
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم
Instagram: @mutupendidikan
Bayangkan sebuah perguruan tinggi yang baru saja meraih predikat akreditasi A atau Unggul. Namun, hanya dalam waktu tiga tahun, status tersebut mulai goyah dan terancam ditinjau ulang. Keluhan masyarakat meningkat, data penting tidak tersedia ketika dibutuhkan, dan suara ketidakpuasan dari mahasiswa serta orang tua terus menggema. Apa yang sebenarnya terjadi? Banyak faktor bisa menjadi penyebabnya, namun salah satu yang paling mendasar adalah ketiadaan sistem yang jelas untuk mengelola dan mendistribusikan pengetahuan di dalam institusi. Pengetahuan berharga yang dimiliki dosen dan staf karyawan tidak pernah terdokumentasi dengan baik, sehingga saat mereka pensiun, perguruan tinggi kehilangan aset intelektualnya yang tak ternilai—warisan yang seharusnya menjadi pondasi bagi keberlanjutan mutu.
Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) di perguruan tinggi hadir sebagai jawaban atas tantangan ini. Berdasarkan Permendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023, SPMI dirancang menjadi instrumen vital untuk memastikan mutu pendidikan selalu terjaga sesuai standar yang telah ditetapkan. Dengan pendekatan siklus PPEPP (Penetapan, Pelaksanaan, Evaluasi, Pengendalian, dan Peningkatan Standar), SPMI menghidupkan semangat perbaikan berkelanjutan—kaizen—sebuah filosofi yang menanamkan budaya belajar, inovasi, dan peningkatan mutu di setiap lini organisasi.
Tanpa kehadiran Knowledge Management (KM) yang terarah, perguruan tinggi berisiko kehilangan kendali atas aset intelektualnya—warisan tak ternilai yang menopang keberlanjutan. Akibatnya, standar mutu pun goyah, dan organisasi perlahan terjerembap dalam jurang kegagalan.
KM, atau Knowledge Management, menghadirkan pendekatan sistematis untuk menangkap, membagikan, dan memanfaatkan pengetahuan dalam organisasi. Ia bukan sekadar alat, melainkan strategi menyeluruh untuk memastikan bahwa setiap pengetahuan, baik yang tersurat maupun tersirat, tidak hanya tersimpan tetapi juga dimanfaatkan secara optimal demi keberlanjutan dan kemajuan.
Dalam konteks perguruan tinggi, KM menjadi landasan kokoh yang mendukung implementasi siklus PPEPP. Melalui KM, setiap pemangku kepentingan dapat mengakses data, informasi, dan wawasan yang relevan untuk mendukung pengambilan keputusan yang tepat. Tanpa pengelolaan pengetahuan yang baik, institusi berisiko kehilangan efisiensi operasional serta menghadapi ancaman pada kredibilitasnya, sebuah harga mahal yang tidak dapat dibiarkan.
Baca juga: Motivasi dan SPMI: Mengapa Keduanya Tak Terpisahkan
Edward Sallis, dalam bukunya Total Quality Management in Education, menekankan pentingnya pengelolaan pengetahuan dalam sebuah organisasi, baik pengetahuan eksplisit yang terdokumentasi maupun pengetahuan tacit yang tersimpan dalam pengalaman dan keahlian individu. Kedua jenis pengetahuan ini memiliki peran yang sangat krusial dalam memastikan keberlanjutan organisasi. Wawasan yang disampaikan oleh Edward Sallis menjadi sumber inspirasi berharga, khususnya bagi perguruan tinggi, untuk menciptakan budaya berbagi pengetahuan yang mendorong inovasi dan perbaikan berkelanjutan.
Sebagai contoh penerapan Knowledge Management (KM), sebuah politeknik berhasil mengembangkan sistem “pelaporan daring berbasis KM”. Sistem ini dirancang untuk mendokumentasikan hasil workshop, seminar, atau pelatihan yang diikuti oleh dosen. Setiap dosen yang hadir dalam kegiatan tersebut diwajibkan untuk mengisi laporan daring yang mencakup ide-ide kreatif, materi pelatihan, serta rekomendasi yang dapat diterapkan di kampus. Laporan ini kemudian tersimpan otomatis dalam database institusi, yang dapat diakses oleh program studi lain sebagai sumber inspirasi untuk inovasi akademik maupun pengembangan kebijakan. Sistem ini memastikan bahwa wawasan dan pengalaman tidak hilang, melainkan terus memberikan manfaat bagi organisasi secara menyeluruh.
