Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) di perguruan tinggi merupakan kerangka kerja penting untuk memastikan mutu pendidikan dan layanan akademik yang konsisten dan tinggi.
Ketentuan tentang SPMI diatur dalam Permendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023, pasal 67 sampai pasal 70.
Dalam upaya untuk memperkuat pelaksanaan PPEPP dan SPMI, salah satu faktor kunci penting yang perlu diperhatikan adalah desain struktur organisasi, terutama dalam konteks span of control (rentang kendali).
Span of control, adalah keputusan tentang banyaknya bawahan (anak buah) yang menjadi tanggung jawab jabatan tertentu.
Artikel ini akan membahas bagaimana praktik span of control yang ideal dapat memperkuat SPMI dan kontribusinya terhadap peningkatan kualitas pendidikan di perguruan tinggi.
Span of control merujuk pada jumlah bawahan yang dapat secara efektif dikelola oleh seorang manajer atau pemimpin. Konsep ini penting dalam menentukan bagaimana struktur organisasi dibentuk dan bagaimana tugas-tugas dikelola.
Span of control yang ideal adalah “keseimbangan” antara kondisi terlalu banyak bawahan yang dapat menyebabkan pimpinan menjadi tidak efektif dan terlalu sedikit bawahan yang dapat menyebabkan pemborosan sumber daya.
Tidak ada ketentuan jumlah ideal dalam hal span of control. Ketetapan span of kontrol tergantung dari banyak hal:
“Span of control yang tepat memastikan setiap standar SPMI diterapkan dengan teliti, karena manajer dapat fokus pada detail tanpa kewalahan oleh jumlah bawahan yang terlalu banyak.”
Penguatan SPMI melalui praktik span of control yang ideal adalah langkah penting untuk memastikan bahwa standar mutu di perguruan tinggi dapat diterapkan dan dipertahankan dengan efektif.
Dengan menyesuaikan span of control dengan kompleksitas tugas, memanfaatkan teknologi, dan menerapkan delegasi yang efektif, perguruan tinggi dapat meningkatkan efektivitas pengawasan, komunikasi, dan motivasi dalam sistem manajemen mutu mereka.
Dengan pendekatan ini, perguruan tinggi dapat mencapai kualitas pendidikan yang lebih tinggi dan memenuhi standar mutu yang ditetapkan. Stay Relevant!
Instagram: @mutupendidikan
Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) dalam perguruan tinggi adalah kerangka kerja (framework) yang krusial untuk memastikan bahwa institusi pendidikan terus meningkatkan kualitas pendidikan, penelitian, dan layanan (continuous improvement).
Ketentuan pelaksanaan SPMI, diatur dalam Permendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023: Pasal 67 sampai dengan pasal 70.
Ada banyak persoalan yang terjadi disaat memperbaiki dan memperkuat implementasikan SPMI. Para pimpinan, kepala unit, dosen, karyawan, sampai saat ini terus berusaha mencari cara-cara manajerial terbaik yang bisa diterapkan (best practice).
Salah satu alternatif / pendekatan yang dapat dipakai untuk memperkuat implementasi SPMI di perguruan tinggi, adalah dengan memahami, mempelajari dan menerapkan teori motivasi yang relevan.
Salah satu teori motivasi yang cukup penting adalah Teori motivasi ERG (Existence, Relatedness, Growth) dari Clayton Alderfer.
Teori ERG memberikan wawasan tentang bagaimana memenuhi kebutuhan individu dalam organisasi pendidikan dapat meningkatkan kinerja dan komitmen terhadap mutu.
Teori ERG mengkategorikan kebutuhan manusia menjadi 3 (tiga) kelompok utama:
Dalam konteks SPMI, perguruan tinggi harus memastikan bahwa kebutuhan dasar semua pemangku kepentingan internal terpenuhi.
Ini mencakup memberikan fasilitas fisik yang memadai, lingkungan kerja yang aman, serta gaji dan tunjangan yang kompetitif (reward system).
Dengan memenuhi kebutuhan eksistensi, staf akademik dan non-akademik akan merasa lebih aman, nyaman dan termotivasi untuk berkontribusi maksimal pada peningkatan mutu.
Berikut adalah lima contoh pemenuhan kebutuhan eksistensi (Existence) dalam teori ERG untuk perguruan tinggi:
Pemenuhan kebutuhan eksistensi ini penting untuk menciptakan dasar yang kuat bagi dosen, staf, dan mahasiswa, sehingga mereka dapat fokus pada peningkatan mutu pendidikan dan mencapai tujuan akademik yang lebih tinggi.
Kebutuhan hubungan (relatedness) dapat dipenuhi dengan menciptakan budaya kerja yang kolaboratif dan mendukung.
