بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم
“SPMI tak berhenti di PPEPP, tapi tumbuh lewat ide segar mahasiswa yang kritis, kreatif, inovatif. Mutu kampus ada di mereka.”
Ketika kita bicara tentang kampus, yang terlintas di kepala sering kali hanya perkuliahan, dosen, ujian, skripsi, dan setumpuk literatur yang harus dibaca. Tapi siapa sangka, ada ruang besar di luar kelas yang sama pentingnya bagi perjalanan mahasiswa, yaitu organisasi kemahasiswaan. Di situlah banyak orang menemukan jati diri, belajar memimpin, belajar soft skills, belajar bekerja sama, belajar mengelola konflik, bahkan belajar menghadapi kekecewaan dan jatuh bangun program. Nah, dalam ruang itu pula, kita bisa melihat bagaimana konsep besar seperti Sistem Penjaminan Mutu Internal—SPMI—bisa menjadi nyata. SPMI biasanya dianggap sebagai hal yang urusan birokrat kampus, penuh dokumen dan tabel standar, tapi kalau mau jujur, organisasi mahasiswa sebenarnya bisa jadi laboratorium hidup buat membuktikan bahwa SPMI itu bukan sekadar formalitas, melainkan budaya yang memberi arah.
Mari kita tarik napas sejenak dan bertanya, apa sih yang dimaksud dengan SPMI itu? Simpelnya, SPMI adalah cara kampus memastikan mutu berjalan, bukan sekali-sekali tapi terus menerus, lewat standar dan siklus PPEPP: Penetapan, Pelaksanaan, Evaluasi, Pengendalian, dan Peningkatan. Nah, di tangan pengurus organisasi mahasiswa, siklus itu bisa jadi pegangan praktis. Misalnya ketika BEM atau HIMA merancang program kerja. Kalau hanya bikin karena ikut-ikutan, biasanya program itu mandek di tengah jalan. Tapi kalau berangkat dari Penetapan tujuan yang jelas, lalu Pelaksanaan yang konsisten, Evaluasi yang jujur, Pengendalian yang tegas, dan Peningkatan yang berkelanjutan, barulah organisasi terasa hidup. Di situlah sebenarnya SPMI menemukan napasnya, bukan hanya di meja struktural birokrasi tapi di ruang-ruang rapat mahasiswa.
Sekarang coba bayangkan, seorang ketua HIMA duduk di depan rapat pengurus. Ia bilang, “Program kerja kita tahun ini jangan hanya banyak di kertas, tapi harus relevan buat mahasiswa.” Itu sebenarnya langkah kritis, karena ia sedang menegaskan standar. Di momen itu pula kemampuan berpikir kritis diuji. Berpikir kritis bukan sekadar pandai mengkritik, tapi berani menganalisis kebutuhan, membaca situasi, memilah mana kegiatan yang penting, mana yang sekadar formalitas. Tanpa sikap kritis, organisasi hanya jadi rutinitas, bukan ruang belajar. Dengan menguatkan standar SPMI, para pengurus didorong untuk menata program secara terukur, memastikan setiap kegiatan punya indikator keberhasilan, bukan hanya sekadar dokumentasi foto.
Lalu masuk ke ranah kreativitas. Organisasi mahasiswa sering dihadapkan pada keterbatasan, entah itu dana, fasilitas, atau waktu. Di sinilah kreativitas menemukan panggung. Kalau setiap kendala dianggap hambatan, rapat akan selalu berakhir dengan keluhan. Tapi kalau keterbatasan dianggap peluang, muncul ide-ide kreatif. Misalnya, bagaimana menggelar seminar tanpa biaya besar? Bagaimana membuat kegiatan sosial yang tidak sekadar seremonial, tapi benar-benar berdampak? Dengan kreativitas, pengurus organisasi tidak hanya menjalankan program, tapi melahirkan program yang segar dan berbeda. Dan kalau kita hubungkan dengan SPMI, bagian Pelaksanaan dan Evaluasi jadi ladang subur untuk memicu kreativitas. Karena dalam pelaksanaan, pengurus ditantang mengubah rencana di atas kertas menjadi aksi nyata, sementara dalam evaluasi, mereka belajar memetik ide baru dari apa yang sudah dilakukan.
Nah, setelah kritis dan kreatif, ujung tombaknya adalah inovasi. Inovasi itu seperti roket, yang meluncurkan ide-ide agar tak hanya berputar di lingkaran lama. Organisasi mahasiswa yang inovatif tidak takut mencoba pola baru, tidak canggung memanfaatkan teknologi, dan tidak alergi pada kolaborasi lintas disiplin. SPMI dengan siklus PPEPP sangat pas di sini, karena Pengendalian dan Peningkatan justru mendorong munculnya inovasi. Pengendalian memastikan bahwa program yang salah arah bisa segera dikoreksi, sedangkan Peningkatan menuntut setiap pengurus untuk tidak puas dengan capaian kemarin. Dari sanalah lahir inovasi, karena ada keberanian untuk meninggalkan cara lama dan mengganti dengan pendekatan yang lebih efektif.
Mari kita bawa contoh sederhana. Katakanlah sebuah UKM seni ingin membuat festival kampus. Tahun lalu acaranya sepi karena promosi hanya lewat poster. Dengan berpikir kritis, mereka menganalisis masalah: promosi yang kurang menjangkau. Dengan kreativitas, mereka bikin teaser video di media sosial. Dengan inovasi, mereka bekerja sama dengan UKM fotografi untuk membuat kampanye visual yang lebih kuat. Dalam siklus PPEPP, ini berarti mereka sudah melakukan evaluasi, lalu mengendalikan strategi lama, dan akhirnya meningkatkan program dengan cara baru. Hasilnya? Festival lebih ramai, lebih hidup, dan lebih berkesan. Inilah SPMI yang hidup, bukan hanya di file PDF, tapi di jalanan kampus tempat mahasiswa berkumpul.
Kalau ditarik lebih luas, penguatan peran standar SPMI dan PPEPP juga berarti menguatkan kapasitas individu pengurus. Mereka dilatih untuk berpikir sistematis, terbiasa dengan pola evaluasi, berani mengendalikan jalannya organisasi, dan tidak pernah berhenti meningkatkan diri. Dengan sendirinya, keterampilan berpikir kritis, kreatif, dan inovatif berkembang. Dan itu modal penting, bukan hanya untuk organisasi tapi juga untuk kehidupan setelah lulus. Dunia kerja maupun dunia masyarakat membutuhkan orang yang bisa membaca masalah, melahirkan ide segar, dan mengeksekusi dengan cara yang lebih baik.
Pada akhirnya, kampus dengan SPMI yang hidup bukanlah kampus yang hanya rapi di dokumen mutu, tapi kampus yang organisasinya aktif, yang pengurusnya kritis dalam berpikir, kreatif dalam bekerja, dan inovatif dalam bertindak. Inilah energi baru yang membuat organisasi mahasiswa tidak lagi dianggap sekadar tempat buang waktu, melainkan ruang nyata untuk mengasah mutu diri sekaligus mutu lembaga. Jadi, kalau ada yang bilang SPMI itu urusan birokrat saja, jawab dengan tegas: tidak. SPMI hidup di kampus justru karena mahasiswa berani menjadikannya bagian dari gerakan mereka.
Oleh: Bagus Suminar, wakil ketua ICMI Orwil Jatim, dosen UHW Perbanas Surabaya, dan direktur mutupendidikan.com
Instagram: @mutupendidikan