
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم
Instagram: @mutupendidikan
Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) merupakan mekanisme utama dalam menjaga mutu pendidikan tinggi secara berkelanjutan (kaizen). Namun, realitas di banyak perguruan tinggi menunjukkan bahwa implementasi SPMI sering kali kurang menarik bagi stakeholder internal. Dosen dan staf akademik cenderung melihat SPMI sebagai beban administratif yang bersifat birokratis, sementara mahasiswa jarang dilibatkan secara aktif dalam proses evaluasi mutu.
Minimnya keterlibatan ini dapat dikaitkan dengan fenomena kelembaman organisasi (organizational inertia), yaitu kecenderungan individu dalam suatu organisasi untuk mempertahankan kebiasaan lama dan menolak perubahan yang dianggap tidak memberikan manfaat langsung. Akibatnya, meskipun berbagai dokumen SPMI telah dirancang dengan baik, efektivitas implementasinya masih jauh dari harapan. Dalam konteks ini, gamifikasi menawarkan pendekatan baru yang dapat meningkatkan partisipasi stakeholder dengan cara yang lebih interaktif dan menarik.
Baca juga: Mengapa GKM Gagal? Studi Kebutuhan Maslow dalam Manajemen Mutu
Gamifikasi adalah penerapan elemen permainan dalam aktivitas non-game untuk meningkatkan motivasi dan keterlibatan individu. Konsep ini telah sukses diterapkan dalam berbagai sektor, termasuk manajemen organisasi, pemasaran, dan pendidikan.
Dalam konteks SPMI, gamifikasi diharapkan dapat mengubah proses yang biasanya dianggap membosankan menjadi lebih menarik dengan memberikan tantangan, penghargaan, dan mekanisme umpan balik yang lebih dinamis.
Penerapan gamifikasi dalam organisasi didukung oleh teori self-determination dari Deci dan Ryan, yang menekankan bahwa individu lebih termotivasi untuk berpartisipasi dalam suatu aktivitas ketika mereka merasa memiliki otonomi, kompetensi, dan keterhubungan sosial dalam tugas tersebut. Dengan menyediakan sistem penghargaan berbasis pencapaian, leaderboard kompetitif, dan sistem poin untuk partisipasi dalam evaluasi mutu, perguruan tinggi dapat meningkatkan keterlibatan stakeholder dalam SPMI.
Baca juga: SPMI Tanpa Teknologi Digital? Bersiaplah Hadapi Kegagalan!
Meskipun gamifikasi menawarkan banyak peluang dan manfaat, implementasinya dalam SPMI di perguruan tinggi juga menghadapi berbagai tantangan. Salah satu kendala utama adalah kesiapan teknologi dan infrastruktur. Banyak perguruan tinggi masih menggunakan sistem manual dalam pengelolaan dokumen SPMI, sehingga sulit untuk menerapkan platform digital yang memungkinkan pemberian penghargaan secara otomatis atau pelacakan partisipasi secara real-time.
Selain itu, resistensi terhadap perubahan menjadi tantangan besar dalam organisasi akademik. Menurut teori perubahan organisasi dari Kotter, perubahan harus dilakukan secara bertahap dengan strategi komunikasi yang efektif untuk mengurangi resistensi. Jika pimpinan institusi tidak memberikan pemahaman yang cukup mengenai manfaat gamifikasi dalam SPMI, maka kemungkinan besar dosen dan staf akademik akan menganggap sistem ini sebagai beban tambahan yang tidak diperlukan.
Baca juga: SPMI Gagal Total? Jangan Salahkan Sistem, Perbaiki Komunikasi!
Salah satu risiko terbesar dalam penerapan gamifikasi adalah kemungkinan bahwa sistem ini hanya akan berfungsi sebagai “hiburan sesaat” tanpa dampak nyata terhadap peningkatan mutu akademik. Jika elemen permainan dalam SPMI tidak dirancang dengan baik atau tidak memiliki keterkaitan langsung dengan tujuan akademik, maka gamifikasi berisiko kehilangan efektivitasnya dalam jangka panjang.
Agar gamifikasi tidak hanya menjadi sekadar tren, perguruan tinggi perlu memastikan bahwa sistem ini dirancang dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip reinforcement theory dari Skinner. Dengan menerapkan penguatan positif yang jelas dan relevan, seperti insentif akademik atau akses prioritas terhadap program pengembangan profesional, institusi dapat memastikan bahwa gamifikasi benar-benar memberikan dampak yang signifikan terhadap keterlibatan stakeholder dalam SPMI.
Meskipun menghadapi berbagai tantangan, beberapa perguruan tinggi di luar negeri telah menerapkan gamifikasi untuk meningkatkan keterlibatan karyawan dalam sistem mutu. Open University di Inggris, misalnya, berhasil meningkatkan partisipasi dosen dalam evaluasi pembelajaran hingga 45% dengan sistem penghargaan digital berbasis lencana dan poin. Sementara itu, di Indonesia, sebuah universitas swasta menerapkan kompetisi antar fakultas dalam penyusunan laporan mutu akademik, yang berdampak pada peningkatan kepatuhan fakultas terhadap kebijakan mutu.
Keberhasilan ini menunjukkan bahwa gamifikasi dapat diterapkan secara efektif dalam SPMI, asalkan dirancang dengan mempertimbangkan faktor teknologi, budaya organisasi, dan strategi komunikasi yang tepat.
Perguruan tinggi yang ingin mengadopsi sistem ini harus terlebih dahulu mengidentifikasi kesiapan institusinya dan mengembangkan strategi implementasi yang sesuai dengan karakteristik stakeholder mereka.
Baca juga: PPEPP Bukan Beban, Tapi Solusi, Benarkah?
Gamifikasi memiliki potensi besar untuk meningkatkan keterlibatan stakeholder dalam SPMI, namun keberhasilannya sangat bergantung pada kesiapan teknologi, strategi komunikasi, dan relevansi sistem penghargaan yang diterapkan. Perguruan tinggi yang ingin mengadopsi gamifikasi dalam SPMI harus memastikan bahwa sistem ini tidak hanya menjadi elemen tambahan yang bersifat kosmetik, tetapi benar-benar berkontribusi terhadap peningkatan mutu akademik dan non akademik.
Penerapan gamifikasi dalam SPMI mungkin tidak selalu mudah, tetapi dengan pendekatan yang berbasis data dan strategi implementasi yang matang, gamifikasi dapat menjadi solusi inovatif untuk menciptakan budaya mutu yang lebih kolaboratif, interaktif, dan berkelanjutan di perguruan tinggi. Oleh karena itu, eksplorasi lebih lanjut mengenai efektivitas gamifikasi dalam berbagai konteks pendidikan tinggi perlu dilakukan untuk memastikan bahwa sistem ini benar-benar dapat memberikan dampak positif bagi institusi akademik. Stay Relevant!
Oleh: Bagus Suminar, wakil ketua ICMI Orwil Jatim, dosen UHW Perbanas Surabaya, dan direktur mutupendidikan.com
Instagram: @mutupendidikan
Layanan Informasi