• 08123070905
  • mutupendidikan.info@gmail.com

GKM di Persimpangan Jalan: Pengawal Mutu atau Sekadar Pengisi Laporan?

Memberi Solusi bagi Pengembangan Mutu Pendidikan & SPMI

GKM di Persimpangan Jalan: Pengawal Mutu atau Sekadar Pengisi Laporan?


بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Instagram: @mutupendidikan

Pendahuluan

Dalam dinamika perguruan tinggi masa kini, tuntutan terhadap peningkatan mutu pendidikan semakin kompleks. Berbagai regulasi nasional seperti Permendikbudristek No. 53 Tahun 2023 telah mengarahkan institusi pendidikan tinggi untuk membangun sistem penjaminan mutu yang sistematis, terencana, dan berkelanjutan. Dalam konteks ini, Gugus Kendali Mutu (GKM) seharusnya memainkan peran penting sebagai elemen penggerak mutu di tingkat unit kerja seperti fakultas dan program studi. Sayangnya, di banyak institusi, peran strategis GKM belum benar-benar terwujud.

Kondisi ini memperlihatkan adanya persoalan mendasar: ketidakjelasan struktur dan wewenang yang menyebabkan GKM berjalan tanpa arah yang kuat. Akibatnya, potensi GKM sebagai mitra transformasi mutu justru melemah di saat lembaga sangat membutuhkannya.

Baca juga: Mutu, Otonomi, dan Kepercayaan: Menata Ulang Relasi Negara dan Kampus

Tugas Ada, Tapi Tak Bertaring

Di banyak perguruan tinggi, GKM dibentuk secara formal, namun tidak diikuti oleh kejelasan posisi dalam struktur organisasi.

Dalam beberapa kasus, GKM tidak dilibatkan dalam penyusunan program strategis fakultas, padahal mereka memiliki data dan hasil evaluasi mutu yang berharga.

Menurut Ricky W. Griffin, struktur organisasi yang tidak jelas menciptakan kebingungan peran, memperlemah pengambilan keputusan, dan mengganggu efektivitas manajemen. Hal ini berimplikasi langsung pada disengagement anggota GKM, di mana mereka merasa tugasnya tidak berdampak nyata. Dalam perspektif Stephen Robbins, ini adalah bentuk dari disonansi peran, yang akan berdampak pada penurunan motivasi dan semangat kerja. Maka tak heran jika banyak GKM bekerja dalam mode bertahan, bukan mode tumbuh.

Baca juga: Mengapa Standar Pengelolaan Harus Merata Hingga ke Prodi

Antara Beban dan Harapan

Harapan terhadap GKM untuk menjadi motor mutu kerap tidak diimbangi dengan sumber daya yang memadai. Tanpa pelatihan, pendampingan, dan pengakuan institusional, GKM cenderung bekerja secara reaktif.

Hal ini berbanding terbalik dengan semangat Total Quality Management (TQM) yang seharusnya tumbuh subur dalam sistem manajemen mutu perguruan tinggi.

Padahal, di dalam kerangka Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI), GKM memiliki ruang besar untuk berperan. SPMI dirancang sebagai sistem mutu otonom yang sesuai dengan regulasi nasional. Ia memberi ruang bagi setiap unit untuk mengelola mutu secara kontekstual, berakar dari kebutuhan internal, dan mengarah pada perbaikan berkelanjutan.

Baca juga: Kunci Mutu Prodi: Saatnya SDM Pengelola Naik Level!

PDCA dan PPEPP 2
Sayangnya, PPEPP sering kali hanya dijalankan secara simbolik.

PPEPP dan Kaizen

Salah satu kekuatan utama dari SPMI adalah keberadaan siklus PPEPP (Penetapan, Pelaksanaan, Evaluasi, Pengendalian, dan Peningkatan). Jika dijalankan dengan benar, PPEPP adalah alat manajerial yang sangat kuat. Ia bukan hanya sistematika kerja, tetapi juga cerminan dari prinsip kaizen—konsep perbaikan terus-menerus yang menjadi jiwa dari TQM. GKM memiliki peran penting dalam memastikan PPEPP benar-benar hidup dan dinamis di unit kerja masing-masing.

