Menyederhanakan Dokumen SPMI
Ungkapan “Simplicity is the ultimate sophistication”, bermakna keanggunan, prestasi atau kesempurnaan terletak pada “kesederhanaan”. Kata bijak ini sering kali dikaitkan dengan sosok Leonardo da Vinci, seorang ilmuwan, seniman, dan penemu yang hidup pada abad ke-15.
Leonardo da Vinci dikenal karena karya-karyanya yang cemerlang, revolusioner dan pendekatannya yang inovatif terhadap sains, seni, dan penemuan-penemuan inovatif.
Quote “Simplicity is the ultimate sophistication” menekankan bahwa untuk mencapai keanggunan, prestasi atau kesempurnaan, suatu karya seni, produk, atau konsep haruslah dibuat simpel, praktis, sederhana dan tidak rumit.
Kita perlu berusaha maksimal untuk mengurangi hal-hal yang mubazir, dan tidak bermanfaat. Kita perlu menyederhanakan sistem, desain atau ide agar dapat membawa hasil yang lebih efektif, efisien, mudah dimengerti dan elegan.
Dalam banyak bidang, termasuk sistem, seni, desain, teknologi, dan filosofi, kesederhanaan sering dianggap sebagai tanda dari pemahaman yang mendalam & mutu yang tinggi. Walaupun mencapai kesederhanaan bisa jauh lebih sulit daripada menciptakan sesuatu yang rumit.
Ada gurauan naif: “Kalau bisa dibuat rumit mengapa dibuat sederhana”. Ada juga candaan yang tidak perlu ditiru, seperti “Kalau bisa dipersulit mengapa harus dipermudah”.
Kesederhanaan (simplicity) yang tercapai dengan baik dapat memberikan kesan indah yang kuat dan membuat suatu karya menjadi lebih menonjol dan berdaya tarik.
Sebenarnya upaya simplicity bukan berarti mengabaikan kompleksitas, kecanggihan atau kecerdasan, namun lebih pada upaya mengenali inti dari suatu hal dan menyampaikannya dengan cara yang elegan & mudah dimengerti.
Jadi, ungkapan bijak “Simplicity is the ultimate sophistication” mengajarkan kita semua untuk menghargai serta mencari keindahan dalam hal-hal yang sederhana dan tidak terlalu rumit.Tentu ini menjadi tantangan bagi pengelola SPMI lembaga Pendidikan.
Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) Pendidikan Tinggi adalah kegiatan sistemik penjaminan mutu pendidikan tinggi oleh setiap perguruan tinggi secara otonom untuk mengendalikan dan meningkatkan penyelenggaraan pendidikan tinggi secara berencana dan berkelanjutan.
Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) Dikdasmen adalah sistem penjaminan mutu yang berjalan di dalam satuan pendidikan dan dijalankan oleh seluruh komponen dalam satuan pendidikan yang mencakup seluruh aspek penyelenggaraan pendidikan dengan memanfaatkan berbagai sumberdaya untuk mencapai SNP.
SPMI (Sistem Penjaminan Mutu Internal) merupakan suatu sistem yang diwajibkan pada lembaga pendidikan baik pendidikan tinggi maupun pendidikan dasar menengah (Dikdasmen).
Sistem mutu ini digunakan untuk memastikan bahwa mutu layanan pendidikan yang dihasilkan mencapai standar yang diharapkan.
Baca juga: Pentingnya Kesederhanaan Dokumen SPMI
Untuk membuat dokumen SPMI menjadi lebih sederhana atau mencapai “simplicity,” berikut beberapa tips dan strategi yang dapat diterapkan:
SPMI perlu fokus pada beberapa aspek utama yang kritis atau yang harus diutamakan. Identifikasi elemen-elemen yang paling mempengaruhi mutu dan efisiensi proses, serta hasil akhir yang diinginkan.
Mencari yang benar-benar urgen & important untuk di prioritaskan dalam upaya mengawal mutu pendidikan. Alokasikan sumber daya yang ada (terbatas) secara efektif dan efisien.
Hasil evaluasi diri lembaga pendidikan dapat digunakan untuk menentukan fokus prioritas yang akan dikerjakan.
Evaluasi dan revisi kembali dokumen-dokumen dan prosedur SPMI. Apakah dokumen tersebut masih relevan di era disrupsi dan era AI yang sedang berlangsung.
Hapus informasi yang redundant (berulang) atau tidak lagi relevan, segera update dengan situasi tantangan baru. Pastikan standar, manual, instruksi kerja dan panduan mudah dipahami dan tidak berbelit-belit.
Gunakan kata-kata yang mudah dimengerti oleh semua pihak yang terlibat dalam SPMI. Hindari penggunaan jargon atau istilah teknis yang membingungkan.
Tidak semua tenaga SDM memiliki persepsi yang sama terhadap kosa kata dalam dokumen SPMI. Tambahkan penjelasan atau definisi untuk kata-kata yang jarang dipakai.
Pentingnya melibatkan seluruh anggota organisasi atau institusi dalam proses pengembangan dan implementasi SPMI. Dengan melibatkan semua pihak, akan muncul rasa memiliki, dengan demikian akan lebih mudah memastikan bahwa sistem yang digunakan lebih dipahami dan diikuti dengan baik.
Manfaatkan IT dan alat otomatisasi untuk mempermudah dan meningkatkan efisiensi proses SPMI. Gunakan perangkat lunak (software) atau aplikasi khusus dapat membantu mengelola dan melacak kinerja serta perbaikan yang diperlukan.
Cukup banyak tersedia layanan online dalam bentuk aplikasi yang dapat di adopsi, baik yang gratis maupun berbayar. Misal layanan untuk administrasi akademik, layanan perpajakan, layanan akuntansi dll.
Penting untuk menyederhanakan struktur organisasi yang mendukung implementasi SPMI. Struktur yang tidak terlalu kompleks dan membingungkan. Jika mungkin, pertimbangkan untuk mengurangi lapisan hierarki yang tidak perlu.
