• 08123070905
  • mutupendidikan.info@gmail.com

Mengapa Standar Pengelolaan Harus Merata Hingga ke Prodi

SPMI dan Akreditasi 2

Mengapa Standar Pengelolaan Harus Merata Hingga ke Prodi

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Instagram: @mutupendidikan

Pendahuluan

Mutu perguruan tinggi tidak hanya ditentukan oleh visi besar rektorat atau kekuatan lembaga penjaminan mutu (Unit LPM), tetapi juga sangat bergantung pada kualitas pengelolaan di tingkat paling operasional: program studi. Prodi adalah titik temu langsung antara institusi dan mahasiswa, tempat dimana tridharma perguruan tinggi diimplementasikan secara nyata.

Ketimpangan ini sering kali muncul karena standar pengelolaan hanya dikuatkan di tingkat institusi, sementara prodi berjalan tanpa panduan yang cukup atau sumber daya yang memadai. Dalam Fundamentals of Management (Griffin, 2022), ditegaskan bahwa efektivitas organisasi bergantung pada konsistensi fungsi manajemen di seluruh bagian, tidak hanya di tingkat atas. Jika satu bagian lemah, maka keseluruhan sistem terganggu.

Hal inilah yang menjadikan pemerataan standar pengelolaan sebagai isu yang sangat strategis dalam pengembangan mutu pendidikan tinggi.

Bukan Cuma Urusan Pusat

Di banyak perguruan tinggi, standar pengelolaan kerap dipahami sebagai domain rektorat atau lembaga mutu saja. Padahal, jika ingin sistem mutu berjalan efektif dan merata, prodi sebagai ujung tombak pelaksana harus memiliki kapasitas yang sama kuatnya. Prodi tidak hanya perlu menjalankan proses belajar mengajar, tetapi juga harus memiliki kemampuan dalam perencanaan, evaluasi, dokumentasi, hingga pelaporan kinerja secara sistematis. Ketika hal-hal ini tidak diperkuat, standar mutu hanya berhenti sebagai narasi di tingkat pusat.

Dari perspektif perilaku organisasi, hal ini mencerminkan asymmetry of control—ketimpangan kekuasaan dan informasi antarunit yang menyebabkan distorsi dalam implementasi kebijakan. Robbins dan Judge (2024) menyatakan bahwa organisasi dengan distribusi kendali yang tidak seimbang cenderung mengalami demotivasi di level bawah dan over-centralization di level atas.

SPMI yang Merata, Bukan Monolitik

Permendikbudristek No. 53 Tahun 2023 mendorong perguruan tinggi untuk mengembangkan SPMI yang kontekstual dan relevan dengan karakteristik unit-unit di dalamnya.

Setiap unit, sekecil apapun, berhak dan wajib memiliki standar, indikator, serta mekanisme evaluasi yang selaras dengan sistem mutu institusi, namun tetap kontekstual dengan dinamika unit tersebut.

SPMI yang baik memungkinkan standar pengelolaan diterjemahkan menjadi pedoman kerja yang aplikatif bagi prodi. Misalnya, standar terkait pembelajaran, beban kerja dosen, layanan akademik, atau pelaporan capaian mahasiswa harus dijabarkan dalam bentuk SOP dan indikator yang dapat dilaksanakan di tingkat operasional. Ketika prodi punya otoritas dan pemahaman dalam merancang dan mengelola standar tersebut, maka siklus mutu akan berjalan lebih solid dan menyeluruh.

PDCA dan PPEPP 2
Agar PPEPP bisa dijalankan secara efektif, setiap unit harus memiliki kapasitas yang setara dalam memahami dan melaksanakan fungsi-fungsi di dalam siklus tersebut

PPEPP dan Pembelajaran Lintas Unit

Salah satu kekuatan utama dari sistem SPMI adalah adanya siklus PPEPP—Penetapan, Pelaksanaan, Evaluasi, Pengendalian, dan Peningkatan. Siklus ini menjadi dasar bagi praktik manajemen mutu yang berorientasi pada kaizen, atau perbaikan berkelanjutan. Namun agar PPEPP bisa dijalankan secara efektif, setiap unit harus memiliki kapasitas yang setara dalam memahami dan melaksanakan fungsi-fungsi di dalam siklus tersebut. Jika hanya lembaga mutu yang menjalankan PPEPP, maka sistem akan timpang dan tidak dapat berkembang secara menyeluruh.

Ini tidak terjadi secara otomatis, melainkan harus dibangun melalui pelatihan, pendampingan, dan pembagian peran yang jelas. Ketika semua unit memahami PPEPP dan menjalankannya sebagai bagian dari keseharian kerja, maka organisasi akan tumbuh sebagai entitas pembelajar—yang belajar dari setiap langkah, bukan hanya dari pusat ke bawah (top – down), tetapi juga dari bawah ke atas (bottom – up).

Penutup

Standar pengelolaan yang tidak merata adalah titik lemah yang bisa menghambat pertumbuhan mutu perguruan tinggi. Tanpa penguatan kapasitas di level prodi, standar yang disusun di pusat akan sulit membumi dan tidak berdampak nyata. Prodi bukan hanya pelaksana teknis, tetapi aktor utama dalam pencapaian mutu tridharma.

SPMI memberi peluang bagi semua unit untuk menjadi bagian dari sistem mutu yang hidup, dan PPEPP adalah alat yang memungkinkan perbaikan terus-menerus jika dijalankan bersama, bukan sendiri-sendiri.


Referensi

  1. Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan. (2024). Pedoman Implementasi Sistem Penjaminan Mutu Internal Perguruan Tinggi Akademik. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
  2. Griffin, R. W. (2022). Fundamentals of management (10th ed.). Cengage Learning.
  3. Kim, W. C., & Mauborgne, R. (2005). Blue ocean strategy: How to create uncontested market space and make the competition irrelevant. Harvard Business School Press.
  4. OpenAI. (2023). ChatGPT [Large language model]. Diakses melalui https://openai.com/chatgpt
  5. Permendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi.
  6. Robbins, S. P., & Judge, T. A. (2024). Organizational behavior (19th ed., Global ed.). Pearson.
  7. Sallis, E. (2002). Total quality management in education (3rd ed.). Kogan Page.
  8. Yukl, G. (2010). Leadership in organizations (7th ed.). Prentice Hall.

Oleh: Bagus Suminar, wakil ketua ICMI Orwil Jatim, dosen UHW Perbanas Surabaya, dan direktur mutupendidikan.com

Instagram: @mutupendidikan

Info Pelatihan Mutu Pendidikan

admin

MOTTO: Senantiasa bergerak dan berempati untuk menebar manfaat bagi Mutu Pendidikan di Indonesia

    ×

    Layanan Informasi

    × Hubungi Kami