• 08123070905
  • mutupendidikan.info@gmail.com

Budaya Mutu

SPMI dan Problematik Administratif

Pendahuluan

Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) merupakan mekanisme penting dalam memastikan pencapaian mutu pendidikan di perguruan tinggi. SPMI, melalui siklus PPEPP dirancang untuk memantau, mengevaluasi, dan meningkatkan kinerja institusi secara terus-menerus (continuous improvement).

SPMI memiliki fungsi dan peran strategis dalam memastikan mutu pendidikan. Namun, dalam kenyataannya, implementasi SPMI sering kali menghadapi berbagai tantangan dan kendala. Salah satu kendala utama adalah persoalan administratif yang rumit, yang dapat menjadi penghalang dalam pelaksanaan SPMI.

Artikel singkat ini akan membahas bagaimana kompleksitas administratif menjadi hambatan utama dalam implementasi SPMI dan dibagian akhir akan ditawarkan beberapa solusi untuk mengatasinya.

Persoalan Administratif

Tantangan dan persoalan administratif dalam implementasi SPMI Perguruan Tinggi, melibatkan berbagai aspek, mulai dari pembuatan dokumen, pelaksanaan standar, pengumpulan data, pengisian formulir, hingga penyusunan laporan.

Salah satu keluhan utama dari para dosen, staf akademik dan administratif adalah banyaknya dokumen dan formulir yang harus disiapkan dan diisi.

Setiap siklus PPEPP dalam SPMI, mulai dari perencanaan hingga evaluasi, memerlukan dokumentasi yang rinci dan sering kali memakan waktu yang tidak sedikit. Hal ini menyebabkan beban kerja yang berat dan dapat mengurangi fokus staf pada tugas-tugas utama mereka.

Selain itu, sering kali data yang sama harus diinput ulang dalam berbagai formulir dan sistem. Redundansi data ini tidak hanya meningkatkan beban kerja namun juga meningkatkan risiko kesalahan input data, yang dapat menghambat analisis dan evaluasi yang akurat.

Kurangnya panduan dalam pengisian formulir dan penyusunan laporan kinerja SPMI juga dapat menyebabkan kebingungan dan inkonsistensi dalam data yang dikumpulkan. Hal tersebut tentu saja dapat menghambat proses analisis dan evaluasi yang efektif.

Ketergantungan pada sistem manual untuk mengelola SPMI menambah kerumitan dan kompleksitas administratif. Sistem tata kelola manual cenderung tidak efisien dan rentan terhadap kesalahan manusia, yang pada akhirnya dapat memperlambat proses dan mengurangi akurasi data yang dikumpulkan.

Dalam konteks yang diuraikan diatas, persoalan administratif dapat berdampak negatif pada efektivitas SPMI secara keseluruhan.

Dampak Negatif

Kompleksitas administratif dalam tata kelola SPMI tidak hanya membebani dosen, staf akademik dan administratif, tetapi juga berdampak negatif pada efektivitas sistem mutu itu sendiri.

Dosen dan karyawan terpaksa harus menghabiskan banyak waktu untuk tugas-tugas administratif cenderung memiliki waktu yang lebih sedikit untuk fokus pada kegiatan inti sesuai job desc masing-masing, tentu saja hal ini dapat mengurangi mutu pendidikan yang dijanjikan kepada para mahasiswa / stakeholder.

Konsekuensinya, tugas-tugas administratif yang berlebihan dapat menurunkan produktifitas dan motivasi staf. Ketika staf merasa terbebani oleh tugas-tugas administratif, hal ini dapat mempengaruhi kualitas kerja dan komitmen mereka terhadap peningkatan mutu.

Selain itu, pengumpulan data yang tidak akurat atau tidak lengkap, (karena masalah administratif) dapat menghambat proses pengambilan keputusan yang berbasis data. Pengambilan keputusan berbasis data merupakan hal yang sangat penting dalam pengelolaan mutu.

Solusi untuk Mengatasi Persoalan Administratif

Untuk mengatasi persoalan diatas, beberapa solusi dapat dipertimbangkan. Pertama, perlunya mengadopsi teknologi informasi untuk digitalisasi proses pengumpulan data.

Sistem manajemen mutu berbasis digital dapat membantu otomatisasi banyak tugas yang sebelumnya dilakukan secara manual. Digitalisasi yang benar, akan mampu mengurangi risiko kesalahan dan meningkatkan akurasi data.

Selain itu, mengembangkan pedoman / panduan yang jelas untuk dokumen dan prosedur dapat mengurangi redundansi dan inkonsistensi. Pedoman ini dapat mencakup format formulir, prosedur pengisian, dan panduan penyusunan laporan. Dengan cara diatas, proses administratif menjadi lebih terstruktur dan mudah diikuti oleh staf.

Pelatihan, workshop dan pengembangan staf juga dapat membantu meningkatkan efektivitas pengelolaan tugas-tugas administratif.

Memberikan pelatihan kepada staf tentang pedoman mengelola tugas-tugas administratif dapat meningkatkan keterampilan mereka dan mengurangi waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas tersebut. Dengan skills yang lebih baik, staf dapat mengelola beban kerja administratif dengan lebih mudah dan efisien.

Secara periodik, manajemen perlu mengevaluasi proses administratif yang ada dan mencari cara untuk menyederhanakannya. Evaluasi ini bisa melibatkan pengurangan jumlah dokumen atau menggabungkan beberapa formulir menjadi satu. Dengan demikian, proses administratif menjadi lebih praktis, sederhana dan efisien.

Kesimpulan

Persoalan administratif merupakan tantangan utama dalam implementasi SPMI di perguruan tinggi. Beban kerja yang berlebihan akibat banyaknya dokumen dan formulir, menghambat efektivitas SPMI dan menurunkan motivasi dosen dan karyawan.

Untuk mengatasi persoalan diatas, beberapa usulan telah ditawarkan, seperti digitalisasi proses administratif, standarisasi dokumen dan prosedur, pelatihan dan pengembangan staf, dll.

Dengan cara-cara diatas, diharapkan SPMI dapat lebih efektif dalam mencapai tujuannya yaitu memastikan dan meningkatkan mutu pendidikan secara berkelanjutan. Stay Relevant!

Kepemimpinan dalam SPMI

SPMI dan 8 Karakter Pemimpin

SPMI dan 8 Kareakter Penting Pemimpin

Pendahuluan

Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) Pendidikan Tinggi adalah kegiatan sistemik penjaminan mutu pendidikan tinggi oleh setiap perguruan tinggi secara otonom untuk mengendalikan dan meningkatkan penyelenggaraan pendidikan tinggi secara berencana dan berkelanjutan.

Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) Dikdasmen adalah sistem penjaminan mutu yang berjalan di dalam satuan pendidikan dan dijalankan oleh seluruh komponen dalam satuan pendidikan yang mencakup seluruh aspek penyelenggaraan pendidikan dengan memanfaatkan berbagai sumberdaya untuk mencapai SNP.