Buat struktur yang fleksibel, ramping dan lincah (lean & agile) sehingga mampu merespon perubahan ekternal dengan cepat.
Pastikan seluruh anggota organisasi mendapatkan pelatihan dan pemahaman yang cukup mengenai SPMI dan bagaimana cara melaksanakannya dengan baik.
Anggota perlu dibekali keterampilan untuk menyederhanakan dokumen SPMI dengan benar. Konsep KISS Me perlu diimplementasikan dengan baik, KISS Me kependekan dari (Koordinasi, Integrasi, Simplikasi, Sinkronisasi, dan Mekanisme)
Tetapkan dokumen SPMI sebagai sistem yang bisa berkembang dan beradaptasi dengan perubahan kebutuhan dan tuntutan organisasi. Pastikan untuk tetap relevan, update harus dilakukan secara terus menerus. Fleksibilitas adalah kunci untuk mencapai kesederhanaan dalam jangka panjang.
Demikian uraian singkat tentang tips Menyederhanakan Dokumen SPMI. Dengan menerapkan tips dan strategi di atas, InsyaAllah institusi pendidikan dapat mencapai kesederhanaan dalam SPMI mereka.
Sistem mutu yang sederhana pada gilirannya akan meningkatkan mutu layanan pendidikan secara elegan, anggun dan sempurna. Stay Relevant!
Instagram: @mutupendidikan
Pasal 51
(1) Standar pembiayaan merupakan kriteria minimal
komponen pembiayaan pendidikan untuk mencapai
standar kompetensi lulusan.
(2) Pembiayaan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) meliputi biaya investasi dan biaya operasional.
(3) Perguruan tinggi memiliki sumber pendanaan yang
memadai untuk membiayai penyelenggaraan pendidikan
sesuai SN Dikti.
(4) Perguruan tinggi menyusun rencana strategis keuangan
untuk memastikan ketersediaan pendanaan secara
berkelanjutan.
(5) Perguruan tinggi menerapkan sistem pengelolaan
keuangan berdasarkan prinsip tata kelola perguruan
tinggi yang baik sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(6) Perguruan tinggi menerapkan kebijakan bantuan biaya
pendidikan bagi mahasiswa yang memiliki keterbatasan
kemampuan ekonomi sesuai kemampuan perguruan
tinggi yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan
Instagram: @mutupendidikan
Info Pelatihan Mutu Pendidikan
Pasal 46
(1) Standar dosen dan tenaga kependidikan merupakan
kriteria minimal mengenai:
a. kompetensi dan kualifikasi dosen untuk
melaksanakan tugas dan fungsi sebagai teladan,
pendidik dan perancang pembelajaran, fasilitator,
serta motivator mahasiswa; dan
b. kompetensi dan kualifikasi tenaga kependidikan
sesuai dengan tugas dan fungsi dalam melaksanakan
administrasi, pengelolaan, pengembangan,
pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang
proses pendidikan,
untuk mencapai standar kompetensi lulusan.
(2) Kompetensi dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a meliputi kompetensi pedagogik, kepribadian,
sosial, dan profesional.
(3) Kualifikasi dosen untuk setiap program pendidikan tinggi
ditentukan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(4) Pemenuhan kualifikasi dosen yang berasal dari praktisi
dapat dilakukan melalui rekognisi pembelajaran lampau.
(5) Dosen pada pendidikan vokasi dapat berasal dari praktisi
dunia usaha, dunia industri, dan dunia kerja.
Pasal 47
Kompetensi dan kualifikasi tenaga kependidikan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1) huruf b ditetapkan oleh
perguruan tinggi sesuai dengan kebutuhan.
Instagram: @mutupendidikan
Info Pelatihan Mutu Pendidikan
Pasal 48
(1) Standar sarana dan prasarana merupakan kriteria
minimal mengenai sarana dan prasarana sesuai dengan
kebutuhan pembelajaran untuk mencapai standar
kompetensi lulusan.
(2) Perguruan tinggi menjamin dan menyediakan akses
terhadap sarana dan prasarana yang:
a. mengakomodasi kebutuhan pendidikan mahasiswa;
b. mengakomodasi pelaksanaan tugas dosen, tutor,
instruktur, asisten, dan pembimbing sesuai dengan
bidang keahlian dan tenaga kependidikan;
c. ramah terhadap mahasiswa, dosen, dan tenaga
kependidikan yang berkebutuhan khusus; dan
d. memadai untuk menyelenggarakan pendidikan dan
manajemen pendidikan tinggi sesuai kebutuhan
penyelenggaraan dan rencana pengembangan
pendidikan.
(3) Penyediaan akses terhadap sarana dan prasarana
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
a. teknologi informasi dan komunikasi yang andal
untuk mendukung penyelenggaraan pendidikan; dan
b. sumber pembelajaran.
(4) Sarana dan prasarana yang mengakomodasi kebutuhan
pendidikan mahasiswa sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf a dapat diakses oleh mahasiswa baik dari dalam
dan luar kampus.
(5) Perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan
vokasi dapat melibatkan dunia usaha, dunia industri, dan
dunia kerja dalam penyediaan fasilitas pembelajaran dan
pelatihan.
(6) Perguruan tinggi menjamin kesinambungan ketersediaan
akses terhadap sarana dan prasarana sebagaimana
dimaksud pada ayat (2).
(7) Penjaminan dan penyediaan akses terhadap sarana dan
prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan
dengan memenuhi ketentuan:
a. keamanan, keselamatan, dan kesehatan;
b. kelengkapan pencegahan dan pemadam kebakaran
serta penanggulangan kondisi darurat akibat
bencana alam lainnya; dan
c. pengelolaan sampah serta limbah bahan berbahaya
dan beracun.
