Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) sangat penting dalam memastikan terpenuhinya target standar mutu dan peningkatan berkelanjutan (kaizen) di institusi pendidikan tinggi.
Namun, pendekatan tradisional dalam implementasi SPMI sering kali menghadapi berbagai tantangan seperti penolakan (resistensi) terhadap perubahan, kurangnya keterlibatan pemangku kepentingan (stakeholder), dan kesulitan dalam mengidentifikasi serta mengatasi akar masalah mutu.
Design Thinking, dengan pendekatan yang berpusat pada pengguna (user) dan iteratif, menawarkan metodologi yang menjanjikan untuk memperkuat dan meningkatkan proses SPMI.
Artikel singkat ini membahas integrasi Design Thinking ke dalam SPMI untuk mendorong inovasi, meningkatkan keterlibatan pemangku kepentingan, dan memastikan peningkatan berkelanjutan di pendidikan tinggi.
Mengenal Design Thinking
Design Thinking adalah proses iteratif yang menekankan empati, pengembangan ide, pembuatan prototipe, dan pengujian untuk mengembangkan solusi-solusi inovatif yang diperlukan lembaga pendidikan.
Konsep Design Thinking pertama kali dipopulerkan oleh perusahaan desain IDEO dan CEO-nya, Tim Brown. Meskipun konsep ini telah berkembang selama beberapa dekade dengan kontribusi dari berbagai individu dan institusi, IDEO dan Tim Brown sering kali diakui sebagai pelopor dalam memperkenalkan dan mengembangkan metodologi ini dalam konteks bisnis dan inovasi.
Design Thinking sendiri merupakan hasil evolusi dari berbagai disiplin ilmu (Interdisciplinary Approach), termasuk desain industri, manajemen, psikologi, dan teknik. Herbert A. Simon, seorang ilmuwan kognitif dan pemenang Nobel, juga memainkan peran penting dalam pengembangan awal konsep ini melalui bukunya “The Sciences of the Artificial” (1969). Dalam buku tersebut, Simon membahas proses pemecahan masalah (problem solving) yang terstruktur dan iteratif.
Proses Design Thinking meliputi lima tahap utama:
Empathize (Berempati): Memahami kebutuhan (need), pengalaman, dan tantangan para pemangku kepentingan (stakeholder).
Define (Menentukan): Merumuskan masalah secara jelas berdasarkan pengalaman, wawasan dan pengetahuan yang diperoleh selama tahap empati.
Ideate (Menghasilkan Ide): Mengembangkan dan menghasilkan berbagai ide-ide dan solusi-solusi potensial.
Prototype (Membuat Prototipe): Membuat representasi tangible (prototipe) dari solusi yang dipilih untuk diuji.
Test (Mengujicobakan): Menguji dan mengevaluasi prototipe dengan pemangku kepentingan (stakeholder) untuk mengumpulkan umpan balik dan menyempurnakan solusi.
Penerapan Design Thinking pada SPMI
Penerapan Design Thinking pada implementasi SPMI melibatkan adaptasi kelima tahap tersebut dalam konteks penjaminan mutu di pendidikan tinggi.
Setiap tahap memberikan kontribusi terhadap tujuan keseluruhan untuk memperkuat proses SPMI.
Empathize (Berempati): Melibatkan Pemangku Kepentingan
Melakukan survey, wawancara dan diskusi kelompok terfokus dengan mahasiswa, dosen, staf administrasi, dan pemangku kepentingan lainnya untuk memahami pengalaman, keinginan dan kebutuhan mereka.
Mengamati dan mendokumentasikan praktik saat ini, tantangan, dan titik kritis dalam proses SPMI yang ada.
Mengembangkan peta empati untuk memvisualisasikan perspektif pemangku kepentingan dan mengidentifikasi area-area penting yang perlu diperbaiki.
Mensintesis data-data yang dikumpulkan selama tahap empati untuk mendefinisikan masalah mutu spesifik yang perlu diatasi.
Merumuskan “pernyataan masalah” yang jelas, ringkas, dan dapat ditindaklanjuti, memastikan pernyataan tersebut mencerminkan kebutuhan dan kekhawatiran nyata dari pemangku kepentingan.
Ideate (Menghasilkan Ide): Menghasilkan Solusi Inovatif
Memfasilitasi sesi brainstorming (curah ide) dengan tim yang beragam untuk menghasilkan berbagai ide dan solusi untuk masalah mutu yang diidentifikasi.
Mendorong ide, pemikiran kreatif dan eksplorasi pendekatan tidak konvensional untuk pemecahan masalah.
Memprioritaskan ide berdasarkan kelayakan, dampak, dan keselarasan dengan tujuan institusi.
Prototype (Membuat Prototipe): Mengembangkan Solusi yang Dapat Diuji
Membuat prototipe sederhana (misalnya, mock-up, simulasi, program percontohan, prosedur) dari solusi yang dipilih untuk mengeksplorasi efektivitas potensialnya.
Melibatkan pemangku kepentingan dalam proses pembuatan prototipe untuk memastikan solusi berpusat pada pengguna (user) dan mengatasi kebutuhan nyata.
