بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم
Instagram: @mutupendidikan
Pendahuluan
Bayangkan sebuah perguruan tinggi fiktif bernama “Universitas Sangkuriang”. Dalam beberapa tahun terakhir, Kampus Sangkuriang menghadapi masalah besar: tingkat kelulusan yang stagnan, keterlibatan mahasiswa yang rendah, dan kritik dari stakeholder terkait relevansi kurikulumnya.
Meskipun mereka telah berupaya menerapkan Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI), hasilnya belum menggembirakan. Para pemimpin Universitas Sangkuriang mulai bertanya-tanya, apakah ada cara-cara baru, pendekatan baru yang bisa mengurai benang kusut ini?
Di sinilah pentingnya “tools canggih” dalam SPMI. Dengan memanfaatkan pendekatan Penetapan, Pelaksanaan, Evaluasi, Pengendalian, dan Peningkatan Standar ( 5 Siklus PPEPP) serta alat-alat praktis seperti yang dijelaskan oleh Edward Sallis dalam Total Quality Management in Education, institusi pendidikan seperti Kampus Sangkuriang dapat mengubah tantangan (threats) menjadi peluang (opportunities).
Baca juga: Pemimpin sebagai Model: Katalis Budaya SPMI
Mengupas PPEPP: Kerangka Dasar
Sistem PPEPP adalah inti sari dari SPMI, yang terdiri dari lima siklus utama: Penetapan, Pelaksanaan, Evaluasi, Pengendalian, dan Peningkatan Standar. Dalam setiap tahap ini, perguruan tinggi membutuhkan alat analitik untuk memastikan proses berjalan sesuai rencana. Alat-alat ini bukan hanya membantu identifikasi masalah, namun juga menawarkan solusi yang inspiratif dan terstruktur.
Setiap langkah dalam siklus PPEPP sejatinya adalah pilar yang menopang keberlanjutan mutu. Tahap Penetapan Standar menjadi kompas yang mengarahkan visi perguruan tinggi, sementara Tahap Pelaksanaan Standar adalah roda yang menggerakkan upaya menuju tujuan. Tahap Evaluasi Pemenuhan Standar berfungsi sebagai cermin, memperlihatkan dengan jujur hasil dari perjalanan yang ditempuh. Tahap Pengendalian Pelaksanaan Standar memberikan kendali atas potensi penyimpangan, dan peningkatan menghadirkan esensi evolusi yang tak henti. Ketika kelima tahapan ini dikelola dengan presisi dan dedikasi, InsyaAllah institusi akan menemukan jalannya menuju kemajuan yang berkelanjutan.
Baca juga: Mengasah Gergaji SPMI: Inspirasi dari The 7 Habits

Menggali Teori Tools
Bab 10 dari buku Edward Sallis memberikan wawasan mendalam tentang berbagai alat yang dapat diterapkan dalam TQM di pendidikan. Berikut penjelasannya:
- Flowcharts: Alat ini memetakan proses-proses dan membantu semua stakeholder memahami alur kerja. Misalnya, memetakan proses pengelolaan penelitian dari tahap proposal hingga publikasi dapat membantu mempercepat proses kegiatan dan membantu mengurangi hambatan birokrasi.
- Fishbone (Ishikawa) Diagram: Digunakan untuk menemukan akar masalah dari sebuah problem. Dalam konteks Kampus Sangkuriang, alat ini dapat membantu memahami mengapa keterlibatan mahasiswa rendah—apakah karena kualitas dosen, metode pengajaran, fasilitas, atau faktor lain.
- Brainstorming: Teknik ini mendorong kolaborasi antar departemen (antar unit kerja) untuk menghasilkan ide-ide inovatif. Dalam kasus Kampus Sangkuriang, brainstorming dapat digunakan untuk merancang kurikulum yang lebih relevan dengan kebutuhan pasar kerja.
- Pareto Analysis: Berdasarkan prinsip 80/20, tools ini membantu perguruan tinggi fokus pada sedikit penyebab yang memiliki pengaruh / dampak terbesar. Misalnya, 80% keluhan mahasiswa mungkin berasal dari 20% penyebab utama, seperti kurangnya akses internet.
