Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) di perguruan tinggi adalah mekanisme yang disusun oleh Kementerian Pendidikan untuk memastikan bahwa institusi pendidikan tinggi mencapai dan mempertahankan standar mutu yang diinginkan.
Implementasi SPMI yang efektif tentu bukan suatu pekerjaan yang mudah, memerlukan motivasi tinggi dari seluruh pemangku kepentingan (stakeholder), terutama tenaga struktural, pimpinan, dosen dan karyawan.
Tenaga strutural perguruan tinggi, dengan “dikomandani” oleh pimpinan (Rektor, Direktur, Ketua), wajib menjalankan siklus PPEPP agar implementasi SPMI dapat berjalan efektif.
Permasalahannya adalah sejauh mana tenaga struktural perguruan tinggi (khususnya pimpinan) berhasil “memotivasi” para staf (dosen dan karyawan) agar mampu memberikan karya terbaik untuk peningkatan standar mutu pendidikan?
Teori Motivasi 2 Faktor
Teori Dua Faktor (2 factors theory) atau sering disebut Teori “Motivasi-Higiene” dikembangkan oleh Frederick Herzberg, seorang psikolog yang memfokuskan penelitiannya pada motivasi kerja karyawan. Teori 2 Faktor ini, pertama kali diperkenalkan melalui bukunya “The Motivation to Work” yang diterbitkan pada tahun 1959.
Herzberg melakukan penelitian dengan mewawancarai lebih dari 200 insinyur dan akuntan untuk memahami faktor-faktor apa saja yang menyebabkan mereka puas atau tidakpuas di dunia kerja.
Dalam konteks tersebut, Teori Dua Faktor yang dikembangkan oleh Herzberg dapat memberikan “wawasan berharga” tentang bagaimana memotivasi tenaga struktural perguruan tinggi untuk mendukung dan berkontribusi secara efektif terhadap keberhasilan SPMI.
Implikasi Faktor “Motivator”
Faktor Motivator (intrinsic Factors) berkaitan dengan “isi” pekerjaan itu sendiri dan dapat meningkatkan motivasi dan kepuasan kerja. Faktor ini terdiri dari:
Prestasi (Achievement):
Penerapan dalam SPMI: Mengakui dan merayakan prestasi karyawan dalam implementasi SPMI, seperti pencapaian (melampaui) standar mutu tertentu atau keberhasilan dalam audit internal, dapat meningkatkan motivasi.
Contoh: Memberikan penghargaan atau sertifikat penghargaan kepada unit kerja atau individu yang berhasil meningkatkan proses atau hasil akademik sesuai dengan standar SPMI.
Pengakuan (Recognition):
Penerapan dalam SPMI: Memberikan pengakuan secara terbuka terhadap kontribusi karyawan (pencapaian standar SPMI) dalam rapat atau publikasi internal (buletin kampus).
Contoh: Menyebutkan nama karyawan atau unit kerja yang berperan penting dalam laporan kemajuan SPMI atau dalam buletin kampus.
Pekerjaan itu sendiri (The Work Itself):
Penerapan dalam SPMI: Menyusun pekerjaan yang menarik, menantang dan memberikan kesempatan bagi karyawan untuk terlibat dalam proyek peningkatan mutu.
Contoh: Melibatkan karyawan dalam tim pengembangan kurikulum atau proyek penelitian yang berkaitan dengan peningkatan mutu pendidikan.
Tanggung Jawab (Responsibility):
Penerapan dalam SPMI: Memberikan tanggung jawab yang lebih besar kepada dosen dan karyawan dalam proses pengambilan keputusan (decision making) terkait SPMI.
Contoh: Program desentralisasi terkait wewenang pengambilan keputusan. Unit kerja diberi tanggung jawab dan wewenang untuk mengambil keputusan tanpa harus berkonsultasi dengan atasan.
Kemajuan (Advancement) dan Pertumbuhan (Growth):
Penerapan dalam SPMI: Memberikan peluang pengembangan karir dan pelatihan terkait SPMI.
Contoh: Menyediakan program pelatihan berkelanjutan tentang manajemen mutu dan kesempatan untuk menghadiri konferensi atau seminar terkait. Misalnya mengikuti pelatihan-pelatihan yang diselenggarakan oleh mutupendidikan.com
Implikasi Faktor “Higiene” (Pemelihara)
Faktor Higiene (extrinsic factors) berkaitan dengan konteks pekerjaan dan tidak secara langsung meningkatkan kepuasan kerja, tetapi “ketidakhadiran” faktor-faktor ini dapat menyebabkan ketidakpuasan kerja.
Kebijakan Perusahaan dan Administrasi (Company Policies and Administration):
Penerapan dalam SPMI: Mengembangkan kebijakan MSDM yang “adil dan transparan” terkait implementasi SPMI.
Contoh: Menyusun panduan dan prosedur operasional standar (SOP) yang jelas dan mudah diakses oleh semua karyawan. Karyawan merasa nyaman dengan kebijakan dan sistim administrasi yang mudah, adil dan transparan.
Supervisi (Supervision):
Penerapan dalam SPMI: Menyediakan supervisi yang bersahabat, mendukung dan konstruktif.
Contoh: Para penyelia (supervision) atau masing-masing kepala unit kerja mengadakan sesi bimbingan dan mentoring secara rutin untuk membantu karyawan memahami, menguasai dan melaksanakan tugas terkait SPMI.
Hubungan Interpersonal (Interpersonal Relationships):
Penerapan dalam SPMI: Mendorong atmosfir hubungan kerja yang harmonis dan kolaboratif.
Contoh: Mengadakan kegiatan team-building, gathering dan diskusi kelompok untuk memperkuat hubungan antar dosen dan karyawan.
Kondisi Kerja (Working Conditions):
Penerapan dalam SPMI: Memastikan lingkungan kerja yang nyaman dan kondusif.
Contoh: Meningkatkan fasilitas kerja seperti ruang kerja yang ergonomis dan akses ke sumber daya teknologi yang memadai. Ruang kerja dicat bersih, desain interior tertata rapi (estetika), ruang bersih dan nyaman. Tersedia kantin, sarana olah raga dan pengembangan minat bakat.
Gaji (Salary) dan Keamanan Kerja (Job Security):
Penerapan dalam SPMI: Memberikan kompensasi yang adil dan memastikan keamanan kerja.
Contoh: Menyediakan insentif finansial (gaji) bagi dosen / karyawan yang berkontribusi signifikan terhadap pencapaian standar mutu dan memastikan adanya kontrak kerja yang stabil.
Kesimpulan
Penerapan teori 2 (dua) Faktor Herzberg dalam implementasi SPMI dapat membantu perguruan tinggi meningkatkan motivasi dan kepuasan dosen dan karyawan.
Dengan memenuhi “faktor motivator” (untuk meningkatkan kepuasan kerja) dan memenuhi “faktor higiene” (untuk mengurangi ketidakpuasan), InsyaAllah institusi pendidikan dapat menciptakan lingkungan kerja yang lebih produktif dan mendukung keberhasilan SPMI. Stay Relevant!