Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) merupakan kerangka kerja (framework) yang esensial bagi perguruan tinggi dalam upaya memastikan mutu pendidikan yang tinggi dan berkelanjutan.
SPMI mencakup serangkaian proses (siklus) yang melibatkan penetapan, pelaksanaan, evaluasi, pengendalian, dan peningkatan standar (PPEPP) yang bertujuan untuk menjamin dan meningkatkan mutu institusi pendidikan tinggi.
Salah satu pendekatan (strategi) yang dapat memperkuat efektivitas SPMI adalah konsep “self-fulfilling prophecy”, di mana harapan dan keyakinan terhadap suatu situasi atau individu dapat mempengaruhi hasil yang dicapai.
Artikel singkat ini mencoba mengkaji bagaimana self-fulfilling prophecy dapat diintegrasikan dalam SPMI untuk meningkatkan mutu pendidikan di perguruan tinggi.
Self-fulfilling prophecy, (atau pygmalion effect) diperkenalkan pertama kali oleh Robert K. Merton pada tahun 1948, menggambarkan fenomena di mana harapan atau prediksi seseorang terhadap situasi atau individu dapat mempengaruhi tindakan dan perilaku yang akhirnya membuat prediksi tersebut menjadi kenyataan.
Konsep self-fulfilling prophecy (SFP) telah lama dikenal dalam psikologi sosial. Sederhananya, keyakinan seseorang (our beliefs) terhadap suatu hal dapat menciptakan kondisi yang mengkonfirmasi keyakinan tersebut.
Kalau kita “yakin bisa”, maka akan cenderung hasilnya akan positif, demikian juga berlaku kebalikannya, kalau kita pesimis, hasilnya akan cenderung negatif.
Dalam konteks pendidikan tinggi, self-fulfilling prophecy dapat menjadi alat yang ampuh untuk meningkatkan mutu pendidikan.
Ketika para sivitas akademika, mulai dari pimpinan hingga mahasiswa, memiliki keyakinan kuat bahwa perguruan tinggi akan mampu mencapai keunggulan, maka mereka akan cenderung berperilaku dan bekerja sesuai dengan keyakinan tersebut.
Ketika pimpinan perguruan tinggi (manajer), dosen, dan staf administrasi memiliki harapan tinggi terhadap capaian akademik dan operasional, mereka cenderung bertindak / berperilaku sesuai dengan harapan tersebut.
Misalnya, para dosen yang percaya bahwa mahasiswa memiliki kecerdasan dan potensi besar, akan lebih termotivasi untuk memberikan pengajaran yang berkualitas dan mendukung perkembangan mahasiswa secara maksimal.
Sebaliknya, keyakinan dan harapan dosen rendah terhadap potensi mahasiswa, dapat menghambat motivasi dan kinerja, baik dari sisi pengajar maupun mahasiswa.
Agar implementasi SPMI dapat berjalan dengan baik, maka integrasi SFP dapat dilakukan melalui siklus PPEPP, misalnya melalui:
Baca juga: SPMI dan Implementasi Teori Penguatan
Penguatan SPMI melalui konsep self-fulfilling prophecy menawarkan pendekatan yang efektif untuk meningkatkan mutu pendidikan di perguruan tinggi.
Dengan menetapkan standar yang tinggi, melaksanakan dengan pendekatan positif, memberikan umpan balik konstruktif, mengendalikan dengan penghargaan, dan memupuk budaya peningkatan berkelanjutan, perguruan tinggi dapat menciptakan lingkungan yang mendukung pencapaian mutu yang lebih tinggi.
Keyakinan (beliefs) dan harapan positif terhadap kemampuan institusi dan individu akan mendorong perilaku dan tindakan yang sejalan dengan tujuan mutu, sehingga memperkuat efektivitas SPMI secara keseluruhan. Stay Relevant!
Instagram: @mutupendidikan
Layanan Informasi