Perguruan tinggi harus memfasilitasi komunikasi yang efektif antara dosen, staf, dan mahasiswa. Kegiatan seperti pelatihan bersama, diskusi kelompok, dan program pengembangan tim dapat memperkuat hubungan interpersonal.
Tersedia sarana yang nyaman untuk bersosialisasi dengan baik dengan para rekan sejawat. Karyawan merasa senang dan bahagia karena kebutuhan pertemanan, persahabatan dan sosial dapat terpenuhi dengan baik.
Ketika kebutuhan ini terpenuhi (kuat), komitmen terhadap SPMI akan meningkat karena semua pihak merasa terlibat, didukung dan dihargai.
Berikut adalah lima contoh pemenuhan kebutuhan hubungan (Relatedness) dalam teori ERG untuk perguruan tinggi:
Pemenuhan kebutuhan hubungan ini penting untuk membangun rasa kebersamaan dan koneksi sosial yang kuat, yang dapat meningkatkan motivasi, kepuasan, dan produktivitas dalam lingkungan akademik.
Untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan, perguruan tinggi harus menyediakan peluang pengembangan profesional dan akademik.
Program pelatihan, workshop, dan dukungan untuk penelitian dapat membantu staf dan dosen mengembangkan kemampuan mereka. Disediakan dana yang cukup untuk melaksanakan tridharma perguruan tinggi dengan baik.
Dengan memberikan kesempatan untuk pertumbuhan pribadi dan profesional, institusi dapat mendorong inovasi dan peningkatan kualitas yang berkelanjutan (kaizen).
Berikut adalah lima contoh pemenuhan kebutuhan pertumbuhan (Growth) dalam teori ERG untuk perguruan tinggi:
Pemenuhan kebutuhan pertumbuhan ini penting untuk memastikan bahwa anggota perguruan tinggi memiliki peluang untuk berkembang secara profesional dan akademis, yang pada gilirannya akan meningkatkan kualitas pendidikan dan layanan yang mereka berikan.
Teori ERG juga mengenalkan konsep satisfaction-progression dan frustration-regression.
Satisfaction-progression menyatakan bahwa ketika kebutuhan pada tingkat tertentu terpenuhi, individu akan termotivasi untuk memenuhi kebutuhan pada tingkat yang lebih tinggi.
Di perguruan tinggi, hal ini berarti bahwa ketika kebutuhan eksistensi dan hubungan terpenuhi, dosen, staf, dan mahasiswa akan lebih termotivasi untuk mengejar kebutuhan pertumbuhan, yang pada gilirannya meningkatkan kualitas pendidikan dan penelitian.
Sebaliknya, frustration-regression menyatakan bahwa ketika individu tidak dapat memenuhi kebutuhan pada tingkat yang lebih tinggi, mereka akan kembali memfokuskan diri pada pemenuhan kebutuhan yang lebih rendah.
Misalnya, jika kebutuhan pertumbuhan tidak terpenuhi karena kurangnya dukungan untuk penelitian, individu mungkin akan kembali fokus pada kebutuhan hubungan atau eksistensi.
Ketika kebutuhan yang lebih rendah akhirnya dipenuhi, individu sering merasa lebih stabil secara emosional dan dapat lebih siap untuk kembali mencoba memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi.
Dalam konteks SPMI, memahami konsep ini penting untuk memastikan bahwa semua tingkat kebutuhan diperhatikan dan dipenuhi untuk mencegah regresi dan menjaga motivasi serta kualitas.
“Mengintegrasikan teori ERG ke dalam SPMI membantu perguruan tinggi memahami bahwa kepuasan terhadap kebutuhan eksistensi, hubungan, dan pertumbuhan adalah kunci untuk meningkatkan kualitas layanan pendidikan dan memastikan pengembangan yang berkelanjutan.”
Integrasi teori ERG Alderfer dalam penguatan SPMI dapat membantu perguruan tinggi memahami dan memenuhi kebutuhan dasar, hubungan, dan pertumbuhan dari seluruh pemangku kepentingan.
Dengan cara ini, institusi dapat menciptakan lingkungan yang mendukung dan memotivasi, yang pada gilirannya akan meningkatkan komitmen terhadap mutu dan pencapaian tujuan pendidikan yang lebih tinggi.
Implementasi teori ERG dalam SPMI bukan hanya tentang pemenuhan kebutuhan individu, tetapi juga tentang menciptakan sistem yang holistik dan berkelanjutan untuk kemajuan pendidikan. Stay Relevant!
Instagram: @mutupendidikan
Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) merupakan kerangka kerja (framework) yang dirancang untuk memastikan kualitas pendidikan di perguruan tinggi.
Ketentuan tentang SPMI diatur dalam permendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023, pasal 67 sampai dengan pasal 70.
