
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم
Instagram: @mutupendidikan
Perguruan tinggi di Indonesia tengah menghadapi tantangan besar dalam meningkatkan mutu akademik dan non-akademik. Proses akreditasi oleh BAN-PT atau LAM, yang menjadi tolok ukur mutu perguruan tinggi, menuntut persiapan yang matang dan menyeluruh. Namun, sering kali, kendala muncul meski sumber daya yang tersedia memadai. Salah satu hambatan utama adalah lemahnya koordinasi dan “komunikasi internal,” yang berdampak pada rendahnya pemahaman staf dan dosen terhadap kebijakan serta standar SPMI yang telah ditetapkan. Akibatnya, implementasi sistem penjaminan mutu internal (SPMI) menjadi kurang efektif, menggambarkan bagaimana komunikasi internal dapat menjadi penentu keberhasilan atau kegagalan SPMI di perguruan tinggi.
Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) merupakan framework dalam menjaga dan meningkatkan mutu secara berkelanjutan (kaizen) di dunia pendidikan tinggi. Sebagai realisasi dari Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 53 Tahun 2023, SPMI mengintegrasikan siklus Penetapan, Pelaksanaan, Evaluasi, Pengendalian, dan Peningkatan standar (PPEPP). Siklus ini bukan sekadar kerangka kerja, melainkan fondasi strategis yang memastikan perguruan tinggi mampu memenuhi, bahkan melampaui, standar nasional yang telah ditetapkan. Implementasi SPMI menjadi wujud nyata dari komitmen perguruan tinggi terhadap mutu pendidikan tinggi di Indonesia.
Baca juga: Efek Pygmalion: Strategi Tersembunyi di Balik Penguatan SPMI
Namun, keberhasilan SPMI tidak dapat dilepaskan dari peran komunikasi internal yang strategis, efektif, dan terstruktur. Komunikasi internal tidak hanya menjadi alat untuk menyampaikan informasi, tetapi juga jembatan yang menyelaraskan visi, meningkatkan partisipasi, dan memastikan setiap elemen organisasi memahami serta menginternalisasi standar SPMI.
Tanpa komunikasi internal yang kuat, SPMI akan kehilangan daya dorongnya. Oleh karena itu, perguruan tinggi harus menjadikan komunikasi internal sebagai prioritas utama, agar sistem penjaminan mutu tidak hanya menjadi sekadar dokumen, tetapi juga budaya yang hidup di seluruh jenjang organisasi.
Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) dalam pendidikan tinggi memiliki tujuan strategis untuk mengoptimalkan pelaksanaan Tridharma melalui standar pendidikan tinggi yang tidak hanya memenuhi, tetapi juga melampaui Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SN-Dikti). Namun, tantangan kerap muncul dalam implementasinya.
Banyak perguruan tinggi di Indonesia menghadapi kesulitan dalam menyelaraskan elemen-elemen organisasi yang terlibat dalam SPMI. Hambatan seperti lemahnya koordinasi, disparitas pemahaman, dan minimnya keterlibatan pemangku kepentingan menjadi kendala yang signifikan.
Oleh sebab itu, diperlukan transformasi fundamental yang mampu menyelaraskan tujuan ideal SPMI dengan praktik operasional di lapangan secara konsisten dan berkelanjutan.
Transformasi tersebut dapat diwujudkan melalui komunikasi internal yang strategis dan terstruktur. Sebagai contoh, penerapan standar baru dalam proses pembelajaran sering kali menghadirkan potensi konflik dan kesalahpahaman di antara pimpinan, dosen, serta staf administrasi. Namun, dengan komunikasi internal yang dirancang dengan matang—melalui forum silaturahmi, pelatihan rutin, hingga pemanfaatan platform digital—pesan dapat tersampaikan dengan jelas, sehingga setiap elemen organisasi dapat terlibat secara optimal.
Komunikasi internal yang efektif tidak hanya menjembatani perbedaan, tetapi juga menjadi katalis dalam membangun budaya mutu yang tangguh di perguruan tinggi.
