• 08123070905
  • mutupendidikan.info@gmail.com

Evaluasi Permendikbudristek 53/2023: Kecepatan versus Akuntabilitas

SPMI dan Analisis Peluang Eksternal

Evaluasi Permendikbudristek 53/2023: Kecepatan versus Akuntabilitas

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Instagram: @mutupendidikan

Pendahuluan

Permendikbudristek No. 53 Tahun 2023 merupakan regulasi penting dalam sistem penjaminan mutu pendidikan tinggi di Indonesia. Regulasi ini bertujuan baik yakni mendorong terwujudnya perguruan tinggi yang adaptif, inklusif, dan bermutu melalui penerapan Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI).

Kebutuhan akan kecepatan pengambilan keputusan (speed) adalah hal penting dalam implementasi SPMI, khususnya dalam menghadap era BANI (Brittle, Anxious, Non- linear, Incomprehensible) yang menuntut perguruan tinggi untuk terus berinovasi dalam upaya mencapai keunggulan kompetitif. Kebutuhan ini akan terhambat bila birokrasi dan mekanisme koordinasi dengan pemangku kepentingan internal, tidak ditata secara fleksibel, terutama dalam kaitan kerja sama dengan Senat dan Badan Penyelenggara (yayasan).

Tantangan ini semakin berat karena pemangku kepentingan internal belum tentu memiliki pemahaman yang komprensif terhadap kompleksitas SPMI. Pimpinan perguruan tinggi di satu sisi dihadapkan pada tuntutan tata kelola yang cepat dan adaptif, di sisi lain tetap harus menjaga terwujudnya asas akuntabilitas. Dalam konteks ini, evaluasi terhadap Permendikbudristek No. 53/2023 menjadi penting untuk memastikan bahwa kebijakan tersebut tidak hanya mengedepankan asas akuntabilitas, namun regulasi ini juga mampu memberi ruang untuk tindakan responsif cepat dalam kondisi mendesak.

Baca juga: Inovasi Penjaminan Mutu: Masukan Untuk Evaluasi Permendikbudristek No. 53/2023

Kecepatan dan Akuntabilitas

Tantangannya, kecepatan ini sering kali berbenturan dengan prosedur koordinasi yang memerlukan masukan Senat dan persetujuan Badan Penyelenggara (untuk PTS), sehingga memperlambat pengambilan keputusan.

Di sisi lain, asas akuntabilitas tetap menjadi landasan tata kelola yang baik. Perguruan tinggi harus mempertahankan transparansi dalam setiap kebijakan mutu untuk memastikan bahwa keputusan yang diambil didasarkan pada data dan masukan yang valid. Oleh karena itu, diperlukan revisi kebijakan yang mampu menyeimbangkan kedua pilar ini (kecepatan dan akuntabilitas) tanpa mengorbankan salah satunya.

Baca juga: Lima Prinsip SPMI: Fondasi Kokoh Menuju Keunggulan Institusi

Analisis Permendikbudristek 53/2023

Pasal 69 ayat (2) dari Permendikbudristek No. 53/2023 saat ini mewajibkan pemimpin perguruan tinggi untuk menetapkan SPMI setelah mendapat masukan Senat dan persetujuan Badan Penyelenggara atau Yayasan (untuk PTS). Sementara itu, tuntutan pengelolaan SPMI sering kali bersifat dinamis, memerlukan tindakan responsif yang cepat untuk menangkap peluang-peluang yang ada. Hal tersebut akan sulit dicapai bila adaptasi SPMI harus selalu berkoordinasi dengan Senat dan Badan Penyelenggara.

Terkait kebijakan diatas, menurut pendapat penulis, diperlukan revisi terhadap Pasal 69 ayat (2) dengan menekankan pentingnya fleksibilitas dalam kondisi mendesak tanpa mengurangi asas akuntabilitas.

Revisi Pasal 69 Ayat (2)

Isi Pasal 69 ayat (2):

Pemimpin perguruan tinggi menetapkan SPMI setelah:

  1. Mendapat pertimbangan senat perguruan tinggi bagi perguruan tinggi negeri; atau
  2. Mendapat pertimbangan senat perguruan tinggi dan disetujui oleh badan penyelenggara bagi perguruan tinggi swasta.
Usulan Revisi Pasal 69 ayat (2)
  1. Pemimpin perguruan tinggi menetapkan SPMI berdasarkan masukan Senat dan Badan Penyelenggara melalui mekanisme evaluasi tahunan, kecuali dalam kondisi mendesak.
  2. Dalam kondisi mendesak, pemimpin perguruan tinggi berwenang menetapkan kebijakan SPMI sementara yang berlaku hingga maksimal 6 (enam) bulan, dengan kewajiban melaporkan kepada Senat dan/atau Badan Penyelenggara dalam 10 (sepuluh) hari kerja.
  3. Mekanisme evaluasi tahunan wajib mengintegrasikan:
    • Siklus SPMI (Penetapan, Pelaksanaan, Evaluasi, Pengendalian, dan Peningkatan).
    • Keterpaduan dengan Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PD-Dikti).
  4. Persetujuan elektronik dapat digunakan untuk percepatan persetujuan, sesuai ketentuan perguruan tinggi.

