بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم
Penguatan Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) di institusi perguruan tinggi kini menjadi kebutuhan mendesak yang tidak bisa ditawar lagi. Dalam era pendidikan tinggi yang semakin dinamis dan penuh gejolak (Era VUCA dan BANI), perguruan tinggi harus terus meningkatkan standar mutu mereka agar unggul dan tidak tertinggal. Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 53 Tahun 2023, Pasal 68 ayat 1, SPMI mencakup lima tahapan siklus, yaitu Penetapan, Pelaksanaan, Evaluasi, Pengendalian, dan Peningkatan, atau sering disingkat dengan sebutan siklus PPEPP.
Kelima tahapan siklus PPEPP ini didesain untuk menumbuhkan keteraturan, meningkatkan akuntabilitas, serta membangun mutu perguruan tinggi secara holistik. Melalui implementasi siklus PPEPP secara teratur, perguruan tinggi diharapkan mampu mengelola mutu institusi secara berkesinambungan. Namun, faktanya berkata lain, banyak perguruan tinggi masih menghadapi permasalahan dalam menjalankan setiap siklus ini dengan efektif. Tantangan utama sering kali muncul dalam aspek “pengendalian” dan “peningkatan” mutu (dalam PPEPP) yang berkelanjutan (kaizen).
Problematik lain, institusi perguruan tinggi tertentu kerap terjebak dalam budaya formalitas prosedural. SPMI dijalankan “sekedar ada dokumen”, tanpa berfokus pada “impact” nyata dalam operasional, kegiatan akademik dan non akademik. Pelaksanaan SPMI sering kali terbatas pada semangat pemenuhan dokumen dan laporan formal semata. Situasi ini sering kali menyebabkan SPMI tidak memberi dampak “substansi” terhadap perbaikan mutu yang dicita-citakan bersama. Dampak negatifnya, SPMI yang seharusnya menjadi tools dalam membangun mutu justru terkesan kaku dan kurang berfungsi secara optimal.
Inilah alasan utama mengapa process mapping dapat memainkan peran yang sangat penting. Robert Damelio, dalam bukunya The Basics of Process Mapping (1996), menjabarkankan bahwa visualisasi alur kerja yang sistematis sangat bermanfaat bagi organisasi untuk mengenali aliran proses secara keseluruhan (holistik). Visualisasi ini membantu organisasi, termasuk institusi perguruan tinggi, untuk mengidentifikasi tantangan-tantangan dan mengungkap peluang perbaikan yang sebelumnya sulit diidentifikasi.
Melalui process mapping yang tepat, perguruan tinggi dapat melihat dengan jelas “big picture”, bagaimana setiap proses berinteraksi dan di mana letak masalah / hambatan yang mungkin dapat muncul. Alur kerja (flow chart) yang divisualisasikan, memungkinkan institusi untuk lebih memahami aspek operasional day to day, bukan sekadar administratif belaka. Kelebihan ini menjadikan process mapping sebagai metode yang menarik untuk memperkuat efektivitas SPMI.
Permendikbudristek no 53 tahun 2023 adalah momentum penting untuk mengubah cara pandang terhadap SPMI. Dengan memanfaatkan konsep process mapping dan metode visualisasi proses, perguruan tinggi tidak hanya fokus pada pemenuhan dokumen dan laporan saja, namun juga dapat lebih berorientasi pada “result” dan peningkatan mutu yang nyata. Inilah saatnya perguruan tinggi bertransformasi, beradaptasi dan menumbuhkan SPMI yang lebih inovatif, berbasis data, dan berkelanjutan.
Pada tahap penetapan (P) dalam SPMI, process mapping membantu perguruan tinggi merancang “peta proses kerja” yang lengkap. Peta proses ini mencakup berbagai kegiatan akademik dan non akademik, termasuk administratif, yang relevan dengan tantangan mutu pendidikan. Melalui visualisasi, tim pelaksana dapat melihat alur proses secara keseluruhan (big picture) dan memastikan setiap langkahnya berjalan sesuai standar yang diharapkan (berisi 5 W dan 1 H).
