Audit Mutu Internal (AMI) adalah alat penting untuk memperkuat Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) di perguruan tinggi.
Melalui AMI, manajemen perguruan tinggi bisa mendapatkan informasi penting tentang sejauh mana standar SPMI diterapkan dan dipatuhi oleh setiap unit kerja.
Dalam SPMI, ada siklus PPEPP (Penetapan, Pelaksanaan, Evaluasi, Pengendalian, dan Peningkatan standar) yang bertujuan untuk memastikan terjadinya perbaikan berkelanjutan (kaizen).
AMI berfungsi memastikan bahwa semua proses dan kebijakan berjalan sesuai standar SPMI yang sudah ditetapkan.
Namun, pelaksanaannya tidak selalu mudah. AMI menghadapi berbagai tantangan, salah satunya adalah kesulitan “menuliskan” hasil audit kepada auditee.
Ketidakjelasan dalam penulisan PTKP (Permintaan Tindakan Korektif dan Preventif) seringkali menyebabkan kebingungan di kalangan auditee.
Akibatnya, proses perbaikan bisa terlambat atau bahkan temuan audit diabaikan dan tidak ditindaklanjuti.
Di sinilah relevansi artikel berjudul: “Mengapa Temuan Audit Sering Tak Ditindaklanjuti?” menjadi penting.
SPMI di perguruan tinggi melibatkan lima langkah utama, yaitu PPEPP (Penetapan, Pelaksanaan, Evaluasi, Pengendalian, dan Peningkatan standar).
Dalam proses ini, AMI berperan penting pada tahap evaluasi dan pengendalian.
Evaluasi bertujuan untuk menilai apakah program kerja dan hasilnya sudah berjalan sesuai standar SPMI yang ditetapkan.
Sementara itu, pengendalian dilakukan untuk memastikan bahwa jika ada ketidaksesuaian (KTS), langkah perbaikan bisa segera diambil.
Melalui AMI, perguruan tinggi bisa dengan tepat mengidentifikasi area yang perlu diperbaiki dan mengurangi risiko yang bisa menghambat pencapaian mutu.
AMI yang efektif tidak hanya menemukan masalah, tapi juga memberikan solusi yang jelas untuk meningkatkan kualitas.
Salah satu tantangan penting dalam AMI adalah bagaimana menyampaikan finding (temuan) secara jelas dan mudah dipahami, sehingga auditee merasa nyaman dan tidak kesulitan.
Penulisan finding yang tidak terstruktur, berpotensi menambah kebingungan, mempersulit mencari akar masalah, dan memperlambat proses perbaikan.
Oleh karena itu, salah satu pendekatan yang dapat diterapkan untuk mengatasi hal diatas adalah metode PLOR (Problem, Location, Objective, dan Reference). Metode PLOR membantu memberikan struktur, cara penulisan temuan yang baik dan benar.
Kaidah PLOR, terdiri dari : Problem (masalah yang ditemukan). Location (lokasi/departemen ditemukannya masalah), Objective (bukti temuan yang terjadi/terlihat), Reference (dokumen yang mendasari temuan, seperti standar, SOP/IK, persyaratan teknis, peraturan).
Struktur PLOR membantu menghindari multitafsir dan mempercepat proses rencana tindak lanjut, karena setiap temuan sudah terstruktur dengan baik dan didukung oleh bukti-bukti objektif yang relevan.
Struktur PLOR dalam AMI tidak hanya membantu meningkatkan pemahaman auditee terhadap “isi” temuan, namun juga berdampak langsung terhadap penguatan PPEPP (penetapan, pelaksanaan, evaluasi, pengendalian dan peningkatan standar).
Baca juga: Auditor AMI: Dibenci atau Disayang?
Dengan penyampaian hasil audit yang jelas dan terstruktur, auditee (unik kerja) dapat dengan cepat menindaklanjuti KTS yang ditemukan. Dengan kata lain proses pengendalian dan peningkatan mutu (siklus PPEPP) dapat dilakukan lebih cepat, efektif dan efisien.
Audit Mutu Internal (AMI) merupakan bagian integral dari upaya penguatan SPMI (PPEPP) di lembaga perguruan tinggi.
Untuk memastikan AMI berjalan efektif, pendekatan PLOR (Problem, Location, Objective, dan Reference) dalam penulisan PTKP (permintaan tindakan korektif dan preventif) sangat diperlukan.
Dengan struktur penulisan yang jelas, teraudit (auditee) dapat lebih mudah memahami masalah yang dihadapi, memahami tempat (lokasi) terjadinya masalah, memahami bukti-bukti objektif, serta referensi regulasi yang menjadi acuan.
Demikian, semoga berkah dn bermanfaat. Stay Relevant!
Oleh Bagus Suminar, dosen UHW Perbanas Surabaya, konsultan mutu pendidikan.
Instagram: @mutupendidikan
Layanan Informasi