Revisi ini memberi ruang fleksibilitas yang diperlukan institusi untuk mengambil tindakan cepat tanpa mengesampingkan akuntabilitas. Pelaporan wajib dalam jangka waktu tertentu memastikan bahwa kebijakan sementara tetap terpantau dan dapat disesuaikan bila diperlukan revisi ulang.

Baca juga: Kemalasan Sosial: Musuh Tersembunyi SPMI

Audit Mutu Internal (AMI)
Evaluasi Tahunan: Pilar Kolaborasi

Mekanisme Evaluasi Tahunan: Pilar Kolaborasi

Evaluasi tahunan berfungsi sebagai forum untuk mengumpulkan masukan dari Senat dan Badan Penyelenggara (yayasan) dan juga berfungsi untuk memastikan siklus SPMI berjalan sesuai dengan kerangka PPEPP (Penetapan, Pelaksanaan, Evaluasi, Pengendalian, dan Peningkatan).

Selain manfaat diatas, evaluasi tahunan juga memberikan peluang untuk mengintegrasikan data pada Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PD-Dikti). Dengan menggunakan data yang akurat, pengambilan keputusan dapat menjadi lebih relevan, sehingga meningkatkan mutu kebijakan yang diambil.

Baca juga: SPMI Berbasis Pengetahuan: Aset Utama Perguruan Tinggi

Digitalisasi Persetujuan

Dengan digitalisasi, proses persetujuan dapat dilakukan secara daring tanpa perlu mengadakan pertemuan fisik, dengan cara ini tentu menghemat waktu dan sumber daya.

Persetujuan elektronik juga berdampak pada meningkatkan transparansi. Setiap persetujuan atau penolakan dapat tersimpan dan terdokumentasi dengan baik. Hal ini mendorong mekanisme akuntabilitas yang lebih kuat, meskipun dalam situasi yang menuntuk kecepatan dan fleksibilitas yang tinggi.

Revisi Pasal 69 ayat (2) dengan pendekatan yang lebih fleksibel dan responsif akan memberikan dampak positif bagi keberlanjutan mutu pendidikan di Indonesia. Dengan adanya mekanisme kebijakan sementara, perguruan tinggi akan dapat merespons kebutuhan mendesak tanpa harus menunggu proses yang lama.

Di sisi lain, integrasi evaluasi tahunan diharapkan akan dapat memastikan bahwa kebijakan SPMI tetap relevan dengan kebutuhan aktual dan mendapat dukungan dari segenap pemangku kepentingan. Dengan demikian, usulan revisi ini akan mampu menciptakan keseimbangan antara kecepatan dan akuntabilitas.

Baca juga: Dari Visi ke Aksi: Kepemimpinan Transformasional dalam Menggerakkan SPMI

Penutup

Evaluasi Permendikbudristek No. 53/2023 memberikan peluang untuk perbaikan tata kelola SPMI di perguruan tinggi.

Melalui metode ini, perguruan tinggi Insya Allah dapat meningkatkan efisiensi tata kelola tanpa mengorbankan asas, prinsip mutu dan transparansi. Stay Relevant!

Baca juga: Misi SPMI: Menjadikan Kualitas sebagai DNA Perguruan Tinggi


Referensi

  1. Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan. (2024). Pedoman Implementasi Sistem Penjaminan Mutu Internal Perguruan Tinggi Akademik. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
  2. OpenAI. (2023). ChatGPT [Large language model]. Diakses melalui https://openai.com/chatgpt
  3. Permendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi.
  4. Robbins, S. P., & Judge, T. A. (2023). Organizational behavior (19th ed., Global ed.). Pearson.
  5. Sallis, E. (2002). Total quality management in education (3rd ed.). Kogan Page.

Oleh: Bagus Suminar, wakil ketua ICMI Orwil Jatim, dosen UHW Perbanas Surabaya, direktur mutupendidikan.com

Instagram: @mutupendidikan

Info Pelatihan Mutu Pendidikan

admin

MOTTO: Senantiasa bergerak dan berempati untuk menebar manfaat bagi Mutu Pendidikan di Indonesia

×

Layanan Informasi

× Hubungi Kami