• 08123070905
  • mutupendidikan.info@gmail.com

Inilah Alur Penetapan SPMI yang Jarang Diketahui

Conecting the dots dan SPMI

Inilah Alur Penetapan SPMI yang Jarang Diketahui

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Instagram: @mutupendidikan

Pendahuluan

Penetapan Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) adalah fondasi penting dalam upaya perguruan tinggi menjaga dan meningkatkan mutu pendidikan. Meskipun memiliki peran yang sangat krusial, banyak pihak di lingkungan kampus (anggota civitas akademika) yang belum sepenuhnya memahami alur proses di balik penetapan SPMI. Sebagian besar hanya melihat dokumen yang telah ditetapkan tanpa mengetahui perjalanan panjang yang harus dilalui untuk menghasilkan dokumen SPMI tersebut. Padahal, pemahaman terhadap alur penetapan ini sangat penting agar seluruh civitas akademika dapat berpartisipasi aktif dalam implementasi mutu.

Di balik setiap dokumen SPMI yang disahkan, terdapat rangkaian proses yang melibatkan berbagai pihak, mulai dari tahap perumusan, pemeriksaan, persetujuan, hingga penetapan dan pengendalian. Setiap tahap memiliki peran yang saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan. Ketidakpahaman terhadap alur ini sering kali menimbulkan kesalahpahaman, bahkan dapat menghambat implementasi standar mutu di lapangan. Oleh karena itu, memahami proses ini bukan hanya tugas Lembaga (unit / pusat) Penjaminan Mutu (LPM), tetapi juga tanggung jawab bersama seluruh elemen perguruan tinggi.

Baca juga: Dunia Berubah Cepat, Apakah Standar SPMI Kita Masih Relevan?

SPMI dan Analisis SWOT 1
SPMI dan Analisis SWOT: Contoh Marketing

Perumusan: Awal Yang Sangat Krusial

Perumusan menjadi langkah awal yang sangat krusial dalam penetapan SPMI. Pada tahap ini, Tim Penyusun SPMI yang terdiri dari perwakilan LPM, fakultas, program studi, serta unit-unit terkait bekerja sama untuk menyusun draf awal dokumen SPMI. Proses ini dimulai dengan pengumpulan data (analisis SWOT), kajian terhadap regulasi yang berlaku, serta identifikasi kebutuhan yang relevan dengan visi, diferensiasi misi, dan tujuan perguruan tinggi. Diskusi yang dilakukan kerap kali berlangsung intens dan penuh dinamika, sebab penyusunan dokumen SPMI harus mempertimbangkan berbagai sudut pandang dan kepentingan.

Dalam tahap ini, ada beberapa jenis dokumen SPMI yang perlu dirumuskan dan ditetapkan untuk menjadi pedoman utama dalam menjamin mutu pendidikan. Dokumen-dokumen tersebut meliputi: (1) Dokumen Kebijakan Mutu, yang berisi komitmen institusi terhadap mutu serta arah kebijakan strategis yang akan dijalankan; (2) Dokumen Standar Mutu, yang mencakup standar pendidikan, penelitian, pengabdian kepada masyarakat, serta standar tambahan yang disesuaikan dengan karakteristik perguruan tinggi; (3) Dokumen PPEPP (Penetapan, Pelaksanaan, Evaluasi, Pengendalian, dan Peningkatan), yang menjelaskan siklus penjaminan mutu secara menyeluruh; dan (4) Dokumen Prosedur Operasional Standar (POS) atau SOP, yang menguraikan langkah-langkah teknis dalam melaksanakan standar yang telah ditetapkan. Penyusunan dokumen-dokumen ini harus selaras dengan regulasi nasional, seperti Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SN Dikti), serta menyesuaikan dengan kebutuhan internal perguruan tinggi agar dapat diterapkan secara efektif.

Sayangnya, tahap perumusan sering kali dipandang sebagai urusan segelintir orang saja. Padahal, kualitas draf yang dihasilkan sangat bergantung pada partisipasi aktif seluruh unit kerja. Ketika masukan dari program studi, departemen atau fakultas kurang maksimal, standar yang disusun berisiko tidak sesuai dengan kebutuhan riil di lapangan. Oleh karena itu, keterlibatan seluruh elemen sejak awal sangat diperlukan agar dokumen yang disusun tidak hanya sesuai dengan regulasi, tetapi juga mudah diterapkan dan efektif dalam meningkatkan mutu.

Baca juga: SPMI dan Analisis SWOT: Mencermati “Ancaman” Eksternal

Siapa Saja Yang Terlibat Dalam Penyusunan Dokumen SPMI?