Kepemimpinan SPMI

Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) akan dapat diimplementasikan dengan baik, bila lembaga pendidikan dikelola oleh pemimpin yang efektif. Untuk menjadi pemimpin yang efektif, Rektor, Dekan, Kaprodi, Kepala Sekolah dll., perlu menguasai beberapa karakteristik kepemimpinan diantaranya adalah:

  1. Komitmen: Pemimpin yang mengimplementasikan SPMI wajib memiliki motivasi dan komitmen yang kuat. Komitmen untuk memastikan bahwa organisasi sungguh-sungguh mengadopsi budaya mutu dan memprioritaskan mutu dalam semua standar yang ingin dicapai.
  2. Leadership Skills: Pemimpin perlu memiliki keterampilan memimpin, termasuk kemampuan untuk berkomunikasi, persuasi, memotivasi dan menginspirasi karyawan untuk berpartisipasi penuh dalam program SPMI. Karyawan harus mampu didorong untuk kerja keras, kerja cerdas, kerja tuntas dan kerja ikhlas.
  3. Pendengar yang Efektif: Pemimpin harus memiliki keterampilan untuk menjadi pendengar yang baik. Keterampilan untuk mendengarkan kritik, saran dan masukan, dan mempertimbangkan solusi yang ditawarkan para stakeholder.
  4. Problem Solving: Pemimpin wajib memiliki kemampuan untuk mencari data, menganalisis dan memecahkan masalah organisasi dengan cepat, efektif dan efisien. Mampu mengimplementasikan manual PPEPP dengan baik. Setiap problem dapat dicari solusi dengan baik, tindakan koreksi, korektif dan preventif.
  5. Keterbukaan dan Transparansi: Pemimpin harus dapat berkomunikasi dengan efektif dan transparan kepada semua pegawai tentang target dan tujuan SPMI. Harus mampu menjelaskan bagaimana SPMI dapat membantu lembaga mencapai tujuan / sasaran organisasi.
  6. Keterampilan Komunikasi: Pemimpin perlu memiliki keterampilan komunikasi yang efektif. Keterampilan presentasi lisan dan tulisan, agar mampu menyampaikan pesan-pesan dan informasi SPMI dengan jelas. Keterampilan memotivasi para bawahan untuk berpartisipasi secara aktif.
  7. Semangat Perbaikan (Kaizen): Pemimpin harus memiliki semangat Kaizen, yaitu perbaikan secara terus menerus tanpa henti. Mampu beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan yang terjadi di lingkungan bisnis. Mampu melakukan analisis SWOT dan menyusun strategi yang tepat.
  8. Mengelola Risiko: Pemimpin perlu memiliki keterampilan mengidentifikasi dan mengelola risiko dengan tepat. Pilihan keputusan yang diambil dengan pertimbangan resiko-resiko yang ada. Melalui manajemen resiko, setiap kegiatan akan dipilah sesuai dengan resiko yang ada. Untuk proses yang berisiko akan dilakukan tindakan yang sesuai untuk mencegah kerugian yang bakal muncul.

Demikian uraian singkat tentang Pentingnya Kepemimpinan dalam SPMI, semoga bermanfaat. Stay Relevant !

Instagram: @mutupendidikan

Info Pelatihan Mutu Pendidikan

SPMI dan Time Management

SPMI dan Time Management

SPMI dan Time Management

Pendahuluan

Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) Pendidikan Tinggi adalah kegiatan sistemik penjaminan mutu pendidikan tinggi oleh setiap perguruan tinggi secara otonom untuk mengendalikan dan meningkatkan penyelenggaraan pendidikan tinggi secara berencana dan berkelanjutan.

Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) Dikdasmen adalah sistem penjaminan mutu yang berjalan di dalam satuan pendidikan dan dijalankan oleh seluruh komponen dalam satuan pendidikan yang mencakup seluruh aspek penyelenggaraan pendidikan dengan memanfaatkan berbagai sumberdaya untuk mencapai SNP.

SPMI dan Time Management

Time management adalah keterampilan penting yang sangat diperlukan guna keberhasilan SPMI. Pengaturan waktu yang baik dapat membantu untuk memastikan bahwa semua tugas dan aktivitas yang terkait dengan SPMI dapat dilakukan dengan tepat waktu dan dengan mutu kerja yang baik. 

Problem yang sering terjadi adalah kebiasaan menunda-nunda pekerjaan, sehingga target pelaksanaan SPMI tidak bisa dicapai dengan baik. Banyak potensi masalah yang dapat berdampak bagi keberhasilan SPMI, diantaranya gagal menyusun prioritas, tidak mampu mendelegasikan, tidak mampu mengelola waktu dan lain sebagainya.

Proaktif Mengelola Waktu

Kiat Time Management

Berikut adalah beberapa kiat time management yang dapat membantu keberhasilan SPMI:

  1. Menyusun Prioritas: Susunlahlah daftar tugas yang perlu dilakukan dan prioritaskan tugas yang paling penting. Fokuskan waktu dan energi pada tugas/ pekerjaan yang memerlukan perhatian lebih dan pastikan untuk menyelesaikan tugas / pekerjaan tersebut sebelum beralih ke tugas/pekerjaan lain. Misal memprioritaskan pembuatan standar SPMI baru, karena standar lama sudah tidak relevan.
  2. Susun Jadwal: Susun jadwal yang realistis & pastikan waktu yang cukup untuk menyelesaikan setiap tugas / pekerjaan. Perhatikan deadline yang & dan buat jadwal dengan mempertimbangkan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan masing-masing tugas /pekerjaan. Misal: menyusun jadwal Audit Mutu Internal, jadwal tindak lanjut hasil Tinjauan manajemen, menyusun jadwal penyelesaian pelaksanaan standar dll.
  3. Kelola waktu: Cobalah untuk memaksimalkan waktu yang tersedia dengan cara menghindari gangguan / distraksi yang tidak perlu seperti: main games, membuka media sosial (tik tok), percakapan media sosial, dan lainnya. Untuk membantu fokus, dapat menggunakan teknik pomodoro atau teknik lainnya.
  4. Memanfaatkan teknologi: Manfaatkan teknologi seperti aplikasi kalender digital, manajemen waktu, gantt chart, atau pengingat untuk membantu mengatur jadwal & tugas. Fasilitas teknologi membantu mengingatkan deadline dan membantu memprioritaskan tugas/ pekerjaan yang paling penting. Misal: Mengunakan aplikasi kalender digital yang disinkronkan untuk semua tim auditor internal.
  5. Pendelegasian: Lakukan delegasi untuk tugas-tugas yang memang bisa didelegasikan. Serahkan pada orang lain untuk mengerjakannya. Jangan takut untuk meminta bantuan dari rekan kerja atau delegasikan tugas kepada anggota tim yang memiliki keahlian yang sesuai. Misal: Mendelegasikan pada mahasiswa magang untuk mengetik surat /draf dokumen standar SPMI.

Penutup

Dalam menjalankan SPMI, pengelolaan waktu yang baik sangat penting. Dengan menggunakan teknik time management yang efektif, kita dapat membantu memastikan bahwa setiap tugas dan pekerjaan yang terkait dengan SPMI dapat dilakukan dengan tepat waktu dan dengan kualitas yang baik. 

Ingat, tujuan utama SPMI adalah membangun mutu dan kepuasan stakeholder dalam lembaga pendidikan. Stay Relevant!

Instagram: @mutupendidikan

Info Pelatihan Mutu Pendidikan

Tantangan Implementasi SPMI di Perguruan Tinggi

Pendahuluan

Perguruan tinggi di Indonesia diberi otonomi untuk mengelola institusi mereka, namun masih saja diwajibkan untuk menerapkan sistem manajemen tertentu, misalnya Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) sebagai upaya menjaga dan meningkatkan mutu pendidikan (Permendikbudristek 53 Tahun 2023 pasal 67 sampai pasal 70 tentang SPMI).

