutupendidikan
Edward Sallis dalam bukunya Total Quality Management in Education menjelaskan panjang lebar tentang pola kepemimpinan TQM pada organisasi kependidikan. Bagaimana penjabarannya?
Silahkan diunduh file ppt/pdf:
Kepemimpinan adalah sebuah kemampuan atau kekuatan dalam diri seseorang untuk mempengaruhi orang lain dalam hal bekerja, dimana tujuannya adalah untuk mencapai target (Standar) organisasi yang telah ditentukan
Kepemimpinan merupakan unsur penting dalam SPMI. Pemimpin harus membangun visi dan mampu menerjemahkan visi tersebut ke dalam kebijakan yang jelas dan tujuan yang spesifik.
Komitmen terhadap mutu harus menjadi peran utama bagi seorang pemimpin.
Baca juga: Pengelolaan, Kepemimpinan, dan Pemberdayaan
Untuk uraian selanjutnya, silahkan di unduh file Slideshare power point (PDF) pada tautan diatas.
Demikian semoga uraian singkat tentang SPMI & Peran Penting Kepemimpinan, semoga bermanfaat.
خَيْرُ الناسِ أَنْفَعُهُمْ لِلناسِ
__________________________
Instagram: @mutupendidikan
Kendala utama implementasi SPMI
Mengapa beberapa lembaga pendidikan (Perguruan Tinggi/ Sekolah/ Madrasah) yang menerapkan sistem penjaminan mutu internal (SPMI), belum mendapatkan hasil yang diharapkan?
Program penjaminan mutu (SPMI) telah dilaksanakan, perangkatnya telah disiapkan, dokumennya telah dibangun, investasi jutaan rupiah telah dikeluarkan, namun perbaikan mutu yang diharapkan tidak kunjung dapat dirasakan dan tidak ada perubahan signifikan, bahkan tragisnya semua pelaksana menjadi apatis, mengapa hal ini dapat terjadi?
Dari begitu banyak problem/ kendala implementasi SPMI diantarannya adalah sbb:
Baca juga:
Pengelolaan, Kepemimpinan, dan Pemberdayaan
Demikian sekilas informasi tentang Kendala utama implementasi SPMI, semoga bermanfaat.
________________________
Instagram: @mutupendidikan
“Motivasi Kerja & Budaya Mutu”
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم
Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) pegawai dalam menghadapi situasi kerja di dalam organisasi (lembaga pendidikan). Motivasi merupakan kondisi atau energi yang menggerakkan diri pegawai/karyawan/guru/dosen yang terarah atau tertuju untuk mencapai tujuan organisasi (lembaga pendidikan).
Instagram: @mutupendidikan
Sikap mental pegawai yang pro dan positif terhadap situasi-kondisi kerja itulah yang memperkuat motivasi pegawai untuk mencapai prestasi kerja yang maksimal.
______________________________________
Power Point (PDF):
______________________________________
Secara umum, teori-teori motivasi dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok besar yaitu teori motivasi dengan pendekatan isi/kepuasan (content theory), teori motivasi dengan pendekatan proses (process theory) dan teori motivasi dengan pendekatan penguatan (reinforcement theory)
Teori-teori tersebut dapat diimplementasikan pada berbagai bentuk lembaga pendidikan, baik Perguruan Tinggi, Sekolah maupun madrasah.
Keberhasilan implementasi SPMI, tidak luput dari sejauh mana pimpinan organisasi pendidikan mampu menerapkan teknik-teknik motivasi yang tepat dalam mengelola sumber daya manusia.
Penerapan teknik motivasi yang sesuai akan mampu meningkatkan produktivitas kerja, meningkatkan kualitas Sistem manajemen Mutu pendidikan dan membantu membangun Budaya Mutu pendidikan dan SPMI (Sistem Penjaminan Mutu Internal)
Pencapaian Standar SPMI akan sulit dicapai bila anggota organisasi (tenaga struktural, dosen, guru, tenaga kependidikan) tidak memiliki motivasi kerja yang tinggi. Inilah tantangan yang dihadapi organisasi pendidikan saat ini.