Pasal 49
(1) Dalam penyediaan teknologi informasi dan komunikasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (3) huruf a,
perguruan tinggi menerapkan tata kelola teknologi
informasi dan komunikasi yang efektif, transparan, andal,
dan akuntabel untuk mengelola dan memanfaatkan data
dan informasi.
(2) Pengelolaan dan pemanfaatan data dan informasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjamin privasi
dan keamanan data sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 50
(1) Sumber pembelajaran sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 48 ayat (3) huruf b meliputi:
a. sumber pembelajaran yang disiapkan perguruan
tinggi; dan
b. sumber pembelajaran lain.
(2) Sumber pembelajaran lain sebagaimana dimaksud pada
(1) huruf b minimal meliputi sumber pembelajaran terbuka
yang dapat diakses mahasiswa, dosen, tutor, instruktur,
asisten, dan pembimbing sesuai dengan bidang keahlian,
serta dapat digunakan secara bersama oleh beberapa
perguruan tinggi.
(3) Sumber pembelajaran terbuka sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) merupakan sumber pembelajaran yang
disebarkan sebagai domain publik dan/atau
menggunakan lisensi yang mengizinkan penggunaan,
pemodifikasian, dan penyebaran ulang oleh penggunanya.
(4) Perguruan tinggi menerapkan kebijakan yang
mengutamakan penciptaan dan pemanfaatan sumber
pembelajaran terbuka yang relevan dengan kurikulum.
Instagram: @mutupendidikan
Info Pelatihan Mutu Pendidikan
Pasal 40
Standar isi merupakan kriteria minimal yang mencakup ruang
lingkup materi pembelajaran untuk mencapai standar
kompetensi lulusan.
Pasal 41
(1) Materi pembelajaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal
40 bagi setiap program studi memiliki tingkat kedalaman
dan keluasan sesuai jenis, program, dan standar
kompetensi lulusan, dengan memperhatikan
perkembangan:
a. ilmu pengetahuan dan teknologi yang menjadi dasar
keilmuan program studi;
b. ilmu pengetahuan dan teknologi mutakhir yang
relevan dengan program studi;
c. konsep baru yang dihasilkan dari penelitian terkini;
dan
d. dunia kerja yang relevan dengan profesi lulusan
program studi.
(2) Tingkat kedalaman dan keluasan materi pembelajaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengacu pada
capaian pembelajaran lulusan setiap program studi.
Pasal 42
(1) Materi pembelajaran pada pendidikan akademik
diutamakan untuk menyiapkan lulusan agar mampu
menguasai, mengembangkan, dan/atau menerapkan
cabang ilmu pengetahuan dan teknologi.
(2) Materi pembelajaran pada pendidikan vokasi diutamakan
untuk menyiapkan lulusan agar mampu mengembangkan
keterampilan dan penalaran melalui penerapan ilmu
pengetahuan dan teknologi untuk melakukan pekerjaan
dengan keahlian terapan tertentu.
(3) Materi pembelajaran pada pendidikan profesi diutamakan
untuk menyiapkan lulusan agar mampu melakukan
pekerjaan yang memerlukan persyaratan keahlian
khusus.
Pasal 43
(1) Materi pembelajaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal
42 disusun dalam kurikulum program studi dan dapat
dinyatakan secara terpisah maupun terintegrasi dalam
bentuk:
a. mata kuliah;
b. modul;
c. blok tematik; dan/atau
d. bentuk lain.
(2) Materi pembelajaran dalam kurikulum sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat diisi dengan program
kompetensi mikro.
(3) Program kompetensi mikro sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) berupa:
a. kredensial mikro;
b. pembelajaran secara daring dari institusi lain yang
bersifat terbuka (massive open online courses);
dan/atau
c. bentuk lain.
Pasal 44
(1) Kurikulum program studi minimal mencakup:
a. capaian pembelajaran lulusan;
b. Masa Tempuh Kurikulum;
c. metode pembelajaran;
d. modalitas pembelajaran;
e. syarat kompetensi dan/atau kualifikasi calon
mahasiswa;
f. penilaian hasil belajar;
g. materi pembelajaran yang harus ditempuh; dan
h. tata cara penerimaan mahasiswa pada berbagai
tahapan kurikulum.
(2) Dalam hal program studi mengakomodasi mahasiswa
melalui rekognisi pembelajaran lampau, kurikulum
program studi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga
mencakup tata cara penerimaan mahasiswa pada berbagai
tahapan kurikulum.
Pasal 45
(1) Program studi pada pendidikan vokasi dapat menerapkan
kurikulum yang diselenggarakan bersama dunia usaha,
dunia industri, dan dunia kerja dalam sistem ganda atau
sebutan lain.
(2) Kurikulum sistem ganda atau sebutan lain sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) merupakan kurikulum yang
menggabungkan pembelajaran di perguruan tinggi dengan
magang di dunia usaha, dunia industri, dunia kerja,
dan/atau industri yang dikelola oleh perguruan tinggi
(teaching industry).
Instagram: @mutupendidikan
Info Pelatihan Mutu Pendidikan
Pasal 26
(1) Standar penilaian merupakan kriteria minimal mengenai
penilaian hasil belajar mahasiswa untuk mencapai
standar kompetensi lulusan.
(2) Penilaian hasil belajar mahasiswa sebagaimana dimaksud
padaayat (1) dilakukan secara valid, reliabel, transparan,
akuntabel, berkeadilan, objektif, dan edukatif.
Pasal 27
(1) Penilaian hasil belajar mahasiswa berbentuk penilaian
formatif dan penilaian sumatif.
(2) Penilaian formatif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
bertujuan untuk:
a. memantau perkembangan belajar mahasiswa;
b. memberikan umpan balik agar mahasiswa memenuhi
capaian pembelajarannya; dan
c. memperbaiki proses pembelajaran.