Fakta di lapangan, banyak perguruan tinggi di Indonesia mengalami kesulitan dalam mengimplementasikan SPMI secara efektif. Dokumen SPMI hanya tersedia lengkap di rak lemari, namun tidak difungsikan sebagaimana mestinya, hanya sebagai persyaratan untuk keperluan akreditasi.

Selain itu juga banyak dokumen SPMI yang tidak “update”, padahal sudah banyak peraturan2 baru yang perlu ditindak lanjuti dalam bentuk revisi dokumen. Sering dijumpai dokumen SPMI (Kebijakan, Siklus PPEPP dan Standar) masih menggunakan panduan lama dan tanggal revisi lebih dari 5 tahun yang lalu.

Artikel ini akan mengkaji mengapa implementasi SPMI seringkali menimbulkan kebingungan dan kurang berhasil dalam implementasinya. Partisipasi dari seluruh komponen perguruan tinggi, termasuk dosen, mahasiswa, staf administrasif masih rendah bagi pengembangan SPMI.

Artikel singkat ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih, usulan dan rekomendasi untuk mengatasi tantangan-tantangan diatas.

Tantangan Implementasi SPMI di Lembaga Pendidikan

Kompleksitas SPMI

Salah satu alasan utama perguruan tinggi kesulitan dalam mengimplementasikan SPMI adalah kompleksitas sistem itu sendiri. Banyak unsur manajemen, dosen dan staf karyawan yang kurang paham dengan “big Picture” konsep SPMI.

Masih banyak yang belum paham struktur dokumen SPMI beserta fungsi-fungsinya. Apa fungsi kebijakan SPMI sebagai dokumen level tertinggi? Apa fungsi dokumen PPEPP beserta formulir yang ada didalamnya? Apa fungsi standar SPMI dan bagaimana strategi untuk mencapainya? Ada berapa persen anggota organisasi perguruan tinggi yang dapat menjawab pertanyaan diatas?

Tanpa pemahaman yang utuh tentang setiap komponen diatas, tentu institusi akan kesulitan menerapkan SPMI dengan baik. Banyak perguruan tinggi tidak memiliki sumber daya manusia yang cukup terlatih dalam manajemen mutu, yang membuat mereka kesulitan untuk merancang, mengembangkan dan menerapkan sistem yang efektif.

Kurangnya Dukungan Sumber Daya

Selain itu, implementasi SPMI juga memerlukan sumber daya yang signifikan, baik dalam hal waktu, tenaga, maupun biaya. Perguruan tinggi rintisan, terutama yang berada di daerah dengan akses terbatas ke sumber daya, sering kali tidak memiliki infrastruktur yang memadai untuk mendukung penerapan SPMI.

Kurangnya suport / dukungan dari manajemen puncak juga menjadi faktor penghambat, karena tanpa komitmen dari pemimpin, upaya peningkatan mutu sering kali tidak mendapatkan prioritas yang diperlukan.

Pimpinan juga sering punya persepsi bahwa urusan mutu adalah tanggung jawab Unit Jaminan Mutu, padahal Peran Leadership adalah peran penentu / kunci bagi keberhasilan SPMI. Pimpinanlah yang menjadi “pemilik utama” (owner) sistem mutu SPMI, bukan Unit (pusat / lembaga) Jaminan Mutu.

Budaya Organisasi

Budaya organisasi yang tidak mendukung juga menjadi tantangan besar dalam implementasi SPMI. Banyak institusi perguruan tinggi yang memiliki budaya birokrasi yang kaku dan resistensi terhadap perubahan.

Penerapan SPMI memerlukan perubahan mendasar dalam cara kerja dan pemikiran manajemen, staf karyawan dan dosen. Jika budaya organisasi tidak kondusif, maka upaya untuk menerapkan sistem ini akan menghadapi hambatan besar.

Budaya kerja yang diharapkan adalah pola pikir, pola sikap dan pola perilaku yang sesuai dengan standar pendidikan tinggi. Semua anggota organisasi harus menerapkan siklus PPEPP dalam setiap langkah dan perbuatannya.

Kurangnya Monitoring dan Evaluasi

Monitoring dan evaluasi (monev) yang berkelanjutan adalah kunci sukses dalam implementasi SPMI. Namun, banyak perguruan tinggi yang tidak memiliki mekanisme yang efektif untuk melakukan ini.

Tanpa monev yang tepat, sulit untuk mengetahui apakah implementasi SPMI berjalan dengan baik atau memerlukan perbaikan. Ini juga berarti bahwa permasalahan yang ada tidak teridentifikasi dan tidak ditangani dengan baik.

Monev dilakukan oleh perangkat manajemen, Audit Mutu Internal (AMI) dilakukan oleh auditor. Keduanya saling melengkapi untuk mendapatkan temuan (finding) yang dibutuhkan untuk melakukan perbaikan secara berkesinambungan.

Rekomendasi

Untuk mengatasi tantangan-tantangan diatas, beberapa langkah dapat diambil:

  1. Dukungan dari Pimpinan Puncak: Pimpinan puncak harus menunjukkan komitmen yang kuat terhadap implementasi SPMI. SPMI adalah tools utama dalam membangun mutu, ini dapat dilakukan dengan menyediakan sumber daya yang diperlukan. Pimpinan harus mengintegrasikan SPMI ke dalam rencana stategis dan manajemen perguruan tinggi (Permendikbudristek 53 Tahun 2023 pasal 69 poin 1.b) dan mempromosikan budaya mutu di seluruh organisasi.
  2. Pelatihan dan Pengembangan Kapasitas: Perguruan tinggi perlu berinvestasi dalam pelatihan dan pengembangan kapasitas bagi manajemen, staf karyawan dan dosen untuk memahami dan menerapkan SPMI dengan baik. Ini termasuk pelatihan dalam manajemen mutu, audit internal, dan perencanaan strategis. Perencanaan strategis agar perguruan tinggi mampu untuk terus menerus beradaptasi dengan lingkungan eksternal yang semakin bergejolak (VUCA dan BANI).
  3. Penguatan Program Monev: Mekanisme monitoring dan evaluasi harus diperkuat untuk memastikan bahwa implementasi SPMI berjalan sesuai rencana (Key Performance Indicator SPMI) dan menghasilkan perbaikan yang diinginkan. Ini termasuk audit internal yang rutin dan umpan balik yang konstruktif. Auditee harus punya kapasitas untuk mampu mencari akar masalah dan menetapkan tindakan koreksi, korektif dan preventif yang relevan.
  4. Simplifikasi Proses: Proses SPMI dapat disederhanakan untuk memudahkan implementasi. Ini termasuk penyederhanaan dokumen, standar dan prosedur yang harus diikuti, sehingga lebih mudah dipahami dan diterapkan oleh semua pihak. Dokumen harus mampu dipahami secara utuh, “Big Picture” dokumen arus mudah ditelusuri oleh pengguna.
  5. Penggunaan Teknologi: Teknologi dapat digunakan untuk mendukung implementasi SPMI, misalnya dengan menggunakan sistem informasi manajemen mutu yang dapat memfasilitasi monitoring, evaluasi, dan pelaporan. Dashboard sistem informasi perlu dibangun, manajemen perlu memantau pergerakan data organisasi secara “real time“. Sehingga setiap ada penyimpangan dapat segera diketahui lebih awal.