Pimpinan lembaga pendidikan, wajib menggerakan seluruh anggota organisasi agar dapat bekerja dengan kinerja yang tinggi. Kinerja ini diwujudkan dalam pencapaian standar SPMI yang telah ditetapkan sebelumnya.
Untuk memahami lebih dalam tentang teori-teori motivasi, berikut dapat di unduh materi SlideShare file power point (PDF) pada tautan diatas.
Baca juga: Perencanaan Karir & Budaya Mutu
Demikian, semoga bermanfaat dan berkah selalu.
خَيْرُ الناسِ أَنْفَعُهُمْ لِلناسِ
_______________________
mutupendidikan.com
Dapatkan Slideshare Budaya Mutu:
Silahkan di klik: Membangun Budaya Mutu
Dapatkan informasi terkait: Pelatihan / Bintek / Training / Training Kerja / Pelatihan kerja / Lokakarya / Workshop / Mutu / Pendidikan / Kualitas / Guru / Dosen / karyawan / Pegawai / manajemen / Kepemimpinan / Leadership / Motivasi / Sistem / Budaya / Komunikasi / Teori Motivasi
“Membangun Karakter & Budaya Mutu SPMI”
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم
Membuat produk dan jasa yang bermutu, seperti jasa pendidikan tentu saja tidak mudah. Tidak cukup dengan hanya membuat sistem dokumen mutu yang terdiri dari kebijakan SPMI, standar, prosedur maupun manual mutu.
Mutu tidak terletak pada tinta diatas kertas. Mutu ada pada diri pribadi-pribadi manusia yang menjadi penggerak roda organisasi.
Mutu terletak pada nilai-nilai, emosi, sikap dan kepribadian anggota organisasi secara keseluruhan. Semua level dalam organisasi memiliki andil penting dalam mewujudkan arti sebuah mutu.
Semua anggota organisasi harus memiliki kepedulian, perilaku dan sikap yang sesuai untuk membangun sebuah mutu.
Dalam membangun mutu, yang perlu dibangun adalah sikap masing-masing individu anggota organisasi.
Secara definisi, pengertian sikap (attitude) adalah perasaan, pikiran, dan kecenderungan seseorang yang relatif permanen mengenal aspek-aspek tertentu dalam lingkungannya.
Komponen-komponen sikap terdiri dari pengetahuan (kognitif), perasaan-perasaan (afektif), dan kecenderungan untuk bertindak (psikomotorik).
Contoh bentuk sikap-sikap yang positif (mendukung mutu) antara lain sikap peduli, kreatif, bertanggung jawab, jujur, melayani, responsif, proaktif dll.
Sedangkan sebaliknya, contoh sikap-sikap yang negatif (tidak sesuai dengan mutu) seperti sikap acuh, tidak jujur, tidak bertanggung jawab, pasif, kaku dll.
Bagaimana dengan sikap & komitmen kita selama ini? Apakah sudah sejalan dengan sistem budaya SPMI yang telah dibangun selama ini?
Bagaimana terbentuknya sikap dari seorang karyawan? Sikap seorang karyawan dapat terbentuk dari pengaruh lingkungan keluarga, lingkungan pergaulan dan lingkungan pendidikan yang mereka peroleh sebelumnya.
Organisasi tempat kerja, bisa juga membentuk sikap kerja melalui proses rekruitmen, seleksi, pelatihan, pembinaan serta pengkondisian dengan sistem mutu yang ada.
Peran utama ada pada faktor pemimpin. Pemimpinlah yang memberi arahan, motivasi, teladan, reward & Punishment.
Dengan arahan pemimpin dan didukung sistem manajemen mutu yang baik, perilaku karyawan akan dapat dibimbing kearah budaya mutu secara konsisten dan konsekuen.
Perilaku mutu yang dilakukan secara terus menerus lama kelamaan akan menjadi habit (kebiasaan). Kebiasaan yang dilakukan oleh seluruh karyawan akan menjadi budaya, dan bila budaya tersebut semakin kuat akan menjadi karakter organisasi.