(3) Penilaian sumatif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
bertujuan untuk menilai pencapaian hasil belajar
mahasiswa sebagai dasar penentuan kelulusan mata
kuliah dan kelulusan program studi, dengan mengacu
pada pemenuhan capaian pembelajaran lulusan.
(4) Penilaian sumatif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dalam bentuk ujian tertulis, ujian lisan,
penilaian proyek, penilaian tugas, uji kompetensi,
dan/atau bentuk penilaian lain yang sejenis.
(5) Penilaian formatif dan penilaian sumatif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan mekanisme
penilaian yang ditetapkan oleh perguruan tinggi.
(6) Mekanisme penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
disosialisasikan kepada mahasiswa.
Pasal 28
(1) Penilaian hasil belajar mahasiswa dalam suatu mata
kuliah dinyatakan dalam:
a. indeks prestasi; atau
b. keterangan lulus atau tidak lulus.
(2) Bentuk penilaian indeks prestasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a dinyatakan dalam kisaran:
a. huruf A setara dengan angka 4 (empat);
b. huruf B setara dengan angka 3 (tiga);
c. huruf C setara dengan angka 2 (dua);
d. huruf D setara dengan angka 1 (satu); atau
e. huruf E setara dengan angka 0 (nol).
(3) Perguruan tinggi dapat memberikan nilai antara sesuai
dengan kisaran nilai dalam huruf dan angka sebagaimana
dimaksud pada ayat (2).
(4) Keterangan lulus atau tidak lulus sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b dapat digunakan pada mata kuliah
yang:
a. berbentuk kegiatan di luar kelas; dan/atau
b. menggunakan penilaian sumatif berupa uji
kompetensi.
(5) Hasil penilaian capaian pembelajaran pada:
a. setiap semester dinyatakan dengan Indeks Prestasi
Semester; dan
b. akhir program studi dinyatakan dengan Indeks
Prestasi Kumulatif.
(6) Indeks Prestasi Semester dan Indeks Prestasi Kumulatif
hanya dihitung dari rata-rata nilai mata kuliah yang
menggunakan penilaian indeks prestasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a.
(7) Hasil penilaian sumatif dilaporkan perguruan tinggi ke PD
Dikti.
Pasal 29
(1) Penilaian tugas akhir dilakukan oleh penguji yang
ditetapkan oleh perguruan tinggi.
(2) Penguji tugas akhir sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
pada program doktor/doktor terapan melibatkan penguji
yang berasal dari luar perguruan tinggi.
(3) Penguji yang berasal dari luar perguruan tinggi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus:
a. independen dari pelaksanaan penelitian tugas akhir
yang sedang dinilai; dan
b. bebas dari potensi konflik kepentingan baik dengan
mahasiswa maupun tim promotor.
Pasal 30
(1) Mahasiswa program diploma dan program
sarjana/sarjana terapan dinyatakan lulus jika telah
menempuh seluruh beban belajar yang ditetapkan dan
memiliki capaian pembelajaran lulusan yang ditargetkan
oleh program studi dengan Indeks Prestasi Kumulatif lebih
besar atau sama dengan 2,00 (dua koma nol nol).
(2) Mahasiswa program profesi, program spesialis, program
subspesialis, program magister/magister terapan,
program doktor/doktor terapan dinyatakan lulus jika telah
menempuh seluruh beban belajar yang ditetapkan dan
memiliki capaian pembelajaran lulusan yang ditargetkan
oleh program studi dengan Indeks Prestasi Kumulatif lebih
besar atau sama dengan 3,00 (tiga koma nol nol).
(3) Perguruan tinggi dapat memberikan predikat kelulusan
mahasiswa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) sesuai dengan kriteria yang ditetapkan oleh perguruan
tinggi.
Instagram: @mutupendidikan
Info Pelatihan Mutu Pendidikan
Pasal 11
(1) Standar proses pembelajaran merupakan kriteria minimal
proses pembelajaran untuk mencapai standar kompetensi
lulusan.
(2) Standar proses pembelajaran sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi:
a. perencanaan proses pembelajaran;
b. pelaksanaan proses pembelajaran; dan
c. penilaian proses pembelajaran.
Pasal 12
(1) Perencanaan proses pembelajaran sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 11 ayat (2) huruf a merupakan kegiatan
perumusan:
a. capaian pembelajaran yang menjadi tujuan belajar;
b. cara mencapai tujuan belajar melalui strategi dan
metode pembelajaran; dan
c. cara menilai ketercapaian capaian pembelajaran.
(2) Perencanaan proses pembelajaran sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan oleh dosen dan/atau tim dosen
pengampu dalam koordinasi unit pengelola program studi.
Pasal 13
(1) Pelaksanaan proses pembelajaran sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 11 ayat (2) huruf b merupakan pelaksanaan
kegiatan pembelajaran secara terstruktur sesuai dengan
arahan dosen dan/atau tim dosen pengampu dengan
bentuk, strategi, dan metode pembelajaran tertentu.
(2) Pelaksanaan proses pembelajaran sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) mengacu pada perencanaan proses
pembelajaran dengan memanfaatkan sumber
pembelajaran yang tepat.
Pasal 14
(1) Pelaksanaan proses pembelajaran diselenggarakan
dengan:
a. menciptakan suasana belajar yang menyenangkan,
inklusif, kolaboratif, kreatif, dan efektif;
b. memberikan kesempatan belajar yang sama tanpa
membedakan latar belakang pendidikan, sosial,
ekonomi, budaya, bahasa, jalur penerimaan
mahasiswa, dan kebutuhan khusus mahasiswa;
c. menjamin keamanan, kenyamanan, dan
kesejahteraan hidup sivitas akademika; dan
d. memberikan fleksibilitas dalam proses pendidikan
untuk memfasilitasi pendidikan berkelanjutan
sepanjang hayat.
