
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم
Instagram: @mutupendidikan
Seorang rektor perguruan tinggi terkemuka duduk di ruang rapat dengan ekspresi yang penuh perenungan. Beliau berpikir bagaimana cara menemukan solusi terbaik untuk penguatan sistem mutu yang ada. Hasil evaluasi program penjaminan mutu menunjukkan tren yang stagnan. Mahasiswa merasa kurang terlibat, dosen mengeluhkan beban administratif yang semakin berat, dan standar mutu hanya sekadar formalitas di atas kertas.
Dalam suasana rumit ini, salah satu anggota tim penjaminan mutu berdiri dan berkata, “Bagaimana jika kita mulai dengan membangun teamwork (tim kerja) yang lebih kuat?”
Pertanyaan sederhana ini rupanya menjadi pemicu transformasi besar yang mengubah wajah perguruan tinggi tersebut. Jangan kemana-mana, mari kita ikuti kisah selanjutnya, semangat!
Baca juga: Teori 2 Faktor: Memadukan SPMI dengan Motivasi Intrinsik
Penguatan Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) di perguruan tinggi adalah kunci keberhasilan dalam meningkatkan mutu pendidikan tinggi. Melalui pendekatan siklus PPEPP (Penetapan, Pelaksanaan, Evaluasi, Pengendalian, dan Peningkatan standar), perguruan tinggi dapat memastikan bahwa seluruh aspek Tridharma—pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat—berjalan sesuai standar dan terus dikembangkan agar semakin baik.
Namun, keberhasilan PPEPP tidak cukup bila hanya mengandalkan prosedur teknis. “Kolaborasi tim yang solid” menjadi esensi dalam menyatukan berbagai langkah kecil (connecting the dots) menjadi perubahan besar.
Edward Sallis, dalam buku Total Quality Management in Education, menyebutkan bahwa kerja tim adalah blok bangunan kualitas yang fundamental. Melalui kerja tim, setiap individu membawa kontribusi unik yang, jika digabungkan, menciptakan sinergi luar biasa. Pendekatan ini tidak hanya membantu mengatasi masalah, namun juga berkontribusi membangun budaya mutu yang holistik.
Baca juga: Pemimpin sebagai Model: Katalis Budaya SPMI
Sallis menguraikan bahwa tim kerja yang efektif memiliki beberapa karakteristik penting, seperti: tujuan bersama (shared goals) , komunikasi yang terbuka (open communication), dan kepemimpinan yang mendukung (Supportive Leadership).
Ia juga menjelaskan bahwa pembentukan tim melewati beberapa tahap, mulai dari “forming” (pembentukan) hingga “performing” (pelaksanaan). Dalam konteks SPMI, tahap-tahap ini menjadi inspirasi untuk mengintegrasikan berbagai perpustakaan, program studi, unit kerja, seperti biro akademik, fakultas, dan unit penjaminan mutu, ke dalam satu visi besar.
Selain itu, konsep “Quality Circles” (gugus kendali mutu) dari Sallis sangat relevan untuk diaplikasikan dalam evaluasi, inovasi dan peningkatan mutu. Quality Circles adalah kelompok kecil yang secara rutin bertemu untuk mendiskusikan dan memecahkan problem mutu di tempat kerja. Konsep ini sangat cocok diterapkan pada tahap evaluasi dan pengendalian PPEPP, di mana masukan dari berbagai stakeholder menjadi sangat penting.
Baca juga: Mengasah Gergaji SPMI: Inspirasi dari The 7 Habits
Pada Tahap Penetapan Standar (dalam PPEPP), kerja tim diperlukan untuk menyelaraskan visi, misi, dan nilai institusi ke dalam standar operasional yang jelas. Standar harus disusun SMART (spesific, measurable, attainable, relevant dan timed). Proses ini membutuhkan diskusi lintas unit untuk memastikan standar yang ditetapkan cukup optimis dan relevan dengan kebutuhan mahasiswa dan dunia kerja.
Tahap Pelaksanaan Standar (dalam PPEPP) memerlukan kepemimpinan (leadership) yang mampu menginspirasi dan memberdayakan tim. Dengan komunikasi dan motivasi yang efektif, tim dapat mengatasi berbagai kendala yang muncul selama implementasi.
Tahap Evaluasi Pemenuhan dan Pengendalian Pelaksanaan Standar (dalam PPEPP) memerlukan analisis data yang mendalam, yang hanya dapat dilakukan melalui kerja sama lintas unit. Forum diskusi dan brainstorming menjadi alat utama untuk menentukan langkah koreksi, korektif dan preventif yang tepat.
Akhirnya, Tahap Peningkatan Standar (dalam PPEPP) memerlukan semangat inovasi. Tim yang solid mampu menciptakan strategi baru, standar baru dan target baru seperti pembelajaran berbasis teknologi atau digitalisasi layanan, untuk meningkatkan pengalaman mahasiswa dan memenuhi kebutuhan dunia industri.
Baca juga: Harmoni Palsu: Fenomena Groupthink dalam Implementasi SPMI
Kolaborasi tim bukan hanya alat teknis semata, namun juga, menjadi dasar dari budaya kualitas. Dengan membangun kerja tim yang solid, perguruan tinggi tidak hanya mencapai target standar SPMI, namun juga menciptakan lingkungan yang produktif, inspiratif dan inovatif. Pemimpin yang memahami dinamika tim mampu menciptakan atmosfer di mana setiap anggota merasa dihargai dan termotivasi untuk memberikan hasil yang terbaik.
Sebagai penutup, mari renungkan kata-kata Aristoteles: “Quality is not an act; it is a habit.” Transformasi SPMI melalui kolaborasi tim bukanlah pekerjaan sesaat, melainkan perjalanan panjang, kebiasaan yang menghubungkan setiap titik menuju keunggulan. Stay Relevant!
Baca juga: Efek Pygmalion: Strategi Tersembunyi di Balik Penguatan SPMI
Referensi
Oleh: Bagus Suminar, wakil ketua ICMI Orwil Jatim, dosen UHW Perbanas Surabaya, direktur mutupendidikan.com
Instagram: @mutupendidikan