• 08123070905
  • mutupendidikan.info@gmail.com

Daily Archive 27/08/2024

Peran Entrepreneurial dalam SPMI Perguruan Tinggi

Pendahuluan

Penguatan Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) di perguruan tinggi memiliki peran penting dalam meningkatkan kualitas akademik, tata kelola, serta daya saing institusi pendidikan tinggi.

SPMI, dengan siklus PPEPP (Penetapan, Pelaksanaan, Evaluasi, Pengendalian, dan Peningkatan standar), memberikan panduan/pedoman bagi perguruan tinggi untuk secara sistematis meningkatkan mutu secara berkelanjutan.

Salah satu filosofi penting yang dapat memperkuat implementasi SPMI adalah penerapan peran “entrepreneurship” dalam manajemen, sebagaimana didefinisikan oleh Henry Mintzberg dalam 10 peran manajernya.

Peran entrepreneur ini memungkinkan manajer perguruan tinggi (rektor, direktur, ketua, dekan, kaprodi dll.) untuk mampu bertindak sebagai agen perubahan, mendorong inovasi, dan mengidentifikasi peluang yang dapat memperkuat sistem mutu internal.

Change Decision Making Concept

Entrepreneur dan Siklus PPEPP

Dalam konteks SPMI, peran entrepreneur dari Mintzberg memainkan peran penting pada Siklus PPEPP:

  1. Penetapan Standar SPMI: Manajer bertindak sebagai wirausaha dengan menetapkan standar mutu baru (tinggi) yang sesuai dengan perubahan kebutuhan pasar dan perkembangan teknologi. Di sini, mereka harus proaktif dalam mengeksplorasi inovasi dan mengidentifikasi peluang peningkatan mutu pendidikan, baik dalam kurikulum, fasilitas, maupun layanan kepada mahasiswa.
  2. Pelaksanaan Standar SPMI: Sebagai entrepreneur, manajer perguruan tinggi perlu mendorong implementasi inovasi dalam semua proses penting di perguruan tinggi, misalnya pembelajaran dan administrasi. Mereka bertanggung jawab untuk memastikan bahwa standar yang ditetapkan dapat diwujudkan melalui langkah-langkah konkret, dengan mempertimbangkan efektivitas dan efisiensi.
  3. Evaluasi Pelaksanaan Standar SPMI: Dalam peran evaluatif, manajer menggunakan pendekatan wirausaha dengan berfokus pada semangat perbaikan terus-menerus. Mereka tidak hanya menilai hasil implementasi, namun juga mencari peluang-peluang untuk pengembangan lebih lanjut. Entrepreneurial thinking di sini memungkinkan perguruan tinggi untuk melakukan adaptasi dan inovasi berdasarkan hasil evaluasi.
  4. Pengendalian dan Peningkatan Standar SPMI: Pengendalian dan peningkatan standar SPMI memerlukan pendekatan entrepreneurship di mana manajer mampu merespons perubahan lingkungan secara cepat (VUCA). Perubahan regulasi, tren global, dan kebutuhan mahasiswa harus dihadapi dengan tindakan proaktif yang melibatkan inovasi.

Entrepreneurship dan SPMI

Mintzberg mengelompokkan 10 peran manajerial ke dalam tiga kategori utama: peran interpersonal, peran informasional, dan peran pengambilan keputusan.

Entrepreneurship masuk dalam kategori peran pengambilan keputusan dan memiliki hubungan erat dengan penguatan SPMI dalam beberapa hal sebagai berikut:

  • Pengambil Keputusan: Dalam peran ini, manajer perguruan tinggi berfungsi sebagai pengambil keputusan utama yang mendorong perubahan dan inovasi. Mereka tidak hanya bereaksi terhadap masalah, tetapi secara proaktif menciptakan solusi yang meningkatkan mutu institusi. Misalnya, dalam menghadapi pergeseran ke pembelajaran daring, seorang manajer entrepreneur akan mengidentifikasi kebutuhan akan teknologi baru, mengeksplorasi kemitraan dengan penyedia teknologi, dan memperkenalkan metode pembelajaran yang inovatif.
  • Pendorong Inovasi: Peran entrepreneur dalam manajemen mengharuskan manajer untuk secara proaktif mencari peluang perbaikan dan pengembangan. Ini mencakup inovasi dalam kurikulum, pengelolaan sumber daya manusia, serta pengembangan sarana dan prasarana. Inovasi ini kemudian diterapkan pada siklus PPEPP untuk menjamin bahwa perubahan tersebut sesuai dengan standar mutu.
  • Pemimpin Perubahan: Manajer berperan sebagai pemimpin perubahan yang memastikan bahwa inovasi diterima dan diadopsi oleh seluruh elemen perguruan tinggi. Mereka bertanggung jawab untuk mengelola resistensi terhadap perubahan dan memastikan bahwa setiap langkah peningkatan mutu diimplementasikan dengan benar.