- 5 Whys: Tools ini digunakan untuk menggali akar penyebab masalah dengan cara mengajukan pertanyaan “mengapa” hingga lima kali atau lebih sampai akar masalahnya dapat ditemukan. Sebagai ilustrasi, dalam kasus tingkat kelulusan yang rendah, bertanya “mengapa” secara berulang dapat mengungkap bahwa masalah ini bermula dari (contoh) kurangnya panduan akademik, yang mungkin disebabkan oleh kurangnya pelatihan bagi dosen pembimbing.
Sallis menekankan bahwa tools ini tidak hanya sekadar alat teknis, tetapi juga katalis untuk perubahan budaya mutu dalam organisasi. Alat-alat diatas mendorong pendekatan berbasis data dan kolaborasi yang memperkuat budaya mutu. Masih banyak alat-alat lain yang dapat digunakan fungsinya, misalnya: Histogram, Control Charts, Decision Matrix, SWOT Analysis, Force Field Analysis, Affinity Diagram, Scatter Diagram, Cause-and-Effect Matrix, Run Chart, Nominal Group Technique (NGT), Cost-Benefit Analysis, Kano Model dan lain sebagainya.
Baca juga: Harmoni Palsu: Fenomena Groupthink dalam Implementasi SPMI
PPEPP dan Tools untuk Transformasi
Penggunaan tools ini dalam setiap tahap PPEPP menciptakan sinergi yang kuat. Penetapan standar menjadi lebih akurat dengan brainstorming, pelaksanaan menjadi lebih efisien dengan flowcharts, evaluasi lebih mendalam dengan fishbone diagrams, dan pengendalian lebih terarah dengan Pareto analysis.
Kombinasi ini memungkinkan perguruan tinggi untuk tidak hanya memecahkan masalah (problem solving) namun juga mencegahnya (kegiatan preventif) di masa depan.
Lebih dari sekadar mekanisme, sinergi ini menciptakan ekosistem yang berorientasi pada mutu berkelanjutan. Dengan setiap tools yang digunakan secara strategis, perguruan tinggi dapat menanamkan pola pikir berbasis solusi di seluruh tingkat organisasi. Transformasi ini tidak hanya menyelesaikan persoalan spesifik, namun juga memperkuat komitmen semua stakeholder internal untuk bergerak menuju visi bersama, membangun institusi yang inovatif, adaptif, dan tangguh menghadapi perubahan.
Baca juga: Efek Pygmalion: Strategi Tersembunyi di Balik Penguatan SPMI
Penutup
Dengan penerapan PPEPP yang diperkaya oleh tools canggih seperti yang disarankan oleh Edward Sallis, Kampus Sangkuriang dan institusi serupa—dapat melepaskan diri dari belenggu masalah mutu yang kompleks. Transformasi yang sejati mungkin membutuhkan waktu, namun pendekatan yang sistematis dan berbasis data menjadikan setiap langkah, sekecil apa pun, penting sebagai pijakan menuju perubahan besar.
Perlu diingat juga bahwa tools saja tidak cukup tanpa pemahaman dan kebijaksanaan pengguna. Seperti ungkapan bijak, “A fool with a tool is still a fool.” Dalam konteks pendidikan tinggi, alat-alat terbaik hanya akan berdampak jika digunakan oleh individu yang trampil, berkomitmen dan memiliki visi yang kuat.
Dengan memadukan alat yang tepat dengan kompetensi yang mendalam, perguruan tinggi dapat terus berinovasi dan bersinar cemerlang di tengah tantangan zaman. Stay Relevant!
Baca juga: Mission Differentiation dan Positioning: Pilar Baru SPMI?
Referensi
- Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan. (2024). Pedoman Implementasi Sistem Penjaminan Mutu Internal Perguruan Tinggi Akademik. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
- OpenAI. (2023). ChatGPT [Large language model]. Diakses melalui https://openai.com/chatgpt
- Permendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi.
- Robbins, S. P., & Judge, T. A. (2023). Organizational behavior (19th ed., Global ed.). Pearson.
- Sallis, E. (2002). Total quality management in education (3rd ed.). Kogan Page.
Oleh: Bagus Suminar, wakil ketua ICMI Orwil Jatim, dosen UHW Perbanas Surabaya, direktur mutupendidikan.com
Instagram: @mutupendidikan