Penutup

Meskipun banyak perguruan tinggi di Indonesia mengalami kesulitan dalam mengimplementasikan SPMI, tantangan-tantangan ini, InsyaAllah dapat diatasi dengan pendekatan yang tepat.

Investasi dalam pelatihan, dukungan manajemen, penyederhanaan proses, penggunaan teknologi, dan peningkatan monitoring dan evaluasi / audit mutu internal adalah beberapa langkah yang dapat diambil untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi implementasi SPMI.

Harapan kita bersama, perguruan tinggi dapat lebih berhasil dalam menjaga dan meningkatkan mutu pendidikan, sesuai dengan cita-cita / tujuan utama dari penerapan SPMI. Stay relevant!

Instagram: @mutupendidikan

Info Pelatihan Mutu Pendidikan

SPMI dan 7S McKinsey

SPMI dan 7S McKinsey Framework

SPMI dan 7S McKinsey Framework

Pendahuluan

Saat ini begitu banyak lembaga pendidikan yang menerapkan Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) namun belum bisa mendapatkan manfaat dari sistem mutu tersebut. Perbaikan mutu yang diinginkan belum dapat terealisir dengan baik.

SPMI telah dikembangkan dengan membuat begitu banyak dokumen seperti kebijakan, standar mutu, manual dan formulir-formulir, namun dalam tataran implementasi, masih banyak lembaga pendidikan yang belum melihat manfaat dan berbaikan yang signifikan.

Mengapa hal ini bisa terjadi? Secara teoritis dapat diduga karena kegiatan pengembangan SPMI “masih fokus” hanya pada perbaikan elemen “System” saja. Masih ada 6 elemen lain yang belum terkelola dengan baik. Penjelasan tentang 6 elemen tersebut dituangkan dalam Model 7S Mc Kinsey.

Model 7S Mc Kinsey

Berikut uraian singkat tentang Model 7S McKinsey. Model ini merupakan tool yang sering dipakai untuk menganalisis aspek internal dalam organisasi, termasuk dalam institusi pendidikan.

Dengan memperhatikan 7 elemen ini, pimpinan lembaga pendidikan akan lebih mudah menganalisis kondisi internal organisasi. Apakah elemen-elemen tersebut telah dirancang dengan baik, telah selaras atau masih bermasalah.

Dengan melakukan tindakan yang tepat untuk masing-masing elemen, Pimpinan lembaga pendidikan (universitas ataupun dikdasmen) akan dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi organisasi dalam pencapaian sasaran-sasaran mutu yang tertuang dalam sandar nasional pendidikan (SNP) atau melampauinya.

7 S McKinsey Framework

7 Elemen Mc Kinsey Framework

7 elemen dalam model 7S McKinsey  terdiri dari 3S hard elements dan 4S Soft element, berikut uraiannya:

3S Hard Elements

Institusi pendidikan yang ingin mencapai sasaran-sasaran mutu dengan baik, perlu meninjau dan memperbaiki 3S Hard Elements, yakni:

  1. Strategy (Strategi). Strategi merupakan rumusan rencana jangka panjang, menengah dan pendek lembaga pendidikan yang digunakan untuk membangun keunggulan kompetitif. Perguruan tinggi perlu melakukan analisis SWOT, menetapkan positioning dan strategi pencapaiannya.
  2. Systems (Sistem). Terdiri dari kebijakan mutu, manual mutu, standar, manual dan prosedur yang berisi proses operasional lembaga sehari-hari. Sistem ini membantu membuat keputusan-keputusan dalam lembaga pendidikan. Dalam implemetasi SPMI, lembaga pendidikan telah penyusunan dokumen ini. Namun keberadaan dokumen ini, tidak cukup untuk menjamin terlaksananya SPMI dengan baik, perlu didukung keberhasilan 6 elemen yang lain.
  3. Structure (Struktur). Struktur organisasi lembaga pendidikan berfungsi mengatur sistem kerja, uraian jabatan, wewenang & tanggung jawab serta proses pendelegasian. Dengan struktur kerja yang tepat, sasaran SPMI akan dapat dicapai dengan lebih efektif dan efisien.

Baca juga:

4S Soft element

Selain 3S hard elements, berikut penjelasan tentang 4S soft elements. 4 Elemen ini relatif lebih sulit dideskripsikan:

  1. Shared Values (Nilai-nilai Lembaga). Nilai-nilai budaya yang tertuang dalam kebijakan SPMI, standar ataupun norma-norma yang menjadi pedoman perilaku bagi seluruh pegawai dan pimpinan lembaga pendidikan. Nilai-nilai ini harus harus terus dibangun untuk menunjang tercapainya budaya mutu. Pola pikir, pola sikap dan pola perilaku harus sesuai dengan standar mutu lembaga pendidikan.
  2. Style (Gaya Kepemimpinan). Elemen ini berkaitan dengan pola atau gaya kepemimpinan dalam organisasi. Kepemimpinan yang tepat membantu organisasi untuk mencapai sasaran-sasarannya. Sudahkah para pemimpin memiliki komitmen yang kuat untuk menjalankan SPMI? Bagaimana gaya kepemimpinan yang cocok untuk diterapkan? Bagaimana Leadership & followership harus dibangun?
  3. Staff (Dosen / Guru dan Tenaga kependidikan). Merupakan para pegawai yang bekerja di lembaga pendidikan. Motivasi dan pola kerja mereka sangat berpengaruh bagi keberhasilan SPMI. Perilaku mereka dipengaruhi bagaimana mereka direkrut, dipilih, dilatih, dimotivasi, diarahkan, dipimpin, dan dikembangkan.
  4. Skills (Keterampilan). Kemampuan dan kompetensi dosen / guru dan tenaga kependidikan yang diperlukan institusi. Tentu saja mereka diharapkan berkinerja tinggi sesuai dengan harapan stakeholder. Mereka harus punya orientasi yang kuat dalam menjalankan budaya mutu pendidikan. Bagaimana cara efektif dan efisien untuk membangun kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan?

Manfaat Model 7S Mc Kinsey

Tom Peters & Robert Waterman, pakar yang pernah bekerja di perusahaan konsultan McKinsey, mengatakan bahwa keselarasan 7 elemen ini merupakan faktor kunci bagi keberhasilan organisasi. Model 7S Mc Kinsey ini, dapat diimplementasikan dalam lembaga pendidikan untuk banyak hal seperti:

  • Menyusun strategi pengembangan SPMI dan budaya mutu lembaga pendidikan.
  • Menyelaraskan integrasi antar departemen, fakultas dan unit kerja (prodi).
  • Merancang desain baru struktur organisasi (reingenering).
  • Meningkatkan kinerja manajemen, pendidikan dan tenaga kependidikan.
  • Menguji faktor-faktor pendukung dan penghambat untuk perbaikan SPMI.
  • Evaluasi keberhasilan  program SPMI.

