• 08123070905
  • mutupendidikan.info@gmail.com

Apakah SPMI Benar-Benar Menjamin Mutu Pendidikan?

Kendala Budaya Mutu Pendidikan

Apakah SPMI Benar-Benar Menjamin Mutu Pendidikan?

Pendahuluan

Dalam sistem pendidikan tinggi di Indonesia, Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) menjadi instrumen utama yang dirancang untuk memastikan bahwa standar mutu terpenuhi dan proses akademik berjalan dengan baik.

Hal ini diatur dalam Permendikbudristek 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi. Ketentuan tentang SPMI diatur dalam pasal 67 sampai pasal 70.

Sementara ketentuan sebelumnya diatur dalam Permenristekdikti no 62 tahun 2016. Jadi sudah cukup lama peraturan tentang SPMI diwajibkan pada perguruan tinggi di Indonesia.

Namun, sejauh ini apakah SPMI benar-benar menjamin peningkatan mutu secara substansial? Atau hanya sekadar menjadi alat administratif yang mempertebal tumpukan dokumen mutu di perguruan tinggi?

SPMI, yang terdiri dari lima tahap siklus Penetapan, Pelaksanaan, Evaluasi, Pengendalian, dan Peningkatan Standar (PPEPP), bertujuan untuk menciptakan lingkaran proses yang memastikan mutu terus diperbaiki dan dikembangkan (kaizen).

Secara teoritis, siklus PPEPP dapat membantu peningkatan mutu.

SPMI memberi panduan dan struktur yang jelas dalam penetapan standar, pelaksanaannya, dan evaluasi yang berkelanjutan untuk memastikan terwujudnya peningkatan standar.

Namun, tidak dipungkiri efektivitas dari implementasi siklus PPEPP masih sering diperdebatkan.

Kemana Arah SPMI: Administratif atau Substantif?

Diduga masih cukup banyak institusi pendidikan tinggi menjalankan SPMI sebagai bentuk pemenuhan kewajiban administratif belaka.

Laporan-laporan SPMI yang dihasilkan dari proses PPEPP sering kali menjadi indikator formal yang dinilai oleh pemerintah atau lembaga akreditasi.

Perguruan tinggi pun disibukkan dengan kegiatan mengelolaan dokumen, memastikan bahwa semua persyaratan administratif terpenuhi.

Namun, pertanyaannya adalah, apakah pemenuhan dokumen tersebut benar-benar merefleksikan peningkatan mutu secara substansial dalam proses pendidikan?

Dengan kata lain, proses siklus PPEPP mungkin dijalankan secara mekanis-formalitas, namun gagal dalam memberikan perubahan nyata terhadap mutu pembelajaran, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.

Dalam beberapa kasus, institusi pendidikan tinggi mungkin lebih fokus pada “compliance” terhadap aturan regulasi formal tanpa benar-benar melakukan evaluasi mendalam terhadap “Impact” dari standar mutu yang diterapkan.

Baca juga: Pengorbanan dan Dedikasi: Fondasi Kepemimpinan SPMI

Evaluasi sebagai Formalitas?

Tahap evaluasi pemenuhan standar dalam siklus PPEPP merupakan titik kritis yang menentukan apakah sistem penjaminan mutu benar-benar berjalan efektif.

Pada tahap ini, perguruan tinggi harus mengukur sejauh mana pelaksanaan standar sesuai dengan standar yang ditetapkan. Tanpa mekanisme evaluasi yang sistematis dan transparan, evaluasi akan menjadi sekadar formalitas belaka.

Di sisi lain, evaluasi yang hanya berbasis data kuantitatif, seperti jumlah alumni atau nilai akreditasi sering tidak mencerminkan mutu pembelajaran yang sebenarnya.

Evaluasi seharusnya melibatkan umpan balik dari mahasiswa, dosen, dan stakeholder lainnya untuk memberikan gambaran yang lebih utuh tentang mutu pendidikan.

Siklus PPEPP: Terjebak Lingkaran Statis

Setelah evaluasi pemenuhan standar dilakukan, pengendalian pelaksanaan standar dan peningkatan standar seharusnya menjadi proses yang secara aktif mengatasi kelemahan dan / atau menangkap peluang untuk memperbaiki mutu.

Akan tetapi, tahap ini sering menjadi tantangan berat.

Pengendalian Pelaksanaan Standar dilakukan berdasarkan data yang tidak lengkap. Akibatnya analisis yang dangkal dapat berujung pada rekomendasi perbaikan yang tidak relevan.

Di sisi lain, perguruan tinggi sering kali juga menghadapi keterbatasan resources (sumber daya), baik dari sisi anggaran, sarpras maupun tenaga dosen. Hal ini akan menghambat implementasi dari perbaikan yang telah direncanakan.

Apakah perguruan tinggi benar-benar dapat meningkatkan mutu ketika keterbatasan anggaran membatasi inovasi dan pengembangan program?

Tentu masing-masing perguruan tinggi yang bisa menjawab tantangan diatas.

