• 08123070905
  • mutupendidikan.info@gmail.com

Dunia Berubah Cepat, Apakah Standar SPMI Kita Masih Relevan?

SPMI dan budaya kritis

Dunia Berubah Cepat, Apakah Standar SPMI Kita Masih Relevan?

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Instagram: @mutupendidikan

Pendahuluan

Setiap hari, bahkan dalam hitungan detik, dunia terus bergerak dalam kecepatan yang tak terduga. Kemajuan teknologi melesat pesat, lanskap industri terus berevolusi, dan pola pikir generasi muda mengalami perubahan yang begitu dinamis. Perguruan tinggi kini bukan sekadar ruang pembelajaran, tetapi juga menjadi pusat inovasi yang harus mampu beradaptasi dengan cepat. Di tengah derasnya arus perubahan ini, muncul pertanyaan mendasar: apakah standar dalam Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) yang kita gunakan masih relevan untuk menjaga kualitas pendidikan tinggi tetap unggul?

Di banyak kampus, standar SPMI kerap dipandang sebagai sekadar dokumen administratif yang ditetapkan sekali dan baru diperbarui setelah bertahun-tahun. Padahal, di era yang penuh gejolak ini, ekspektasi dunia kerja dan kebutuhan mahasiswa berkembang hampir setiap saat. Jika standar mutu tidak disesuaikan dengan perkembangan zaman, apa yang akan terjadi? Perguruan tinggi bukan hanya tertinggal, tetapi juga berisiko kehilangan relevansinya di tengah persaingan global yang semakin ketat.

Baca juga: PPEPP Bukan Beban, Tapi Solusi, Benarkah?

Apakah lulusan siap menghadapi perubahan lingkungan yang sangat dinamis?

Standar yang Statis di Dunia yang Dinamis

SPMI dirancang untuk memastikan bahwa mutu pendidikan tidak hanya terjaga, tetapi juga terus berkembang seiring waktu. Namun, realitas di lapangan menunjukkan bahwa masih ada perguruan tinggi yang tetap berpegang pada standar yang telah ditetapkan lima hingga sepuluh tahun lalu. Hal ini menimbulkan pertanyaan mendasar: apakah standar SPMI yang dirancang sebelum era big data, kecerdasan buatan (AI), dan revolusi digital masih relevan? Jika dunia telah berubah begitu pesat, bagaimana mungkin standar lama mampu menjawab tantangan masa kini?

Beberapa perguruan tinggi masih menerapkan siklus peninjauan standar SPMI setiap lima tahun, menyesuaikan dengan periode perencanaan strategis (Renstra). Namun, dalam lingkungan yang bergerak dengan kecepatan luar biasa, rentang waktu ini terasa terlalu panjang. Bayangkan ketika teknologi AI berkembang dalam hitungan menit dan tren industri berubah setiap bulan, tetapi perguruan tinggi baru mengevaluasi kurikulumnya secara berkala setiap lima tahun. Kesenjangan ini berpotensi menciptakan gap besar antara kompetensi lulusan dengan tuntutan dunia usaha dan industri (DUDI), yang pada akhirnya dapat menghambat daya saing mereka di dunia kerja.

Baca juga: Kampus Impian: Seperti Apa Sarana dan Prasarana yang Ideal di Mata Mahasiswa?

Dampak Keterlambatan Revisi

Jika standar SPMI tidak diperbarui secara dinamis, dampaknya bisa sangat serius. Mahasiswa berisiko mengalami proses pembelajaran yang tidak lagi selaras dengan perkembangan industri, membuat mereka kurang siap menghadapi tantangan dunia kerja. Sementara itu, perguruan tinggi akan kesulitan mempertahankan daya saingnya, baik di tingkat nasional maupun global. Lulusan yang tidak dibekali keterampilan terkini akan menghadapi tantangan besar dalam memasuki dunia usaha dan industri yang terus berkembang.