Membangun mutu dengan karakter yang sesuai, bisa dipastikan jauh lebih efektif dan efisien. Bagaimana pendapat Anda?
Baca juga: Membangun Budaya Mutu Organisasi
Demikian uraian singkat tentang Membangun Karakter & Budaya Mutu SPMI. Semoga bermanfaat dan sukses Mutu Pendidikan Indonesia.
خَيْرُ الناسِ أَنْفَعُهُمْ لِلناسِ
_____________________
mutupendidikan.com
Explore: Training & Development
Konsultasi, Online / Offline Training, Pelatihan & In-house Training
“Paradigma & Prinsip Penjaminan Mutu Pendidikan”
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم
Setiap kegiatan atau usaha manusia membutuhkan landasan yang fundamental berupa paradigm dan prinsip. Paradigma adalah cara pandang manusia dalam melihat sesuatu. Paradigma menduduki posisi yang tinggi dalam pelaksanaan segala kegiatan.
Paradigma mampu mengendalikan pikiran, ucapan dan tindakan manusia. Dari paradigma tersebut menghasilkan prinsip. Prinsip adalah kaidah, nilai atau norma yang menjadi pegangan. Prinsip ibarat kompas yang selalu menunjukkan arah yang jelas. Paradigma dan prinsip penjaminan mutu akan membimbing pelaksanaan kegiatan agar tetap pada jalur yang benar sesuai dengan tujuan.
Silahkan diunduh file PowerPoint (PDF) berikut ini:
PowerPoint (PDF):
Paradigma & Prinsip Penjaminan Mutu Pendidikan
Paradigma, yang dalam bahasa inggris disebut paradigm dandalam bahasa prancis disebut paradigm, merupakan istilah yang berasal dari bahasa latin. Ia berasal dari kata para dan diegma. Para adalah disamping atau disebelah, sedangkan diegma adalah memperlihatkan, model, contoh, arketipe atau ideal. Paradigma berarti disisi model/pola/contoh, atau sesuatu yang memperlihatkan model/pola/contoh.
Paradigma penjaminan mutu pendidikan yang pertama ialah pendidikan inklusif. Inklusif merupakan kata yang berasal dari Bahasa Inggris sinclusive yang artinya “termasuk didalamnya”. Orang yang bersikap inklusif adalah orang yang cenderung memandang positif atas segala perbedaan yang ada.
Pendidikan inklusif merupakan pendidikan yang mengusung persamaan hak dalam pendidikan. Paradigma pendidikan ini memandang bahwa tidak boleh ada diskriminasi atas siswa yang kelainan dan keistimewaan.
Istilah inklusif menjadi paradigm dalam pendidikan di Indonesia karena pendidikan inklusif merupakan penjelmaan dari semboyan Bhineka Tunggal Ika. Semboyan tersebut mengisyaratkan saling membutuhkan.
Paradigma penjaminan mutu pendidikan yang kedua ialah pembelajaran sepanjang hayat. Paradigma ini mengarah manusia untuk belajar di sepanjang hidupnya. Pembelajaran sepanjang hayat diselenggarakan secara terbuka sejak lahir sampai akhir hayat. Pembelajaran sepanjang hayat berlangsung melalui jalur pendidikan formal, non formal dan informal. Pembelajaran seperti ini tidak dibatasi oleh waktu, tempat dan usia. Sifatnya fleksibel, lintas jalur dan multi makna.
Paradigma penjaminan mutu pendidikan yang ketiga ialah Pendidikan untuk mengembangkan manusia menjadi rahmat sekalian alam (rahmatanlil ‘alamin). Kata rahmatan berasal dari akar kata rahima-yarhamu-rahmatan,yang artinya antara lain berarti mengasihi atau menyayangi. Upaya penjaminan atau peningkatan mutu pendidikan harus dilakukan dalam rangka menciptakan manusia yang rahmatanlil ‘alamin. Manusia yang dapat memberikan rasa aman kepada semua unsur kehidupan. Manusia memberikan kelembutan dengan penuh kasih dan sayang kepada semua manusia yang ada di bumi. Manusia yang tidak menjadi perbedaan sebagai alasan untuk menindas orang lain, makhluk lain dan tidak merusak lingkungan.
