بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم
Oleh: La Mema Parandy
Sebagai seorang individu yang peduli dengan kemajuan pendidikan nasional, saya, sering merenungkan peran dosen sebagai tulang punggung pembentukan generasi mendatang. Di tengah era digitalisasi yang pesat, sistem pendidikan tinggi Indonesia masih menghadapi tantangan klasik: kurangnya integrasi antar platform yang menyebabkan inefisiensi dan potensi kecurangan. Ide ini muncul dari pengamatan saya atas Beban Kerja Dosen (BKD), yang seharusnya menjadi alat untuk mengukur kontribusi dosen, tetapi sering kali menjadi beban administratif yang rawan manipulasi. Dalam tulisan opini ini, saya merefleksikan kondisi dua tahun terakhir (2023-2025) dan mengusulkan sistem BKD yang lebih terintegrasi, transparan, dan humanis, dengan memanfaatkan teknologi seperti AI berbasis cloud dan blockchain. Tujuannya bukan hanya efisiensi, melainkan membangun dosen yang kompeten, berintegritas, dan selaras dengan visi pendidikan nasional Indonesia.
Kondisi Saat Ini: Tantangan Integrasi dan Integritas dalam BKD
Dalam dua tahun terakhir, isu manipulasi data BKD semakin menonjol, mencerminkan masalah struktural di pendidikan tinggi Indonesia. Pada 2023, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi menekankan penyelesaian data akumulasi kinerja dosen sebelum tenggat waktu, untuk menghindari kerugian dalam kenaikan pangkat, yang menunjukkan adanya ketidakakuratan data yang kronis. Masuk ke 2025, survei kualitatif mengungkap bahwa kesejahteraan dosen terancam, dengan banyak dosen lebih sibuk mengisi laporan administratif daripada mengajar atau meneliti, yang berpotensi menurunkan pamor dosen sebagai pilar pembangunan SDM. Lebih parah lagi, regulasi tentang Integritas Akademik menyoroti pelanggaran seperti manipulasi laporan BKD, yang masih marak terjadi dan mengancam integritas akademik secara keseluruhan.
Refleksi saya atas data ini cukup menyedihkan: dosen yang seharusnya fokus pada pengembangan kompetensi malah terjebak dalam birokrasi manual. Pada awal 2025, muncul drama seputar potensi penghapusan BKD dan Tunjangan Kinerja, yang memicu diskusi luas tentang keberlanjutan sistem ini. Di sisi lain, perkembangan integrasi sistem seperti SINTA (Science and Technology Index), PDDIKTI (Pangkalan Data Pendidikan Tinggi), dan SISTER (Sistem Informasi Sumber Daya Terintegrasi) menunjukkan kemajuan, meski masih terbatas. Pada 2023-2025, diperkenalkan fitur sinkronisasi data dosen di SISTER, termasuk tombol untuk memperbarui status indeks karya ilmiah secara otomatis. Panduan SISTER 2025 juga mewajibkan dosen untuk memperbarui data secara berkala, termasuk integrasi dengan BKD, untuk mendukung laporan kinerja yang lebih akurat. Namun, integrasi ini belum sepenuhnya otomatis, sehingga masih ada celah untuk manipulasi manual, seperti yang dilaporkan dalam laporan kinerja institusi pada 2024-2025.
Dari perspektif reflektif, kondisi ini bukan hanya masalah teknis, tapi juga etis. Dosen yang enggan menjalani aturan BKD sering kali karena sistem yang kaku dan tidak mendukung pengembangan pribadi. Ini mencerminkan ketidakseimbangan antara tuntutan administratif dan esensi profesi dosen sebagai pendidik dan peneliti.
Usulan Solusi: Sistem Terintegrasi dengan Pendekatan Humanis
Untuk mengatasi ini, saya mengusulkan BKD yang terhubung otomatis dengan SINTA, PDDIKTI, SISTER, serta platform lain seperti Garuda (portal jurnal nasional) dan DIKTI (Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi). Integrasi ini harus berbasis digital dengan jejak audit yang tidak bisa dimanipulasi, memastikan data mengalir secara real-time tanpa intervensi manual. Akses dosen ke sistem ini harus mudah dan intuitif, sehingga mereka bisa fokus pada peningkatan kompetensi daripada administrasi.
Lebih lanjut, adopsi sistem cloud berbasis AI akan membuat proses lebih humanis. AI bisa menganalisis data kinerja dosen secara prediktif, misalnya merekomendasikan pelatihan atau kolaborasi riset berdasarkan pola aktivitas di SINTA dan PDDIKTI. Di Indonesia, tren adopsi AI di pendidikan tinggi semakin kuat sejak 2023-2025. Panduan Penggunaan Generative AI pada Pembelajaran di Perguruan Tinggi diluncurkan pada 2024, mendorong dosen untuk mengintegrasikan AI dalam pengajaran. Analisis kematangan teknologi AI juga menunjukkan potensi transformasi digital di sektor pendidikan. Bahkan, dorongan untuk adopsi inovasi digital, termasuk AI, semakin kuat untuk menghadapi transformasi di masa depan.
Sementara itu, konsep blockchain bisa diadopsi untuk identifikasi data yang aman dan transparan. Blockchain memastikan setiap entri data (seperti publikasi di SINTA atau riwayat mengajar di SISTER) tercatat secara permanen dan tidak bisa diubah, mencegah kecurangan. Penelitian pada 2023-2025 menunjukkan pemanfaatan blockchain di pendidikan Indonesia, seperti untuk pengelolaan kredensial akademik dan transformasi manajemen berbasis data. Konsep integrasi blockchain dengan AI juga telah dibahas sebagai sistem pendidikan cerdas, yang relevan untuk Indonesia. Dorongan global untuk adopsi AI dan blockchain di Indonesia baru-baru ini semakin kuat, dengan penekanan pada aspek pendidikan.
Refleksi saya: Sistem ini bukan hanya alat kontrol, tapi pemberdaya. Dengan AI, dosen bisa menerima umpan balik personal untuk meningkatkan kompetensi, seperti saran riset berdasarkan tren data nasional. Blockchain menjamin integritas, sehingga dosen merasa aman dan termotivasi. Pendekatan humanis ini selaras dengan visi pendidikan nasional, di mana dosen bukan lagi “pemenuh borang”, tapi mitra aktif dalam pembangunan SDM.
Membangun Dosen Profesional yang Terintegrasi
Refleksi atas dua tahun terakhir mengajarkan bahwa tanpa integrasi dan transparansi, BKD justru menghambat kemajuan. Namun, dengan sistem terintegrasi berbasis AI cloud dan blockchain, kita bisa menciptakan ekosistem yang humanis: dosen diberi akses mudah ke data mereka, didukung untuk berkembang, dan dijamin integritasnya. Ini bukan mimpi utopik, tapi langkah nyata menuju pendidikan nasional yang inklusif dan berkualitas. Sebagai opini pribadi, saya yakin inilah jalan untuk mempersiapkan dosen profesional yang kompeten, berintegritas, dan selaras dengan sistem nasional menuju Indonesia Emas yang sesungguhnya.
Disclaimer: “Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mewakili kebijakan institusi mana pun.”