Kendala Entrepreneurial

Kendala pimpinan perguruan tinggi yang kurang berani bersikap entrepreneurial sering kali terkait dengan beberapa faktor yang membatasi inisiatif mereka. Berikut penjelasan dari tiga kendala yang Anda sebutkan:

  1. Merasa Bukan Owner: Pimpinan yang merupakan pegawai yayasan atau pegawai negeri cenderung merasa bahwa mereka tidak memiliki kepemilikan langsung terhadap institusi. Karena itu, mereka mungkin kurang termotivasi (bersemangat) untuk mengambil risiko besar atau melakukan inovasi yang signifikan. Sikap ini berbeda dengan seorang wirausahawan yang memiliki keterikatan langsung dengan bisnis dan melihat inovasi sebagai kunci pertumbuhan.
  2. Hanya Berani Bekerja dengan Anggaran yang Ada: Banyak pimpinan perguruan tinggi hanya merasa nyaman bekerja dalam batasan anggaran yang ada, tanpa keberanian untuk mengambil risiko atau menciptakan peluang baru melalui sumber dana yang inovatif. Seorang wirausahawan sejati berani mencari alternatif pembiayaan, baik melalui kerja sama strategis, hibah, maupun investasi untuk memperluas potensi pendanaan dan membuat terobosan di bidang anggaran.
  3. Zona Nyaman: Pimpinan yang sudah lama bekerja di lingkungan institusi sering kali terjebak dalam zona nyaman. Mereka cenderung menghindari perubahan yang signifikan dan berisiko, karena takut gagal atau menghadapi tantangan baru. Sikap ini membatasi potensi institusi untuk beradaptasi dan berkembang di tengah dinamika global. Entrepreneurial leadership menuntut kemampuan untuk keluar dari zona nyaman, mengambil risiko yang terukur, dan berani bereksperimen untuk mencapai hasil yang lebih baik.

Baca juga: SPMI dan 10 Peran Manajer (Teori Henry Mintzberg)

Ketiga kendala ini menunjukkan pentingnya perubahan pola pikir pada level pimpinan perguruan tinggi agar lebih proaktif, berani, dan inovatif dalam mengelola lembaga pendidikan tinggi.

Penutup

Entrepreneurship dalam peran manajer sangat penting dalam mendorong perguruan tinggi untuk tetap kompetitif dan relevan di era globalisasi.

Dengan penguatan SPMI yang dipimpin oleh pemikiran entrepreneurial, perguruan tinggi tidak hanya meningkatkan mutu internal mereka tetapi juga mampu beradaptasi dengan perubahan eksternal yang terjadi di sektor pendidikan tinggi. Stay Relevant and Stay Agile!

Instagram: @mutupendidikan

Info Pelatihan Mutu Pendidikan

Komunikasi SPMI

Sinergi SPMI dan Knowledge Management

Pendahuluan

Penguatan Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) perguruan tinggi menjadi aspek fundamental dalam menjamin percapainya mutu pendidikan yang berkelanjutan (kaizen).

SPMI Pendidikan tinggi, terdiri dari 5 siklus PPEPP yang terdiri dari Penetapan, Pelaksanaan, Evaluasi, Pengendalian, dan Peningkatan Standar.

PPEPP ini berfungsi sebagai kerangka kerja yang mendorong institusi perguruan tinggi untuk secara sistematis meningkatkan mutu, baik mutu akademik maupun mutu non-akademik.

Knowledge management menyediakan landasan penting bagi perguruan tinggi untuk mengelola dan memanfaatkan pengetahuan secara efektif. Knowledge management memastikan bahwa informasi dan praktik terbaik (best practice) dikumpulkan, disebarkan dan diterapkan di seluruh organisasi.

Knowledge Management (KM)

Dalam konteks perguruan tinggi, knowledge management mencakup beragam informasi penting, mulai dari best practice, manajemen pendidikan, strategi terbaru, teknologi terbaru, penelitian akademik, praktik pengajaran terbaik, hingga hasil evaluasi mutu, dll.

Implementasi knowledge management, memastikan bahwa pengetahuan penting yang diperoleh anggota organisasi, tidak hanya didokumentasikan namun juga mudah diakses dan digunakan oleh elemen organisasi untuk mendukung proses pengambilan keputusan.

Siklus PPEPP

Sebagaimana dijelaskan diatas, PPEPP terdiri dari 5 tahap siklus yaitu penetapan standar, pelaksanaan standar, evaluasi pelaksanaan standar, pengendalian pelaksanaan standar dan peningkatan standar.

Penetapan Standar SPMI

Dalam proses Penetapan Standar SPMI, tim SPMI memerlukan akses yang luas terhadap berbagai sumber pengetahuan, baik dari dalam maupun luar institusi.

KM membantu integrasi pengetahuan dari berbagai sumber, seperti penelitian, praktik baik, serta umpan balik dari pemangku kepentingan, sehingga standar mutu yang ditetapkan benar-benar relevan dan dapat diaplikasikan.

Dengan menerapkan knowledge management (KM), perguruan tinggi dapat memanfaatkan data dan informasi yang ada untuk menyusun kebijakan, standar dan prosedur SPMI yang diperlukan.

Pelaksanaan Standar SPMI

Pada tahap Pelaksanaan Standar SPMI, knowledge management (KM) membantu memastikan semua staf dan fakultas memiliki pemahaman yang sama tentang standar dan prosedur mutu.