Prinsip berasal dari kata principle yang berarti dasar, aturan pokok, atau asas. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa prinsip adalah asas, kebenaaran yang jadi pokok dasar orang berfikir, bertindak dan sebagainya. Prinsip dapat dikatakan sebagai pertanyaan dasar atau kebenaran umum atau pun individual yang dijadikan pedoman berfikir dan bertindak. Prinsip merupakan pengagan untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Prinsip membimbing manusia untuk tegas dalam berfikir dan bertindak. Prinsip itu terkadang pahit, tetapi sangat sangat penting untuk mencapai kesuksesan.
Penjaminan mutu pendidikan dilakukan atas dasar prinsip
Penjaminan mutu pendidikan harus dilaksanakan dengan prinsip keberlanjutan. Nama lain dari keberlanjutan ialah berkesinambungan atau terus menerus. Kegiatan yang berkelanjutan berarti suatu kegiatan yang berlangsung tanpa berhenti. Prinsip ini memperhatikan segala sesuatu dimasa sekarang dan segala sesuatu yang akan datang. Penjaminan mutu bermula dari akhir dan berakhir diawal. Dikandungan maksud bahwa hasil akhir dari proses penjaminan mutu digunakan sebagai masukan awal untuk mengembangkan program jaminan mutu berikutnya.
Penjaminan mutu pendidikan harus dilaksanakan dengan prinsip terencana dan sistematis. Prinsip ini mengandung maksud bahwa penjaminan mutu yang dilakukan dengan kerangka waktu dan target-target capaian mutu yang jelas dan terukur. Capaian mutu ditargetkan dalam tiap-tiap rentan waktu tertentu. Berbagai kemungkinan yang dapat menghalangi tujuan mutu senantiasa dipikirkan. Selain itu,solusi-solusi yang dibutuhkan dicari sesuai dengan persoalan yang kemungkinan muncul.
Penjaminan mutu pendidikan dilaksanakan dengan tetap menghormati otonomi sekolah. Otonomi sekolah berarti kewenangan sekolah untuk mengatur dan mengurus kepentingan warga sekolah menurut pemrakasa sendiri berdasarkan aspirasi nasional yang berlaku. Meskipun otonomi sekolah memegang prinsip demokratis. Cara pengambilan keputusan dilakukan secara partisipasi. Pengambilan keputusan secara partisipatif adalah cara pengambilan keputusan dengan menciptakan lingkungan yang terbuka dan demokratis dimana warga sekolah didorong untuk terlibat secara langsung dalam proses pengambilan keputusan yang akan dapat berkontribusi terhadap pencapaian tujuan sekolah.
Upaya penjaminan mutu pendidikan berpedoman pada penerapan prinsip bahwa sekolah memberikan fasilitas pembelajaran informal untuk berkelanjutan. Pembelajaran informal merupakan pembelajaran yang dilakukan dilingkungan keluarga dan lingkungan sekitar berupa kegiatan belajar mandiri. Pembelajaran ini dilakukan secara sadar dan teratur tetapi tidak terlalu ketat dengan peraturan-peraturan tetap seperti pada pembelajaran formal. Pembelajaran informal perlu diperhatikan karena ikut menentukan keberhasilan pembelajaran dalam pendidikan formal. Sekolah perlu berperan dalam mewarnai lingkungan informal siswa. Lingkungan informal perlu diintervensikan agar selaras dengan tujuan pendidikan formal disekolah.
Keterbukaan atau transparansi merupakan suatu keadaan yang tidak tertutup atau tidak rahasia. Keadaan semacam ini memberikan peluang kepada semua pihak untuk mengetahui informasi.Transparansi juga berarti jelas, mudah dipahami atau tidak meragukan. Keterbukaan merujuk pada tindakan yang memungkinkan segala sesuatu menjadi jelas, mudah dipahami dan tidak diragukan kebenarannya. Prinsip keterbukaan sangat penting untuk penyempurnaan sistem. Dengan adanya keterbukaan memungkinkan pemberian informasi untuk keperluan refleksi.