Dalam konteks Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI), komunikasi internal adalah proses penyampaian dan pertukaran informasi, arahan, serta umpan balik yang terjadi di dalam perguruan tinggi untuk memastikan bahwa semua stakeholder, termasuk pimpinan, dosen, tenaga kependidikan, dan mahasiswa, memahami dan terlibat aktif dalam implementasi standar mutu yang telah ditetapkan.
Komunikasi internal yang efektif adalah elemen fundamental dalam keberhasilan implementasi kebijakan di perguruan tinggi. Dalam buku Internal Communications: A Manual for Practitioners karya Liam FitzPatrick dan Klavs Valskov, dijelaskan bahwa komunikasi internal yang terencana dapat memperkuat budaya organisasi. Sebagai contoh, ketika perguruan tinggi memperkenalkan metode pembelajaran berbasis proyek, komunikasi yang strategis memastikan setiap pimpinan, dosen dan tenaga kependidikan memahami peran mereka, sehingga proses transisi berjalan lancar tanpa konflik atau miskomunikasi.
Perguruan tinggi dapat mengadopsi berbagai strategi komunikasi internal, mulai dari buletin rutin, media visual seperti poster, hingga diskusi interaktif melalui platform digital.
Keberhasilan perguruan tinggi dalam menjalankan SPMI kerap kali bergantung pada tim komunikasi internal yang kompeten, yang mampu menyusun pesan secara jelas, mendistribusikan informasi dengan efektif, dan mendengarkan masukan dari semua elemen organisasi. Pendekatan ini menciptakan kolaborasi yang produktif dan memperkuat rasa memiliki dalam setiap langkah menuju mutu pendidikan yang berkelanjutan.
Baca juga: Mission Differentiation dan Positioning: Pilar Baru SPMI?
Tahap Penetapan Standar (dalam PPEPP) memerlukan pendekatan komunikasi yang terarah dan terstruktur. Pada tahap ini, perguruan tinggi harus memastikan bahwa semua pemangku kepentingan internal memiliki pemahaman yang sama tentang target dan indikator keberhasilan yang ditetapkan. Sebagai ilustrasi, ketika sebuah perguruan tinggi memperkenalkan standar baru untuk kurikulum berbasis kompetensi, penting untuk mengadakan serangkaian pertemuan yang melibatkan dosen, mahasiswa, dan pemangku kepentingan eksternal. Diskusi ini tidak hanya menjelaskan manfaat kebijakan baru, tetapi juga memberikan panduan langkah-langkah implementasi. Dengan komunikasi yang efektif, resistensi (penolakan) terhadap perubahan dapat diminimalkan, sehingga transisi berjalan lebih lancar.
Tahap Pelaksanaan Standar (dalam PPEPP) adalah momen penting di mana komunikasi internal menjadi penggerak utama (tools) keberhasilan. Dalam perguruan tinggi yang memiliki berbagai unit kerja, risiko fragmentasi dalam implementasi sangat mungkin terjadi tanpa adanya komunikasi yang solid. Sebagai contoh, ketika standar baru untuk metode evaluasi mahasiswa diterapkan, komunikasi yang kurang jelas dapat memicu kebingungan di kalangan dosen. Namun, dengan adanya panduan yang sistematis dan pelatihan yang komprehensif, setiap unit dapat berkontribusi secara harmonis, memastikan bahwa tujuan bersama dapat tercapai dengan optimal.
Tahap Evaluasi Pemenuhan standar (dalam PPEPP) membutuhkan keterbukaan dan transparansi yang maksimal. Perguruan tinggi dapat menggunakan survei internal (melalui monev) sebagai alat untuk mengumpulkan umpan balik dari dosen dan mahasiswa mengenai implementasi standar yang telah berjalan. Sebagai contoh, ketika mengevaluasi efektivitas metode pembelajaran daring (Learning Management System/LMS), data yang diperoleh dari survei dapat dimanfaatkan untuk mengidentifikasi kelemahan dan merancang perbaikan yang relevan. Sejalan dengan pandangan FitzPatrick, komunikasi yang jujur selama fase evaluasi menjadi kunci dalam menemukan tantangan dan peluang perbaikan yang berkelanjutan.