Visualisasi alur kerja (process mapping), membantu manajemen (rektor, dekan, kaprodi) memahami keterkaitan antar-fungsi dalam organisasi. Selain itu, juga membantu untuk menghitung kebutuhan sumber daya (resources), serta jalur komunikasi yang diperlukan. Dengan demikian, setiap bagian (unit kerja) dalam setiap proses dapat berjalan lebih terintegrasi dan terkoordinasi. Peluang ini juga memberi kesempatan bagi institusi untuk mengidentifikasi titik-titik kritis (key success factors) yang perlu mendapat perhatian lebih besar dalam pelaksanaannya.
Keuntungan lain, process mapping juga tidak hanya membantu memetakan prosedur; metode ini juga dapat membuka peluang untuk mengidentifikasi risiko potensial yang mungkin timbul di berbagai titik-titik proses (manajemen resiko). Contoh, dalam proses penerimaan mahasiswa baru (PMB), pemetaan alur kerja memungkinkan institusi mengantisipasi hambatan-hambatan yang mungkin dapat terjadi dan mempersiapkan langkah-langkah mitigasi yang diperlukan.
Pada tahap pelaksanaan (P), process mapping mendukung institusi untuk mengkoordinasikan dan memantau pelaksanaan proses secara terperinci dan sistematis. Karena SPMI melibatkan kolaborasi antar-unit, peta proses ini menyediakan gambaran peran dan tanggung jawab setiap unit dengan jelas. Dengan peta yang terstruktur, risiko tumpang tindih (overlap) atau keterlambatan dalam pelaksanaan program mutu dapat dikurangi /dicegah.
Secara umum, process mapping memberi panduan yang kuat, berfungsi sebagai “peta jalan” yang memastikan setiap langkah teridentifikasi dengan baik. Pendekatan ini memungkinkan institusi untuk mencapai target mutu secara efektif dan efisien, sekaligus mengoptimalkan penggunaan resources yang ada.
Baca juga: Apakah SPMI Benar-Benar Menjamin Mutu Pendidikan?
Pada tahap evaluasi (E) dalam SPMI, process mapping menyediakan panduan untuk melakukan avaluasi mendalam terhadap kinerja proses. Evaluasi ini berguna untuk menilai efektivitas pelaksanaan, memastikan setiap langkah sesuai dengan standar mutu yang telah ditetapkan. Dengan adanya peta proses, perguruan tinggi dapat lebih mudah mengidentifikasi aspek-aspek mana saja yang perlu dikoreksi.
Visualisasi alur kerja yang disediakan melalui process mapping membantu institusi menilai kinerja secara visual. Kondisi ini memungkinkan identifikasi dini terhadap elemen-elemen yang membutuhkan tindakan koreksi. Keunggulan visualisasi, perguruan tinggi dapat segera memprediksi dan mengatasi kekurangan sebelum masalah tersebut berkembang lebih lanjut.
Keunggulan lain, process mapping juga bermanfaat sebagai alat untuk membandingkan antara perencanaan awal dengan hasil aktual dari proses yang berjalan (fungsi kontrol). Kondisi ini memberi institusi perguruan tinggi dasar yang kuat untuk melakukan mengevaluasi. Proses ini mendukung dan memudahkan pengambilan keputusan, agar lebih akurat berdasarkan data nyata.
Pada tahap pengendalian (P), process mapping berperan krusial dalam merancang mekanisme kontrol yang lebih efektif. Damelio dalam bukunya menjelaskan bahwa visualisasi alur kerja memungkinkan penetapan tahapan titik-titik kontrol yang kritis. Hal ini sangat relevan pada proses-proses penting yang berdampak pada mutu pendidikan, seperti proses belajar mengajar, penilaian akademik dan lain-lain.
Dalam konteks SPMI, menetapkan titik kontrol kritis ini, penting untuk memastikan mutu pendidikan terjaga dengan baik, terutama pada area-area yang berisiko tinggi. Dengan adanya panduan visual yang holistik, perguruan tinggi dapat mencegah risiko dan mempertahankan mutu melalui fungsi kontrol yang konsisten.