Baca juga: Mengenal Sistem Penjaminan Mutu Sekolah
Demikan, uraian singkat ini kami sampaikan, semoga bermanfaat.
خَيْرُالناسِأَنْفَعُهُمْلِلناسِ
______________________
mutupendidikan.com
Explore: Training & Development
IG: @mutupendidikan
Konsultasi, Pelatihan, Online / Offline Training SPMI
Benchmarking Mutu Pendidikan
Tujuan utama dari Benchmarking adalah untuk mengenal dan mengevaluasi proses ataupun produk saat ini sehingga menemukan cara-cara atau “Praktek Terbaik” untuk meningkatkan proses maupun kualitas produk.
Benchmarking dapat dilakukan untuk produk, proses produksi, jasa maupun sistem dalam suatu organisasi/perusahaan.
Benchmarking dalam bahasa Indonesia sering disebut dengan “Tolok Ukur” atau “Patokan”. Benchmarking adalah proses mengidentifikasikan “Best Practice” terhadap suatu produk/jasa dan proses produksinya hingga produk tersebut dikonsumsi.
Baca juga: SPMI dan Kegagalan Benchmarking
Benchmarking memberikan gambaran yang diperlukan untuk membantu manajemen dalam memahami proses dan produknya baik dengan cara membandingkannya dengan Industri yang sejenis maupun dengan industri-industri yang lain.
Proses Benchmarking adalah proses yang mencoba melihat/mempelajari faktor luar (produk lain, organisasi lain, sistem lain) untuk mengetahui bagaimana pihak lain mencapai tingkat kinerja dan memahami proses-proses kerja yang mereka gunakan.
Benchmarking dapat menjelaskan apa yang terjadi dibalik keberhasilan/ kinerja baik proses ataupun produk yang dibandingkan. Apabila diimplementasikan dengan benar, Benchmarking dapat membantu suatu organisasi/lembaga untuk meningkatkan prestasi/ kinerja organisasinya maupunpun proses-proses didalamnya.
Benchmarking dapat dilakukan kedalam organisasi (secara Internal), yang dilakukan adalah membandingkan kinerja beberapa kelompok atau tim di dalam Organisasi.
Sedangkan Benchmarking eksternal adalah membandingkan kinerja suatu organisasi dengan organisasi lainnya atau antar Industri. Benchmarking dapat pula dibedakan menjadi beberapa jenis, antara lain :
Baca juga: Pengendalian Proses Statistik
Lembaga pendidikan, baik pendidikan tinggi, sekolah dan madrasah, juga sangat dianjurkan untuk melakukan proses benchmarking. Untuk meningkatkan mutu pendidikan, kegiatan benchmark perlu diselenggarakan sebagai salah satu program Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI).
Dalam lingkungan yang semakin disrupsi saat ini, lembaga pendidikan tidak boleh cepat merasa puas dengan prestasi yang telah dihasilkan selama ini. Lengah sedikit, maka akan ketinggalan dalam memberikan layanan terbaik untuk stakeholdernya.
Dengan mengimplementasikan proses benchmarking, manajemen akan memperoleh bahan-bahan yang valid untuk pengambilan keputusan untuk melakukan continuous improvement.
Pakar Benchmarking, Robert Camp dalam bukunya, mengemukakan Metodologi Benchmarking yang terdiri dari 12 Tahapan, antara lain :
Baca juga: Kunjungan Bisnis & Pendidikan ke Jepang
Untuk memahami lebih dalam tentang metodologi Benchmarking, berikut dapat di unduh/ download ppt materi berikut ini:
Demikian uraian singkat tentang Benchmarking Mutu Pendidikan, semoga bermanfaat dan berkah selalu.
______________________________
IG: @mutupendidikan
Kunjungi: Pelatihan & Pendampingan
“Mengelola SPMI & Manajemen Konflik”
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم
mutupendidikan.com – Setiap lembaga pendidikan selalu memiliki tujuan, proses-proses dan sumber daya. Dalam mengelola 3 hal tersebut seringkali manajemen dihadapkan dengan situasi konflik yang menuntut untuk diselesaikan secara konstruktif, baik itu konflik antar individu, antar kelompok, maupun antar organisasi.