Dengan tuntutan yang terus meningkat terhadap kualitas dan akuntabilitas pendidikan tinggi, penting untuk mengeksplorasi pendekatan manajerial alternatif yang dapat memperkuat implementasi SPMI.
Salah satu pendekatan yang menjanjikan adalah pola kepemimpinan “servant leadership“. Artikel ini akan membahas bagaimana prinsip-prinsip servant leadership dapat memperkuat SPMI di perguruan tinggi.
Servant leadership, atau kepemimpinan pelayanan, adalah filosofi kepemimpinan yang menekankan pada pelayanan kepada orang lain sebagai prioritas utama pemimpin.
Konsep ini pertama kali diperkenalkan oleh Robert K. Greenleaf dalam esainya yang berjudul “The Servant as Leader” pada tahun 1970. Berikut adalah penjelasan mengenai servant leadership:
Servant leadership adalah gaya kepemimpinan di mana para leader / pemimpin mengutamakan kebutuhan dan perkembangan orang lain, termasuk anggota tim dan komunitas, di atas kepentingan pribadi atau ambisi organisasi.
Pemimpin yang melayani bertujuan untuk memberdayakan dan mengembangkan individu sehingga mereka mencapai potensi penuh mereka dan pada gilirannya, membantu organisasi mencapai tujuannya.
Dalam konteks SPMI, servant leadership dapat memainkan peran penting dalam memastikan bahwa proses penjaminan mutu dilakukan dengan komitmen yang mendalam terhadap kualitas dan pengembangan institusi.
Salah satu prinsip utama servant leadership adalah pengembangan individu. Dalam konteks SPMI, ini berarti bahwa pemimpin perguruan tinggi harus memastikan bahwa setiap anggota staf, dari dosen hingga tenaga administrasi, memiliki kesempatan untuk mengembangkan keterampilan dan kompetensi mereka.
Dengan memberikan pelatihan dan dukungan yang sesuai, pemimpin dapat membantu staf untuk lebih memahami, mencintai dan melaksanakan standar mutu yang ditetapkan dalam SPMI.
Servant leadership berfokus pada menciptakan lingkungan kerja yang positif dan mendukung. Dengan membangun budaya yang mengutamakan kualitas dan pengembangan individu, pemimpin perguruan tinggi dapat mengintegrasikan prinsip-prinsip SPMI ke dalam budaya institusi.
Ini melibatkan mendorong partisipasi aktif dalam proses penjaminan mutu dan memastikan bahwa semua anggota merasa memiliki tanggung jawab bersama terhadap kualitas pendidikan.
Pemimpin yang melayani sering kali dikenal karena kemampuan mereka dalam berempati dan berkomunikasi dengan baik.
Dalam konteks SPMI, kemampuan ini sangat berharga untuk memahami tantangan yang dihadapi oleh staf akademik dan administratif dalam implementasi standar mutu.
Dengan mendengarkan dan merespons kebutuhan serta kekhawatiran mereka, pemimpin dapat mengidentifikasi area perbaikan dan menyusun strategi yang lebih efektif.
Servant leadership mendorong pengambilan keputusan yang melibatkan kontribusi dari berbagai pihak.
Dalam implementasi SPMI, pendekatan ini memastikan bahwa keputusan terkait standar mutu dan prosedur diambil secara inklusif, dengan mempertimbangkan masukan dari semua pihak yang terlibat.
Ini tidak hanya meningkatkan akseptabilitas dan efektivitas proses, tetapi juga memotivasi anggota staf untuk berkomitmen pada pencapaian standar mutu.
Servant leadership mempromosikan kolaborasi dan pembangunan komunitas. Dalam konteks SPMI, hal ini berarti memfasilitasi kerja sama antara berbagai departemen dan unit di perguruan tinggi.
Dengan mempromosikan kerja tim dan kolaborasi, pemimpin dapat memastikan bahwa semua bagian dari institusi bekerja menuju tujuan bersama dalam memastikan kualitas pendidikan.
Integrasi prinsip servant leadership dalam implementasi SPMI dapat memperkuat efektivitas sistem penjaminan mutu di perguruan tinggi.
Dengan fokus pada pengembangan individu, menciptakan budaya kualitas, berempati, mengambil keputusan secara partisipatif, dan membangun komunitas, pemimpin dapat mengoptimalkan penerapan standar mutu dan meningkatkan kualitas pendidikan.
Servant leadership menawarkan pendekatan yang berorientasi pada manusia, yang sesuai dengan tujuan SPMI untuk memastikan pendidikan yang berkualitas tinggi dan berkelanjutan. Stay Relevant!
Instagram: @mutupendidikan
Layanan Informasi