Melakukan iterasi (proses berulang) pada prototipe berdasarkan umpan balik awal dan wawasan yang diperoleh.
Test (Mengujicobakan): Memvalidasi dan Menyempurnakan Solusi
Mengimplementasikan (uji coba) prototipe di lingkungan nyata dan mengumpulkan umpan balik dari pemangku kepentingan melalui survei, diskusi kelompok terfokus, dan studi observasional.
Menganalisis umpan balik untuk mengidentifikasi kekuatan, kelemahan, dan area-area yang perlu diperbaiki.
Menyempurnakan solusi melalui berbagai iterasi, memastikan peningkatan berkelanjutan (kaizen) dan kepuasan pemangku kepentingan.
Contoh Penerapan PPEPP
Berikut contoh penerapan design thinking dalam SPMI melalui siklus PPEPP:
1. Contoh Penetapan Standar SPMI (Establishment)
Empathize: Tim penjaminan mutu mengadakan diskusi kelompok terfokus dengan dosen dan mahasiswa untuk mengidentifikasi kebutuhan dan harapan terkait standar pembelajaran.
Define: Berdasarkan umpan balik, tim menetapkan standar baru untuk metode pengajaran interaktif yang diinginkan oleh mahasiswa.
Ideate: Tim mengembangkan berbagai metode interaktif, seperti penggunaan teknologi dalam kelas, pembelajaran berbasis proyek, dan sesi diskusi kelompok kecil.
Prototype: Dibuat prototipe program pengajaran interaktif untuk satu semester.
Test: Program diuji coba pada beberapa kelas, dan umpan balik dikumpulkan dari dosen dan mahasiswa.
2. Contoh Pelaksanaan Standar SPMI (Implementation)
Empathize: Melibatkan dosen dalam pelatihan untuk memahami cara terbaik mengimplementasikan metode pengajaran interaktif.
Define: Menyusun jadwal dan materi pelatihan yang sesuai berdasarkan umpan balik dosen.
Ideate: Menghasilkan ide-ide untuk alat bantu pengajaran yang dapat mendukung metode interaktif, seperti aplikasi mobile, platform e-learning, dan modul pelatihan.
Prototype: Mengembangkan modul pelatihan dan alat bantu pengajaran dalam bentuk prototipe.
Test: Melaksanakan pelatihan dan menguji efektivitas alat bantu pengajaran di kelas.
3. Contoh Evaluasi Pelaksanaan Standar SPMI (Evaluation)
Empathize: Mengumpulkan umpan balik dari mahasiswa dan dosen (misal melalui monev, assessment atau audut mutu internal) mengenai efektivitas metode pengajaran baru setelah satu semester.
Define: Mengidentifikasi aspek-aspek yang perlu dievaluasi lebih lanjut, seperti keterlibatan mahasiswa, pemahaman materi, dan kepuasan dosen.
Ideate: Mengembangkan alat evaluasi yang efektif, seperti kuesioner, wawancara, dan observasi kelas.
Prototype: Membuat prototipe alat evaluasi dan mengujinya pada sejumlah kelas.
Test: Mengumpulkan dan menganalisis data evaluasi untuk menentukan keberhasilan metode pengajaran interaktif.
4. Contoh Pengendalian Pelaksanaan Standar SPMI (Control)
Empathize: Memahami tantangan yang dihadapi dosen dan mahasiswa dalam penerapan metode pengajaran interaktif secara berkelanjutan.
Define: Menetapkan prosedur pengendalian yang jelas untuk memastikan standar pengajaran interaktif diterapkan dengan konsisten.
Ideate: Menghasilkan ide-ide untuk mekanisme pengendalian, seperti monitoring berkala, pelaporan, dan feedback loop.
Prototype: Mengembangkan prototipe mekanisme pengendalian dan mengujinya di beberapa kelas.
Test: Mengevaluasi efektivitas mekanisme pengendalian melalui umpan balik dosen dan mahasiswa.
5. Contoh Peningkatan Standar SPMI (Improvement)
Empathize: Terus mengumpulkan umpan balik dari pemangku kepentingan untuk mengidentifikasi area yang memerlukan peningkatan.
Define: Menetapkan prioritas peningkatan berdasarkan analisis data umpan balik.
Ideate: Mengembangkan ide-ide baru untuk peningkatan metode pengajaran interaktif dan proses penjaminan mutu.
Prototype: Menerapkan prototipe peningkatan dan menguji efektivitasnya di lingkungan nyata.
Test: Mengukur hasil peningkatan dan melakukan iterasi untuk memastikan peningkatan berkelanjutan.
Penutup
Design Thinking merupakan metodologi yang berharga untuk memperkuat SPMI di institusi pendidikan tinggi.
Dengan berfokus pada empati, kolaborasi, dan pengembangan iteratif, institusi dapat meningkatkan keterlibatan pemangku kepentingan (stakeholder), mendorong inovasi, dan mendorong peningkatan berkelanjutan dalam proses penjaminan mutu mereka. Stay Relevant!