Power Point (PDF):
IG: @mutupendidikan
Lembaga pendidikan yang mengembangkan Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) tentu saja berpotensi menghadapi situasi konflik yang tidak nyaman.
Perguruan Tinggi, Sekolah, Madrasah harus mengembangkan teknik-teknik manajemen konflik yang fungsional sehingga konflik tersebut dapat diselesaikan secara kondusif dan mampu mendorong pencapaian sasaran organisasi dengan baik.
Robbins (2006:545) menyatakan konflik sebagai proses yang bermula ketika satu pihak merasakan bahwa pihak lain telah mempengaruhi secara negatif, atau akan segera mempengaruhi secara negatif, sesuatu yang menjadi keperdulian pihak pertama.
Manajemen Konflik merupakan hal yang sangat penting dalam implementasi SPMI. Jika konflik dikelola secara sistematis dapat berdampak positif yaitu, memperkuat hubungan kerja sama, meningkatkan kepercayaan dan harga diri, mempertinggi kreativitas dan produktivitas, dan meningkatkan kepuasan kerja.
Baca Juga: Politik & Konflik Organisasi
Tujuan manajemen konflik adalah untuk mencapai kinerja yang optimal dengan cara memelihara konflik tetap fungsional dan meminimalkan akibat konflik yang merugikan. Mengingat kegagalan dalam mengelola konflik dapat menghambat pencapaian tujuan organisasi, maka pemilihan teknik pengendalian konflik perlu menjadi perhatian pimpinan organisasi.
Mengelola konflik berarti kita harus meyakini bahwa konflik memiliki peran dalam rangka pencapaian sasaran secara efektif & efisien. Mengelola konflik perlu skala prioritas, agar tidak menimbulkan kekacauan dalam koordinasi & integrasi antar fungsi/divisi dalam organisasi
3 hal pokok yang perlu di perhatikan dalam manajemen konflik adalah:
4 Strategi yang dapat dilakukan dalam mengelola konflik adalah Menghindar, Memperhalus, Memaksa dan Berkolaborasi. Pengertian masing-masing adalah sebagai berikut:
Untuk penjelasan bahan dalam bentuk Power Point (PDF) silahkan diunduh file slideshare diatas.
Demikian, semoga materi singkat ini bermanfaat.
_______________________________
mutupendidikan.com
Kunjungi: Pelatihan & Pendampingan
“Komunikasi, SPMI & Budaya Mutu”
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم
Keberhasilan implementasi SPMI pada lembaga pendidikan di Perguruan Tinggi, Madrasah dan sekolah-sekolah tentu saja terletak pada keberhasilan “proses komunikasi” yang terjadi dalam organisasi, baik dalam bentuk komunikasi antar individu, antar kelompok maupun antar organisasi.
Kegagalan pencapaian standar SPMI, sangat besar dipengaruhi karena kegagalan lembaga dalam membangun proses komunikasi yang efektif.
______________________
Power Point (PDF):
IG: @mutupendidikan
______________________
Komunikasi merupakan pondasi penting dari “rumah” Total Quality Management / SPMI, Dengan ketrampilan komunikasi, koordinasi antar individu dalam organisasi akan berjalan dengan baik dan sinergi untuk mencapai sasaran SPMI/ TQM akan dapat dicapai.
Dalam lembaga pendidikan yang menerapkan Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI), ketrampilan komunikasi tentu merupakan kebutuhan yang mutlak diperlukan.
Dalam mewujudkan indikator standar SPMI tentu memerlukan ketrampilan dalam melaksanakan manual PPEPP (Penetapan, Pelaksanaan, Evaluasi, Pengendalian, Peningkatan). Pelaksanaan PPEPP, tentu tidak dapat berjalan optimal tanpa didukung ketrampilan komunikasi yang efektif.