Pada tahap Penetapan Standar (dalam PPEPP), perguruan tinggi membutuhkan informasi yang akurat untuk merumuskan standar SPMI yang relevan. KM memungkinkan integrasi semua data yang diperlukan, misalnya kinerja mahasiswa, laporan audit mutu dan kepuasan stakeholder.
Pengetahuan tacit dari tenaga pendidik dan tenaga kependidikan dapat di konversi menjadi eksplisit melalui diskusi kolektif dan dokumentasi yang baik. Dengan cara ini, institusi dapat memastikan keberhasilan penetapan standar SPMI dengan wawasan yang mendalam.
Sebagai contoh, sebuah politeknik dapat meningkatkan standar kurikulum dengan mengintegrasikan umpan balik mahasiswa dari survei kepuasan. Data ini kemudian dikombinasikan dengan pengalaman dosen senior yang terdokumentasi dalam laporan internal. Manfaat yang diperoleh, perguruan tinggi tersebut mampu merumuskan standar kurikulum baru berbasis kompetensi yang lebih relevan dengan kebutuhan dunia industri.
Baca juga: SPMI Tanpa Visualisasi? Saatnya Perguruan Tinggi Berubah!
Tahap Pelaksanaan Standar (dalam PPEPP) menuntut adanya program kerja dan penerapan standar secara konsisten, efektif dan efisien. KM memungkinkan setiap karyawan memiliki akses ke kebijakan, prosedur, dan sumber daya yang diperlukan.
Pengetahuan eksplisit seperti standar dan SOP dapat didistribusikan melalui platform digital. Di sisi lain, forum kolaboratif antar tim (seperti brainstorming dan design thinking) mendorong berbagi pengetahuan tacit yang menjadi faktor keberhasilan di lapangan.
Sebagai contoh, sebuah universitas dapat menerapkan aplikasi berbasis cloud untuk menyimpan seluruh dokumen kebijakan dan standar SPMI. Staf dosen dan tenaga kependidikan dapat dengan mudah mengakses dokumen ini kapan saja. Aplikasi digital ini juga memungkinkan diskusi daring yang mempercepat solusi terhadap kendala lapangan, outputnya, implementasi standar SPMI dapat berjalan lebih optimal, efektif dan efisien.
Baca juga: Teori 2 Faktor: Memadukan SPMI dengan Motivasi Intrinsik
Tahap Evaluasi Pemenuhan Standar (dalam PPEPP) fokus pada analisis kinerja berdasarkan indikator dan target yang telah tetapkan. Dengan adanya KM, institusi terbantu untuk mengumpulkan data dan menganalisis sehingga menjadi informasi yang relevan bagi pengambilan keputusan.
Sallis menekankan pentingnya menciptakan budaya berbagi pengetahuan agar terwujud transparansi dan akuntabilitas dalam kegiatan evaluasi.
Sebagai contoh, sebuah universitas dapat mengelola audit mutu internal dengan memanfaatkan platform berbasis KM. Semua data penting misal: laporan proses belajar mengajar, capaian kinerja dosen, hasil evaluasi mata kuliah, dan tingkat kelulusan mahasiswa diunggah ke dalam sistem terintegrasi. Data ini kemudian dianalisis oleh tim auditor, yang menghasilkan usulan perbaikan spesifik untuk setiap program studi. Hasil audit juga disosialisasikan secara transparan kepada segenap stakeholder terkait, mendorong akuntabilitas dan partisipasi dalam peningkatan mutu pendidikan.
Baca juga: Pemimpin sebagai Model: Katalis Budaya SPMI
Tahap Pengendalian Pelaksanaan Standar (dalam PPEPP) bertujuan untuk memastikan semua proses berjalan sesuai standar. KM mendokumentasikan praktik terbaik dan menyebarkannya informasi kepada unit kerja terkait. KM juga membantu mendeteksi kesenjangan (gaps) pengetahuan dan kebutuhan pelatihan, KM juga mendukung proses pengendalian yang lebih responsif dan adaptif.