Tahap Pengendalian Pelaksanaan Standar (dalam PPEPP) menuntut komunikasi yang responsif dan intensif untuk memastikan setiap penyimpangan dapat segera diatasi. Ketika ditemukan pelanggaran terhadap standar penelitian, misalnya, tim pengelola mutu perlu segera mengadakan diskusi dengan pihak terkait untuk menemukan solusi yang tepat. Komunikasi internal yang responsif memungkinkan identifikasi masalah dilakukan secara cepat, sehingga penyelesaiannya tidak hanya efektif tetapi juga sesuai dengan kebutuhan spesifik perguruan tinggi.
Tahap Peningkatan Standar (dalam PPEPP) adalah fase yang berorientasi pada inovasi dan kolaborasi berkelanjutan. Pada tahap ini, komunikasi internal memainkan peran penting dalam menyebarluaskan informasi tentang praktik terbaik (best practice) yang telah berhasil diterapkan di satu unit untuk direplikasi oleh unit lain. Sebagai contoh, jika sebuah fakultas menemukan metode pembelajaran inovatif yang mampu meningkatkan keterlibatan mahasiswa, metode ini dapat dibagikan kepada fakultas lain melalui forum internal atau publikasi internal. FitzPatrick menegaskan bahwa komunikasi dua arah adalah motor penggerak dalam menciptakan inovasi dan berbagi kesuksesan, mendorong budaya mutu yang progresif di seluruh institusi.
Penguatan SPMI melalui siklus PPEPP memerlukan integrasi komunikasi internal yang efektif dan efisien di setiap tahapannya. Perguruan tinggi yang menghadapi tantangan, seperti meningkatkan peringkat akreditasi, dapat memanfaatkan komunikasi internal untuk membangun kesadaran kolektif tentang pentingnya pencapaian mutu. Dengan melibatkan semua unit dalam diskusi rutin serta menyediakan informasi yang akurat melalui portal internal dan sistem manajemen pengetahuan (knowledge management), proses perubahan dapat dilaksanakan secara lebih terarah, efisien, dan inklusif.
Pandangan yang disampaikan dalam Internal Communications: A Manual for Practitioners menggarisbawahi bahwa keberhasilan komunikasi internal tidak hanya ditentukan oleh pilihan saluran (communication channels), namun juga oleh kualitas keterlibatan, kejelasan, dan konsistensi pesan yang disampaikan.
Dalam konteks SPMI, komunikasi internal yang dirancang secara strategis mampu menjadi katalisator dalam mendorong perguruan tinggi menuju pencapaian mutu yang unggul dan berkelanjutan, menciptakan budaya mutu yang kokoh dan progresif.
Oleh karena itu, perguruan tinggi harus memprioritaskan pengembangan sistem komunikasi internal yang terencana, adaptif, dan partisipatif. Dengan mengintegrasikan prinsip-prinsip SPMI dan praktik komunikasi internal yang efektif, institusi pendidikan tinggi InsyaAllah dapat memenuhi standar nasional, dan juga memperluas daya saing mereka di tingkat nasional, regional maupun global. Komitmen terhadap komunikasi internal yang solid akan memastikan bahwa setiap langkah menuju mutu unggul menjadi bagian dari perjalanan kolektif seluruh elemen perguruan tinggi. Stay Relevant!
Dalam diam data, suara menyala,
Komunikasi internal merajut asa.
SPMI melangkah dengan teguh,
Menyemai mutu di setiap sudut yang utuh.
Baca juga: Penguatan SPMI dengan 10 Peran Manajer ala Mintzberg
Referensi
Oleh: Bagus Suminar, wakil ketua ICMI Orwil Jatim, dosen UHW Perbanas Surabaya, direktur mutupendidikan.com
Instagram: @mutupendidikan
Layanan Informasi