SPMI dan Single Source of Truth

Single Source of Truth: Mengurangi Form, Menguatkan Mutu

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Oleh: Bagus Suminar
Wakil Ketua ICMI Jatim, Dosen dan Tim Soft Skills mutupendidikan.com

“Mutu kampus bukan soal banyaknya form, tapi kejujuran data. Dengan Single Source of Truth dan JUARA, mutu jadi sederhana dan bermakna.”

Laptop seorang kaprodi pernah penuh dengan folder laporan. Ada folder “SPMI Baru”, “SPMI Final”, “SPMI Revisi”, “SPMI Revisi Fix”, sampai “SPMI Benar-Benar Fix”. Ironisnya, ketika audit datang, auditor tetap bilang buktinya kurang lengkap. Kaprodi itu hanya bisa geleng kepala, “Padahal sudah saya siapkan semua.” Dari situ saya sadar, masalah mutu kampus bukan karena kurang laporan, tapi justru karena terlalu banyak versi laporan. Kita bingung mana yang asli, mana yang update, mana yang paling sahih.

Permendikbudristek Nomor 39 Tahun 2025 hadir membawa semangat baru. Cakupannya makin luas: akademik dan nonakademik. Dari kurikulum sampai keuangan, dari mahasiswa sampai sarana-prasarana. Tujuannya memang bagus, supaya kampus sejalan dengan standar global. Mampu bersaing di tingkat internasional. Tapi justru karena cakupannya luas, beban administratif terasa makin berat. Setiap unit merasa harus menyiapkan form sendiri, laporan sendiri, dokumen sendiri. Akhirnya bukan mutu yang bergerak, tapi pegawai dan dosen yang stres kelelahan.

Kita masih pakai siklus lima langkah PPEPP: penetapan, pelaksanaan, evaluasi, pengendalian, dan peningkatan. Di atas kertas, sistem ini kelihatan rapi. Tapi di lapangan, sering kali PPEPP jadi rumit, lima langkah terlalu banyak. Model PDCA dari Edward Deming hanya 4 langkah: Plan-Do-Check-Act. Dosen merasa waktunya habis untuk mengisi form evaluasi. Kaprodi bilang sibuk ngurus bukti, padahal tahu betul kurikulumnya perlu direvisi. Auditor internal lebih banyak memeriksa kelengkapan dokumen ketimbang belajar dari proses. Mutu akhirnya jadi formalitas dan simulasi, bukan kenyataan.

Nah, di titik inilah saya rasa kita perlu inovasi, mencari cara praktis. Regulasi jelas harus dihormati. PPEPP adalah dasar hukum. Tapi dalam praktik, kita butuh sesuatu yang lebih sederhana dan mudah diingat. Dari situ muncul gagasan JUARA ( Ju-A-Ra): Juruskan langkah, Aksikan tugas, Rapatkan hasil. Tiga kata ini merangkum semangat PPEPP. Juruskan langkah artinya jelas dalam strategi perencanaan. Menetapkan standar yang SMART. Aksikan tugas artinya pelaksanaan standar yang nyata dan terstruktur. Rapatkan hasil artinya evaluasi, pengendalian, dan peningkatan disatukan dalam kegiatan refleksi kolektif. Dengan begitu, regulasi tetap dijalankan, tapi prakteknya lebih ringan. Lebih mudah dihafal dengan satu kata yang memotivasi: JUARA.

Kalau kita hubungkan dengan teori, Niklas Luhmann lewat teori sistem sosial pernah bilang bahwa organisasi sering terjebak dalam produksi simbol kepatuhan. Tanda tangan, laporan, dokumen—semua tampak rapi, tapi substansi hilang. Kampus kita pun begitu, sibuk mengisi form, padahal mutu di kelas tidak berubah. Inilah jebakan simbol yang bikin mutu jadi semu.

Thomas C. Redman, pakar manajemen data, menambahkan perspektif penting. Katanya, kualitas keputusan sebuah organisasi bergantung pada kualitas data yang dimiliki. Kalau datanya salah, semua ikut salah (garbage in garbage out). Kalau datanya berulang, keputusan jadi lambat. Dari sinilah konsep Single Source of Truth (SSOT) jadi relevan. Prinsipnya sederhana: satu data sahih dipakai bersama. Bukan lagi setiap standar minta bukti baru, tapi satu bukti bisa dipakai untuk banyak standar.

