• 08123070905
  • mutupendidikan.info@gmail.com

Mengintegrasikan Implementasi SPMI pada Manajemen Perguruan Tinggi

Mengintegrasikan Implementasi SPMI pada Manajemen Perguruan Tinggi

Pendahuluan

Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) di perguruan tinggi merupakan mekanisme yang dirancang untuk memastikan bahwa semua proses pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat memenuhi standar mutu yang telah ditetapkan.

Ketentuan Pemerintah Republik Indonesia tentang kebijakan SPMI diatur dalam Permendikbudristek 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi, pasal 67 sampai dengan pasal 70.

Dalam struktur organisasi perguruan tinggi, yang sering digunakan untuk menjalankan tugas-tugas SPMI adalah Unit Penjaminan Mutu (UPM) atau nama sejenis seperti Lembaga Penjaminan Mutu (LPM), Pusat Penjaminan Mutu (PPM) dan lain-lain.

Lebih lanjut, dalam pasal 69 ayat 1 dan 1(b), disebutkan: Perguruan tinggi dalam mengimplementasikan SPMI mempunyai tugas: mengintegrasikan implementasi SPMI pada manajemen perguruan tinggi.

Mengintegrasikan implementasi Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) pada manajemen perguruan tinggi berarti memasukkan kebijakan, prinsip, prosedur, dan standar mutu yang ditetapkan dalam SPMI ke dalam “seluruh aspek” manajemen perguruan tinggi.

Untuk mewujudkan hal tersebut, ada tiga alternatif pilihan struktur yang bisa digunakan:

  • Membentuk unit penjaminan mutu (UPM) atau
  • Mengintegrasikan SPMI pada manajemen perguruan tinggi (embedded) atau
  • Kombinasi gabungan keduanya.

Dari tiga alternatif diatas, manakah yang lebih cocok?

Untuk menjawab pertanyaan diatas, kita dapat belajar dari pengalaman penerapan fungsi Management Representative (MR) dalam standar ISO 9001.

Panduan SOP dan IK untuk SPMI
Keputusan memilih struktur yang tepat

Peran MR dalam ISO 9001

ISO 9001 adalah standar internasional untuk sistem manajemen mutu yang berfokus pada konsistensi dan perbaikan berkelanjutan (kaizen). Salah satu elemen yang diatur dalam versi sebelumnya dari ISO 9001 adalah adanya fungsi Management Representative (MR), yang bertanggung jawab untuk memastikan bahwa sistem manajemen mutu dijalankan dengan benar dan sesuai dengan standar yang ditetapkan.

Namun, dalam versi terbaru ISO 9001:2015, peran MR “tidak lagi diwajibkan”. Hal ini dilakukan untuk memberikan fleksibilitas lebih banyak kepada organisasi dalam mengelola sistem manajemen mutu mereka, dengan cara “mengintegrasikan” tanggung jawab mutu ke seluruh organisasi, daripada mengandalkan pada satu unit kerja saja.

Pelajaran dari ISO 9001 untuk SPMI

Meniadakan peran MR dalam ISO 9001 (tidak mewajibkan) memberikan beberapa pelajaran penting yang dapat diaplikasikan dalam konteks SPMI di perguruan tinggi:

  1. Integrasi Tanggung Jawab Mutu
    • Seperti ISO 9001:2015, tanggung jawab atas mutu dalam SPMI “seharusnya” diintegrasikan ke seluruh organisasi, sehingga setiap individu dan unit dalam perguruan tinggi memiliki peran dalam memastikan pencapaian target-target mutu (quality is everyone responsibility).
  2. Fleksibilitas Organisasi
    • Fleksibilitas dalam struktur organisasi memungkinkan perguruan tinggi untuk menyesuaikan sistem penjaminan mutu mereka dengan kebutuhan dan kondisi spesifik masing-masing institusi. Misalnya masing fakultas dapat menyusun dokumen SPMI yang lebih spesifik sesuai dengan spesifikasi prodi masing-masing.
  3. Pemberdayaan Seluruh Anggota
    • Dengan mengintegrasikan tanggung jawab mutu ke seluruh elemen organisasi, setiap anggota perguruan tinggi diberdayakan untuk berkontribusi pada perbaikan mutu, meningkatkan keterlibatan dan komitmen terhadap mutu. Semua anggota organisasi “merasa memiliki” sistem mutu bersama.

