Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) dalam perguruan tinggi adalah kerangka kerja (framework) yang krusial untuk memastikan bahwa institusi pendidikan terus meningkatkan kualitas pendidikan, penelitian, dan layanan (continuous improvement).
Ketentuan pelaksanaan SPMI, diatur dalam Permendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023: Pasal 67 sampai dengan pasal 70.
Ada banyak persoalan yang terjadi disaat memperbaiki dan memperkuat implementasikan SPMI. Para pimpinan, kepala unit, dosen, karyawan, sampai saat ini terus berusaha mencari cara-cara manajerial terbaik yang bisa diterapkan (best practice).
Salah satu alternatif / pendekatan yang dapat dipakai untuk memperkuat implementasi SPMI di perguruan tinggi, adalah dengan memahami, mempelajari dan menerapkan teori motivasi yang relevan.
Salah satu teori motivasi yang cukup penting adalah Teori motivasi ERG (Existence, Relatedness, Growth) dari Clayton Alderfer.
Teori ERG memberikan wawasan tentang bagaimana memenuhi kebutuhan individu dalam organisasi pendidikan dapat meningkatkan kinerja dan komitmen terhadap mutu.
Teori ERG mengkategorikan kebutuhan manusia menjadi 3 (tiga) kelompok utama:
Dalam konteks SPMI, perguruan tinggi harus memastikan bahwa kebutuhan dasar semua pemangku kepentingan internal terpenuhi.
Ini mencakup memberikan fasilitas fisik yang memadai, lingkungan kerja yang aman, serta gaji dan tunjangan yang kompetitif (reward system).
Dengan memenuhi kebutuhan eksistensi, staf akademik dan non-akademik akan merasa lebih aman, nyaman dan termotivasi untuk berkontribusi maksimal pada peningkatan mutu.
Berikut adalah lima contoh pemenuhan kebutuhan eksistensi (Existence) dalam teori ERG untuk perguruan tinggi:
Pemenuhan kebutuhan eksistensi ini penting untuk menciptakan dasar yang kuat bagi dosen, staf, dan mahasiswa, sehingga mereka dapat fokus pada peningkatan mutu pendidikan dan mencapai tujuan akademik yang lebih tinggi.
Kebutuhan hubungan (relatedness) dapat dipenuhi dengan menciptakan budaya kerja yang kolaboratif dan mendukung.
Perguruan tinggi harus memfasilitasi komunikasi yang efektif antara dosen, staf, dan mahasiswa. Kegiatan seperti pelatihan bersama, diskusi kelompok, dan program pengembangan tim dapat memperkuat hubungan interpersonal.
Tersedia sarana yang nyaman untuk bersosialisasi dengan baik dengan para rekan sejawat. Karyawan merasa senang dan bahagia karena kebutuhan pertemanan, persahabatan dan sosial dapat terpenuhi dengan baik.
Ketika kebutuhan ini terpenuhi (kuat), komitmen terhadap SPMI akan meningkat karena semua pihak merasa terlibat, didukung dan dihargai.
Berikut adalah lima contoh pemenuhan kebutuhan hubungan (Relatedness) dalam teori ERG untuk perguruan tinggi:
Pemenuhan kebutuhan hubungan ini penting untuk membangun rasa kebersamaan dan koneksi sosial yang kuat, yang dapat meningkatkan motivasi, kepuasan, dan produktivitas dalam lingkungan akademik.
Untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan, perguruan tinggi harus menyediakan peluang pengembangan profesional dan akademik.
Program pelatihan, workshop, dan dukungan untuk penelitian dapat membantu staf dan dosen mengembangkan kemampuan mereka. Disediakan dana yang cukup untuk melaksanakan tridharma perguruan tinggi dengan baik.
Dengan memberikan kesempatan untuk pertumbuhan pribadi dan profesional, institusi dapat mendorong inovasi dan peningkatan kualitas yang berkelanjutan (kaizen).
Berikut adalah lima contoh pemenuhan kebutuhan pertumbuhan (Growth) dalam teori ERG untuk perguruan tinggi:
Pemenuhan kebutuhan pertumbuhan ini penting untuk memastikan bahwa anggota perguruan tinggi memiliki peluang untuk berkembang secara profesional dan akademis, yang pada gilirannya akan meningkatkan kualitas pendidikan dan layanan yang mereka berikan.
Teori ERG juga mengenalkan konsep satisfaction-progression dan frustration-regression.
Satisfaction-progression menyatakan bahwa ketika kebutuhan pada tingkat tertentu terpenuhi, individu akan termotivasi untuk memenuhi kebutuhan pada tingkat yang lebih tinggi.
Di perguruan tinggi, hal ini berarti bahwa ketika kebutuhan eksistensi dan hubungan terpenuhi, dosen, staf, dan mahasiswa akan lebih termotivasi untuk mengejar kebutuhan pertumbuhan, yang pada gilirannya meningkatkan kualitas pendidikan dan penelitian.
Sebaliknya, frustration-regression menyatakan bahwa ketika individu tidak dapat memenuhi kebutuhan pada tingkat yang lebih tinggi, mereka akan kembali memfokuskan diri pada pemenuhan kebutuhan yang lebih rendah.
Misalnya, jika kebutuhan pertumbuhan tidak terpenuhi karena kurangnya dukungan untuk penelitian, individu mungkin akan kembali fokus pada kebutuhan hubungan atau eksistensi.
Ketika kebutuhan yang lebih rendah akhirnya dipenuhi, individu sering merasa lebih stabil secara emosional dan dapat lebih siap untuk kembali mencoba memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi.
Dalam konteks SPMI, memahami konsep ini penting untuk memastikan bahwa semua tingkat kebutuhan diperhatikan dan dipenuhi untuk mencegah regresi dan menjaga motivasi serta kualitas.
“Mengintegrasikan teori ERG ke dalam SPMI membantu perguruan tinggi memahami bahwa kepuasan terhadap kebutuhan eksistensi, hubungan, dan pertumbuhan adalah kunci untuk meningkatkan kualitas layanan pendidikan dan memastikan pengembangan yang berkelanjutan.”
Integrasi teori ERG Alderfer dalam penguatan SPMI dapat membantu perguruan tinggi memahami dan memenuhi kebutuhan dasar, hubungan, dan pertumbuhan dari seluruh pemangku kepentingan.
Dengan cara ini, institusi dapat menciptakan lingkungan yang mendukung dan memotivasi, yang pada gilirannya akan meningkatkan komitmen terhadap mutu dan pencapaian tujuan pendidikan yang lebih tinggi.
Implementasi teori ERG dalam SPMI bukan hanya tentang pemenuhan kebutuhan individu, tetapi juga tentang menciptakan sistem yang holistik dan berkelanjutan untuk kemajuan pendidikan. Stay Relevant!
Instagram: @mutupendidikan
Layanan Informasi