Baca juga: Penyebab Kegagalan SPMI

Membongkar Pembatas

Di era yang semakin cepat berubah, perguruan tinggi dituntut untuk tidak hanya mengikuti prosedur yang terstruktur seperti dalam SPMI, tetapi juga harus mampu “membongkar sekat pembatas organisasi” dan bersikap ramping, lincah dan inovatif.

Ron Ashkenas, dalam jurnal yang berjudul Management: How to Loosen Organizational Boundaries (Journal of Business Strategy) menekankan bahwa kecepatan (speed), fleksibilitas (flexibility), integrasi (integration), dan inovasi (innovation) adalah “penggerak utama keberhasilan” organisasi modern.

Ashkenas berpendapat bahwa di tengah lingkungan eksternal yang semakin kompleks dan dinamis, organisasi “wajib” terus menerus beradaptasi dan memperbarui strategi mereka untuk menjadi unggul.

Kecepatan (speed) dan fleksibilitas (flexibility) penting untuk menghadapi tantangan global dan dinamika dunia yang terus berubah. Praktik SPMI yang kaku, terlalu fokus pada prosedur-prosedur formal dapat memperlambat kemampuan perguruan tinggi untuk beradaptasi dengan cepat.

Perguruan tinggi perlu mengadopsi pendekatan yang lebih gesit (lean and agile) dalam merespons perkembangan teknologi, tuntutan mahasiswa, dan kebutuhan pasar tenaga kerja.

Konsep Ron Ashkenas nomor tiga adalah integrasi (integration).

Mengacu pada kemampuan perguruan tinggi untuk menyatukan berbagai elemen, proses, dan fungsi agar bekerja secara sinergis menuju tujuan bersama.

Integrasi tidak hanya berarti menghubungkan departemen atau unit kerja yang berbeda, tetapi juga menyelaraskan strategi, sistem, dan budaya perguruan tinggi. Dengan integrasi yang baik, setiap bagian bekerja dalam harmoni untuk mencapai hasil yang lebih besar.

Konsep keempat adalah Inovasi (innovation).

Dalam konteks SPMI, inovasi tidak hanya berarti penerapan teknologi baru atau metode pembelajaran mutakhir, namun mencakup cara berpikir dan pendekatan baru dalam menjalankan siklus Penetapan, Pelaksanaan, Evaluasi, Pengendalian, dan Peningkatan standar (PPEPP).

Perguruan tinggi harus mendorong segenap dosen, tendik dan mahasiswa untuk terus berpikir kritis dan kreatif, serta menghasilkan terobosan-terobosan baru dalam pendidikan, penelitian dan pengabdian pada masyarakat.

Contoh inovasi SPMI

Berikut contoh implementasi nilai-nilai inovasi yang dapat dikembangkan perguruan tinggi.

Pengembangan Sistem Informasi SPMI berbasis digital yang terintegrasi. Sistem ini memungkinkan perguruan tinggi mengelola siklus Penetapan, Pelaksanaan, Evaluasi, Pengendalian, dan Peningkatan (PPEPP) secara otomatis dan efisien.

Melalui platform ini, kebijakan SPMI, standar mutu, dokumen PPEPP, dan data hasil evaluasi bisa diakses secara real-time oleh dosen, tendik, dan manajemen.

Melalui platform SPMI berbasis digital, hasil evaluasi pembelajaran, kinerja dosen, serta umpan balik mahasiswa dapat langsung diinput ke dalam sistem, yang kemudian diolah menjadi laporan otomatis.

Dashboard digital yang tersedia memberikan visualisasi data untuk memantau secara real-time apakah pelaksanaan di lapangan telah sesuai dengan standar mutu yang telah ditetapkan.

Penutup

Pada akhirnya, menjadi renungan bersama, apakah SPMI benar-benar menjamin mutu pendidikan?

Apakah SPMI benar-benar dapat memberikankan nilai tambah?

Apakah SPMI benar-benar memberi manfaat? Atau sebaliknya “Unfaedah”.

Jawabannya tergantung pada institusi masing-masing.

Sejauh mana institusi pendidikan menerapkan praktik SPMI secara substansial, bukan hanya sekadar formalitas semata.

SPMI memiliki potensi besar untuk meningkatkan mutu.

Namun potensi tersebut “hanya akan terwujud” jika perguruan tinggi mampu menjalankan siklus PPEPP secara mendalam dan berkelanjutan (kaizen).

Akhirnya, mengacu pada jurnal yang ditulis Ron Ashkenas, perguruan tinggi harus mampu untuk terus menerus bertransformasi.

Perguruan tinggi harus mampu menyeimbangkan praktik SPMI dengan tuntutan best practice era modern.

Siklus PPEPP harus mampu “membongkar sekat organisasi” dengan 4 mantra.

Empat mantra itu adalah kecepatan (speed), fleksibilitas (flexibility), integrasi (integration), dan inovasi (innovation). Stay Relevant!


Oleh: Bagus Suminar, dosen UHW Perbanas Surabaya, direktur mutupendidikan.com

Instagram: @mutupendidikan

Info Pelatihan Mutu Pendidikan

admin

MOTTO: Senantiasa bergerak dan berempati untuk menebar manfaat bagi Mutu Pendidikan di Indonesia

×

Layanan Informasi

× Hubungi Kami