Lebih jauh lagi, reputasi perguruan tinggi pun bisa terancam. Akreditasi unggul menjadi semakin sulit diraih jika standar mutu tidak diperbarui sesuai dengan kebutuhan zaman. Kampus yang lamban dalam menyesuaikan standar SPMI akan dipandang stagnan oleh calon mahasiswa, industri, dan pemangku kepentingan lainnya. Di era perubahan yang begitu cepat, perguruan tinggi tidak boleh tertinggal. Standar SPMI harus selalu berkembang dan mampu mengantisipasi tantangan masa depan agar institusi tetap relevan dan kompetitif.

Baca juga: SPMI di Era AI: Apakah Gaya Kepemimpinan Anda Siap Beradaptasi?

Standar harus terus bergerak ke atas

Standar yang Fleksibel dan Adaptif

Solusi yang diperlukan bukan sekadar mempercepat revisi standar secara berkala, tetapi juga merombak paradigma dalam penetapan standar itu sendiri. Perguruan tinggi harus mulai mengadopsi model SPMI yang lebih fleksibel, adaptif, dan berbasis data. Alih-alih menunggu hingga lima tahun untuk melakukan pembaruan, evaluasi standar sebaiknya dilakukan minimal setiap tahun atau bahkan secara real-time dengan dukungan teknologi yang canggih.

Lebih dari itu, keterlibatan pemangku kepentingan harus ditingkatkan agar standar SPMI benar-benar mencerminkan kebutuhan dunia nyata. Dunia usaha dan industri (DUDI), mahasiswa, serta pakar teknologi harus menjadi bagian integral dalam proses penyusunan standar. Teknologi terus berkembang, DUDI selalu beradaptasi, dan pendidikan tinggi harus mampu meresponsnya dengan cepat dan tepat. Tanpa respons yang cerdas dan proaktif, perguruan tinggi berisiko kehilangan relevansinya di tengah perubahan yang tak terhindarkan.

Baca juga: Dosen dan Tenaga Kependidikan: Pilar Perguruan Tinggi yang Harus Dilayani dengan Cermat

Penutup

Perlu dipahami bahwa SPMI bukan sekadar formalitas untuk memenuhi regulasi semata. Lebih dari itu, SPMI harus menjadi alat strategis yang benar-benar berfungsi dalam meningkatkan mutu pendidikan. Jika sebuah institusi ingin tetap relevan dan unggul, maka standar yang diterapkan harus selalu diperbarui, selaras dengan dinamika dan tren perkembangan zaman. Dunia terus bergerak maju, dan kita tidak bisa hanya diam di tempat.

Kini saatnya perguruan tinggi di Indonesia meninggalkan pendekatan birokratis yang kaku dan beralih ke sistem penjaminan mutu yang lebih fleksibel, adaptif, dan dinamis. Pendidikan tidak boleh terjebak dalam kebiasaan lama yang menghambat inovasi. Ingatlah, standar yang terus berkembang adalah standar yang benar-benar mampu menjamin masa depan. Tetap relevan, tetap maju!

Baca juga: Mutu Pendidikan Tinggi: Memahami Esensi dan Dampaknya


Referensi

  1. Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan. (2024). Pedoman Implementasi Sistem Penjaminan Mutu Internal Perguruan Tinggi Akademik. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
  2. Griffin, R. W. (2022). Fundamentals of management (10th ed.). Cengage Learning.
  3. OpenAI. (2023). ChatGPT [Large language model]. Diakses melalui https://openai.com/chatgpt
  4. Permendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi.
  5. Robbins, S. P., & Judge, T. A. (2023). Organizational behavior (19th ed., Global ed.). Pearson.
  6. Sallis, E. (2002). Total quality management in education (3rd ed.). Kogan Page.
  7. Yukl, G. (2010). Leadership in organizations (7th ed.). Prentice Hall.

Oleh: Bagus Suminar, wakil ketua ICMI Orwil Jatim, dosen UHW Perbanas Surabaya, dan direktur mutupendidikan.com

Instagram: @mutupendidikan

Info Pelatihan Mutu Pendidikan

admin

MOTTO: Senantiasa bergerak dan berempati untuk menebar manfaat bagi Mutu Pendidikan di Indonesia

×

Layanan Informasi

× Hubungi Kami