(2) Penjaminan keamanan, kenyamanan, dan kesejahteraan
hidup sivitas akademika sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf c termasuk pencegahan dan penanganan
tindak kekerasan dan diskriminasi terhadap sivitas
akademika sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(3) Fleksibilitas dalam proses pendidikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf d diberikan dalam bentuk:
a. proses pembelajaran yang dapat dilakukan secara
tatap muka, jarak jauh termasuk daring, atau
kombinasi tatap muka dengan jarak jauh;
b. keleluasaan kepada mahasiswa untuk mengikuti
pendidikan dari berbagai tahapan kurikulum atau
studi sesuai dengan kurikulum program studi; dan
c. keleluasaan kepada mahasiswa untuk menyelesaikan
pendidikan melalui rekognisi pembelajaran lampau
sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Pasal 15
(1) Pelaksanaan proses pembelajaran dilaksanakan dengan
sistem kredit semester.
(2) Proses pembelajaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan dengan Masa Tempuh Kurikulum 2 (dua)
semester untuk 1 (satu) tahun akademik.
(3) Selain 2 (dua) semester sebagaimana dimaksud pada ayat
(2), perguruan tinggi dapat menyelenggarakan 1 (satu)
semester antara sesuai dengan kebutuhan.
(4) Beban belajar dalam proses pembelajaran sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dinyatakan dalam satuan kredit
semester.
(5) Satuan kredit semester sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) merupakan takaran waktu kegiatan belajar yang
dibebankan pada mahasiswa per minggu per semester
dalam proses pembelajaran melalui berbagai bentuk
pembelajaran dan besarnya pengakuan atas keberhasilan
usaha mahasiswa dalam mengikuti kegiatan kurikuler di
suatu program studi.
(6) Beban belajar 1 (satu) satuan kredit semester setara
dengan 45 (empat puluh lima) jam per semester.
Pasal 16
(1) Pemenuhan beban belajar sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 15 ayat (4) dilakukan dalam bentuk kuliah, responsi,
tutorial, seminar, praktikum, praktik, studio, penelitian,
perancangan, pengembangan, tugas akhir, pelatihan bela
negara, pertukaran pelajar, magang, wirausaha,
pengabdian kepada masyarakat, dan/atau bentuk
pembelajaran lain.
(2) Bentuk pembelajaran sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan melalui kegiatan:
a. belajar terbimbing;
b. penugasan terstruktur; dan/atau
c. mandiri.
(3) Perhitungan beban belajar dalam sistem blok, modul, atau
bentuk lain ditetapkan sesuai dengan kebutuhan dalam
memenuhi capaian pembelajaran.
(4) Pemenuhan beban belajar dapat dilakukan di luar
program studi dalam bentuk pembelajaran:
a. dalam program studi yang berbeda pada perguruan
tinggi yang sama;
b. dalam program studi yang sama atau program studi
yang berbeda pada perguruan tinggi lain; dan
c. pada lembaga di luar perguruan tinggi.
(5) Pembelajaran pada lembaga di luar perguruan tinggi
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c merupakan
kegiatan dalam program yang dapat ditentukan oleh
Kementerian dan/atau pemimpin perguruan tinggi.
(6) Pembelajaran pada lembaga di luar perguruan tinggi
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c
dilaksanakan dengan bimbingan Dosen dan/atau
pembimbing lain yang ditentukan oleh perguruan tinggi
dan/atau lembaga di luar perguruan tinggi yang menjadi
mitra pelaksanaan proses pembelajaran.
Pasal 17
(1) Beban belajar dan Masa Tempuh Kurikulum pada:
a. program diploma satu, minimal 36 (tiga puluh enam)
satuan kredit semester yang dirancang dengan Masa
Tempuh Kurikulum 2 (dua) semester;
b. program diploma dua, minimal 72 (tujuh puluh dua)
satuan kredit semester yang dirancang dengan Masa
Tempuh Kurikulum 4 (empat) semester; dan
c. program diploma tiga, minimal 108 (seratus delapan)
satuan kredit semester yang dirancang dengan Masa
Tempuh Kurikulum 6 (enam) semester.
(2) Distribusi beban belajar sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
a. pada semester satu dan semester dua paling banyak
20 (dua puluh) satuan kredit semester; dan
b. pada semester tiga dan seterusnya paling banyak 24
(dua puluh empat) satuan kredit semester.
(3) Distribusi beban belajar selain ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dapat dilaksanakan pada semester
antara paling banyak 9 (sembilan) satuan kredit semester.
(4) Mahasiswa pada program diploma satu, diploma dua, dan
diploma tiga wajib melaksanakan kegiatan magang di
dunia usaha, dunia industri, dan dunia kerja yang relevan.
(5) Kegiatan magang sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
dilakukan dengan durasi sebagai berikut:
a. pada program diploma satu, durasi ditetapkan oleh
masing-masing perguruan tinggi; dan
b. pada program diploma dua dan diploma tiga, durasi
paling singkat 1 (satu) semester atau setara dengan
20 (dua puluh) satuan kredit semester.
(6) Mahasiswa pada program diploma tiga dapat diberikan
tugas akhir dalam bentuk prototipe, proyek, atau bentuk
tugas akhir lainnya yang sejenis, baik secara individu
maupun berkelompok.
Pasal 18
(1) Pada program sarjana atau sarjana terapan, beban belajar
minimal 144 (seratus empat puluh empat) satuan kredit
semester yang dirancang dengan Masa Tempuh
Kurikulum 8 (delapan) semester.
(2) Distribusi beban belajar sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) pada:
a. semester satu dan semester dua paling banyak 20
(dua puluh) satuan kredit semester; dan
b. semester tiga dan seterusnya paling banyak 24 (dua
puluh empat) satuan kredit semester.
(3) Distribusi beban belajar selain ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dapat dilaksanakan pada semester
antara paling banyak 9 (sembilan) satuan kredit semester.
