Pendahuluan
Dalam dunia kampus yang terus bergerak dinamis, satu pertanyaan penting mulai bergema: Sudahkah kita benar-benar siap menghadapi ketidakpastian?
Banyak kampus merancang program kerja dan sistem mutu dengan skenario ideal sebagai dasar, namun sering kali mengabaikan skenario jika hal-hal tidak berjalan sesuai rencana.
Plan A dibuat dengan rapi dan penuh keyakinan, tapi Plan B nyaris tak dibicarakan. Ketika kenyataan tidak mengikuti skenario, banyak kegiatan kampus lumpuh sementara karena tidak ada alternatif yang siap dijalankan.
Dalam kerangka manajemen strategis, Griffin (2022) dalam Fundamentals of Management menekankan bahwa perencanaan yang efektif harus mengantisipasi gangguan, bukan hanya mengejar target. Risiko adalah bagian dari setiap keputusan, dan organisasi yang abai terhadapnya, rentan kehilangan arah saat kondisi berubah.
Maka, menyusun Plan B bukan berarti pesimistis, melainkan wujud tanggung jawab manajerial terhadap dinamika yang tidak bisa dikendalikan sepenuhnya.
Ketika Lingkungan Tak Lagi Stabil
Kampus hari ini beroperasi dalam lingkungan yang tidak stabil, tidak pasti, kompleks, dan ambigu—disebut era VUCA. Bahkan istilah terbaru BANI menggambarkan dunia yang rapuh, penuh kecemasan, tidak linear, dan sulit dipahami. Dalam konteks seperti ini, rencana yang kaku dan tidak fleksibel bukan lagi andalan.
Program kerja yang disusun tanpa pertimbangan risiko mudah kehilangan relevansi saat realitas berubah dengan cepat, baik karena krisis, bencana, hingga pergeseran kebijakan.
Robbins dan Judge (2024) menekankan bahwa organisasi yang tangguh bukanlah organisasi yang tidak pernah terguncang, tetapi yang mampu cepat menyesuaikan diri. Dalam kampus, ini berarti memiliki sistem yang luwes, serta pemimpin dan SDM yang terbiasa berpikir skenario. Menyusun Plan A dan Plan B menjadi salah satu cara sederhana namun fundamental untuk memastikan bahwa pelayanan akademik, pembelajaran, dan pengelolaan mutu tetap berjalan meski kondisi berubah di luar prediksi.
SPMI Tidak Hanya untuk Kondisi Ideal
Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI), sebagaimana diamanatkan dalam Permendikbudristek No. 53 Tahun 2023, memberikan kampus ruang untuk membangun sistem mutu yang kontekstual dan adaptif.
Namun dalam praktiknya, banyak kampus menjalankan SPMI seolah-olah hanya berlaku dalam kondisi ideal. Standar ditetapkan, prosedur disusun, tetapi tidak ada skenario darurat jika prosedur gagal atau terganggu oleh faktor eksternal.
Padahal, SPMI yang tangguh justru harus menyertakan elemen manajemen risiko sejak tahap penetapan standar. Misalnya, apakah layanan pembelajaran daring memiliki alternatif saat jaringan terganggu? Apakah kegiatan pengabdian masyarakat memiliki rencana cadangan jika lokasi terdampak bencana? Menjawab pertanyaan-pertanyaan ini dengan menyiapkan Plan B adalah bagian dari pembangunan mutu yang realistis dan berkelanjutan.
PPEPP dan Adaptasi Sebagai Budaya
Siklus PPEPP—Penetapan, Pelaksanaan, Evaluasi, Pengendalian, dan Peningkatan—menjadi alat utama dalam SPMI yang bisa menjembatani idealisme dan realitas. Melalui PPEPP, kampus bisa mengadopsi prinsip kaizen atau perbaikan berkelanjutan. Namun siklus ini akan kehilangan fungsinya jika kampus hanya fokus pada evaluasi keberhasilan dan melupakan analisis risiko. Evaluasi yang baik tidak hanya mencatat apa yang berhasil, tetapi juga mengungkap apa yang bisa gagal—dan mengapa.
Dengan menjadikan manajemen risiko sebagai bagian dari PPEPP, kampus tidak hanya mengantisipasi kemungkinan gagal, tetapi juga membangun budaya reflektif dan adaptif.
Perbaikan mutu bukan lagi sekadar menutup celah, tapi membentuk kesiapan mental dan struktural untuk menghadapi kemungkinan terburuk. Di sinilah letak kekuatan dari Plan B—bukan sebagai rencana cadangan yang disimpan di laci, melainkan sebagai bagian utuh dari siklus pembelajaran organisasi.
Penutup
Jadi, perlukah kampus menyusun Plan A dan Plan B? Jawabannya adalah: sangat perlu. Di tengah dunia yang tak bisa diprediksi, memiliki satu rencana saja tak cukup.
Kampus sebagai institusi pembelajar harus mampu merespons perubahan, bukan hanya berharap semuanya berjalan sesuai harapan. Menyusun rencana alternatif adalah wujud dari kepemimpinan yang tangguh dan manajemen yang bijak.
SPMI memberi ruang untuk merancang sistem mutu yang adaptif, dan PPEPP memberi alur untuk terus memperbaiki dan menyesuaikan diri. Di era VUCA dan BANI, mutu bukan hanya tentang kesempurnaan, tapi tentang kesiapan.
Dan kesiapan sejati selalu dimulai dari pertanyaan: Bagaimana jika yang kita rencanakan tidak berjalan? Jika pertanyaan itu dijawab dengan sistematis, maka kampus sedang membangun ketangguhannya—bukan hanya rencana. Stay Relevant!