SPMI & Penerapan 7S Mckinsey

  1. Identifikasi area internal institusi pendidikan yang belum selaras / efektif. Dalam menerapkan SPMI, identifikasi apakah elemen 7S telah selaras satu dengan lainnya. Apakah ada gap, celah, ketidakkonsistenan, gap, celah dan kelemahan lainnya.
  2. Merancang desain organisasi yang optimal. Rancang desain organisasi yang efektif dan efisien untuk keberhasilan SPMI. Kerjasama yang harmonis antara pimpinan, senat dan yayasan, tentu sangat diperlukan (termasuk stakeholder lainnya).
  3. Tetapkan area perbaikan. Rancang detail tindakan, rinci area-area yang ingin diperbaiki dan diselaraskan. Tetapkan manajemen perubahan yang baik.
  4. Lakukan tindakan perbaikan. Perbaikan yang tepat akan memiliki dampak positif bagi institusi pendidikan. Oleh karena itu, perlu dicari anggota tim yang tepat atau merekrut tenaga konsultan. Peran penting kepemimpinan yang efektif sangat diperlukan.
  5. Monitoring & Evaluasi Pelaksanaan 7S. Monitor, evaluasi dan tinjau ulang secara berkelanjutan. 7S elemen Mc Kinsey bersifat dinamis & berubah secara konstan. Dinamika di satu elemen tentu memiliki efek pada elemen-elemen yang lain. Terapkan model PDCA dan PPEPP yang tepat.

Demikian uraiang singkat tentang SPMI & 7S McKinsey Framework, semoga bermanfaat.

Instagram: @mutupendidikan

Info Pelatihan Mutu Pendidikan

SPMI dan Keterampilan Konseptual

SPMI dan Keterampilan Konseptual

SPMI dan Keterampilan Konseptual

Pendahuluan

Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) adalah pendekatan manajemen yang fokus pada peningkatan mutu secara berkelanjutan (kaizen) dan melibatkan semua elemen organisasi. Sebagai suatu sistem manajemen mutu yang komprehensif, SPMI memerlukan peran yang kuat dari para pemimpin organisasi. Peran ini penting ini dalam bentuk memperkenalkan, mengimplementasikan, dan memelihara praktik SPMI.

Ada banyak keterampilan yang penting untuk dikuasai para pemimpin, salah satunya adalah keterampilan konseptual. Keterampilan ini membantu memimpin institusi pendidikan menuju keberhasilan implementasi SPMI. 

Keterampilan Konseptual

Keterampilan konseptual (conceptual skills) adalah kemampuan individu untuk mengenal, memahami dan menggunakan konsep-konsep dan prinsip-prinsip abstrak dalam situasi kerja & manajemen. Keterampilan konseptual berkaitan dengan kemampuan untuk memahami gambaran besar (big picture), memahami kaitan antara konsep-konsep, dan mengembangkan strategi / rencana berdasarkan pemahaman konseptual.

Manfaat Ketrampilan Konseptual untuk Keberhasilan SPMI

Manfaat Keterampilan Konseptual

Berikut beberapa manfaat keterampilan konseptual pemimpin bagi keberhasilan SPMI:

  1. Membangun pemahaman yang kuat tentang SPMI: Pemimpin Perguruan Tinggi, Sekolah, Madrasah harus memiliki pemahaman yang kokoh tentang ide, konsep, prinsip, dan metode SPMI, serta memahami bagaimana SPMI berperan membantu lembaga mencapai sasaran jangka panjang.
  2. Membangun visi, misi dan strategi SPMI: Pemimpin lembaga pendidikan harus memiliki keterampilan dalam merumuskan visi, misi dan strategi SPMI yang jelas dan terarah. Rencana strategi tersebut harus relevan dan dapat diimplementasikan oleh seluruh karyawan organisasi (pendidik & dan tenaga kependidikan)
  3. Membangun komunikasi yang efektif: Pemimpin lembaga pendidikan harus dapat berkomunikasi dengan jelas dan efektif tentang konsep-konsep, prinsip-prinsip SPMI dan mampu mengartikulasikan visi, misi dan strategi SPMI. Selain itu pemimpin (rektor, kepala sekolah dan pemimpin lainnya) harus mampu memotivasi karyawan untuk bekerja keras menuju keberhasilan standar SPMI.
  4. Mendorong inovasi dan perubahan: Pemimpin lembaga pendidikan harus memiliki keterampilan dalam mengidentifikasi perubahan yang diperlukan untuk keberhasilan SPMI. Kegagalan dalam mendorong inovasi dan perubahan menyebabkan organisasi menjadi tidak relevan dalam lingkungan yang sedang berubah pesat.
  5. Meningkatkan keterampilan analitis: Pemimpin lembaga pendidikan harus memiliki keterampilan dalam mengumpulkan, mengolah dan menganalisis data, sehingga mampu membuat keputusan (decision making) yang tepat berdasarkan data.

Baca juga: Cara Meningkatkan Keterampilan Konseptual

Penutup

Kesimpulan, keterampilan konseptual (conceptual skills) sangat penting bagi pemimpin lembaga pendidikan dalam mengimplementasikan SPMI. Rektor, Ketua, Kepala Sekolah yang memiliki keterampilan konseptual akan lebih efektif dalam mengembangkan strategi, menyusun visi-misi, mendorong perubahan, dan menganalisis data untuk mencapai keberhasilan SPMI. Stay Relevant!

Instagram: @mutupendidikan

Info Pelatihan Mutu Pendidikan

SPMI dan Kesederhanaan

Pentingnya Kesederhanaan Dokumen SPMI

Pendahuluan

Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) adalah alat penting (sistem mutu) yang digunakan oleh perguruan tinggi untuk memastikan mutu pendidikan yang diberikan. Meskipun tujuannya mulia, pelaksanaan SPMI sering kali dihadapkan pada tantangan kompleksitas administrasi dan birokrasi yang dapat menghambat efektivitasnya.

Artikel ini mencoba mengeksplorasi bagaimana kesederhanaan dalam SPMI bisa menjadi kemewahan yang membawa manfaat signifikan bagi perguruan tinggi. Tentu saja untuk mencapai kemewahan ini, perlu kerja keras, kerja cerdas, kerja tuntas dan kerja ikhlas.

Kompleksitas SPMI

Implementasi SPMI sering kali melibatkan berbagai dokumen, seperti kebijakan SPMI, siklus PPEPP, berbagai jenis standar, prosedur, dan formulir yang harus disiapkan, diisi, dan diolah oleh berbagai pihak di perguruan tinggi. Kompleksitas / kerumitan ini dapat mengakibatkan beberapa persoalan penting, seperti:

  • Inefisien: Proses yang terlalu rumit dan birokratis bisa menghambat respons cepat (speed) terhadap masalah yang muncul dalam sistem pendidikan. Seperti kita ketahui bersama speed merupakan unsur penting dalam pelayanan kepada stakeholder.
  • Beban Administratif: Staf administrasi dan dosen mungkin merasa terbebani dengan tugas-tugas tambahan yang berkaitan dengan pengisian dan pengelolaan dokumen SPMI. Contoh mengisi formulir penelitian dan pengabdian masyarakat dengan jumlah yang cukup banyak tentu sangat menyita waktu dan energi.
  • Kurangnya Fokus pada Esensi: Fokus yang berlebihan pada aspek administratif bisa mengaburkan tujuan utama dari SPMI, yaitu peningkatan kualitas pendidikan. Ketika karyawan atau dosen tidak bisa memahami “big picture” dari sebuah sistem, mereka tidak bisa merasakan manfaatnya, sehingga cenderung tidak melakukan karya yang terbaik.
Kesederhanaan sebagai solusi