(4) Mahasiswa pada program sarjana dapat memenuhi
sebagian beban belajar di luar program studi dengan
ketentuan:
a. 1 (satu) semester atau setara dengan 20 (dua puluh)
satuan kredit semester dalam program studi yang
berbeda pada perguruan tinggi yang sama; dan
b. paling lama 2 (dua) semester atau setara dengan 40
(empat puluh) satuan kredit semester di luar
perguruan tinggi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
16 ayat (4) huruf b dan huruf c.
(5) Mahasiswa pada program sarjana terapan wajib
melaksanakan kegiatan magang di dunia usaha, dunia
industri, atau dunia kerja yang relevan minimal 1 (satu)
semester atau setara dengan 20 (dua puluh) satuan kredit
semester.
(6) Selain kegiatan magang sebagaimana dimaksud pada ayat
(5), mahasiswa pada program sarjana terapan dapat
memenuhi beban belajar paling lama 2 (dua) semester atau
setara dengan 40 (empat puluh) satuan kredit semester di
luar perguruan tinggi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
16 ayat (4) huruf b dan huruf c.
(7) Perguruan tinggi wajib memfasilitasi pemenuhan beban
belajar di luar program studi dan kegiatan magang
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sampai dengan ayat (6).
(8) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sampai
dengan ayat (7) dikecualikan bagi mahasiswa pada
program studi kedokteran, kebidanan, dan keperawatan.
(9) Program studi pada program sarjana atau sarjana terapan
memastikan ketercapaian kompetensi lulusan melalui:
a. pemberian tugas akhir yang dapat berbentuk skripsi,
prototipe, proyek, atau bentuk tugas akhir lainnya
yang sejenis baik secara individu maupun
berkelompok; atau
b. penerapan kurikulum berbasis proyek atau bentuk
pembelajaran lainnya yang sejenis dan asesmen
yang dapat menunjukkan ketercapaian kompetensi
lulusan.
Pasal 19
(1) Pada program magister/magister terapan, beban belajar
berada pada rentang 54 (lima puluh empat) satuan kredit
semester sampai dengan 72 (tujuh puluh dua) satuan
kredit semester yang dirancang dengan Masa Tempuh
Kurikulum 3 (tiga) semester sampai dengan 4 (empat)
semester.
(2) Mahasiswa pada program magister/magister terapan wajib
diberikan tugas akhir dalam bentuk tesis, prototipe,
proyek, atau bentuk tugas akhir lainnya yang sejenis.
Pasal 20
(1) Pada program doktor/doktor terapan, Masa Tempuh
Kurikulum dirancang sepanjang 6 (enam) semester yang
terdiri atas:
a. 2 (dua) semester pembelajaran yang mendukung
penelitian; dan
b. 4 (empat) semester penelitian.
(2) Pembelajaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a dapat dikecualikan oleh perguruan tinggi bagi
mahasiswa yang memiliki pengetahuan dan kompetensi
yang telah mencukupi untuk melakukan penelitian.
(3) Mahasiswa pada program doktor/doktor terapan wajib
diberikan tugas akhir dalam bentuk disertasi, prototipe,
proyek, atau bentuk tugas akhir lainnya yang sejenis.
Pasal 21
(1) Unit pengelola program studi dapat menyelenggarakan
pendidikan khusus melalui program percepatan
pembelajaran bagi mahasiswa yang memiliki kemampuan
luar biasa untuk dapat mengikuti pembelajaran mata
kuliah sebagai kegiatan pemerolehan kredit pada
program:
a. magister/magister terapan dalam bidang yang sama
setelah sekurang-kurangnya 6 (enam) semester
mengikuti program sarjana/sarjana terapan;
b. pendidikan profesi guru setelah sekurangkurangnya 6 (enam) semester mengikuti program
sarjana/sarjana terapan; dan/atau
c. doktor/doktor terapan dalam bidang yang sama
setelah sekurang-kurangnya 2 (dua) semester
mengikuti program magister/magister terapan.
(2) Program studi asal dan tujuan mahasiswa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan pada perguruan
tinggi yang sama.
(3) Program studi asal dan tujuan mahasiswa sebagaimana
dimaksud pada ayat (2):
a. memiliki status terakreditasi unggul;
b. memiliki status terakreditasi secara internasional;
atau
c. ditetapkan oleh Menteri berdasarkan kebutuhan
mendesak.
(4) Perguruan tinggi mengajukan izin pelaksanaan program
percepatan pembelajaran kepada Menteri.
(5) Persyaratan program percepatan pembelajaran dan
kemampuan luar biasa mahasiswa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai
penyelenggaraan pendidikan khusus di perguruan tinggi.
Pasal 22
(1) Pada program profesi, beban belajar minimal 36 (tiga
puluh enam) satuan kredit semester yang dirancang
dengan Masa Tempuh Kurikulum 2 (dua) semester.
(2) Pada program spesialis atau program subspesialis, beban
belajar dan Masa Tempuh Kurikulum disusun dan
ditetapkan oleh perguruan tinggi bersama organisasi
profesi, kementerian lain, dan/atau lembaga pemerintah
nonkementerian yang bertanggung jawab atas mutu
layanan profesi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 23
(1) Perguruan tinggi menetapkan masa studi mahasiswa
penuh waktu dan paruh waktu dengan memperhatikan
Masa Tempuh Kurikulum, total beban belajar, efektivitas
pembelajaran bagi mahasiswa yang bersangkutan,
fleksibilitas dalam proses pembelajaran, ketersediaan
dukungan pendanaan, dan efisiensi pemanfaatan sumber
daya perguruan tinggi.
(2) Masa studi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
melebihi 2 (dua) kali Masa Tempuh Kurikulum.
(3) Khusus untuk program studi yang diselenggarakan
dengan bekerja sama dengan perguruan tinggi luar negeri
dapat menyusun beban belajar dan Masa Tempuh
Kurikulum yang berbeda dengan Peraturan Menteri ini
setelah mendapat persetujuan dari Menteri.