Bayangkan kampus membangun satu gudang data mutu. Setiap bukti diberi nama kode unik. Dosen cukup unggah sekali, kaprodi cukup rujuk kodenya, auditor tinggal klik, pimpinan bisa lihat dashboard. Misalnya laporan pengabdian masyarakat mahasiswa diberi kode PkM2025_01. Data itu bisa langsung dipakai untuk standar pembelajaran, penelitian, pengabdian, dan kemahasiswaan. Tidak perlu copy-paste, tidak perlu duplikasi. Inilah makna single source of truth: mengurangi form, menguatkan mutu.

Dengan data tunggal yang sahih, organisasi juga bisa belajar dan terus tumbuh. Argyris & Schön dalam teori organizational learning menyebut ada dua jenis pembelajaran. Single-loop learning adalah belajar sekadar memperbaiki kesalahan kecil tanpa mengubah asumsi dasar. Sedangkan double-loop learning adalah keberanian untuk mempertanyakan asumsi, lalu mengubah pola pikir. Mutu yang hanya mengandalkan laporan formal biasanya berhenti di single-loop: sekadar isi form, perbaiki sedikit, selesai. Tapi kalau datanya sahih dan terbuka, kampus bisa masuk ke double-loop: berani mengakui kelemahan kurikulum, meninjau ulang strategi riset, memperbaiki cara mendidik.

Penerapan SSOT jelas tidak tanpa risiko. Kalau sistemnya down, semua ikut terganggu. Kalau datanya salah, dampaknya bisa meluas. Tapi kelemahan ini bisa diantisipasi dengan kontrol, validasi, dan pembagian peran yang jelas. Yang penting, ada disiplin dalam input data. Kalau dijalankan dengan serius, manfaatnya jauh lebih besar: administrasi berkurang, transparansi naik, mutu jadi lebih nyata, lebih membumi.

Kalau SSOT dipadukan dengan konsep JUARA (Ju-A-Ra), mutu kampus bisa lebih sehat. Juruskan langkah → perencanaan jelas karena berbasis data tunggal. Aksikan tugas → pelaksanaan terstruktur karena bukti terintegrasi. Rapatkan hasil → refleksi lebih bermakna karena semua pihak melihat data yang sama. Bukan lagi sibuk tumpukan dokumen, tapi sibuk mencari inovasi dan jalan keluar.

Dan di sinilah kita kembali ke inti. Mutu bukan soal siapa paling cepat mengunggah form, tapi siapa paling jujur dalam menghadapi realita. Rasulullah ﷺ bersabda: “Sesungguhnya kejujuran itu membawa kepada kebaikan, dan kebaikan itu membawa ke surga. Sedangkan dusta membawa kepada kejahatan, dan kejahatan membawa ke neraka.” (HR. Bukhari dan Muslim). Kalau laporan disusun asal jadi, mutu hanyalah ilusi. Tapi kalau data jujur, meski sederhana, itu akan membawa pada kebaikan yang nyata.

Jadi kalau sekarang kita punya pilihan, jangan habiskan energi untuk mengulang laporan. Satu bukti cukup, asal sahih dan jujur. PPEPP tetap jadi aturan main, JUARA jadi panduan praktis, SSOT jadi penopang. Dengan begitu, mutu kampus tidak hanya hidup di kertas, tapi benar-benar tumbuh di kelas, di riset, dan di pengabdian. Mutu yang sederhana, tapi valid dan membahagiakan. Mutu yang jujur, dan karenanya membawa kita lebih dekat pada kebaikan dan keberkahan. Stay Relevant!



Daftar Pustaka

  • Argyris, C., & Schön, D. A. (1978). Organizational learning: A theory of action perspective. Reading, MA: Addison-Wesley.
  • Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia. (2025). Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 39 Tahun 2025 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi. Jakarta: Kemendikbudristek.
  • Luhmann, N. (1995). Social systems. Stanford, CA: Stanford University Press.
  • Redman, T. C. (2013). Data driven: Profiting from your most important business asset. Boston, MA: Harvard Business Review Press.

Instagram: @mutupendidikan

Info Pelatihan Mutu Pendidikan

Scroll to Top