Kesederhanaan Dokumen SPMI

Kesederhanaan dalam SPMI dapat membantu mengatasi berbagai masalah tersebut. Dengan menyederhanakan dokumen, prosedur dan mengurangi beban administratif, perguruan tinggi dapat lebih fokus pada peningkatan mutu pendidikan. Kesederhanaan (simplicity) dalam SPMI bisa diwujudkan melalui beberapa cara:

  • Pengurangan Dokumen yang Tidak Perlu: Mengidentifikasi dan menghilangkan dokumen atau formulir yang tidak memberikan nilai tambah signifikan bagi proses penjaminan mutu. Dokumen perlu di update, disesuaikan dengan perkembangan lingkungan organisasi terkini. Permendikbudristek 53 Tahun 2023, memberikan beberapa kelonggaran dan penyederhanaan yang dapat disikapi dengan menetapkan strategi diferensiasi yang tepat (positioning), dituangkan dalam standar keluaran, standar proses dan standar masukan.
  • Digitalisasi Proses: Menggunakan teknologi informasi untuk mengotomatisasi dan menyederhanakan pengelolaan dokumen dan data, sehingga mengurangi beban kerja manual. Dengan adanya fasilitas hyperlink, dokumen dapat disusun bertingkat dalam sub-sub folder yang tersusun rapi. Memperbanyak penggunaan infografis, sehingga bahasa naratif yang membosankan dapat dikurangi. Adagium “A picture is worth a thousand words”, bermakna infografis dan gambar dapat menggantikan sejuta kata, sangat tepat untuk memperbaiki dokumen SPMI yang sarat narasi. Dokumen dibuat dengan template yang profesional, huruf cukup besar, spasi yang enak dibaca dan ruang kosong untuk mendorong estetika dokumen.
  • Pelatihan dan Pembinaan: Memberikan pelatihan yang jelas dan praktis bagi staf dan dosen tentang cara mengimplementasikan SPMI secara efisien dan efektif.

Ultimate sophistication

Leonardo da Vinci: menyebutkan “Simplicity is the ultimate sophistication.” Kesederhanaan adalah kecanggihan tertinggi. Kesederhanaan dalam SPMI tidak hanya mempermudah proses implementasi tetapi juga membawa berbagai manfaat lain yang dapat dianggap sebagai bentuk kecanggihan atau “kemewahan”:

  • Peningkatan Keterlibatan: Staf karyawan dan dosen yang merasa bahwa prosedur SPMI tidak terlalu membebani akan lebih bersemangat / termotivasi untuk terlibat aktif dalam proses penjaminan mutu.
  • Efisiensi Waktu dan Sumber Daya: Dengan mengurangi kompleksitas, waktu dan sumber daya yang biasanya dihabiskan untuk tugas-tugas administratif dapat dialihkan ke kegiatan yang lebih produktif dan berfokus pada peningkatan kualitas pendidikan. Untuk penguatan program Tri Dharma Perguruan Tinggi.
  • Responsivitas: Sistem yang sederhana memungkinkan perguruan tinggi untuk lebih cepat (speed) merespons masalah (problem solving) dan kebutuhan yang muncul, sehingga meningkatkan adaptabilitas dan ketahanan institusi.

Baca juga: Menyederhanakan Dokumen SPMI

Penutup

Kesederhanaan (simplicity) dalam SPMI adalah bentuk kemewahan (kecanggihan tertinggi) yang dapat membawa berbagai manfaat bagi perguruan tinggi.

Dengan menyederhanakan dokumen, prosedur dan mengurangi beban administratif, perguruan tinggi dapat lebih fokus pada esensi dari penjaminan mutu: peningkatan mutu pendidikan. Mutu pendidikan berarti peningkatan kepuasan dari segenap stakeholder. Dengan melalui siklusi PPEPP, perbaikan secara terus menerus dapat dilakukan.

Implementasi SPMI yang sederhana tidak hanya meningkatkan efisiensi dan efektivitas tetapi juga meningkatkan keterlibatan dan responsivitas institusi. Dalam dunia pendidikan tinggi yang semakin kompleks, kemampuan untuk mengapresiasi dan mengadopsi kesederhanaan menjadi nilai yang sangat berharga. Stay Relevant!

Instagram: @mutupendidikan

Info Pelatihan Mutu Pendidikan

Kearifan Lokal dalam Budaya Mutu SPMI

Pendahuluan

Indonesia, dengan kekayaan budaya serta keragaman etnisnya, memiliki berbagai “kearifan lokal” yang telah terbukti efektif dalam menjaga keseimbangan sosial dan lingkungan.

Di sisi lain, Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) di perguruan tinggi merupakan upaya sistematis untuk memastikan dan meningkatkan mutu pendidikan.

Mengintegrasikan kearifan lokal ke dalam SPMI dapat memberikan pendekatan yang lebih relevan dan kontekstual dalam mencapai tujuan mutu pendidikan.

Artikel ini mencoba menelaah dan membahas pentingnya kearifan lokal dan cara-cara integrasi dalam budaya mutu SPMI di perguruan tinggi Indonesia.

Pengertian Kearifan Lokal dan SPMI

Kearifan Lokal: Merupakan pengetahuan, nilai, dan praktik yang berkembang dalam komunitas lokal sebagai hasil dari pengalaman panjang berinteraksi dengan lingkungan alam dan sosial. Contoh di Indonesia termasuk budaya silaturahim, gotong royong, subak, dan sasi yang mencerminkan kerjasama, keadilan, dan keberlanjutan.

SPMI: Sistem Penjaminan Mutu Internal adalah serangkaian kegiatan sistematis dan terstruktur yang dilakukan oleh perguruan tinggi untuk memastikan bahwa proses pendidikan berjalan sesuai standar yang ditetapkan dan mengalami peningkatan kualitas secara berkelanjutan (kaizen).

Manfaat Integrasi Kearifan Lokal dalam SPMI
  1. Penguatan Identitas Budaya: Mengintegrasikan kearifan lokal dalam SPMI memperkuat identitas budaya dan meningkatkan rasa memiliki serta kebanggaan di kalangan sivitas akademika.
  2. Relevansi Kontekstual: Menggunakan kearifan lokal memastikan pendekatan yang sesuai dengan konteks sosial dan budaya setempat, sehingga lebih mudah diterima, dicintai dan diterapkan oleh sivitas akademika.
  3. Partisipasi dan Keterlibatan: Pendekatan yang berbasis kearifan lokal dapat meningkatkan partisipasi aktif dari semua pemangku kepentingan karena mereka merasa dihargai (Bahasa jawa: nguwongke uwong) dan terhubung dengan praktik-praktik lokal.
Contoh Integrasi Kearifan Lokal dalam SPMI

Berikut 3 (tiga) contoh kearifan lokal: Gotong royong, Subak, dan Sasi.