Sebagai contoh, sebuah sekolah tinggi dapat menerapkan sistem audit mutu internal berbasis KM untuk memastikan standar SPMI dipatuhi. Data dari laporan audit rutin diunggah ke dalam sistem berbasis web, memungkinkan pimpinan untuk mengidentifikasi fakultas atau prodi mana saja yang memerlukan dukungan untuk perbaikan. Ketika ditemukan kegiatan yang belum sesuai standar, tim langsung mengakses dokumentasi terkait untuk memberikan bimbingan kepada unit kerja yang bersangkutan, sehingga proses perbaikan dapat dilakukan dengan efektif, cepat dan tepat.
Baca juga: Mengasah Gergaji SPMI: Inspirasi dari The 7 Habits
Tahap Peningkatan Standar (dalam PPEPP) merupakan inti dari PPEPP, yaitu tewujudnya perbaikan berkelanjutan atau continuous improvement.
Pengetahuan tacit, seperti intuisi, pengalaman nyata, dan keterampilan staf senior yang sering kali tidak terdokumentasi, sesungguhnya memainkan peran kunci dalam mendorong inovasi. Sementara, pengetahuan eksplisit adalah informasi yang telah terstruktur dan terdokumentasi, seperti kebijakan, standar SPMI atau laporan penelitian, yang dapat diakses dan dibagikan dengan mudah. Melalui proses dokumentasi dan kolaborasi yang sistematis, tacit knowledge dapat dikonversi menjadi eksplisit untuk menciptakan wawasan baru. Demikian juga eksplisit knowledge diinternalisasi kembali menjadi tacit melalui praktik nyata dan pembelajaran organisasi, hal ini mendukung peningkatan berkelanjutan di perguruan tinggi.
Sebagai contoh, sebuah politeknik dapat menggunakan hasil evaluasi mata kuliah dari seluruh program studi untuk menciptakan modul pelatihan untuk dosen-dosen baru. Data eksplisit dari evaluasi digabungkan dengan pengalaman dosen senior (tacit) melalui brainstorming, workshop dan diskusi kelompok. Modul ini selanjutnya diterapkan dalam pelatihan, untuk memastikan bahwa metode pengajaran yang efektif telah diinternalisasi.
Baca juga: Harmoni Palsu: Fenomena Groupthink dalam Implementasi SPMI
Knowledge Management (KM) adalah pilar utama yang memastikan setiap tahap dalam siklus PPEPP berjalan dengan optimal. Tanpa KM, Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) berisiko kehilangan arah dan efektivitasnya, sementara institusi dapat terjebak dalam kesulitan mengelola mutu secara konsisten. Kehilangan kendali atas pengetahuan berarti kehilangan peluang untuk terus berkembang dan menjaga keberlanjutan.
KM bukan sekadar alat teknis. Ia membawa filosofi mendalam yang menanamkan budaya pembelajaran dalam organisasi. Edward Sallis menegaskan bahwa KM mendorong terciptanya pembelajaran organisasi—sebuah elemen yang tidak hanya mendukung inovasi, tetapi juga menjadi fondasi bagi keberlanjutan dan daya saing institusi di masa depan. Dengan KM, perguruan tinggi tidak hanya menjaga mutu, tetapi juga terus bergerak maju sebagai tempat yang menciptakan dampak intelektual dan sosial.
Baca juga: Seni Merancang Mission Differentiation Perguruan Tinggi
Di ranah perguruan tinggi, kita berdiri,
Menganyam mimpi dalam jalinan harmoni,
SPMI, penjamin arah yang pasti,
Namun tanpa pengetahuan, apa arti visi? Stay Relevant!
Baca juga: Efek Pygmalion: Strategi Tersembunyi di Balik Penguatan SPMI
Referensi
Oleh: Bagus Suminar, wakil ketua ICMI Orwil Jatim, dosen UHW Perbanas Surabaya, direktur mutupendidikan.com
Instagram: @mutupendidikan
Layanan Informasi