Pasal 24
(1) Penilaian proses pembelajaran sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 11 ayat (2) huruf c merupakan kegiatan
asesmen terhadap perencanaan dan pelaksanaan proses
pembelajaran yang bertujuan untuk memperbaiki proses
pembelajaran.
(2) Penilaian proses pembelajaran sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan oleh dosen dan/atau tim dosen
pengampu dalam koordinasi unit pengelola program studi.
Pasal 25
Keseluruhan proses pembelajaran diperbaiki dan ditingkatkan
secara berkelanjutan oleh perguruan tinggi berdasarkan hasil
evaluasi minimal terhadap 2 (dua) dari aspek:
a. aktivitas pembelajaran pada setiap angkatan;
b. jumlah mahasiswa aktif pada setiap angkatan;
c. Masa Tempuh Kurikulum;
d. masa penyelesaian studi mahasiswa; dan
e. tingkat serapan lulusan mahasiswa di dunia kerja.
Instagram: @mutupendidikan
Info Pelatihan Mutu Pendidikan
Pasal 6
(1) Standar kompetensi lulusan merupakan kriteria minimal
mengenai kesatuan kompetensi sikap, keterampilan, dan
pengetahuan yang menunjukkan capaian mahasiswa dari
hasil pembelajarannya pada akhir program pendidikan
tinggi.
(2) Standar kompetensi lulusan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) digunakan untuk menyiapkan mahasiswa menjadi
anggota masyarakat yang beriman, bertakwa, berakhlak
mulia, berkarakter sesuai dengan nilai-nilai Pancasila,
mampu dan mandiri untuk menerapkan,
mengembangkan, menemukan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang bermanfaat bagi masyarakat, serta secara
aktif mengembangkan potensinya.
(3) Standar kompetensi lulusan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dirumuskan dalam capaian pembelajaran lulusan.
Pasal 7
Capaian pembelajaran lulusan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6 ayat (3) untuk setiap program studi mencakup
kompetensi yang meliputi:
a. penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi,
kecakapan/keterampilan spesifik dan aplikasinya untuk 1
(satu) atau sekumpulan bidang keilmuan tertentu;
b. kecakapan umum yang dibutuhkan sebagai dasar untuk
penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi serta bidang
kerja yang relevan;
c. pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk
dunia kerja dan/atau melanjutkan studi pada jenjang
yang lebih tinggi ataupun untuk mendapatkan sertifikat
profesi; dan
d. kemampuan intelektual untuk berpikir secara mandiri dan
kritis sebagai pembelajar sepanjang hayat.
Pasal 8
(1) Capaian pembelajaran lulusan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 disusun oleh unit pengelola program studi
dengan melibatkan:
a. pemangku kepentingan; dan/atau
b. dunia usaha, dunia industri, dan dunia kerja.
(2) Capaian pembelajaran lulusan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) memperhatikan:
a. visi dan misi perguruan tinggi;
b. kerangka kualifikasi nasional Indonesia;
c. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;
d. kebutuhan kompetensi kerja dari dunia kerja;
e. ranah keilmuan program studi;
f. kompetensi utama lulusan program studi; dan
g. kurikulum program studi sejenis.
(3) Capaian pembelajaran lulusan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diinformasikan kepada mahasiswa pada
program studi tersebut.
(4) Capaian pembelajaran lulusan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) disusun ke dalam mata kuliah pada setiap
program studi.
(5) Mata kuliah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) memiliki
capaian pembelajaran mata kuliah yang berkontribusi
pada capaian pembelajaran lulusan.
Pasal 9
Kompetensi utama lulusan program studi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf f harus memenuhi
ketentuan:
a. program diploma satu, minimal:
b. program diploma dua, minimal:
c. program diploma tiga, minimal:
d. program sarjana terapan, minimal:
e. program sarjana, minimal:
f. program profesi, minimal:
g. program magister, minimal menguasai teori bidang
pengetahuan tertentu untuk mengembangkan ilmu
pengetahuan dan teknologi melalui riset atau penciptaan
karya inovatif;
h. program magister terapan, minimal mampu
mengembangkan keahlian dengan landasan pemahaman
ilmu pengetahuan dan teknologi melalui riset atau
penciptaan karya inovatif yang dapat diterapkan di lingkup
pekerjaan tertentu;
i. program spesialis, minimal menguasai teori bidang ilmu
pengetahuan tertentu untuk mengembangkan ilmu
pengetahuan dan teknologi pada bidang keilmuan dan
praktik profesionalnya melalui praktik profesional serta
didukung dengan riset keilmuan;
j. program doktor, minimal:
k. program doktor terapan, minimal:
l. program subspesialis, minimal:
Pasal 10
(1) Kompetensi utama lulusan program studi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 disusun oleh asosiasi program
studi sejenis bersama pihak lain yang terkait.
(2) Dalam hal asosiasi program studi sejenis sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) belum terbentuk, kompetensi
utama lulusan program studi disusun oleh perguruan
tinggi.
Instagram: @mutupendidikan
Info Pelatihan Mutu Pendidikan
SPMI dan Upaya Sinkronisasi
Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) Pendidikan Tinggi adalah kegiatan sistemik penjaminan mutu pendidikan tinggi oleh setiap perguruan tinggi secara otonom untuk mengendalikan dan meningkatkan penyelenggaraan pendidikan tinggi secara berencana dan berkelanjutan.
Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) Dikdasmen adalah sistem penjaminan mutu yang berjalan di dalam satuan pendidikan dan dijalankan oleh seluruh komponen dalam satuan pendidikan yang mencakup seluruh aspek penyelenggaraan pendidikan dengan memanfaatkan berbagai sumberdaya untuk mencapai SNP.
SPMI adalah rangkaian kegiatan yang didesain khusus untuk meningkatkan mutu, efisiensi, dan efektivitas lembaga pendidikan dalam mencapai tujuan (standar SPMI) yang telah ditetapkan.