  1. Gotong Royong” dalam Evaluasi dan Perbaikan Mutu
    • Kearifan Lokal: Budaya “gotong royong” adalah praktik bekerja sama dalam masyarakat Indonesia untuk mencapai tujuan bersama. Budaya ini biasanya dilakukan secara gratis, sukarela tanpa minta imbalan.
    • Integrasi dalam SPMI: Implementasi GKM (Gugus Kendali Mutu) kegiatan perbaikan mutu secara kolaboratif (gotong royong) dengan melibatkan dosen, staf, dan mahasiswa. Hal ini menciptakan rasa kebersamaan dan tanggung jawab kolektif terhadap peningkatan mutu.
  2. Subak” dalam Manajemen Sumber Daya
    • Kearifan Lokal: Subak adalah sistem irigasi tradisional di Bali yang mengatur pembagian air secara adil dan merata berdasarkan prinsip “keseimbangan dan keadilan”. Kearifan lokal ini dapat diadopsi untuk penguatan pengelolaan SDM Perguruan Tinggi di Bali.
    • Integrasi dalam SPMI: Prinsip-prinsip subak dapat diadopsi dalam manajemen sumber daya perguruan tinggi, seperti alokasi anggaran, penggunaan fasilitas, program “knowledge management” dan distribusi beban kerja. Pendekatan ini memastikan penggunaan sumber daya yang efisien dan adil.
  3. “Sasi” dalam Pengelolaan Efisien Sumber Daya
    • Kearifan Lokal: Sasi adalah tradisi di Maluku yang melarang pengambilan sumber daya alam tertentu dalam periode waktu-waktu tertentu untuk melindungi kelestarian ekosistem.
    • Integrasi dalam SPMI: Prinsip sasi dapat diterapkan dalam pengelolaan Standar Sarana Prasarana terkait klausul “efisiensi sumber daya”, dengan menetapkan waktu-waktu tertentu untuk tidak menghidupkan AC, memakai lift dan peralatan listrik lainnya, agar diperoleh “score” penghematan listrik.
Sasi, tradisi menjaga kelestarian alam di Maluku
Langkah-langkah Integrasi Kearifan
  1. Identifikasi Potensi Kearifan Lokal: Mengidentifikasi kearifan lokal yang “relevan” dan dapat mendukung budaya mutu di perguruan tinggi di wilayah geografis masing-masing. Karena masing-masing daerah memiliki kearifan lokal yang berbeda-beda. Dari Sabang sampai Merauke, terdapat ribuan kearifan lokal yang dapat adopsi.
  2. Penyesuaian Kebijakan SPMI, PPEPP dan Standar: Menyesuaikan kebijakan SPMI dan standar SPMI untuk mengakomodasi dan mengintegrasikan nilai-nilai dan praktik-praktik kearifan lokal.
  3. Pelatihan dan Sosialisasi: Memberikan pelatihan, workshop dan sosialisasi kepada seluruh sivitas akademika tentang pentingnya kearifan lokal dan tata cara mengintegrasikannya dalam SPMI.
  4. Monitoring dan Evaluasi: Melakukan monitoring dan evaluasi (monev) secara berkala untuk memastikan bahwa integrasi kearifan lokal berjalan efektif dan memberikan dampak positif (impact) terhadap mutu pendidikan.
Kesimpulan

Integrasi kearifan lokal dalam budaya mutu SPMI di perguruan tinggi tidak hanya meningkatkan “relevansi dan efektivitas” penjaminan mutu, tetapi juga menghargai dan melestarikan warisan budaya luhur yang sangat berharga.

Pendekatan yang berbasis kearifan lokal dapat memperkuat “identitas budaya”, meningkatkan dukungan serta partisipasi, dan menciptakan lingkungan akademik yang lebih inklusif dan berkelanjutan. Dengan demikian, diharapkan perguruan tinggi di Indonesia dapat mencapai standar mutu yang tinggi sambil tetap menghormati dan memanfaatkan kearifan lokal. Stay Relevant!

Pentingnya Inovasi dalam SPMI

Pentingnya Semangat Inovasi dalam SPMI

Pentingnya Semangat Inovasi bagi keberhasilan SPMI

Inovasi adalah proses atau metode baru dan berbeda. Inovasi membawa perbaikan dalam suatu layanan, proses, atau sistem. Inovasi dapat berupa metode, teknologi, layanan, ide, produk, proses bisnis. Inovasi juga dapat berupa model layanan baru yang membantu memecahkan masalah atau memenuhi kebutuhan stakeholder yang lebih baik. 

Inovasi kerap kali melibatkan ide-ide kreatif yang out-of-the-box. Inovasi mampu meningkatkan mutu, produktivitas, efisiensi dan membantu organisasi kompetitif serta unggul dalam persaingan.

Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) Pendidikan Tinggi adalah kegiatan sistemik penjaminan mutu pendidikan tinggi oleh setiap perguruan tinggi secara otonom untuk mengendalikan dan meningkatkan penyelenggaraan pendidikan tinggi secara berencana dan berkelanjutan.

Inovasi memainkan peran penting dalam Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI), baik di lingkungan pendidikan tinggi maupun dikdasmen. Inovasi dapat membantu setiap lembaga pendidikan untuk mencapai dan mempertahankan mutu layanan yang mereka berikan. 

Manfaat Inovasi dalam SPMI

  1. Meningkatkan Mutu Layanan Pendidikan: Inovasi membantu institusi pendidikan untuk membangun layanan  yang lebih baik dan memenuhi harapan stakeholder. Proses ini bertujuan memastikan bahwa pelanggan puas dan loyal terhadap organisasi. Stakeholder disini diantaranya: Pemerintah, Dunia industri, Wali murid, Mahasiswa / siswa, Karyawan, Pemasok dll.
  2. Memperbaiki proses-proses internal: Inovasi dapat membantu dalam mengevaluasi dan memperbaiki proses-proses internal menjadi lebih efisien dan efektif. Hal  memastikan bahwa proses internal yang dibangun telah sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan dan memastikan bahwa layanan pendidikan yang diterima oleh stakeholder memenuhi harapan mereka.
  3. Efisiensi biaya: Inovasi dapat membantu mengurangi biaya dengan mengidentifikasi dan menghilangkan proses-proses yang tidak efisien, upaya meminimalkan pemborosan dan memperbaiki produktivitas. Sinkronisasi program masing-masing unit kerja agar tidak ada duplikasi.
  4. Meningkatkan percepatan inovasi: Inovasi membantu mempromosikan kultur inovasi dalam organisasi pendidikan. Pimpinan lembaga pendidikan memfasilitasi pengembangan ide-ide baru dan solusi agar standar-standar pendidikan dapat dicapai dan dilampaui dengan baik.
  5. Keterbukaan dan transparansi: Program Inovasi membantu meningkatkan budaya keterbukaan dan transparansi. Segenap stakeholders dapat ikut andil, memahami, berkontribusi bagaimana layanan pendidikan dibuat dan diuji.
  6. Komunikasi dan kerja sama: Program Inovasi membantu institusi meningkatkan mutu komunikasi dan kerja sama. Misalnya kerja sama antara departemen, antar fakultas dan antar individu dalam organisasi. Dengan komunikasi yang baik, dapat memastikan semua pihak bekerja sama, bersinergi untuk mencapai tujuan bersama.

Dengan demikian, dapat disimpulkan, inovasi jelas memainkan peran penting dalam keberhasilan SPMI. Proses inovasi membantu memperbaiki proses internal, meningkatkan mutu layanan, mengurangi biaya, dan banyak manfaat-manfaat lainnya.