Namun realitasnya, PPEPP sering kali hanya dijalankan secara simbolik. Penetapan dan pelaksanaan berlangsung, tetapi evaluasi, pengendalian, dan peningkatan sering terlewat atau minim tindak lanjut. Ini terjadi karena GKM belum sepenuhnya diberdayakan untuk mendampingi pelaksanaan PPEPP secara menyeluruh.

Baca juga: Bukan Copy-Paste! Begini Cara Bikin Standar Kompetensi Lulusan yang Tajam dan Relevan

Solusi di Tengah Kebuntuan

Agar GKM tidak terus berada di persimpangan peran, dibutuhkan intervensi strategis dari pimpinan perguruan tinggi. Pertama, perlu dibuat regulasi internal yang jelas mengenai kedudukan, wewenang, dan mekanisme kerja GKM, termasuk hubungan koordinatif dan fungsional dengan LPM dan pimpinan unit. Kedua, anggota GKM perlu diberikan pelatihan kompetensi mutu secara berkala, agar memiliki bekal untuk menjadi fasilitator, konsultan, sekaligus pendorong perubahan.

Dengan begitu, hasil evaluasi tidak hanya berhenti di laporan, tetapi menjadi dasar dalam pengambilan keputusan akademik dan manajerial. GKM pun akan merasakan bahwa peran mereka bermakna dan berdampak, sesuai dengan semangat partisipatif dalam pengelolaan mutu.

Baca juga: Kebijakan SPMI: Blueprint Masa Depan Kampus yang Sering Diabaikan

Penutup

Untuk itu, perguruan tinggi perlu mengubah cara pandang terhadap GKM, dari unit teknis menjadi pilar transformasi.

Dengan penguatan kelembagaan, peningkatan kompetensi, serta integrasi yang kuat dalam struktur pengambilan keputusan, GKM akan mampu menjalankan perannya sebagai pengawal mutu yang sesungguhnya. Dalam ekosistem SPMI yang sehat, ditopang oleh siklus PPEPP yang hidup, GKM bisa menjadi ujung tombak kaizen di ruang-ruang akademik. Dan ketika itu terjadi, mutu bukan hanya slogan, tapi kenyataan yang bisa dirasakan oleh seluruh sivitas kampus. Stay Relevant!


Referensi

  1. Bruner, J. S. (1960). The process of education. Cambridge, MA: Harvard University Press.
  2. Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan. (2024). Pedoman Implementasi Sistem Penjaminan Mutu Internal Perguruan Tinggi Akademik. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
  3. Griffin, R. W. (2022). Fundamentals of management (10th ed.). Cengage Learning.
  4. Kim, W. C., & Mauborgne, R. (2005). Blue ocean strategy: How to create uncontested market space and make the competition irrelevant. Harvard Business School Press.
  5. OpenAI. (2025). ChatGPT [Large language model]. Diakses melalui https://openai.com/chatgpt
  6. Permendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi.
  7. Robbins, S. P., & Judge, T. A. (2024). Organizational behavior (19th ed., Global ed.). Pearson.
  8. Sallis, E. (2002). Total quality management in education (3rd ed.). Kogan Page.
  9. Yukl, G. (2010). Leadership in organizations (7th ed.). Prentice Hall.

Oleh: Bagus Suminar, wakil ketua ICMI Orwil Jatim, dosen UHW Perbanas Surabaya, dan direktur mutupendidikan.com

Instagram: @mutupendidikan

Info Pelatihan Mutu Pendidikan

admin

MOTTO: Senantiasa bergerak dan berempati untuk menebar manfaat bagi Mutu Pendidikan di Indonesia

    ×

    Layanan Informasi

    × Hubungi Kami