Knowledge management menyediakan platform untuk berbagi pengetahuan dengan mudah melalui sistem informasi, pelatihan, dan dokumentasi.

Platform knowledge management juga berfungsi mempercepat penyebaran informasi ke seluruh bagian di perguruan tinggi.

Evaluasi Pelaksanaan Standar

Selanjutnya, Evaluasi Pelaksanaan Standar, juga merupakan tahap penting dalam PPEPP.

Dengan memanfaatkan knowledge management (KM), perguruan tinggi dapat menyimpan dan menganalisis data dari berbagai sumber secara terstruktur. Knowledge management memungkinkan proses audit, monitoring dan penilaian dapat lebih efektif dan efisien.

Lebih lanjut, pengetahuan yang dihasilkan dari proses evaluasi pelaksanaan standar, dapat didistribusikan kepada pihak-pihak yang relevan untuk mendorong proses perbaikan lebih lanjut.

Knowledge management yang efektif, memungkinkan hasil evaluasi tidak hanya menjadi dokumen yang tersimpan, namun dapat berfungsi sebagai sumber pembelajaran dan perbaikan yang terus-menerus diperbarui (update) dan dimanfaatkan.

Pengendalian dan Peningkatan Standar

Selanjutnya, pada tahap Pengendalian dan Peningkatan standar SPMI, knowledge management menjadi sangat krusial dalam memfasilitasi proses perbaikan berkelanjutan (kaizen).

Sistem knowledge management memungkinkan informasi tentang kelemahan atau kekurangan (weaknesses) yang ditemukan dalam evaluasi diakses dengan mudah oleh semua pihak yang bertanggung jawab.

Pada akhirnya, knowledge management dapat mendukung pengendalian mutu yang lebih efektif karena memungkinkan pemantauan berkelanjutan (monitoring) terhadap implementasi standar dan memberikan umpan balik (feed back) langsung mengenai perubahan yang diperlukan.

Knowledge management juga mampu memfasilitasi peningkatan mutu dengan memberikan akses kepada segenap tim SPMI terdadap pengetahuan baru. Pengetahuan baru dapat digunakan untuk melakukan inovasi dan perbaikan dalam program akademik, dan administrasi perguruan tinggi.

Tantangan dan Kendala

Sistem insentif untuk program knowledge management, juga memainkan peran yang sangat penting bagi keberhasilan SPMI, tanpa adanya penghargaan atau insentif yang jelas, SDM cenderung kurang termotivasi untuk berbagi pengetahuan yang mereka miliki. Berikut beberapa faktor penyebab, seperti:

  1. Sistem Insentif: Institusi Perguruan tinggi mungkin belum memiliki mekanisme atau kebijakan yang mengaitkan program berbagi pengetahuan dengan insentif, seperti kenaikan pangkat atau bonus.
  2. Penghargaan: Banyak institusi perguruan tinggi belum memberikan pengakuan formal atau apresiasi bagi individu-individu yang secara proaktif berbagi pengetahuan, baik pengakuan finansial maupun pengakuan non-finansial.
  3. Budaya Kompetisi: Dalam lingkungan akademik, ada kecenderungan individu sering kali lebih fokus pada pencapaian target-target pribadi, seperti penelitian, publikasi ilmiah atau kenaikan jabatan, dalam situasi ini, berbagi pengetahuan dianggap kurang menguntungkan secara pribadi.
  4. Budaya Kolaborasi: Tanpa budaya kolaborasi dan penghargaan terhadap berbagi pengetahuan, individu akan lebih memilih untuk menyimpan pengetahuan untuk kepentingan diri mereka sendiri.

Inilah tantangan dan kendala yang harus dikelola agar knowledge management dapat berkembang biak.

Dengan memberikan insentif yang jelas, budaya kolaborasi, pengakuan formal, atau kesempatan pengembangan karier, perguruan tinggi insyaAllah akan dapat memotivasi SDM untuk lebih terbuka dan aktif dalam berbagi pengetahuan.

Penutup

Sebagai penutup, knowledge management mampu memberikan kontribusi yang signifikan terhadap penguatan SPMI perguruan tinggi bila dikelola dengan baik dan benar. Semua tergantung dari komitmen dan strategi yang tepat dari pimpinan.

Dengan mengintegrasikan knowledge management dalam siklus PPEPP, institusi dapat memastikan pengetahuan yang relevan akan mudah diperoleh, mudah digunakan secara efektif, dan dimanfaatkan untuk pengambilan keputusan yang berbasis data.

Terakhir, melalui implementasi knowledge management yang baik dan benar, perguruan tinggi dapat membangun budaya mutu (quality culture) yang berkelanjutan, memastikan perbaikan terus-menerus, dan meningkatkan daya saing dalam lingkungan global yang semakin kompetitif. Stay Relevant and Stay Agile!


Oleh : Bagus Suminar, Dosen UHW Perbanas Surabaya / Direktur Mutu Pendidikan

Instagram: @mutupendidikan

Info Pelatihan Mutu Pendidikan

×

Layanan Informasi

× Hubungi Kami