Peran UPM dalam SPMI

Meskipun ada pelajaran dari penghapusan peran MR dalam ISO 9001, beberapa kalangan masih menganggap UPM (unit penjaminan mutu) tetap diperlukan. UPM dianggap masih memiliki peran penting dalam konteks SPMI di perguruan tinggi. Alasannya yaitu:

  1. Koordinasi dan Pengelolaan Mutu: UPM diperlukan sebagai koordinator utama dalam pengelolaan mutu, memastikan bahwa semua proses dan prosedur dijalankan sesuai dengan standar yang ditetapkan.
  2. Pusat Sumber Daya: UPM diperlukan sebagai pusat sumber daya untuk workshop, pelatihan, bimbingan, dan dukungan terkait penjaminan mutu.
  3. Monitoring dan Evaluasi: UPM masih diperlukan untuk melakukan monitoring dan evaluasi berkelanjutan terhadap implementasi SPMI, memastikan bahwa tujuan mutu (target) tercapai dan melakukan perbaikan yang diperlukan.

Mempertahankan atau Menghapus UPM?

Dalam konteks ini, masing-masing pilihan memiliki plus minus yang perlu dipertimbangkan, diantaranya:

1. Konteks Organisasi dan Kebutuhan Spesifik:
  • Kompleksitas Lembaga Pendidikan: Lembaga pendidikan sering kali memiliki struktur dan proses yang kompleks, sehingga unit khusus seperti UPM dapat membantu peran pimpinan dalam pengelolaan dan implementasi sistem penjaminan mutu secara lebih efektif.
  • Dukungan Terhadap Manajemen Puncak: UPM dapat bertindak sebagai “dukungan teknis” dan administratif bagi manajemen puncak dalam melaksanakan sistem mutu dan melakukan pemantauan serta evaluasi yang diperlukan.
  • “Tanggung Jawab Mutu” masih di pimpinan: Meskipun dukungan teknis diserahkan pada UPM, secara keseluruhan “owner” SPMI tetap di Pimpinan Perguruan Tinggi.
2. Fleksibilitas dalam Struktur Manajerial:
  • Pendekatan Berbasis Manajemen Puncak: Sama seperti dalam ISO 9001:2015, di SPMI, tanggung jawab utama tetap berada di tangan manajemen puncak. Namun, struktur tambahan seperti UPM dapat membantu dalam pelaksanaan tugas-tugas spesifik yang memerlukan keahlian dan fokus khusus. Adagium: “You can delegate authority, but you do not delegate responsibility” tetap berlalu.
  • Alternatif Struktur: Perguruan tinggi bisa mempertimbangkan model yang fleksibel, di mana UPM atau struktur sejenis dapat diadaptasi untuk memenuhi kebutuhan spesifik sambil memastikan keterlibatan aktif dari manajemen puncak.
3. Efektivitas dan Efisiensi:
  • Konsistensi dan Integrasi: Menetapkan unit khusus seperti UPM dapat membantu dalam memastikan konsistensi dalam implementasi kebijakan mutu, standar dan prosedur. Namun, perlu dipastikan bahwa struktur ini tidak membuat duplikasi pekerjaan atau menambah birokrasi yang tidak perlu.
  • Pengawasan dan Pemantauan: UPM dapat membantu memberikan pengawasan dan pemantauan yang terfokus pada aspek-aspek tertentu dari sistem penjaminan mutu, yang mungkin tidak selalu dapat ditangani secara mendetail oleh manajemen puncak (pimpinan).

Rekomendasi

Jadi terkait perlu tidaknya unit khusus SPMI, berikut ada beberapa pilihan yang bisa dipertimbangkan:

Opsi Menetapkan UPM:

  • Kegunaan: Memungkinkan adanya tim khusus yang fokus pada pengelolaan mutu dan penjaminan kualitas secara operasional. Hal ini dapat meningkatkan efektivitas implementasi SPMI dan memberikan dukungan tambahan (tim teknis) kepada manajemen puncak.
  • Kondisi: Peran dan tanggung jawab UPM harus jelas dan tidak duplikatif dengan tanggung jawab manajemen puncak. Struktur UPM harus efisien dan disesuaikan dengan kebutuhan dan kompleksitas lembaga.

Opsi Menghapus atau Mengadaptasi UPM:

  • Pertimbangan: Bilamana struktur manajemen puncak dianggap sudah cukup untuk menangani seluruh aspek SPMI secara efektif, penghapusan atau penggabungan fungsi UPM bisa menjadi pilihan. Namun, harus ada jaminan bahwa semua aspek pengelolaan mutu tetap efektif dan mendapatkan perhatian yang memadai.

Dalam konteks SPMI, struktur yang paling efektif adalah yang memastikan bahwa tanggung jawab mutu ditangani secara menyeluruh oleh manajemen puncak (embedded), sementara unit atau tim khusus seperti UPM dapat ditetapkan atau diadaptasi (situasional) sesuai dengan kebutuhan operasional dan kompleksitas lembaga pendidikan. Stay Relevant!

Instagram: @mutupendidikan

Info Pelatihan Mutu Pendidikan

admin

MOTTO: Senantiasa bergerak dan berempati untuk menebar manfaat bagi Mutu Pendidikan di Indonesia

×

Layanan Informasi

× Hubungi Kami