بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم
Instagram: @mutupendidikan
Perguruan tinggi sesungguhnya lebih dari sekadar institusi pendidikan. Ia adalah bagian dari ekosistem dinamis yang melibatkan berbagai pihak dengan harapan dan kepentingan masing-masing. Dalam menjalankan fungsi Tridharma—pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat—perguruan tinggi tentu harus pandai membaca, memahami dan mengelola kepentingan masing-masing stakeholder (pemangku kepentingan). Artikel ini akan menguraikan secara singkat siapa saja yang tergolong sebagai stakeholder perguruan tinggi, dan bagaimana tips terbaik untuk melayani, membahagiakan dan memuaskan harapan dan keinginan mereka.
Baca juga: Penguatan SPMI dengan 10 Peran Manajer ala Mintzberg
Mahasiswa adalah stakeholder utama yang menjadi jantung dari perguruan tinggi. Mahasiswa hadir dengan mimpi dan harapan masing-masing. Mereka mendaftar dan diterima, tujuannya untuk mendapatkan pendidikan terbaik yang akan membekali mereka menghadapi peluang dan tantangan masa depan. Perguruan tinggi, tentu saja harus memastikan bahwa kurikulum, dosen, fasilitas, dan tata kelola, semua tersedia dengan baik, dan semua harus dapat memenuhi “need and want” mereka yang terus berkembang. Di era AI saat ini, mahasiswa juga menuntut akses media online, diskusi interaktif, dan kesempatan untuk mengembangkan keterampilan (skills) non-akademik.
Namun, di sisi lain, mahasiswa bukan hanya pembelajar, mereka juga partner dalam ekosistem pendidikan. Sebagai salah satu stakeholder, suara mereka sangat berharga bagi perguruan tinggi. Dengan melibatkan mahasiswa dalam proses pengambilan keputusan, seperti sesi brainstorming, survey dan forum diskusi, perguruan tinggi dapat memastikan bahwa harapan dan usulan mereka didengar. Hal ini tidak hanya meningkatkan kepuasan mahasiswa (customer satisfaction), namun juga menumbuhkan rasa ikut memiliki terhadap institusi.
Baca juga: Seni Merancang Mission Differentiation Perguruan Tinggi
Dosen dan tenaga kependidikan adalah SDM penting di balik keberhasilan perguruan tinggi. Mereka bertugas mengawal dan memastikan mutu pendidikan, melakukan penelitian, dan menjalankan pengabdian kepada masyarakat. Kendati demikian, di balik tanggung jawab Tridharma tersebut, dosen dan tenaga kependidikan juga merupakan stakeholder internal. Mereka juga memiliki harapan, keinginan dan kebutuhan.
Untuk memenuhi harapan, keinginan dan kebutuhan tersebut, perguruan tinggi perlu membangun lingkungan kerja yang mendukung atau QWL (quality of work life). Pelatihan / pengembangan, fasilitas penelitian, dan pengakuan atas prestasi adalah beberapa cara yang diperlukan untuk menjaga semangat dosen dan staf tetap tinggi. Dengan merawat budaya kerja yang inklusif dan suportif, perguruan tinggi tidak hanya meningkatkan mutu layanan akademik namun juga membangun loyalitas SDM internal.
Baca juga: Pola Pikir, Sikap, dan Perilaku: Pilar Utama Budaya Mutu SPMI
Dunia kerja, dunia industri adalah stakeholder utama yang sering kali menentukan arah pendidikan tinggi. Industri menginginkan lulusan yang siap bekerja, kreatif, dan mampu beradaptasi dengan perubahan cepat. Perguruan tinggi memiliki tugas dan tanggung jawab untuk memastikan bahwa kurikulum senantiasa relevan dengan tuntutan DUDI (dunia usaha dan dunia industri).
Salah satu strategi penting yang dapat diterapkan adalah menjalin partnership dengan berbagai sektor DUDI. Program magang di lokasi usaha, penelitian bersama, atau proyek kolaborasi, dapat menjadi jembatan antara teori dan praktik. Melalui kolaborasi ini, perguruan tinggi diharapkan dapat memenuhi harapan dunia kerja, dan juga memberikan pengalaman nyata bagi para mahasiswa.
Baca juga: SPMI Berbasis Pengetahuan: Aset Utama Perguruan Tinggi
Perguruan tinggi memiliki tanggung jawab sosial (social responsibility) untuk memberi pelayanan kepada masyarakat. Pengabdian kepada masyarakat (PkM) adalah salah satu pilar Tridharma yang memastikan bahwa hasil pendidikan dan penelitian dapat memberikan manfaat nyata bagi masyarakat. Harapan masyarakat mencakup banyak hal, diantaranya solusi problem lokal, pemberdayaan ekonomi, pendidikan, teknologi tepat guna, pelestarian lingkungan hidup dan lain sebagainya.
Untuk memenuhi ekspektasi diatas, perguruan tinggi perlu mengadopsi pendekatan komunikasi yang berbasis partisipasi. Masyarakat dilibatkan dalam perencanaan, brainstorming dan pelaksanaan program untuk memastikan relevansi dan keberlanjutan program kerja. Keberhasilan perguruan tinggi selain diukur dari prestasi akademik, juga dilihat dari sejauh mana dampak program, dirasakan oleh masyarakat luas.
Baca juga: Kemalasan Sosial: Musuh Tersembunyi SPMI
Sebagai pengarah kebijakan, pemerintah memiliki peran penting untuk membimbing perguruan tinggi mencapai standar mutu tertentu (persyaratan minimal). Selain itu, pemerintah sering kali menjadi sumber pendanaan utama, baik untuk hibah pendidikan, penelitian maupun pengabdian. Harapan pemerintah biasanya fokus pada peningkatan mutu pendidikan, daya saing internasional, dan kontribusi program kerja pada pembangunan nasional.
Untuk memenuhi ekspektasi ini, perguruan tinggi perlu membangun komunikasi dan hubungan yang harmonis dengan pemerintah. Mematuhi regulasi seperti Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SN-Dikti), melaksanakan Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) dan melaporkan pencapaian secara transparan pada PDDikti (Pangkalan Data Pendidikan Tinggi) adalah langkah penting untuk kepatuhan pada regulasi. Kolaborasi yang harmonis dengan pemerintah dapat membuka peluang pendanaan (hibah) dan dukungan untuk program-program kreatif dan inovatif.
Baca juga: Kebijakan SPMI: Pilar Utama Penjaminan Mutu Perguruan Tinggi
Perguruan tinggi yang berhasil adalah perguruan tinggi yang mampu merangkul, melayani dan memuaskan seluruh stakeholder-nya. Setiap kelompok stakeholder memiliki “need and want” serta harapan yang berbeda-beda. Namun demikian semua harus dilayani melalui pendekatan yang baik, strategi yang inklusif, dan kolaborasi yang saling menguntungkan (win-win). Dengan melayani dan membahagiakan beragam stakeholder tersebut, perguruan tinggi telah menjalankan tugasnya dengan baik, dan sebagai imbalannya, tentu saja institusi akan semakin dicintai, dihormati dan disayangi (oleh stakeholder). Stay Relevant!
Baca juga: Transformasi SPMI: Komunikasi Internal sebagai Game-Changer
Referensi
Oleh: Bagus Suminar, wakil ketua ICMI Orwil Jatim, dosen UHW Perbanas Surabaya, dan direktur mutupendidikan.com
Instagram: @mutupendidikan
Layanan Informasi