Proses penyampaian informasi (pesan, ide, gagasan) dari satu pihak kepada pihak lain
Budaya mutu adalah sistem nilai organisasi yang menciptakan lingkungan yang kondusif untuk keberlangsungan perbaikan mutu yang berkesinambungan. Budaya mutu terdiri dari nilai-nilai, tradisi, prosedur dan harapan tentang promosi mutu.
Inti keberhasilan SPMI terletak pada komunikasi yang efektif. Komunikasi berperan menjadi urat nadi merekat dalam “rumah” SPMI
Baca juga: TQM & Komunikasi yang Efektif
Bagaimana bentuk detail proses komunikasi dalam organisasi? Bagaimana memahami unsur-unsur penting proses komunikasi beserta upaya peningkatannya? Untuk lebih jelasnya silahkan di unduh file power point (PDF) pada tautan diatas.
Demikian uraian singkat tentang Komunikasi, SPMI & Budaya Mutu, semoga bermanfaat.
خَيْرُ الناسِ أَنْفَعُهُمْ لِلناسِ
______________________
mutupendidikan.com
“Membangun Budaya Mutu Pendidikan Tinggi”
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم
Untuk mewujudkan Budaya Mutu Perguruan Tinggi, ada 5 aspek budaya yang harus dibangun. Kelima aspek budaya mutu tersebut meliputi:
Semua pikiran dan tindakan dari semua elemen-elemen didalam organisasi Perguruan Tinggi harus memprioritaskan mutu. Mutu harus menjadi utama dan nomor satu. Kepuasan pelanggan internal dan pelanggan eksternal menjadi prioritas. Standar SPMI disusun dalam rangka untuk memenuhi harapan dan kepuasan pelanggan.
Semua pikiran dan tindakan dari semua elemen-elemen didalam organisasi Perguruan Tinggi harus ditujukan pada kepuasan stakeholders. Targetnya agar Stakeholders menjadi senang dan gembira atas layanan yang diberikan organisasi pendidikan.
Setiap orang yang melaksanakan tugas dalam organisasi Perguruan Tinggi harus menganggap orang lain yang menggunakan hasil pelaksanaan tugasnya sebagai stakeholdernya yang harus dipuaskan. Stakeholder atau customer ada yang dari eksternal dan ada yang dari internal. Melalui pemetaan proses bisnis, akan diketahui stakeholder mana saja yang harus dipenuhi harapan dan kebutuhannya.
Setiap orang pelaksana didalam organisasi Perguruan Tinggi harus melakukan tindakan dan mengambil keputusan berdasarkan analisis data yang telah diperolehnya terlebih dahulu, bukan berdasarkan pengandaian atau rekayasa. Pengambilan keputusan dengan data yang valid dan reliabel tentu akan lebih sesuai dengan kondisi di lapangan. Dalam implementasi budaya mutu, dapat mengunakan total quality tools untuk pengambilan keputusan. Penjelasan total quality tools dapat di klik pada tautan dibawah ini.
Baca juga: Mengenal Total Quality Tools
Semua pengambilan keputusan di dalam Organisasi Perguruan Tinggi dilakukan secara partisipatif, bukan otoritatif. Gaya kepemimpinan partisipatif dan demokratif lebih cocok diterapkan dalam lembaga pendidikan. Pimpinan lembaga pendidikan juga harus mampu untuk melakukan program pemberdayaan karyawan. Karyawan yang memperoleh pemberdayaan akan lebih kreatif dan termotivasi untuk bekerja dengan maksimal.
Mampukah kita berkomitmen membangun ke 5 aspek budaya diatas? Tentu hanya waktulah yang akan membuktikan. Lembaga pendidikan harus menerapkan 5 aspek budaya mutu diatas dalam suatu sistem mutu yang dikenal dengan SPMI ( Sistem Penjaminan Mutu Internal).
Demikian sekilas informasi tentang Membangun Budaya Mutu Pendidikan Tinggi. Semoga bermanfaat.
_________________________
mutupendidikan.com
Follow Instagram: @mutupendidikan
Kunjungi: Pelatihan & Pendampingan
Layanan Informasi