Pemeriksaan: Tahap Validasi

Setelah draf awal disusun, proses berlanjut ke tahap pemeriksaan. Pada tahap ini, Tim Reviewer yang berasal dari LPM atau auditor internal melakukan telaah mendalam terhadap dokumen yang telah dirumuskan. Tujuan pemeriksaan adalah untuk memastikan kesesuaian standar dengan regulasi, konsistensi isi, serta kelengkapan informasi yang dibutuhkan. Evaluasi ini dilakukan secara sistematis agar tidak ada bagian yang terlewat atau berpotensi menimbulkan kesalahpahaman saat implementasi. Dalam proses ini, penting untuk mewaspadai bahaya fenomena groupthink, yaitu kondisi di mana keinginan untuk mencapai kesepakatan bersama justru mengabaikan penilaian kritis dan pertimbangan alternatif yang lebih baik. Groupthink dapat mematikan sikap kritis, menghambat kreativitas, serta menyebabkan dokumen disetujui tanpa evaluasi yang mendalam. Oleh karena itu, reviewer harus berani menyampaikan pandangan yang berbeda, meskipun bertentangan dengan opini mayoritas, demi menghasilkan dokumen yang kuat dan berkualitas.

Tahap ini sering kali menjadi tantangan tersendiri karena reviewer bisa saja menemukan ketidaksesuaian yang memerlukan revisi substansial. Proses komunikasi antara tim penyusun dan reviewer harus berjalan efektif agar koreksi yang diberikan dapat dipahami dan diterapkan dengan tepat. Meskipun revisi berulang terasa melelahkan, proses ini penting untuk menghasilkan dokumen yang kuat, kredibel, dan aplikatif.

Baca juga: Harmoni Palsu: Fenomena Groupthink dalam Implementasi SPMI

Persetujuan: Titik Penentu Sebelum Penetapan

Setelah lolos dari tahap pemeriksaan, dokumen SPMI diajukan untuk mendapatkan persetujuan dari pihak berwenang. Dalam lingkungan perguruan tinggi, proses ini biasanya melibatkan Senat Akademik, Badan Penyelenggara untuk perguruan tinggi swasta, atau langsung ditinjau oleh Rektor. Persetujuan ini bertujuan memastikan bahwa dokumen tidak hanya memenuhi aspek akademik, tetapi juga memenuhi standar administratif dan legal yang berlaku.

Namun, tahap persetujuan sering kali menjadi titik krusial yang memakan waktu. Perbedaan persepsi antara penyusun dan pihak yang memberikan persetujuan bisa terjadi, sehingga dibutuhkan dialog yang konstruktif untuk mencapai kesepakatan.

Pemimpin yang cakap dalam manajemen konflik dapat menengahi perbedaan pendapat dengan adil dan bijaksana, memastikan bahwa setiap argumen didengar tanpa menimbulkan ketegangan yang berkepanjangan. Komitmen semua pihak terhadap kepentingan mutu menjadi kunci agar dokumen dapat disahkan tepat waktu tanpa mengabaikan kualitas substansi yang ada.

Baca juga: Dari Visi ke Aksi: Kepemimpinan Transformasional dalam Menggerakkan SPMI

Penetapan Acuan Resmi

Penetapan merupakan puncak dari seluruh rangkaian proses penyusunan SPMI. Pada tahap ini, Rektor atau pimpinan perguruan tinggi secara resmi menetapkan dokumen melalui Surat Keputusan (SK). Penetapan ini memberikan legitimasi dan menjadikan dokumen tersebut sebagai pedoman wajib yang harus diikuti oleh seluruh unit kerja. Setelah ditetapkan, dokumen biasanya disosialisasikan agar seluruh civitas akademika memahami isi dan tujuan dari standar yang ditetapkan. Sosialisasi ini penting untuk memastikan implementasi dapat berjalan secara efektif di semua tingkatan.

Meskipun tampak sederhana, tahap ini tetap memerlukan perhatian khusus. Penetapan yang dilakukan secara tergesa-gesa tanpa pemahaman mendalam dapat menimbulkan kesalahan dalam implementasi, yang berujung pada ketidaksesuaian pelaksanaan standar di lapangan. Oleh karena itu, sebelum dokumen ditandatangani, penting untuk memastikan bahwa seluruh pihak yang terkait telah siap menerapkan standar yang ada. Penetapan bukan sekadar formalitas administratif, tetapi merupakan wujud komitmen nyata untuk menjalankan sistem mutu secara berkesinambungan.

Oleh karena itu, sangat disarankan agar review dan penetapan ulang dokumen SPMI dilakukan minimal satu tahun sekali. Namun, apabila terdapat kondisi yang mendesak seperti perubahan kebijakan nasional atau kebutuhan mendesak di internal kampus, pembaruan dapat dilakukan lebih cepat. Peninjauan berkala ini penting untuk menjaga agar standar mutu yang diterapkan tetap relevan, adaptif, dan mampu menjawab tantangan yang terus berkembang.

