• 08123070905
  • mutupendidikan.info@gmail.com

Membangun Budaya Mutu: Apakah Pemimpin Anda Memiliki Skor 9,9 di Managerial Grid?

SPMI dan Kepemimpinan Managerial Grid 1

Membangun Budaya Mutu: Apakah Pemimpin Anda Memiliki Skor 9,9 di Managerial Grid?

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Instagram: @mutupendidikan

Pendahuluan

Kepemimpinan dalam pendidikan tinggi semakin diuji di era Artificial Intelligence (AI) yang penuh dinamika ini. Dalam implementasi Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) di Pendidikan Tinggi, kemampuan pemimpin untuk menyeimbangkan perhatian terhadap “tugas” (task) dan “manusia” (people) menjadi faktor penentu keberhasilan organisasi. Namun, tentu kita masih bertanya, apakah para pemimpin perguruan tinggi benar-benar memiliki kemampuan untuk mendekati atau mencapai skor 9,9—perpaduan ideal antara perhatian terhadap “tugas” dan perhatian terhadap “manusia”—dalam framework model Managerial Grid? Mari kita kupas bersama.

Model Managerial Grid, yang dikembangkan oleh Blake dan Mouton, menawarkan perspektif menarik tentang bagaimana pemimpin dapat mengelola tim (bawahan) secara efektif. Dalam konteks SPMI, hal ini berarti menjaga keseimbangan antara pencapaian kinerja standar SPMI (perhatian pada “tugas”) dengan pencapaian hubungan harmonis pada “manusia” (bawahan). Skor 9,9 bukan hanya sekadar angka biasa, namun refleksi dari kepemimpinan yang ideal (team management).

Baca juga: SPMI di Era AI: Apakah Gaya Kepemimpinan Anda Siap Beradaptasi?

Skor 9,9 dalam Konteks SPMI

Implementasi SPMI membutuhkan komitmen yang tinggi untuk menyusun dan mencapai standar mutu secara berkelanjutan. Komitmen ini harus dibangun bersama dengan budaya mutu yang terus berkembang, dan inti dari semua ini adalah fungsi kepemimpinan yang efektif. Lalu, seperti apa model kepemimpinan yang ideal untuk mendukung pencapaian standar SPMI? Dalam konteks ini, perhatian terhadap “tugas” (task) menjadi elemen yang sangat krusial. Pemimpin bertanggung jawab memastikan bahwa setiap tahap dalam siklus PPEPP (Penetapan, Pelaksanaan, Evaluasi, Pengendalian, dan Peningkatan Standar) dilakukan secara konsisten, berbasis data, dan berorientasi pada hasil. Fokus yang kuat pada “tugas” menjadi landasan untuk mencapai keunggulan operasional dan efektivitas implementasi.

Namun, fokus yang berlebihan pada target dan angka-angka dapat menjadi pedang bermata dua. Tekanan untuk memenuhi standar yang tinggi sering kali menciptakan konflik atau bahkan kelelahan emosional di kalangan tim. Inilah mengapa perhatian terhadap “manusia” (people) menjadi sama pentingnya. Model kepemimpinan dengan skor 9,9 dalam Managerial Grid menjadi pengingat bahwa di balik target yang ambisius terdapat individu-individu yang membutuhkan perhatian, pengakuan, dan motivasi. Ketika pemimpin memberikan perhatian yang tulus kepada kesejahteraan tim—seperti memastikan keseimbangan kerja-hidup, menyediakan dukungan emosional, atau mengapresiasi kontribusi mereka—mereka tidak hanya menciptakan lingkungan kerja yang sehat, tetapi juga mendorong tim untuk berkomitmen secara kolektif terhadap pencapaian standar mutu SPMI yang lebih tinggi. Dengan keseimbangan ini, kepemimpinan tidak hanya menjadi alat pencapaian target, namun juga landasan untuk membangun budaya mutu (quality culture) yang kokoh dan berkelanjutan.