Sinkronisasi dalam Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) memainkan peran penting dalam menjaga mutu dan konsistensi lembaga pendidikan (perguruan tinggi, sekolah dan madrasah).
Sinkronisasi mencakup integrasi seluruh komponen SPMI, agar padu, saling mendukung dan saling selaras dalam percepatan menjadi lembaga pendidikan yang unggul.
Tujuan dari kegiatan sinkronisasi adalah agar substansi yang diatur dalam organisasi tidak tumpang tindih, saling melengkapi (sinergi), dan saling terkait.
Berikut beberapa alasan pentingnya membangun semangat sinkronisasi SPMI:
SPMI bertujuan untuk mencapai mutu dalam segala aspek kegiatan lembaga. Dengan sinkronisasi yang tepat, institusi dapat mengidentifikasi area-area mana yang perlu ditingkatkan, mengambil tindakan koreksi, korektif, preventif, dan mengukur efektivitasnya dengan cara yang terintegrasi.
Tujuan SPMI sangat jelas yaitu untuk mencapai standar mutu yang diharapkan stakeholder lembaga pendidikan. Dengan mutu pendidikan yang baik, diharapkan kepuasan stakeholder (pemangku kepentingan) dapat dicapai dengan baik.
Sinkronisasi membantu memastikan bahwa sumber data serta informasi yang digunakan untuk proses decision making, berasal dari sumber yang dapat diandalkan. Hal ini memungkinkan manajemen (pimpinan) untuk membuat keputusan yang lebih baik dan berdasarkan fakta yang valid dan akurat.
Lembaga pendidikan harus mematuhi standar eksternal yang ditetapkan oleh badan pemerintah, badan akreditasi (BAN-PT, BAN-SM), atau organisasi terkait lainnya.
Melalui sinkronisasi, lembaga pendidikan (Perguruan Tinggi, Sekolah) dapat memastikan bahwa SPMI dan semua kegiatannya berjalan sesuai dengan ketentuan standar eksternal yang berlaku.
Menurut pakar manajemen Peter Drucker, setiap organisasi, termasuk lembaga pendidikan harus dikelola secara efisien dan efektif. Dengan sinkronisasi, seluruh komponen SPMI (Kebijakan, manual PPEPP, standar dan SOP) dapat beroperasi secara harmonis dan efisien.
Melalui sinkronisasi, informasi dapat terdistribusi dengan baik. Program kerja yang dilaksanakan memberi hasil yang maksimal, tumpang tindih dan konflik dapat dicegah.
Pepatah mengatakan, “satu kali dayung, 2-3 pulau terlampaui”, ini dapat dicapai melalui kegiatan sinkronisasi yang benar.
Sinkronisasi dapat memastikan bahwa seluruh komponen dalam lembaga pendidikan telah menjalankan prosedur dan standar dalam semua aspek yang relevan. Hal Ini penting untuk mencapai konsistensi hasil dan memberikan pengalaman yang serupa bagi pihak-pihak yang terlibat.
Dengan sinkronisasi, unit kerja dapat lebih mudah melacak serta melapor capaian standar SPMI. Progres kegiatan dapat dimonitor dengan baik, bila ada penyimpangan, dengan mudah dilakukan perbaikan.
Melalui kegiatan sinkronisasi, akuntabilitas lembaga pendidikan dapat ditingkatkan. Sinkronisasi mampu mendorong tercapainya transparansi dalam pengelolaan.
Lembaga pendidikan yang menjalankan SPMI dengan benar cenderung memiliki citra / reputasi yang lebih baik di mata stakeholder, dan calon mahasiswa. Sinkronisasi yang baik dapat meningkatkan tingkat kepercayaan (trust) pada lembaga pendidikan.
Sebagai penutup, dalam upaya mencapai standar SPMI, penting sekali bagi lembaga pendidikan untuk secara terus-menerus melakukan evaluasi dan perbaikan pada SPMI mereka (Kaizen).
Sinkronisasi yang baik memastikan bahwa sistem penjaminan mutu internal (SPMI) berfungsi sebagaimana mestinya. SPMI mampu berkontribusi pada peningkatan mutu dan keberhasilan lembaga pendidikan.
Demikian uraian singkat tentang SPMI dan Upaya Sinkronisasi, semoga bermanfaat. Stay Relevant!
Instagram: @mutupendidikan
Visi Pendidikan dan Perubahan Lingkungan
Dalam era digital saat ini, perubahan lingkungan berlangsung sangat cepat. Kondisi ini perlu disikapi dengan tepat oleh setiap organisasi termasuk lembaga pendidikan.
Perubahan lingkungan eksternal dapat berdampak signifikan bagi relevansi visi. Visi atau cita-cita organisasi yang dulunya cukup menarik, bisa jadi sudah tidak menarik lagi dalam beberapa periode kedepan.
Perubahan dapat mencakup, perubahan teknologi, budaya, sosial, ekonomi, demografi, hukum, dan lain sebagainya.
Lingkungan eksternal (luar organisasi) mencakup faktor-faktor di luar kendali organisasi yang dapat mempengaruhi kinerja Lembaga Pendidikan. Berikut contoh dampak yang mungkin terjadi:
Kesimpulan, penting bagi lembaga pendidikan untuk memiliki pemahaman dan kesadaran yang kuat terhadap perubahan lingkungan eksternal, sehingga mampu merespons dengan cepat. Kecepatan (speed), Fleksibelitas, adaptabilitas, dan kemampuan untuk berinovasi adalah faktor kunci untuk menjaga dan mempertahankan visi organisasi menjadi tetap update dan relevan.
Demikian uraian singkat tentang Visi Pendidikan dan Perubahan Lingkungan, semoga bermanfaat. Stay Relevant!
Instagram: @mutupendidikan
Layanan Informasi