Baca juga: SPMI dan Stay Relevant

Pengendalian: Menjaga Keberlanjutan Mutu

Tahap terakhir dalam alur penetapan SPMI adalah pengendalian. Lembaga Penjaminan Mutu (LPM) berperan penting dalam tahap ini untuk memastikan implementasi standar berjalan sesuai dengan yang telah ditetapkan. Pengendalian dilakukan melalui monitoring rutin, Audit Mutu Internal (AMI), serta evaluasi berkala (assesment) untuk mengidentifikasi potensi perbaikan. Tujuan utamanya adalah menjaga konsistensi mutu dan memastikan bahwa standar yang telah disepakati tidak hanya berhenti di dokumen. Dalam proses ini, penting bagi pimpinan perguruan tinggi untuk menjaga kehormatan dan kewibawaan LPM serta para auditor.

Dengan demikian, seluruh pihak dapat menyadari bahwa audit bukanlah sarana untuk mencari kesalahan, melainkan alat bantu untuk memperbaiki kinerja secara berkelanjutan.

Pengendalian yang efektif membutuhkan kerja sama antara LPM dan seluruh unit kerja. Pimpinan unit kerja harus aktif merespons hasil audit dan merealisasikan rekomendasi yang diberikan. Ketika semua pihak taat terhadap hasil audit dan rekomendasi yang ada, budaya mutu akan tertanam kuat dan menjadi bagian dari keseharian di lingkungan kampus. Kepemimpinan yang tegas namun bijaksana dari pimpinan institusi dalam mendukung peran LPM sangat diperlukan agar proses pengendalian berjalan optimal, efektif, dan berkelanjutan.

Tim Penyusun di Era AI

Di era kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) yang terus berkembang pesat, penyusunan SPMI tidak lagi hanya berfokus pada regulasi dan penulisan dokumen. Tim penyusun dituntut memiliki kompetensi yang lebih adaptif, visioner, dan inovatif untuk menghadapi tantangan globalisasi serta perkembangan teknologi. Kemampuan memanfaatkan teknologi canggih seperti big data analytics, aplikasi berbasis AI, dan sistem informasi manajemen mutu berbasis digital menjadi kebutuhan yang tak terelakkan.

Selain itu, semangat kewirausahaan (entrepreneurship) juga sangat penting. Tim penyusun perlu berani berpikir out of the box, menciptakan solusi inovatif untuk perbaikan mutu, serta mampu melihat peluang di tengah tantangan. Memiliki visi yang kuat dan berorientasi ke depan menjadi kunci agar dokumen yang disusun tidak hanya relevan untuk saat ini, tetapi juga mampu mengantisipasi kebutuhan di masa depan.

Penetapan misi yang kuat dan spesifik memungkinkan perguruan tinggi untuk menonjolkan keunggulan kompetitif yang sesuai dengan potensi, kebutuhan masyarakat, dan tren global. Melalui mission differentiation, penyusunan SPMI dapat diselaraskan dengan arah pengembangan institusi yang khas, sehingga standar mutu yang ditetapkan tidak hanya memenuhi persyaratan umum tetapi juga mendukung pencapaian visi dan misi yang membedakan perguruan tinggi dari yang lain. Pendekatan ini akan memperkuat daya saing sekaligus meningkatkan relevansi lulusan di pasar global dan lokal.

Baca juga: Seni Merancang Mission Differentiation Perguruan Tinggi

Penutup

Alur penetapan SPMI bukanlah sekadar prosedur administratif yang harus dipenuhi, melainkan proses penting yang menentukan arah mutu perguruan tinggi. Setiap tahapan memiliki peran yang saling melengkapi dan memerlukan partisipasi aktif dari seluruh civitas akademika. Keberhasilan implementasi standar mutu tidak hanya ditentukan oleh kualitas dokumen, tetapi juga komitmen semua pihak untuk menjalankannya secara konsisten.

Kini, setelah memahami alur penetapan SPMI yang sering luput dari perhatian, pertanyaannya adalah: Apakah Anda hanya akan menjadi penonton? Atau siap mengambil peran dalam menciptakan budaya mutu yang berkelanjutan di lingkungan perguruan tinggi Anda? Stay Relevant!

Baca juga: Stakeholder Utama: Dimana Mahasiswa di Mata Kampus?


Referensi

  1. Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan. (2024). Pedoman Implementasi Sistem Penjaminan Mutu Internal Perguruan Tinggi Akademik. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
  2. Griffin, R. W. (2022). Fundamentals of management (10th ed.). Cengage Learning.
  3. OpenAI. (2023). ChatGPT [Large language model]. Diakses melalui https://openai.com/chatgpt
  4. Permendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi.
  5. Robbins, S. P., & Judge, T. A. (2023). Organizational behavior (19th ed., Global ed.). Pearson.
  6. Sallis, E. (2002). Total quality management in education (3rd ed.). Kogan Page.
  7. Yukl, G. (2010). Leadership in organizations (7th ed.). Prentice Hall.

Oleh: Bagus Suminar, wakil ketua ICMI Orwil Jatim, dosen UHW Perbanas Surabaya, dan direktur mutupendidikan.com

Instagram: @mutupendidikan

Info Pelatihan Mutu Pendidikan

admin

MOTTO: Senantiasa bergerak dan berempati untuk menebar manfaat bagi Mutu Pendidikan di Indonesia

×

Layanan Informasi

× Hubungi Kami