Tahap peningkatan (P) dalam PPEPP adalah “inti” dari SPMI, terjadinya proses perbaikan standar yang dilakukan secara terus menerus. Process mapping memainkan peran vital dalam pembantu terlaksananya tahap Peningkatan (P). Setelah evaluasi dan pengendalian, “pemetaan yang diperbarui secara berkala” memberikan gambaran menyeluruh tentang area-area mana saja yang memerlukan peningkatan. Hal ini mendukung perbaikan berkelanjutan (kaizen) dan proses inovasi dalam sistem pendidikan tinggi.
Baca juga: SPMI: “Satu Kali Dayung, Dua Tiga Pulau Terlampaui”
Berikut adalah contoh visualisasi sederhana untuk proses PMB (penerimaan mahasiswa baru). Dengan menggunakan diagram alur (flowchart), manajemen dapat menjelaskan tahap-tahap utama dalam proses PMB. Dalam diagram ini, setiap tahap (steps) diilustrasikan secara runtut untuk membantu memahami alur kerja.
Inilah contoh visualisasi alur kerja process mapping untuk proses penerimaan mahasiswa baru. Diagram ini menunjukkan alur kerja mulai dari proses registrasi online hingga proses daftar ulang. Langkah-langkah utama adalah sebagai berikut:
Setiap langkah saling terhubung melalui arah membaca dari kiri ke kanan. Arah dari kiri ke kanan menunjukkan urutan proses yang jelas dan aliran kerja yang sistematis. Visualisasi ini membantu tim kerja di perguruan tinggi dalam memahami keseluruhan proses, mengidentifikasi potensi hambatan, dan mengoptimalkan efisiensi di setiap tahap. Adapun bentuk-bentuk desain visualisasi tentu ada beberapa model bentuk, ada bebrapa aplikasi software yang dapat membantu pembuatan desain visualisasi, misalnya dengan Visio atau Canva.
Secara umum dapat disimpulkan, penerapan process mapping dalam kerangka SPMI (PPEPP) menjadi pendekatan strategis yang mampu mendorong peningkatan efisiensi dan budaya mutu di institusi perguruan tinggi. Visualisasi “proses bisnis” memungkinkan perguruan tinggi untuk memetakan alur kerja dengan jelas dan runtut. Hal ini membantu unit kerja untuk memahami fungsi, kontribusi dan peran mereka dalam mencapai standar mutu yang lebih baik.
Peta proses yang jelas dan transparan membantu proses “integrasi” berbagai pihak dalam satu pemahaman utuh tentang alur kerja. Dengan keterlibatan seluruh unit kerja, perguruan tinggi dapat membangun pemahaman bersama mengenai kontribusi masing-masing terhadap capaian mutu secara holistik. Hal ini membangun motivasi dan “keterhubungan” (integrasi) antara semua elemen dalam organisasi.
Sejalan dengan paparan Robert Damelio, dalam bukunya The Basics of Process Mapping (1996) process mapping memberi perguruan tinggi kemampuan untuk melihat kontribusi setiap proses secara utuh dan lengkap. Kondisi ini memastikan bahwa setiap tahap dalam alur kerja memberikan kontribusi nyata bagi peningkatan mutu. Melalui pemetaan proses, perguruan tinggi dapat melihat jalur perbaikan yang konkret dan mengefektifkan aliran kerja yang ada.
Pendekatan process mapping juga menjadi salah satu “solusi inovatif” bagi perguruan tinggi untuk memperkuat sistem penjaminan mutu. Dengan metode visualisasi proses bisnis, perguruan tinggi memiliki alat efektif untuk memperbaiki dan meningkatkan daya saing institusi. Proses ini mendukung kesiapan perguruan tinggi dalam menghadapi tantangan mutu di era pendidikan yang semakin kompetitif.
Melalui penerapan process mapping yang optimal, institusi tidak hanya meningkatkan capaian akreditasi, namun juga dapat membangun komitmen bersama menuju mutu pendidikan yang berkelanjutan. Transformasi besar ini memungkinkan perguruan tinggi menjadi institusi yang tidak hanya berdaya saing tinggi, namun juga tetap relevan dalam persaingan global. Stay Relevant!
Baca juga: SPMI Butuh Kecepatan, Bukan “Slow Respon”
Referensi
Oleh: Bagus Suminar, dosen UHW Perbanas Surabaya, direktur mutupendidikan.com
Instagram: @mutupendidikan
Layanan Informasi