Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) di perguruan tinggi merupakan instrumen vital untuk memastikan bahwa institusi pendidikan dapat memberikan layanan pendidikan yang bermutu tinggi sesuai dengan standar nasional dan internasional.
Implementasi SPMI yang efektif memerlukan pendekatan manajerial yang baik, salah satunya adalah inspirasi penerapan teori Manajerial Grid yang dikembangkan oleh Robert Blake dan Jane Mouton.
Teori ini memberikan kerangka kerja untuk menilai dan mengembangkan gaya kepemimpinan yang mampu menyeimbangkan perhatian terhadap produksi (pencapaian standar mutu pendidikan) dan kepuasan karyawan (staf dan dosen).
Artikel ini bertujuan memberikan wawasan pada segenap tim manajemen pendidikan tinggi terkait metode dan upaya menemukan gaya kepemimpinan yang sesuai.
Manajerial Grid adalah sebuah model yang mengidentifikasi 5 (lima) gaya kepemimpinan berdasarkan dua dimensi utama: perhatian terhadap produksi (tasks) dan perhatian terhadap orang (people). Kelima gaya tersebut meliputi:
Gaya kepemimpinan “Team Management” (9,9) dianggap sebagai yang paling efektif karena menyeimbangkan perhatian terhadap target-target standar SPMI dan pemenuhan kebutuhan karyawan (material dan non material). Visi dan misi organisasi tercapai, kepuasan karyawan juga dapat diperoleh.
Integrasi teori Manajerial Grid dapat memberikan inspirasi bagi manajemen perguruan tinggi dalam pengembangan SPMI yang efektif dan efisien.
Sebuah perguruan tinggi “X” di Indonesia telah mengimplementasikan Manajerial Grid dalam pengembangan SPMI mereka. Dengan fokus pada gaya “Team Management,” Pimpinan perguruan tinggi “X” berhasil meningkatkan keterlibatan dosen dan staf dalam proses penjaminan mutu.
Sebagai hasilnya, terdapat peningkatan signifikan dalam kepuasan mahasiswa, akreditasi program studi, dan kualitas penelitian/ pengabdian yang dihasilkan. Visi misi dapat tercapai dan segenap dosen /karyaman merasa puas dengan iklim kerja di organisasi.
Teori Manajerial Grid dari Blake dan Mouton “menawarkan inspirasi” yang berharga dalam pengembangan SPMI di perguruan tinggi. Dengan menyeimbangkan perhatian maksimal terhadap produksi dan karyawan, perguruan tinggi dapat menciptakan lingkungan yang kondusif untuk peningkatan mutu pendidikan.
Penerapan gaya kepemimpinan “Team Management” dapat membantu mengembangkan budaya mutu yang kuat, meningkatkan kolaborasi, dan memastikan adaptasi yang fleksibel terhadap perubahan dan tantangan.
Oleh karena itu, integrasi gaya kepemimpinan “Team Management” dalam SPMI InsyaAllah sangat bermanfaat untuk mencapai keunggulan lembaga pendidikan tinggi. Stay Relevant!
Instagram: @mutupendidikan
Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) merupakan mekanisme yang esensial bagi perguruan tinggi untuk memastikan bahwa proses Tri Dharma Perguruan Tinggi (pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat) memenuhi standar mutu yang diinginkan.
Keberhasilan implementasi SPMI sangat dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan yang digunakan.
Kurt Lewin, seorang pakar psikolog, mengajukan Teori 3 (tiga) Gaya Kepemimpinan yaitu: gaya otoriter, gaya demokratis, dan gaya laissez-faire.
Artikel singkat ini mencoba mengulas bagaimana model gaya kepemimpinan dari Lewin dapat diterapkan dalam konteks SPMI. Penerapan gaya kepemimpinan yang sesuai, InsyaAllah akan membantu untuk mencapai peningkatan mutu yang berkelanjutan di perguruan tinggi.
Hasil penelitian Kurt Lewin dan tim kerjanya mengidentifikasi 3 (tiga) gaya kepemimpinan utama, yaitu:
Proses “Kaizen” dalam SPMI dilakukan melalui “Siklus PPEPP”, berikut contoh pemilihan gaya kepemimpinan yang sesuai:
Gaya kepemimpinan yang efektif adalah kunci keberhasilan implementasi SPMI di perguruan tinggi. Dengan menerapkan prinsip-prinsip dari Teori Gaya Kepemimpinan Lewin, pemimpin dapat menyesuaikan pendekatan mereka untuk memenuhi kebutuhan spesifik dalam setiap tahap SPMI.
Setiap perguruan tinggi memiliki tingkat kematangan bawahan yang berbeda beda, tentu memerlukan gaya kepemimpinan yang disesuaikan. Lewin menawarkan 3 (tiga) gaya kepemimpinan.
Kepemimpinan demokratis, dengan kolaborasi, partisipasi dan keterlibatan yang tinggi, umumnya paling efektif untuk mendorong komitmen dan kolaborasi yang diperlukan dalam peningkatan mutu berkelanjutan (kaizen).
Namun, dalam situasi-situasi tertentu, kepemimpinan otoriter (tegas) atau laissez-faire (pelimpahan penuh) juga dapat diterapkan untuk mendapatkan hasil yang optimal. Stay Relevant!
Layanan Informasi