Metode Inovasi

Berikut beberapa contoh metode inovasi yang dapat diterapkan dalam proses SPMI:

  1. Continuous Improvement (CI): Salah satu prinsip penting dalam SPMI adalah peningkatan berkesinambungan (CI). Ini berarti bahwa selalu ada ruang untuk perbaikan dan perubahan yang positif dalam proses-proses pendidikan. CI memerlukan pemikiran brilian, kreatif dan inovatif dari semua anggota organisasi. Mulai dari Rektor, Dekan, Kepala Sekolah, Kaprodi dituntun untuk memfasilitasi peluang-peluang untuk perbaikan.
  2. Kaizen: Kaizen adalah falsafah Jepang yang bermakna “peningkatan”. Dalam SPMI Perguruan Tinggi, dikenal 5 manual PPEPP, yaitu Manual Penetapan, Pelaksanaan, Evaluasi, Pengendalian dan Peningkatan Standar. Bila manual ini dilaksanakan dengan benar, maka akan diperoleh “peningkatan”, inilah yang disebut dengan Kaizen. Kaizen menekankan pada peningkatan mutu secara berkelanjutan melalui perbaikan kecil secara terus menerus.
  3. Brainstorming: Brainstorming adalah proses kreatif yang memungkinkan anggota unit kerja untuk berbicara bebas untuk mencari ide baru. Tujuan brainstorming untuk mendapatkan ide-ide segar yang “out of box”. Brainstorming dapat dilaksanakan secara individual maupun berkelompok. 
  4. Benchmarking: Benchmarking adalah upaya mengukur kebijakan lembaga pendidikan, meliputi layanan, program, kegiatan, strategi, dan hal-hal lain dengan cara membandingkan dengan lembaga /organisasi terbaik dibidangnya. Tujuan benchmarking adalah untuk mendapat informasi seputar apa saja yang perlu diperbaiki guna meningkatkan kinerja institusi pendidikan.
  5. Tata Graha 5S: Program 5S adalah metode Jepang untuk peningkatan kualitas dan efisiensi pengelolaan lingkungan kerja. 5S meliputi 5 langkah, yang terdiri dari Seiri (menyisihkan), Seiton (penata), Seiso (pembersihan), Seiketsu (menyusun standar), dan Shitsuke (disiplin).

Baca juga: SPMI dan Peran Motivasi 

Dengan menggunakan metode-metode inovasi diatas, InsyaAllah lembaga pendidikan dapat meningkatkan mutu layanan, meningkatkan kepuasan pemangku kepentingan (stakeholder) dan memperbaiki masalah-masalah efisiensi dan produktivitas.

Demikian uraian singkat tentang Pentingnya Semangat Inovasi dalam SPMI, semoga bermanfaat.


Instagram: @mutupendidikan

Info Pelatihan Mutu Pendidikan

SPMI dan Manajemen Strategik

SPMI dan Manajemen Strategik

SPMI dan Manajemen Strategik

Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) Pendidikan Tinggi adalah kegiatan sistemik penjaminan mutu pendidikan tinggi oleh setiap perguruan tinggi secara otonom untuk mengendalikan dan meningkatkan penyelenggaraan pendidikan tinggi secara berencana dan berkelanjutan.

Manajemen strategik adalah proses menentukan arah organisasi dan mengelola sumber daya organisasi untuk mencapai tujuan jangka panjang. Ini termasuk identifikasi dan evaluasi peluang dan ancaman dari lingkungan eksternal, pemilihan sasaran dan strategi untuk mencapainya, dan alokasi sumber daya dan tindakan-tindakan taktis untuk mewujudkannya. Manajemen strategik membantu organisasi memanfaatkan peluang dan mengatasi tantangan agar dapat tumbuh, berkembang dan unggul /sukses.

Manajemen Strategik dalam Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) adalah proses perencanaan, pengembangan dan implementasi strategi-strategi lembaga pendidikan yang memfokuskan pada peningkatan mutu pendidikan melalui penerapan prinsip-prinsip SPMI. 

Manajemen strategik dalam SPMI melibatkan identifikasi visi, misi dan tujuan lembaga pendidikan, analisis faktor eksternal dan internal, pemilihan strategi, implementasi dan evaluasi hasil. Upaya memastikan bahwa lembaga pendidikan (pendidikan tinggi) memiliki arah yang jelas dan berfokus dalam upaya memenuhi kebutuhan dan harapan stakeholder (pemangku kepentingan)

Manajemen Strategik Lembaga Pendidikan

Bagaimana proses manajemen strategik? Berikut tahapan atau langkah-langkah dalam proses implementasi manajemen strategik. Pengelolaan manajemen strategi harus terintegrasi dengan pengelolaan SPMI (Sistem Penjaminan Mutu Internal).

  1. Analisis lingkungan: Melakukan analisis lingkungan eksternal dan internal untuk mengidentifikasi tantangan dan peluang yang ada. Lembaga pendidikan harus jeli melakukan evaluasi diri, agar tidak keliru dalam membaca perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungan internal dan eksternal. 
  2. Pemilihan strategi: Memilih strategi yang sesuai dengan situasi dan kondisi organisasi. Penting sekali bagi lembaga pendidikan untuk mempertimbangan strategi yang tepat. Misalnya, dapat memilih strategi kepemimpinan biaya, strategi fokus atau strategi diferensiasi.
  3. Penentuan visi, misi dan tujuan: Menentukan visi, misi dan tujuan jangka panjang lembaga pendidikan. Tujuan yang baik, harus diupayakan SMART: Specific, Measurable, Attainable, Relevant & Timed. Tujuan lembaga pendidikan dapat disusun dalam bentuk rencana induk, rencana strategis (renstra) dan rencana tahunan (renop).
  4. Implementasi strategi Lembaga Pendidikan: Merealisasikan strategi yang dipilih melalui tindakan konkret, inovatif dalam pengalokasian sumber daya yang terbatas. Membangun semangat kerja keras, kerja cerdas, kerja tuntas dan kerja ikhlas. Semua program kerja dan kegiatan, harus dirancang dalam rangka mencapai standar SPMI yang telah ditetapkan.
  5. Monitoring dan evaluasi: Melakukan monitoring dan evaluasi hasil implementasi strategi untuk menentukan apakah perubahan yang diharapkan telah tercapai. Monitoring dilakukan oleh pimpinan melalui perangkat tupoksi struktur organisasi yang ada. Untuk melakukan evaluasi, lembaga pendidikan perlu juga melaksanakan kegiatan audit mutu internal (AMI) secara periodik.
  6. Merevisi strategi: Disrupsi perubahan lingkungan telah membuat rencana yang sudah disusun menjadi usang dan tidak relevan. Lembaga pendidikan harus merevisi strategi bila diperlukan. Pada lembaga pendidikan tinggi harus mampu mengimplementasikan manual SPMI dengan benar, manual ini terdiri dari manual penetapan standar, manual pelaksanaan standar, manual evaluasi standar, manual pengendalian standar dan manual peningkatan standar (Manual PPEPP)

Langkah-langkah ini harus dilakukan secara berkesinambungan dan terus menerus untuk memastikan lembaga pendidikan tetap relevan dan adaptif terhadap perubahan lingkungan.

Demikian uraian singkat tentang SPMI dan Manajemen Strategik, semoga bermanfaat.

Instagram: @mutupendidikan

Info Pelatihan Mutu Pendidikan

×

Layanan Informasi

× Hubungi Kami