Baca juga: Knowledge Management: Rekomendasi untuk Revisi Permendikbudristek 53 Tahun 2023

Model Managerial Grid (kisi-kisi manajerial) dari Blake and Mouton

Memberdayakan Tim

Keseimbangan antara fokus pada “tugas” dan “manusia”—yang tercermin dalam skor 9,9 pada Managerial Grid—tidak hanya menciptakan harmoni, namun juga memberdayakan tim untuk memberikan kinerja terbaik mereka. Ketika pemimpin menunjukkan perhatian tinggi terhadap “tugas” (yang direpresentasikan pada sumbu horizontal), mereka menetapkan target yang jelas, memberikan bimbingan strategis, dan memastikan setiap individu memahami tanggung jawab mereka dalam mencapai tujuan institusi. Tugas ini menjadi elemen kunci dalam implementasi Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI), yang sering kali membutuhkan koordinasi yang solid lintas departemen atau unit kerja.

Namun, keberhasilan SPMI tidak cukup hanya dengan perhatian pada “tugas” saja. Perhatian terhadap manusia (sumbu vertikal) menjadi sama pentingnya, memastikan bahwa setiap sumber daya manusia merasa didengarkan, dihargai, dan didukung. Gaya kepemimpinan yang terlalu berorientasi pada tugas semata (tipe 9,1) berisiko memicu konflik dan resistensi dalam organisasi. Sebaliknya, Gaya kepemimpinan yang terlalu berorientasi pada “manusia” semata (tipe 1,9) berisiko organisasi tidak produktif sama sekali, karena pimpinan terlalu fokus satu sisi, hanya perhatian pada manusia saja, sehingga pelaksanaan tugas cenderung diabaikan. Lalu bagaimana yang ideal? Yang ideal adalah seorang pemimpin tipe 9,9—yang mewujudkan kepemimpinan berbasis team management—adalah pemimpin yang paling ideal yang mampu mengubah resistensi menjadi kolaborasi.

Pemimpin tipe 9,9 menunjukkan empati, mendengarkan kritik dan masukan dari anggota tim, serta melibatkan mereka dalam proses pengambilan keputusan. Pendekatan ini tidak hanya menggerakkan tim untuk bekerja lebih efektif, tetapi juga menumbuhkan motivasi dan rasa memiliki yang mendalam terhadap organisasi. Pada akhirnya, gaya kepemimpinan ini menjadi landasan yang kokoh untuk mendorong keberhasilan SPMI sekaligus memperkuat budaya mutu dalam organisasi.

Baca juga: Jangan Biarkan Korupsi Menodai SPMI: Langkah Preventif bagi Perguruan Tinggi

Penutup

Budaya mutu yang berkelanjutan tidak dapat dicapai bila hanya mengandalkan “ketersediaan” dokumen kebijakan, standar dan prosedur (not sufficient). Budaya mutu memerlukan leadership yang kuat, leader yang inspiratif dan mampu membangun sinergi antara “tugas” dan “manusia”. Skor 9,9 pada Managerial Grid menjadi simbol “kepemimpinan ideal” yang mampu membawa perubahan positif dan membangun landasan mutu yang kokoh.

Pertanyaannya sekarang adalah, apakah pemimpin di perguruan tinggi Anda telah mencapai keseimbangan ini? Jika belum, saatnya untuk berinvestasi dalam pengembangan kepemimpinan yang adaptif dan berorientasi pada keseimbangan. Stay Relevant!

Baca juga: Tools Canggih untuk SPMI: Tips Mengurai Benang Kusut


Referensi

  1. Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan. (2024). Pedoman Implementasi Sistem Penjaminan Mutu Internal Perguruan Tinggi Akademik. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
  2. Griffin, R. W. (2022). Fundamentals of management (10th ed.). Cengage Learning.
  3. OpenAI. (2023). ChatGPT [Large language model]. Diakses melalui https://openai.com/chatgpt
  4. Permendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi.
  5. Robbins, S. P., & Judge, T. A. (2023). Organizational behavior (19th ed., Global ed.). Pearson.
  6. Sallis, E. (2002). Total quality management in education (3rd ed.). Kogan Page.
  7. Yukl, G. (2010). Leadership in organizations (7th ed.). Prentice Hall.

Oleh: Bagus Suminar, wakil ketua ICMI Orwil Jatim, dosen UHW Perbanas Surabaya, dan direktur mutupendidikan.com

Instagram: @mutupendidikan

Info Pelatihan Mutu Pendidikan

admin

MOTTO: Senantiasa bergerak dan berempati untuk menebar manfaat bagi Mutu Pendidikan di Indonesia

×

Layanan Informasi

× Hubungi Kami